"Ra... kamu jadi kan buat geledah isi hp anak-anak??" tanya Dinda begitu masuk ke ruangan Rara."Buat apa??" jawab Rara dengan malas."Ko buat apa sih?? Biar kita bisa tau ada anak-anak yang terlibat gak sama kasus penyebaran video itu, karena ternyata pas tadi Vazra minta konsul sama aku dia sendiri bilang kalau dia tuh videoin aku sama Andi ngefoto juga tas pas aku cek sudut pandang foto dan video tersebut angelnya beda sama yang nyebar," tutur Dinda."Vazra??? Dia abis ngomong apa sama kamu??" tanya Rara curiga."Kamu pasti udah tau kan kalau dia putri dari Om Evan, adiknya Fasha??" tanya balik Dinda."Ya aku tau, tapi emangnya semua hal yang aku tau harus aku omongin sama kamu," jawab Rara yang terlihat risih bicara dengan Dinda."Kamu kenapa sih Ra?? ko nyolot banget ngomongnya??" Dinda bingung dengan sikap sahabatnya ini."Gak papa lah emang aku kenapa??" Rara yang terlihat kesal pada Dinda."Mending kamu ngobrol sama aku, kamu tuh kenapa??" tanya kembali Dinda memastikan."Kamu
Sepulang kerja Dinda pun menemui Andi dan pengacara yang sudah ia pilihkan untuknya."Din kenalkan ini Pak Riko, dia yang akan menangani kasus kamu dengan Rangga nanti." Andi memperkenalkan Dinda pada Riko.Mereka pun saling bersalamaan."Dinda Pak," ucap Dinda sambil menyambut jabat tangan Pak Riko."Mari duduk Pak!!" Andi pun mempersilahkan untuk duduk.Andi lalu menyerahkan berkas yang sebelumnya ia terima dari Dinda."Emhhh... perceraian..." ucap Pak Riko saat melihat berkas tersebut."Jadi kamu ingin berceria dengan suamimu?" tanya Pak Riko."Iyah Pak," jawab Dinda dengan mantap."Sebelum saya mempelajari berkas ini lebih detali, saya ingin tau terlebih dulu alasan Anda bercerai, karena sebuah perceraian berarti mengakhiri semuanya!!" jelas Pak Riko yang tidak begitu saja menerima kasus Dinda."Dia berselingkuh," singkat Dinda.Pak Riko pun menatap Dinda. Ia lalu melihat berkasnya."Sesuatu yang sulit untuk dimaafkan!!" ujar Pak Riko."Tapi... sebelumnya saya menyetuji sebuah pe
Sepulang dari pertemuannya bersama dengan pengacara dan juga Andi, Dinda pergi ke supermarket untuk memebeli beberpa pesanan orang tuanya untuk memasak catring para pelangganya. Saat memilih beberapa sayuran ada seorang wanita mendekati Dinda."Dinda..." sapa wanita tersebut.Dinda pun menoleh pada arah wanita itu."Mamah Tari," ucap Dinda agak kaget. Bukan karena ia bertemu dengan Mamah Tari, tapi karena melihat kondisinya Mamah Tari saat ini. Ia terlihat lusuh dan kurus."Bagaimana kabarmu Din??" tanya Mamah Tari."Dinda baik Mah," jawab Dinda sambil terus memperhatikan Mamah Tari yang ada di hadapannya."Mamah sendiri bagaimana kabarnya?? lalu Papah gimana sehat Mah??" tanya Dinda yang terlihat masih peduli.Bukannya menjawab Mamah Tari justru malah menangis. "Kamu lihat sendiri bagaimana keadaan Mamah saat ini semuanya benar-benar berubah. Papah Harto juga sering sakit-sakitan Din," jawab Mamah Tari. Ia mengusap air matanya karena merasa tidak enak.Dinda pun mengajak Mamah Tari
"Kenapa Din??" tanya Sang Ibu saat mereka sedang merapikan belanjaan Dinda tadi karena semenjak pulang Ibu Harti perhatikan Dinda terus saja melamun."Emhh.... enggak ko Bu, gak papa Dinda baik-baik aja," jawabnya yang tak ingin membuat Ibunya khawatir."Ada masalah di sekolah atau sama Andi??" tanya kembali Ibu Harti memastikan."Enggak Ibu... Dinda baik-baik aja ko. Beneran deh," jawab Dinda kembali. Ia sengaja tidak menceritakan pertemuannya dengan Mamah Tari karena sudah jelas itu akan membuat orang tuanya marah dan kepikiran.Namun Ibu Harti masih belum tenang karena melihat Dinda yang murung kembali."Ceritalah sama Ibu kalau ada apa-apa jangan selalu dipendam sendiri kaya tempo dulu!!" pinta Ibu Harti yang takut jika putrinya mengalami penderitaan seperti dulu lagi.Dinda pun langsung memeluk Ibu Harti."Ibu.... Dinda gak papa. Mungkin Dinda hanya cape aja dan agak kepikiran tentang perceraian Dinda dengan Rangga karena tadi Pak pengacara bilang kalau Dinda tidak akan mendapat
"Dinda...." panggil Andi saat melihat Dinda dan Vazra yang masih ngos-ngosan."Andi... ko kamu ada di sini???" tanya Dinda bingung saat Andi menghampirinya."Tadi Ibu telepon katanya kamu pergi buru-buru tapi gak bilang mau ke mana," jawab Andi."Lagian kamu tuh ngapain sih ada di hotel alimbis tengah malam kaya gini???" tanya Andi penasaran."Ini siapa??" tanyanya lagi sambil menujuk ke arah Vazra." Udah ayokk!!! Kita harus pergi dulu dari sini!!" Dinda menyeret tangan Andi. Vazra pun mengikutinya dari belakang.Andi menurut saja, Dinda dan Vazra langsung masuk ke mobil Andi dan mereka langsung pergi meninggalkan hotel alimbis."Ini mau kemana??" tanya Andi bingung."Ke rumah aku aja!!" suruh Dinda.Andi masih terlihat bingung dengan keadaan yang terjadi saat ini."Sebenarnya ada apa sih??" Andi yang sudah tidak tahan dengan rasa penasarannya."Kamu gak kenal sama dia??" Dinda malah balik bertanya.Andi pun mengamati wajah Vazra dari kaca spion depannya, namun tak sedikitpu Andi mem
Sesaampainya di rumah Andi langsung menghubungi seseorang dan menanyakan tentang kerja sama perusahaan Pak Evan."Hallo.... sekarang Pak Evan sedang menjalin kontrak kerja dengan siapa??" tanya langsung Andi pada intinya."Pak Evan??? Kalau gak salah dia sedang mendekati Pak Diki, salah satu investor terbesar di negara kita terutama untuk bidang properti," jawab seorang pria di ujung telepon sana."Pak Diki?? Bukankah dia lelaki tua bangka yang suka main perempuan," komentar Andi tentang Pak Diki."Dan kamu tau, Pak Evan itu sering menjanjikan seorang wanita pada para investror untuk memperlancar proses kesepakatan di antara kedua perusahaan," ucap lelaki tersebut.Andi pu terdiam. Ia kemudian langsung terpikir pada Vazra dan Fasha yang mungkin selama ini sengaja digunakan oleh Pak Evan untuk mendapatkan invenstor besar untuk perusahaannya."Emhhh ya udah deh Bro, thank you yah informasinya." Andi mengakhiri teleponnya.Ia lalu mencari profil Pak Diki, benar saja saat ini dirinya men
Pak Diki yang kesal dengan kaburnya Vazra langsung menghubungi Pak Evan."HEH.... EVAN APA-APAAN INI ANAKMU KABUR!!!" protes Pak Evan dengan nada marah."Kabur??? Mana mungkin Vazra berani kabur," balas Pak Evan yang seolah tak percaya putrinya kabur karena setau dia selama ini Vazra adalah anak yang penurut. "Ada seorang wanita yang datang ke hotel dan membawanya pergi," ujar Pak Diki memberitahu kedatangan Dinda."Siapa wanita itu Pak??" tanya Pak Evan bingung karena istrinya ada di rumah jadi tidak mungkin jika Ibu Maya. "Ya saya juga gak tau," bentak Pak Diki saking kesalnya."Pokonya saya gak mau tau Evan kontrak kerja kita batal, saya tidak akan menanam saham di perusahaan kamu, ini adalah sebuah penghinaan besar untuk saya!!!" Pak Diki lantas langsung menutup teleponnya."Kurang ajar Evan berani-beraninya dia main-main dengan saya!!" gerutu Pak Diki atas perbuatan Vazra padanya."MAYAAA.... MAYAAAA... MAYA!!!" teriak Pak Evan pada istrinya."Ada apa sih Pah teriak-teriak," uc
Ibu Maya terus saja bolak balik di ruang tengah. Fasha yang terbangun karena kebetulan sedang menginap di sana terlihat bingung melihat Mamahnya."Mamah lagi ngapain sih??" tanya Fasha."Mamah lagi nunggu kabar dari adik kamu," jawab Ibu Maya yang terlihat begitu gelisah."Vazra??? Dia kan sama Pak Diki," jawab Fasha."Dia kabur, dia gak mau diperlakukan seperti itu terus oleh Papahmu," ucap Ibu Maya kesal karena Fasha seolah tidak peduli dengan keadaan adiknya."Kabur??? Berani banget tuh anak," komentar Fasha pada adiknya.Mata Ibu Maya menyipit melihat pada Fasha, ia sepertinya tidak suka mendengar ucapan Fasha yang demikian."Fasha dia juga adik kamu, harusnya kamu tuh peduli sama dia bukan malah seperti ini," ucap Ibu Maya."Mahh.... dia tuh bukan adik aku, dia anak Mamah tapi bukan adik aku!!!" balas Fasha yang lantas langsung pergi dari hadapan Ibu Maya.Fasha dan Vazra memang tidak memiliki hubungan biologis karena Pak Evan dan Ibu Maya menikah saat keduanya sudah memiliki seo
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu