Andi benar-benar menyiapkan semuanya dengan teliti untuk Dinda."Ini adalah berkas pemeriksaan keseluruhan punya Dinda yang menyatakan bahwa dia sudah sehat seratus persen," ucap Dita yang menyerahkan berkas itu pada Andi."Thanks yah Dit lo udah bantuin gue dan Dinda selama ini." Andi mengucapkan rasa terima kasihnya karena Dita yang selama ini mengurusi Dinda dan mengobatinya hingga Dinda bisa hidup normal kembali."Iyah sama-sama lo gak usah sungkan sama gue Ndi," balas Dita yang merasa bahagia juga karena akhirnya Dinda melewati semua ini."Ya udah deh kalau gitu gue pulang dulu yah Dit," pamit Andi pada Dita."Salam buat Om sama Tante yah!!" pesan Dita sebelum Andi pulang."Oke," jawab Andi yang kemudian keluar dari ruangan Dita."Syukurlah akhirnya Dinda bisa keluar dari beban dia selama ini," tutur Andi yang berbicara sendiri.Ia lalu menemui Rara. Tujuanya untuk memberikan berkas kelengakapan Dinda agar ia bisa mengajar di sekolah tersebut."Ra ini semua berkas yang kamu minta
Andi sebenarnya agak kepikiran saat melihat Rara menjatuhkan kopinya ia khawatir Rara sakit, namun karena Rara yang memintanya untuk pergi akhirnya Andi pun pergi meninggalkan Rara. Keluarga Rara memang sudah cukup dekat dengan keluarga Andi, bahkan Rara pun sudah mereka anggap seperti putri mereka sendiri, apa lagi semenjak orang tua Rara meninggal. "Ndi... kamu udah pulang," ucap Ibu Sarah yang melihat Andi duduk di sofa ruang keluarga. Andi pun menoleh pada Ibunya. "Udah Mah... tadi aku dari kantor Rara, makanya langsung pulang," balas Andi yang sepertinya lelah karena habis berkeliling. "Rara..."lirih Ibu Srah. "Mamah ko kengen ya sama Rara," ucap Ibu Sarah yang berjalan mendekat pada putranya. "Yahh Mamah tinggal ketemu aja sama dia," balas Andi ketus. "Kalau gitu, minggu besok ajak dia ke rumah yah sekalian kita makan keluarga," seru Ibu Sarah yang begitu antusias. "Terserah Mamah aja." Andi yang lelah pergi ke kamarnya. Ibu Sarah sangat bahagia karena Andi tidak meno
Mungkin apa yang diucapkan oleh Risa barusan ada benarnya tidak ada salahnya seorang wanita menyatakan perasaannya langsung. Risa seorang remaja polos saja memiliki pemikiran yang cukup dewasa untuk dirinya sendiri. Ia hanya ingin mengungpakan perasaannya dan itu bukanlah sebuah kesalahan."Aku yang terlalu ciut dan lemah," batin Rara.****Rara kembali ke ruangannya dan merapikan barang-barangnya ia berencana pergi ke toko buku untuk menenangkan hati dan pikiranya. Ia langsung tancap gas dengan mobilnya.Saat sampai di mall Rara langsung menuju lantai atas, namun di tengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang tak asing dengannya. Itu adalah Ibu Sarah, mamahnya Andi."Halloooo......" sapa Ibu Sarah dari kejauhan yang sudah melihat Rara. Ia langsung bergegas menghampiri Rara.Ibu Sarah langsung memeluk Rara menyapanya dengan mencium pipi kanan dan kirinya."Kamu sehat sayang??" tanya Ibu Sarah sambil mengelus-ngelus lengan Rara."Alhamdulillah Rara sehat Bu, Ibu gimana sehat??"
