Pak Diki yang kesal dengan kaburnya Vazra langsung menghubungi Pak Evan."HEH.... EVAN APA-APAAN INI ANAKMU KABUR!!!" protes Pak Evan dengan nada marah."Kabur??? Mana mungkin Vazra berani kabur," balas Pak Evan yang seolah tak percaya putrinya kabur karena setau dia selama ini Vazra adalah anak yang penurut. "Ada seorang wanita yang datang ke hotel dan membawanya pergi," ujar Pak Diki memberitahu kedatangan Dinda."Siapa wanita itu Pak??" tanya Pak Evan bingung karena istrinya ada di rumah jadi tidak mungkin jika Ibu Maya. "Ya saya juga gak tau," bentak Pak Diki saking kesalnya."Pokonya saya gak mau tau Evan kontrak kerja kita batal, saya tidak akan menanam saham di perusahaan kamu, ini adalah sebuah penghinaan besar untuk saya!!!" Pak Diki lantas langsung menutup teleponnya."Kurang ajar Evan berani-beraninya dia main-main dengan saya!!" gerutu Pak Diki atas perbuatan Vazra padanya."MAYAAA.... MAYAAAA... MAYA!!!" teriak Pak Evan pada istrinya."Ada apa sih Pah teriak-teriak," uc
Ibu Maya terus saja bolak balik di ruang tengah. Fasha yang terbangun karena kebetulan sedang menginap di sana terlihat bingung melihat Mamahnya."Mamah lagi ngapain sih??" tanya Fasha."Mamah lagi nunggu kabar dari adik kamu," jawab Ibu Maya yang terlihat begitu gelisah."Vazra??? Dia kan sama Pak Diki," jawab Fasha."Dia kabur, dia gak mau diperlakukan seperti itu terus oleh Papahmu," ucap Ibu Maya kesal karena Fasha seolah tidak peduli dengan keadaan adiknya."Kabur??? Berani banget tuh anak," komentar Fasha pada adiknya.Mata Ibu Maya menyipit melihat pada Fasha, ia sepertinya tidak suka mendengar ucapan Fasha yang demikian."Fasha dia juga adik kamu, harusnya kamu tuh peduli sama dia bukan malah seperti ini," ucap Ibu Maya."Mahh.... dia tuh bukan adik aku, dia anak Mamah tapi bukan adik aku!!!" balas Fasha yang lantas langsung pergi dari hadapan Ibu Maya.Fasha dan Vazra memang tidak memiliki hubungan biologis karena Pak Evan dan Ibu Maya menikah saat keduanya sudah memiliki seo
"Kalian benar-benar, aku kira pengorbananku selama ini begitu berarti ternyata kalian hanya memanfaatkan aku dan Vazra!!" batin Ibu Maya yang penuh dengan amarah.Ia lalu pergi ke kamarnya untuk menenangkan diri dan beristirahat sejenak.Keesokan paginya Ibu Maya mendapati Pak Evan terkapar di kursi ruang tamu, tercium bau alkohol yang sangat menyengat. Ibu Maya pun membenarkan posisi tidurnya, melepaskan sepatu dan jaket yang masih ia kenakan dan ia pun memberinya selimut untuk tidur.Lantas setelah itu ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan."Rangga jemput kamu hari ini??" tanya Ibu Maya saat Fasha mengambil minum."Mungkin," jawabnya singkat."Gak dijemput juga gak papa," tambah Fasha yang langsung pergi dari hadapan Ibu Maya."Fasha!!!" panggil Ibu Maya.Fasha pun menoleh dan menghentikan langkahnya."Ada apa??" tanya Fasha malas."Lebih baik kamu melahirkan di rumah Rangga saja!!" suruh Ibu Maya.Fasha pun melirik tajam mendengar hal itu."Mahh, mamah tau sendiri kan
"Masuk kamu Vazra!!" perintah Pak Evan pada putrinya.Vazra menoleh pada Dinda dan memegang erat tangannya seolah tidak mau masuk lagi ke dalam rumah yang akan memaksanya untuk kembali mengulang penderitaannya."Masuk saja, kamu tenang saja Ibu jamin kamu akan baik-baik saja!!" ucap Dinda.Akhirnya Vazra pun menurut dan masuk ke dalam rumah."Ohh... jadi kamu orang yang sudah membawa kabur putri saya!!" ucap Pak Evan sambil berkacak pinggang."Apa kamu tidak tau kalau saya adalah orang tua dari Vazra??" tanya Pak Evan."Saya tau ko," jawab singkat Dinda dengan wajah menantang.Pak Evan menatap Dinda dalam hatinya ia berkata, "Berani sekali anak ini sekarang." "Kenapa menatap saya seperti itu??? Heran kenapa saya masih bisa hidup sampai sekarang???" ucap Dinda dnegan berani."Kurang ajar sekali kamu Dinda!! harusnya kalau kamu sudah tau saya adalah Papah dari Vazra gak usah kamu banyak ikut campur. Apa jangan-jangan kamu mau menderita lagi!!" balas Pak Evan yang tidak mau kalah."Haaah
Sepulang mengantar Vazra, Dinda pergi ke mengunjungi rumah Rangga untuk bertemu Mamah Tari dan Papah Harto.Butuh kekuatan besar dan kelapangan hati untuk menemui mantan keluarga atau mungkin masih keluarga, tapi definisi keluarga yang ada pada diri Dinda tidak apa di keluarga Rangga karena mereka sendiri yang mengahancurkan arti keluarga tersebut. Tapat di depan pintu rumah Rangga ia lalu memencet bel rumah tersebut. Rumah dengan ukuran enam kali sembilan yang cukup layak huni, namun mungkin bagi kelaurga mereka ini sangat jauh dengan gaya hidup mereka yang mewah dulu."Sebenatar!!!" ucap seseorang dari dalam rumah, sepertinya itu adalah Mamah Tari karena tidak mungkin mereka memiliki pembantu."Dinda...." Ternyata benar Mamah Tari yang membuka pintu. Ia terlihat begitu bahagia melihat kedatangan Dinda."Masuk sayang!!" suruh Mamah Tari dengan lembut.Dinda pun masuk ke dalam rumah tersebut, desain rumahnya sederhana, namun terlihat nyaman dan rapi. Ini adalah gaya Rangga sekali."Du
Saat Dinda akan pulang, Rangga datang, sepertinya ia baru saja pulang lembur dari kantor."Dinda...." panggil Rangga saat melihat Dinda yang sedang duduk bercengkrama bersama dengan mamahnya.Melihat Rangga pulang Dinda langsung buru-buru pamit, "Kalau gitu Dinda pulang dulu Mah!!"Namun Rangga mencegahnya."Tunggu." Ia memegang tangan Dinda."Lepas!!" pinta Dinda, namun Rangga tetap memegangnya dengan erat."Lepaskan aku Mas!!!" pinta Dinda kembali. Ia mulai berontak."Tunggu dulu!! Ada beberapa hal yang harus kita bicarakan," ucap Rangga yang tidak melepaskan genggaman tangannya."Ada apa lagi Mas??" tanya Dinda yang sebenarnya sudah tidak nyaman berada di rumah tersebut."Ini tentang perceraian kita," jawab Rangga serius.Dinda yang tadinya menolak akhirnya mengiyakan permintaan Rangga."Kita bicara di sini aja atau mau di luar???" tanya Rangga."Terserah kamu saja!!!" jawab Dinda dengan sinis.Rangga pun mengajak Dinda ke halamana belakang, mereka menjauh dari Mamah Tari.Dinda pu
Dinda memutuskan untuk pergi dari rumah Rangga."Din.. tunggu!!" Rangga menarik kembali tangan Dinda."Mas udahlah, aku gak mau bahas ini lagi dan keputusanku sudah bulat untuk mengakhiri pernikahan kita," ucap Dinda."Tapi Din..." Rangga yang masih berharap Dinda mau merubah keputusannya."Mas harusnya sekarang kamu tuh persiapkan diri kamu untuk meyambut kelahiran buat hati kamu dan Fasha, bukan malah sibuk ngejar aku lagi!!" Dinda yang buru-buru masuk ke dalam mobil."Din... Dinda... DINDAAAAA!!!" teriak Rangga memanggil Dinda yang sudah pergi dari hadapannya.Rasa menyesal Rangga kali ini sudah tidak ada artinya lagi, meskipun dalam lubuk hati Dinda ia masih menyimpan perasaannya pada Rangga, namun rasa sakit hatinya lebih dalam. Dinda yang bisa bangkit kembali dan sembuh dari rasa sakitnya terhadap Rangga dan keluarganya mana mungkin kembali lagi pada keluarga mereka.***"Habis dari mana kamu??" tanya Rara penasaran
Dinda hanya tersenyum mendengar pernyataan dari Rara, sekarang terlihat jelas jika Rara mulai menunjukan sikap tidak sukanya pada Dinda."Ternyata benar justru kita harus berhati-hati dengan orang terdekat kita," ucap Dinda pada dirinya sendiri.Ia lalu teringat jika Rara sempat menolak untuk memeriksa handphone para siswa, namun justru Vazra sendiri yang mengatakan jika banyak anak-anak yang justru memiliki foto dan video Dinda dan Andi saat itu."Sepertinya aku harus mulai wasapada pada Rara," batin Dinda.**** Setelah selesai jam terakhir Dinda langsung pergi dari sekolah. Di depan Andi sudah menunggunya.Andi melambaikan tangannya sambil menurunkan sedikit kacamatanya. Dinda menyunggingkan tawa di bibirnya melihat Andi yang berjalan menghampirinya."Ngapain?? Entar malah ada gosip lagi!!" sindir Dinda."Tenang aja!!! Kamu lihat aku gak sih," ucap Andi yang menghadapkan wajah Dinda ke hadapannya.Andi memakai kacamata hitam lengkap dengan maskernya."So artis banget sih," ledek D
Andi yang sedang membuka handphonenya begitu kaget saat melihat headline berita di media sosial."Apa???? Fasha bukan putri sah Om Evan dan Tante Maya," Andi tercengang saat membaca judul beritanya."Gila berita apaan ini?? mana paling atas pula," ucap Andi yang masih menganggap berita itu hanya omong kosong."Media emang kurang kerjaan, Om Evan dan Tante Maya kan baru saja dapat cucu masa mereka naikin berita gak bermutu kaya gini!!" Andi terus saja menskrol handphonenya, tapi alangkah kagetnya dia karena hampir semua pemberitaan di media mengangkat topik tentang keluarga Om Evan.Ia lalu menghubungi Dinda."Halo Din..." sapa Andi dengan nada yang penuh rasa penasaran."Tentang berita di media?" ucap Dinda yang langsung pada topiknya seolah ia sudah tau dan paham ke arah mana Andi akan bertanya."Sebenarnya ada apa Din, kenapa media memberitakan hal itu?" tanya Andi penasaran."Yah aku gak tau lah, kamu tanya aja medianya!!!" suruh Dinda."Kamu tuh ada-ada aja deh," kesal Andi menden
Semua orang mematung saat Dinda melenggang pergi dari ruang transfusi. Ia terlihat puas dengan keterpurukan yang sedang dihadapi dua keluarga ini. Seolah sedikit demi sedikit rasa sakitnya mulai terbayarkan. "Dasar wanita jalang," kesal Pak Evan dalam hatinya saal melihat Dinda yang tersenyum puas di hadapan Pak Evan. Rangga pun mengejar Dinda dan berterima kasih padanya karena dia masih punya hati untuk membantu istri dan anaknya. "Din tungga!!" Rangga meraih tangan Dinda. "Kamu mau apa lagi??" tanya Dinda sinis. "Aku cuma mau bilang terima kasih, karena kamu mau mendoorkan darahmu untuk Fasha," jawab Rangga agak kikuk. Dia terlihat malu karena perlakuannya selama ini, tapi di sisi lain Rangga pun sangat bersyukur. "Rawatlah mereka, jangan sampai kamu bernasib sama seperti mertuamu," Dinda lalu meninggalkan Rangga yang mematung usai mendengar ucapannya. "Apa maksud Dinda barusan??" Rangga bertanya-tanya dalam hatinya, namun ia mencoba untuk mengabaikannya lalu kembali pada kela
Rangga pun baru tahu tentang hubungan Ibu Maya di keluarga Fasha."Pah.... maksud Papah apa??" tanya Rangga bingung."Mamah kadung Fasha sudah meninggal saat Fasha masih bayi," ucap Pak Evan."Meninggal??? Jadi Mamah Maya tidak ada hubungan darah dengan Fasha??" Rangga yang masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.Suster kembali keluar."Bagaimana Pak Rangga sudah ada yang bisa mendonor??" tanya suster."Tunggu sebentar Sus!!!" jawab Rangga. Ia pun langsung menghubungi teman-temannya, termasuk Dinda karena golongan darah Dinda sama dengan Fasha."Hallo Din.... maaf aku ganggu kamu, tapi aku benar-benar membutuhkanmu saat ini," ucap Rangga terburu-buru."Maksudnya apa sih???" tanya Dinda bingung."Fasha baru saja melahirkan, namun ia mengalami pendarahan hebat dan butuh transfusi darah sedangkan pasokan darah di rumah sakit untuk golongan AB tidak ada. Aku mohon bantu aku. Selamatkan Fasha!! pinta Rangga yang sudah tidak memikirkan rasa malu lagi.Mendengar hal itu Dinda terkeju
Kehadiran seorang bayi di tengah keluarga Rangga dan Fasha memberi kebahagiaan tersendiri terutama untuk Mamah Tari yang sejak dulu begitu menantikan kehadiran seorang cucu.Selesai persalinan Rangga pun dipersilahkan kembali untuk menunggu di luar dan bayinya akan dipindahkan ke ruang perawatan."Pak Rangga silahkan kembali tunggu di luar kembali!!" suruh seorang perawat.Rangga lalu berdiri."Aku keluar dulu yahh!!" pamit Rangga sebelum pergi, ia pun mengusap air mata di wajahnya karena terharu saat melihat dan mendengar suara bayi kecil itu untuk pertama kalinya."Rangga... gimana?? bayinya sudah lahir??" tanya Mamah Tari."Keadaan Fasha gimana??" Pak Evan yang ikut menyerobot bertanya."Bayinya sudah lahir, jenis kelaminnya laki-laki dan keadaan Fasha untuk saat ini cukup baik, namun dia masih belum sadar sepenuhnya karena pengaruh obat bius," jawab Rangga."Alhamdulillah...." ucap syukur Mamah Tari dan Ibu Maya."Bayinya akan dipindahakan ke ruang perawatan bayi, nanti kalian bis
Andi yang merasa bersalah terhadap Rara, apa lagi sebelumnya dia membuat Rara menangis, lalu menghubungi Rara, namun lagi-lagi Rara tidak mengangkat teleponya."Tumben banget deh Rara... biasnya dia langsung jawab," keluh Andi, tapi Andi gak ambil pusing ia menyangka mungkin saja Rara sedang sibuk."Ndi, orang lokasi udah telepon terus nih." Rangga yang memberi tahu jika mereka harus segera ke lokasi proyek."Iyah bentar!!" Andi pun menyimpan semua barangnya, lalu ke luar dari kamar."Ayo!!" ajak Andi sambil melempar kunci mobil pada Rangga."Kamu yang nyetir!!" suruh Andi.Di perjalanan menuju lokasi cukup hening tanpa ada pembicaraan di antara keduanya, sampai akhirnya Rangga membuka topik pembicaraan."Ndi... aku gak mau kita berselisih paham terus kaya gini cuma gara-gara masalah cewek!!" ucap Rangga mengawali pembicaraan di antara keduanya."Bukannya semua ini kamu yang mulai??" Andi yang melempar kesalahan pada Rangga karena memang selama ini Rangga yang mengawali pertengkaran d
"Mana mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki, meskipun bergerak di dunia pendidikan namun dia bukan orang baru juga dalam dunia bisnis, Rara juga punya saham dibanyak perusahaan. Kamu mungkin salah lihat Din. Rara tuh tau Pak Diki orang seperti apa, aku yakin itu," jelas Andi saat berbicara dengan Dinda di balik telepon.Dinda pun terdiam. Ia berpikir ada benarnya Andi, gak mungkin Rara bertemu dengan Pak Diki. "Aku emang cuma lihat dia dari belakang, kaya mirip aja sama Rara," tutur Dinda pada Andi.Andi pun menghela nafasnya seolah merasa tenang karena memang tidak mungkin jika Rara berhubungan dengan orang-orang seperti Pak Diki."Kamu kangen aja kali yah sama aku, pake alesan bahas Rara segala," goda Andi."Ihh apaan, ngapain juga kangen sama kamu. Nggak lahhh!!!" elak Dinda, padahal sebenarnya sedari tadi ia tidak bisa tenang karena Andi belum juga menghubunginya."Aku tuh cuma kepikiran Rara aja soalnya belakangan ini sikap dia agak berubah," tutur Dinda yang merasa jika sikap Ra
Andi dan keluarga pun seger berangkat ke bandara, di sana sudah ada Rangga yang menunggu. Rangga pun menyalami Pak Fero dan Ibu Sarah saat mereka tiba di bandara. "Baik-baik kalian di sana!! Jangan berantem mulu!!!" pesan Pak Fero pada keduanya. "Iyahhh..." jawab Andi dengan malas. "Baik Pak!!" Rangga justru kebalikanya ia menjawabnya dengan mantap. Andi merasa aneh dengan sikap Rangga yang tiba-tiba menjadi kalem, karena biasanya tiap mereka bertemu pasti Rangga selalu mengajaknya adu statment. "Papah sudah urus semua keperluan kalian di sana, jadi kalian akan tinggal bersama di rumah perusahaan," ujar Pak Fero. "Apa?? aku sama dia tinggal bareng??" tanya Andi yang sepertinya menolak untuk tinggal bersama dengan Rangga. "Pahhh.... ayolahh masa aku sama dia," rengengek Andi pada Papahnya. "Kamu gak usah banyak merengek Andi, ini sudah jadi keputusan Papah, lagi pula ini tentang kerja sama tim, jadi Papah minta kamu abaikan dulu egomu itu!!" perintah Pak Fero pada Andi untuk bi
"ANDI!!" tegas Ibu Sarah memanggil putranya.Andi yang kaget langsung menoleh."Apa sih Mahh, manggilnya serem gitu," komentar Andi."Kamu apakan Rara sampai dia menangis barusan??" selidik Ibu Sarah pada Andi."Dia nangis?" Andi malah balik bertanya."Ko malah tanya Mamah sih, kamu apain dia??" tanya kembali Ibu Sarah."Gak di apa-apain Mah, kita habis ngobrol biasa," jawab Andi yang tidak merasa bersalah."Kalau gak di apa-apain mana mungkin nangis kaya tadi." Ibu Sarah yang tidak percaya pada Andi."Pokonya kamu harus kejar dia dan minta maaf!!" suruh Ibu Sarah.Andi pun tak bisa menolak, ia terpaksa keluar mencari Rara, namun sepertinya Rara sudah pergi."Raranya juga gak ada Mah, udah pulang kali dia," ucap Andi saat masuk kembali ke dalam rumah."Yahh kamu telepon dia dong!!!" paksa Ibu Sarah."Ya ampun mah, ini Andi udah mau berangkat masa masih harus ngurusin Rara sih," kesal Andi karena waktunya malah terbuang, apa lagi dia ada janji untuk bertemu dengan Dinda sebelum berang
Setibanya Rara di rumah Andi, mereka menyambutnya dengan baik."Hallo.... gimana kabar kamu sayang??" sambut Ibu Sarah saat melihat Rara tiba.'Baik Mah, mamah sendiri apa kabar?" tanya Rara."Mamah juga baik, sangat baik sekali," jawab Ibu Sarah.Rara pun menyalami Pak Fero. Semua terlihat senang melihat kedatangan Rara, namun Andi terlihat biasa saja dan malah membuang muka saat Rara menghampirinya. Sikap Andi membuat Rara merasa aneh, karena tidak biasanya ia seperti itu.Rara mencoba mendekatkan diri, membantu Andi mengemas barangnya."Gak usah!! Kamu temani Mamah saja sana!!' Andi mengambil barang yang dipegang oleh Rara."Aku bantu Ndi!" ucap Rara agak memaksa."Gak usah!!" larang Andi kembali, namun Rara tetap memaksa membantu Andi karena kesal melihat Rara yang keras kepala Andi pun merebut dengan paksa juga. Sikap Andi tersebut membuat Rara bingung."Kamu kenapa sih??" tanya Rara penasaran dengan perlakuan Andi padanya."Gak papa, biasa aja ko," jawab Andi singkat."Kamu