Di lain tempat Dinda yang begitu antusias sedang menyiapkan hal yang ia perlukan untuk kembali bekerja di sekolah Rara. "Dinn kamu sedang apa??" tanya Ibu Harti dari belakang. "Dinda lagi beresin barang-barang Dinda Bu," jawabny sambil merapikan beberpa buku miliknya. "Din kamu sudah yakin ingin kembali bekerja?? Tidak mau bantu Ibu di sini saja??" tanya Ibu Harti dengan hati-hati karena beliau merasa khawatir jika nanti ia akan bertemu kembali dengan Rangga. "Bu... Ibu tenang saja, kata Dokter Dita juga Dinda udah sehat, udah bisa keluar dan beraktifitas seperti biasa jadi Ibu gak usah khawatir yah!!" Dinda yang berusaha meyakinkan Ibunya. "Dinda harus bertemu dengan Rangga dan membalaskan dendam Dinda padanya," batin Dinda. Ibu Harti menatap sendu putrinya. Rasa khawatir seorang Ibu yang takut putrinya kembali di rusak mentalnya oleh laki-laki yang begitu dicintainya. "Ya udah kalau itu sudah jadi keputusan kamu, Ibu hanya bisa mendo'akan yang terbaik buat kamu Nak," ucap San
Di mobil Dinda masih saja melihat-lihat wajahnya di cermin."Lihat apa lagi sih Din??" tanya Andi memperhatikan yang Dinda sibuk merapikan rambutnya."Lebih baik gini atau gini??" Dinda meminta pendapat Andi tentang penampilannya."Tadi udah rapi, ko malah dirusak lagi," komentar Andi."Aku gak pede Ndi," ucap Andi."Hmmmm....." Andi menghela nafas lalu menghentikan mobilnya."Ko berhenti sih??"tanya Dinda bingung."Beresin dulu rambutnya!!" suruh Andi.Dinda pun akhirnya mengikat rambutnya dengan rapi. Sehingga bagian lehernya terlihat begitu jelas yang membuatnya semakin seksi untuk ukuran pria dewasa seperti Andi yang melihatnya.Andi hanya bisa menelan ludah melihat semua itu, pikiran dewasanya sudah bergreliya membayangkan sesuatu yang erotis. "Cantiknya...." lirih Andi.Dinda menoleh padanya."Aku tidak bisa menahannya, maafkan aku Dinda," batin Andi.Ia pun langsung melumat bibir merah Dinda dan memegang leher seksi yang sejak tadi ia incar. Dinda mencoba membrontak melepaskan
Derdddd... Derdddd... diiringi deringan ponsel Andi membuat Andi dan Dinda kaget, mereka pun menghentikan aktivitas seks mereka. Andi pun mengangkat teleponnya. "Hallo Ra..." sapa Andi dengan nada agak terengah. Rara heran kenapa Andi seperti baru saja melakukan aktivitas yang cepe karena nada suaranya yang trengah. "Kamu habis ngapain sih??" tanya Rara. "Ohhh.. enggak habis ngapa-ngapain emangnya kenapa??" Andi yang balik bertanya, ia kaget karena Rara yang tiba-tiba bertanya seperti itu. "Kaya orang habis olah raga deh," jawab Rara curiga. "Aku kaget aja barusan ada kucing lewat jadi injak rem mendadak," balas Andi sambil merapikan pakaiannya. "Ohh... kirain kamu lagi olah raga. Ini udah siang kamu sama Dinda ko belum nyampe??" tanya Rara yang sedari tadi menunggu kedatangan mereka. Andi menoleh pada Dinda yang sudah berpakaian lengkap kembali. "Ini aku masih di jalan, kita kejebak macet, soalnya tadi aku berangkat agak siang dari rumah dan Dinda juga agak ragu untuk beran
Sampai di pintu utama Dinda menghirup udara segar, seoalah ia baru saja terbebas dari penjara."Dindaaaaa!!!!" teriak seorang wanita dari arah samping.Dia adalah Rara sahabat yang sudah dianggapnya seperti keluarga sendiri.Rara langsung mendaratkan pelukannya di tubuh Dinda."Aku kangen banget sama kamu Din...." isak Rara yang terharu melihat kedatangan Dinda."Aku juga sama Ra," balas Dinda sambil menepuk-nepuk pundak Rara.Rara lalu melepaskan pelukannya."Ayo kita ke ruanganku!!" ajak Rara, namun ia menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang."Cari apa sih Ra??" tanya Dinda yang heran pada tingkah Rara."Kamu sendiri Din??" Rara malah balik bertanya."Enggak.. aku sama Andi. Tuh!!!" Dinda membalikan badannya dan menunjuk ke arah Andi.Terlihat Andi yang turun dari mobil mengenakan kacamata hitamnya dengan stelan jas berwarna cream yang membuat penampilannya semakin menawan."Kalian ko belum masuk?" tanya Andi seraya membuka kacamatanya."Yah nunggu kamu lahh!!
"Hari ini kamu gak usah ngajar dulu deh!!" pinta Rara yang sepertinya ingin mengajar Dinda untuk jalan-jalan. "Lho memangnya kenapa??" tanya Dinda. "Kita baru saja ketemu Din, kamu gak mau melepas rindu sama aku. Kita jalan-jalan oke!!" ajak Rara. "Emang boleh??" tanya Dinda. "Kata siapa gak boleh, ini sekolah aku bebeas dong!! jawab Rara. Dinda pun mengangguk mantap. "Ya udah ayokkk!!" ajak Dinda pada sahabatnya itu. Mereka pun akhirnya pergi dari sekolah. "Kita ke mall aja yuk!!" ajak Dinda. "Okehh dehh siappp." Rara yang langsung tancap gas menuju mall. Seperti kebanyakan wanita lainnya Rara dan Dinda pergi berbelanja mengitari mall tanpa lelah. "Ini bagus gak?" tanya Rara.Dinda lalu memejamkan satu matanya tangannya pun mulai membidik tubuh Rara."Cocok sekali dengan tubuh kamu," komentar Dinda."Oke deh..." Rara pun memasukan baju tersebut pada keranjangnya.Mereka pun kembali memilih baju yang lainnya. Saat sedang memilih baju tiba-tiba ada seorang lelaki yang tidak
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu