Share

Penguntit

Author: Dwrite
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Satu per satu bogem mentah itu mendarat pada samsak tinju yang sudah berayun ke sana ke mari akibat hantaman keras.

Keringat bercucuran dari pelipis perempuan dengan kepala yang tertutup ciput ninja. Kulit wajahnya yang putih mulus terlihat memerah, sebab suhu tubuh dan amarah yang bergejolak dalam dirinya meningkat drastis.

Bruk!

Amira merobohkan diri, terlentang pada sebuah matras berwarna gelap yang melapisi ruang gym pribadi dalam kediaman mewah tersebut. Dengan handuk kecil yang tersampir di pundak, ia seka kasar keringatnya, sembari menatap langit-langit.

"Aarrgghh ...." Teriakannya lantang terdengar begitu memilukan. Hanya itu satu-satunya cara yang bisa dia lakukan alih-alih menangis meraung seperti wanita menyedihkan.

Setelah sekian lama kejadian paling traumatis dalam hidupnya kembali terbayang. Berputar-putar di kepala bagai kaset rusak hingga membuat Amira nyaris frustrasi.

Ramadika Adijaya, anak kedua dari Dona dan Hanung, pewaris kedua kerajaan bisnis Adijaya yang juga seorang model profesional. Rama terkenal memiliki image yang dingin dengan tatapan tajam. Tak seperti para pendahulunya yang haus kekuasaan, dia tak terlalu peduli dengan hal itu. Meskipun banyak menjadi sorotan karena parasnya yang menawan, sebenarnya dia benci keramaian dan lebih senang menyendiri.

Amira seolah menyayangkan, kenapa dari sekian banyak lelaki br*ngsek Rama harus menjadi salah satu di antaranya? Padahal sebelum kejadian itu hubungan mereka cukup dekat sebagai saudara.

Dari arah pintu terdengar suara tepuk tangan.  Bergegas Amira bangkit dan meraih jubah mandi yang sebelumnya ia tanggalkan untuk menutup lekuk tubuhnya yang sedikit tampak akibat berkeringat.

"Sebuah pukulan yang menakjubkan dari kepalan tangan semungil itu," ujar lelaki yang berdiri sekitar satu meter dari tempat Amira berpijak.

Dahi perempuan itu mengernyit dengan tatapan tajam. "Mau melihatnya lagi? Kali ini biar wajahmu yang menjadi samsaknya."

"Oh, wow. Impressive. Bagaimana bisa keponakanku yang dulu paling menggemaskan bisa berubah semengerikan ini?" Heru meletakkan kedua tangannya di atas dada dengan posisi menyilang.

"Harimau yang tertidur lelap pun bisa mengaum bila diusik, Paman. Seharusnya kau sadar bahwa sesuatu yang terlihat lemah tak selalu tampak demikian. Aku bertahan karena keadaan, bukan kemauan. Kalau pun ada kesempatan aku bisa saja lari.  Namun, ada keadilan yang harus kuperjuangkan dari iblis-iblis berwujud manusia seperti kalian." Amira menghela napas panjang. "Kuharap Tuhan memberi balasan yang setimpal bagi si penjahat kelamin sepertimu!"

Heru mematung. Rahangnya terkatup rapat dengan kedua tangan yang mengepal erat.

Amira pun pergi setelah berhasil membungkam mulut Heru.

***

*Salah satu kader partai X berinisial RDA terlibat skandal cinta sesama jenis*

Prak.

"B*NGSAT!"

Ponsel keluaran terbaru dengan harga puluhan juta itu berserakan di lantai saat Rendy membantingnya keras selepas membaca salah satu artikel online yang baru saja terbit sore ini.

Dia bangkit dari kursi kebesarannya, dan berjalan mondar-mandir di ruang kantor yang terletak di lantai sepuluh tersebut. Lalu kembali mengeluarkan ponsel satunya dari dalam saku jas dan mulai menghubungi salah satu orang kepercayaannya.

"Halo."

"Hapus semua artikel yang berhubungan dengan partaiku di media. Cari sampai ke akarnya siapa yang lebih dulu menyebarkan. Lalu habisi!"

Tut! Tut! Tut!

Sambungan telepon pun terputus secara sepihak. Rendy terlihat begitu murka. Dia meninju kaca pembatas ruangannya sampai meninggalkan jejak retak, lalu mendesis.

"Amira, wanita s*alan itu. Kau belum tahu siapa aku."

***

"Hari ini kita mau ke mana, Mom?" Azriel menatap Amira dengan tatapan penuh tanya saat perempuan itu memakaikannya jaket dan topi.

"Jalan-jalan, Sayang," jawab Amira tak sepenuhnya berbohong.

Walaupun sebenarnya ia akan membawa Azriel ke suatu tempat yang aman di daerah pedesaan, di mana nenek dari pihak ibunya tinggal.

Tak lama setelah artikel tentang Rendy itu diluncurkan, Amira yakin sebentar lagi dia akan jadi sasaran, meskipun bukan orang yang melakukan.

Terbukti sepulang dari super market tadi Amira merasa ada seseorang yang menguntitnya di belakang. Dengan napas yang masih memburu dia bergegas pulang untuk memeriksa kondisi Azriel.

Untuk saat ini Azriel satu-satunya kelemahan Amira. Dia tak bisa terus-menerus menempatkan bocah ini dalam keadaan bahaya. Tak ada yang tahu siapa sosok Rendy sebenarnya. Selain ringan tangan lelaki itu juga dikenal berdarah dingin dan tak pernah pandang bulu.

"Kalau cuma jalan-jalan kenapa harus bawa koper, Mom?"

Amira terdiam sesaat. Diusapnya kepala Azriel sebelum menjelaskan. "Kita bakal jalan-jalan ke tempat di mana nenek berada, Sayang. Jadi harus bawa bekal, karena perjalanannya jauh."

"Nenek? Jadi Ziel masih punya nenek?" Kejora di mata pekat itu terlihat berpendar. Amira tersenyum.

"Iya, bahkan banyak teman seumuranmu juga di sana. Ayo, Nak!"

Dengan langkah terburu Amira berjalan melewati para pelayan yang terlihat sibuk lalu-lalang membawa baki berisi makanan, yang diletakkan di sebuah meja panjang yang biasa dipakai untuk prasmanan.

"Sebentar!" Amira menghentikan salah satu pelayan yang berjalan membungkuk di hadapannya.

"Ya, Nona?"

"Ada perayaan apa ini?" tanya Amira.

"Oh, Nyonya Dona hendak melaksanakan arisan tas rutin, Nona."

"Hanya arisan? Tapi menunya sudah seperti pesta besar," cibir Amira seolah tak percaya, "wah, ternyata mereka memang benar-benar pandai menghamburkan uang," gumamnya kemudian.

"Untuk berapa orang kira-kira?"

"Sekitar sepuluh orang, Nona."

Seketika senyum Amira tersungging miring, di satu sisi juga terlihat lirih.

Tak habis pikir ia ibu tirinya bisa menyiapkan jamuan yang sedemikian besar-besaran hanya untuk sepuluh orang. Padahal dulu, Amira pernah merasakan bagaimana makan makanan sisa mereka yang sudah hampir basi tanpa tambahan nasi.

Perempuan itu memejamkan mata sejenak. Berusaha mengusir ingatan pahit tersebut. Lalu kembali beralih pada pelayan berwajah manis di hadapan.

"Boleh saya bungkus sedikit untuk dibawa?" pinta Amira.

"Tentu saja boleh, Nona."

***

"Ke mana semua makanannya? Tamu saya sudah menunggu!"

Di depan meja prasmanan wanita paruh baya dengan penampilan khas sosialita itu berkacak pinggang. Menatap makanan yang sudah ia pesan dari catering ternama hanya tinggal tersisa beberapa porsi saja. Bahkan makanan penutup mewah berupa pana cotta dan creepes telah diganti dengan onde-onde dan kelepon.

Para pelayan yang menyiapkan di sana hanya bisa berpandangan, kemudian menunduk dalam.

"Anu, Nyonya. Semuanya dibawa Nona Amira."

"APA?"

***

Dari balik kaca spion, Amira tersenyum menatap berbungkus-bungkus makanan di jok belakang yang dia bawa dari rumah menuju desa. Dalam benaknya bahkan sudah terbayang bagaimana amukan sang ibu tiri.

Sembari menatap jalanan di depan, sesekali ia melirik Azriel. Bocah itu terlihat tenang memainkan game tembak-tembakan dalam iPad berukuran sepuluh inci.

Tak lama dahinya mengernyit saat melihat benda asing di samping Azriel. Amira merasa tak pernah membelikan mainan mobil yang bisa berubah menjadi robot tersebut.

"Ziel, kamu dapat mobil-mobilan itu dari mana?"

"Oh, ini dari Om Rama, Mom."

Deg.

"Mommy, kan udah bilang jangan terima barang dari sem--"

"MOMMY AWASS ...!"

Ckittt ....

Bersamaan dengan teriakan Azriel, Amira menginjak pedal rem seketika. Bergegas dia memeluk bocah itu, lalu berucap istigfar beberapa kali. Matahari baru saja tenggelam, jarak pandang masih terlihat jelas saat ini. Namun, kenapa mobil berwarna silver yang berjalan tepat di hadapannya tiba-tiba berhenti mendadak.

"Mommy ...." Azriel mencicit, dia mencengkeram mantel yang Amira kenakan, saat melihat dua orang pria bertubuh tinggi besar keluarga dari dalamnya dan berjalan menghampiri mobil yang ditumpangi mereka.

Amira melirik kanan dan kirinya, lalu mendesah pasrah saat melihat jalanan tampak sepi sore menjelang malam hari ini.

Tok! Tok! Tok!

Napas Amira mulai tercekat saat keduanya mengetuk keras kaca mobil. Sejenak ia

menoleh ke belakang, dan menggigit bibir saat melihat satu lagi mobil berhenti di belakang.

Sekarang tak ada lagi celah untuk lari. Ia hanya bisa pasrah akan keadaan. Setidaknya Amira mau mencoba, selebihnya ia kembalikan pada yang Maha Kuasa.

"Diam di sini, ya, Ziel. Jangan bukan pintunya sebelum Mommy kembali. Oke?" Dengan takut-takut Azriel mengangguk.

Amira menghela napasnya dalam-dalam, sebelum membuka pintu.

BUGH!

Gerakan itu begitu cepat sebelum sempat kakinya berpijak pada aspal. Mata Amira membelalak lebar saat ia melihat melihat salah satu dari pria sangar bertubuh besar itu sudah tumbang di hadapannya.

Bersamaan dengan itu wajah seorang lelaki yang tampak familiar melongok ke dalam.

"Kalian tidak apa-apa?"

"Mas Rama!"

.

.

.

Bersambung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Aku kira Ariel anak nya paman Amira...ternyata anaknya Rama kakak tirinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Benih Siapa?

    "Jangan menyentuhku!" Amira mengulurkan tangan di hadapan Rama yang hendak memeriksa keadaannya dan Azriel. "Kau pikir dengan membantu kami, sudah cukup untuk menebus semua perlakuan bejatmu di masa lalu, hah?" Dada ibu satu anak itu terlihat naik turun menahan ledakan emosi juga rasa frustrasi akibat kisah masa lalunya yang begitu kelam."Minggir! Jangan pernah tampakkan wajah menjijikkan itu di hadapanku." Finalnya Amira mendorongnya dada Rama hingga terlonjak keluar. Kemudian menutup pintu, lalu tancap gas.Meninggalkan Rama yang berdiri mematung di tempat dengan tatapan yang sulit digambarkan. "M-Mom ...." Azriel menarik pelan ujung hoodie yang Amira kenakan saat melihat kecepatan mobil yang ditumpanginya sudah mencapai lebih dari 100 KM/Jam membelah jalan Tol Cipularang."Tutup saja kupingmu dan pejamkan mata, Azriel. Hanya begini caranya supaya kita cepat sampai." Dengan mata yang sudah memerah Amira mengatakannya.Bocah itu pun menurut dan memasang headphone-nya, lalu memejamk

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Mencari Pengawal

    "Hati-hati di jalan, ya, Neng. Lain kali kenalkan suamimu sama Enin."Pesan dari Nek Imas, sontak membuat Amira tersentak untuk beberapa saat. Namun, dia berhasil mengendalikan diri dan mengangguk meski tak yakin. Satu kali kebohongan telah ia lontarkan pada sang nenek, tak lama mungkin akan disusul dengan kebohongan-kebohongan yang lain.Hal itu ia lakukan agar Azriel tak menjadi gunjingan warga di sini. Biarlah Nek Imas tahu kalau dirinya sudah menikah, dan suami Amira sibuk di luar negeri. Daripada ia harus menambah beban di tubuh renta tersebut dengan memberi tahu yang sebenarnya. Terlepas dari berbagai alasan di atas, Amira juga tak mau dipandang sebagai wanita menyedihkan seperti yang selalu dikatakan Dona. "InsyaAllah, Nin." Senyum Amira terkulum lembut, diusapnya jemari ringkih yang sejak tadi menggenggam erat tangannya. Kemudian beralih pada Azriel yang berada dalam pelukan Nicholle.Sekitar dua hari lalu perempuan paruh baya berambut blonde ini tiba ke Indonesia. Amira lan

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Kembalinya Putri yang Hilang

    Mobil yang dikendari Amira dan Zara berhenti di depan sebuah gedung olahraga yang ada di daerah Bekasi Selatan. Tepatnya depan gerobak penjual pecel dan ketoprak yang ramai dikerubungi warga yang didominasi anak muda. "Kamu yakin, Zar?" Amira bertanya dengan kernyitan di dahinya. Zara mengangguk mantap. "Kamu liat aja sendiri nanti." Gadis bertubuh tinggi di atas rata-rata itu menarik tangan Amira menerobos antrian. "Permisi, air panas, air panas!" "Dih, mentang-mentang pake seragam seenak dengkul nyerobot antrian," celetuk salah seorang pembeli yang tak terima karena Zara menyerobot tempatnya, sementara Amira yang mengekor di belakang dengan sungkan hanya bisa meminta maaf tanpa suara. "Duduk sini, Mir!" Zara menunjuk salah satu bangku untuk Amira duduki. Sementara dia maju ke depan dan menggulung lengan seragamnya. Dia beralih menepuk bahu lebar lelaki yang baru sempat Amira lihat dari belakang. Tubuhnya memang tinggi tegap dengan potongan rambut yang rapi. Seperti yang sudah Z

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Masuk Perusahaan

    Besoknya. Seperti biasa meja makan dalam kediaman Adijaya itu diisi lima orang keluarga inti. Pagi ini mereka tengah menikmati sarapan pagi dengan tenang, hingga hanya bunyi sendok dan garpu saja yang terdengar beradu dengan piring. "Wah ... ini adalah sarapan ternikmat semenjak dua pekan kepergian anak sial itu. Walaupun sempat kesal karena dia membawa pergi semua makanan catering pesananku. Tapi, tak apa. Sepertinya semua itu untuk bekal mereka berkemah di hutan selama dua pekan." Dona memulai percakapan dengan komentarnya tentang kepergian Amira dan Azriel selama dua pekan tanpa pamit. "Jangan terlalu percaya diri, Dona. Kau lihat saja nanti. Besok atau lusa Amira akan kembali," timpal Heru setelah meneguk air putih di gelas."Kenapa kau begitu yakin, Heru?""Entahlah, hanya feeling.""Sudahlah. Kita berangkat sekarang. Tak boleh telat untuk menjemput kekuasaan," cetus Hanung sembari bangkit lebih dulu. "Ah, kau benar, Sayang. Aku sudah tak sabar untuk mengetahui susunan organis

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Butuh Bukti

    "Haaahhh ...." Tepat ketika pintu lift tertutup tubuh Amira tiba-tiba limbung dan kehilangan keseimbangan hingga harus berpegangan pada dinding lift. "Nggak usah cari kesempatan!" Salah satu pengawal Amira yang bertubuh paling tinggi menepuk tangan temannya, yang bertubuh agak kurus saat hendak meraih tubuh Amira yang nyaris terjatuh. "Nona Mimi mau jatoh, Brai. Sebagai pengawal yang baek, ya gue kudu siap tanggaplah," belanya. "Ya, nggak gitu juga. Barusan lu jatohnya malah mau peluk-peluk. Lagian sejak kapan Nona Amira namanya ganti jadi Mimi?""Fix, mereka bukan temen gue." Teman yang ada di sebelahnya memutar bola mata. "Hadeuh, si Jojo mulai." Sementara yang lain menggeleng. "Berisik kalian semua! Nona Amira bisa dengar!" Al melerai perdebatan para anak buahnya. Lelaki itu terlihat geram sendiri. "Ingat. Attitude," tekannya."Siap, Bang Bos. Sorry." Amira yang mendengar semua itu, lantas berbalik dan menghadap lima pengawalnya yang terlihat gagah dengan setelah hitam-hitam

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tumbang Satu Per Satu

    Di villa yang menjadi basecamp tempat perkumpulan para pengawalnya-- ditemani Zara, petang itu Amira tiba dengan dua kantong besar berisi makanan yang sengaja dipesannya dari salah satu restoran Nusantara.Pelan-pelan mereka melangkah agar tak menimbulkan suara, saat menyadari para pemuda yang tengah bersantai itu sama sekali belum menyadari kehadiran keduanya.Ada yang duduk di atas sandaran kursi, ada yang dengan santainya jalan ke sana ke mari tanpa atasan. Ada yang ngemil kuaci di atas meja. Bahkan ada yang tertidur di lantai. "Primitif. Sepertinya tatak rama belum diajarkan di sini." Amira hanya terkekeh mendengar sindiran Zara. Brak!Perempuan bertubuh tinggi berisi itu menggebrak pintu."Astagfirullah. Ini villa mewah bukan kos-kosan, woy," teriaknya. Semua orang terlonjak. Bahkan Al yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada membelalak seketika saat bersitatap dengan Amira. Lalu berlari masuk lagi untuk mengenakan pakaian."Astaga. Beginikah kelakuan ex

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Fakta Baru Terkuak

    "Dasar anak pelakor.""Cewek sial.""Tak habis pikir kenapa bisa perempuan sepertimu lahir ke dunia!""Lonte."Amira tersenyum miring dalam diam. Betapa ironis kala ia membayangkan kata-kata makian juga bentakan yang dulu kerap kali Rendy lontarkan dengan ringan itu--kembali terngiang dan berputar-putar di kepalanya. Lelaki yang sebelumnya sering kali mendongakkan dagu angkuh setiap mereka bertemu, sering kali memaki dengan kata-kata kejam yang begitu menyakitkan, juga melayangkan tamparan tanpa perasaan--hari ini, tiba-tiba berlutut di hadapan Amira memohon belas kasihan. Bukan hanya dagu yang dia turunkan, tapi juga kepalanya menunduk dalam. Bahkan untuk pertama kalinya sejak Amira menyandang status sebagai keluarga Adijaya setelah dua puluh tahun, Rendy memanggil namanya dengan ratapan dan sorot mata penuh penyesalan. "Ini pertama kalinya kau memanggil namaku tanpa embel-embel kata-kata makian, Mas," ujarnya sarkastis. Tubuh Rendy menegang. Sedikit demi sedikit dia mengangkat k

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Ayah Sebenarnya

    "Tepatnya kita akan pergi ke mana, Nona?" Al bertanya pada Amira yang sepanjang jalan hanya bisa menatap lurus ke depan dengan bibir terbungkam. Setelah membaca pesan dari pengirim misterius di kantor tadi, Amira langsung meminta Al untuk menyetir ke Bandung, tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang tujuan sebenarnya. Entahlah. Sekarang pikiran Amira begitu kalut. Berbagai pertanyaan mulai bermunculan di kepalanya, tapi tak ada satu pun jawaban yang dia dapatkan. Bagaimana bisa Hanung mandul, sedangkan ada tiga penghuni rumah mewah itu yang mengaku sebagai anaknya? Amira benar-benar tak mengerti, sebenarnya seberapa banyak rahasia yang disembunyikan keluar Adijaya? Semakin Amira berusaha memikirkannya, semakin pening kepalanya. Bahkan setelah sepanjang perjalanan berpikir Amira masih belum juga menemukan titik terang."Eh, itu. Ke arah utara Al-- daerah Pangalengan. Omong-omong Dede sudah kau suruh pulang, kan?" Amira beralih menatap Al setelah sekian lama larut dalam dunianya sen

Latest chapter

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Last Extra Part

    Resepsi pernikahan berakhir lancar, meski sempat ada drama cinta segitiga yang berujung dengan patah hatinya Jojo. Meskipun begitu kondisi kembali kondusif mengingat lelaki bertubuh tinggi kecil itu cukup pandai membalikan keadaan, dan tiba-tiba bangkit dari pingsan dan meneriakan 'PRANK' menggunakan microphone yang entah bagaimana masih ada di genggaman tangannya untuk menutupi rasa malu atau memperbaiki apa yang seharusnya tak terjadi. Finalnya semua masalah clear saat perempuan berambut sebahu itu menghajarnya, lalu Al dan Zara pun resmi saling mengungkapkan perasaan yang selama ini tertutupi gengsi. Dengan hati besar Jojo memilih mengesampingkan perasaannya demi persahabatan yang sudah susah payah dibangun sejak awal. Sementara itu di vila tak jauh dari Pine Hill, Cibodas. Amira dan Rafael mengawali malam pertama mereka dengan sholat berjamaah. Setelah selesai melipat alat sembahyang, keduanya pun duduk dengan canggung di tepi pembaringan. Kedua tangan Amira terlihat bertaut d

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Extra Part (2)

    "Semua orang mungkin menyayangkan kenapa pada akhirnya aku memilih seseorang yang baru datang, dibandingkan dia yang sejak awal berjuang. Tapi kenyamanan tak bisa paksakan, Zara. Sejak aku tahu Dustin menjadi bagian dari masa laluku yang kelam, aku tak bisa membohongi diri bahwa ketakutan itu masih selalu menghantui. Sesuatu yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh meski sudah diperbaiki sedemikian rupa, begitu pun kepercayaan dan keyakinan dalam menjatuhkan pilihan. Ucapan Rafael kala itu berhasil meruntuhkan dinding ego yang telah lama kubangun tinggi. Mulanya pernikahan tak pernah menjadi bagian dari rencana masa depanku, tapi setelah lelaki itu datang semua bantahan itu berhasil dia patahkan."Zara termangu menatap Amira di samping pelaminan saat Rafael izin untuk mengobrol dengan Al dan ibunya, serta Bu Fatma. Dia paham betul bagaimana kondisi Amira, hingga tak bisa berbuat apa-apa saat perempuan itu menjatuhkan pilihannya pada sang pengacara. Lagi pula Zara tak bisa terus-me

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Extra Part (1)

    Ketika sebuah perasaan muncul tanpa disadari, saat itulah setiap insan menyadari bahwa perasaan yang murni selalu timbul pada seseorang yang terkadang tidak dikehendaki. Nasehat tak lagi berarti, tindakan mulai tak terkendali, hingga waktu perlahan mulai berlari.Menata hati yang sudah berserakan karena masa lalu kelam, memanglah sulit. Namun, lebih sulit lagi menyembuhkan luka seorang wanita saat dia sudah terjatuh dalam kubangan derita, mengalami krisis kepercayaan, hingga akhirnya menutup diri dan tenggelam dalam kesendirian.Situasi tersebut berhasil dilewati Rafael Herlambang. Waktu satu tahun mungkin terkesan singkat dalam meluluhkan hati keras seorang Amira Hasna Adijaya. Meski keraguan pekat sempat membuatnya mengurungkan niat saat mendengar wanita itu bahkan sempat menolak lelaki yang sudah ada di sampingnya lebih dari delapan tahun lamanya. Namun, tekad yang bulat berhasil membuatnya ada di posisi sekarang. ***Kedua tangan berbeda ukuran itu masih saling bertautan di atas

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Berdamai dengan Masa Lalu, Menuju Hidup Baru

    Hampa, adalah perasaan yang saat ini tengah Amira rasakan. Kesepian yang mencekam membuatnya tak yakin bisa kembali menjalani hari dengan senyuman, meski segala problema kehidupan telah berhasil dia selesaikan.Kehilangan, menjadi satu-satu yang memberikan dampak besar. Rumah megah dengan segala kemewahan ini tak ayal membuatnya nyaman di tengah keramaian para pelayan, justru sepi bak di tengah hutan. Sepekan berlalu sejak Rama dikebumikan, wartawan masih hilir-mudik di depan pelataran. Pemberitan tentang kasus rama dan keluarga Adijaya masih menjadi headline teratas berbagai surat kabar dan media online. Perlingkuhan, anak hasil hubungan terlarang, dan isu kemandulan semua terkuak. Kini, aib keluarganya menjadi konsumsi publik tanpa bisa dicegah. Seminggu ini bahkan dia tak berani keluar rumah dan menyelesaikan segala pekerjaan kantor di balik pintu kamar. Tak ada yang bisa Amira lakukan. Kini, uang tak lagi bisa digunakan untuk membungkam kebohongan yang akan terus berdampak di m

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Minta Maaf

    "Dalam hidup, terkadang memang begitu banyak hal mengejutkan yang terjadi di luar perkiraan. Kelahiran, azal, serta takdir semua sudah diatur oleh sang pemilik kehidupan. Bahkan seseorang yang mulanya kita percaya bisa menjadi orang yang paling kita benci. Roda itu berputar, Amira. Tak perlu mengukur seperti apa keadilan yang sudah Tuhan beri pada setiap makhluk-Nya. Karena semua sudah pada porsinya masing-masing. Mungkin saja di luar sana ada yang dicoba lebih, tapi tidak mengeluh." Di atas tanah merah itu Amira bersimpuh, tak peduli meski lengket dan pekatnya bentala mengotori rok putih yang dikenakannya.Setetes bulir bening kembali mengalir turun membasahi pipi mulus perempuan itu, saat matanya terpejam untuk kedua kali di hadapan pusara terakhir para anggota keluarganya. Pagi ini, satu lagi jasad anggota keluarga Adijaya telah dikebumikan di samping makam yang lain. Keputusan untuk menguburkan jasad tersebut sempat ditentang beberapa pihak, karena kehadirannya dianggap sebagai

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Pengorbanan

    "Itu suara tembakan dari dalam, kan?" Zara mengguncang bahu Dede, ketika mendengar sayup-sayup suara tembakan yang memekakkan telinga terdengar dari dalam gudang, di tengah keheningan yang tercipta setelah semua musuh berhasil dikalahkan.Para korban terlihat sudah bergelimpangan di sekitar gudang. Ada yang luka ringan, berat, bahkan sampai tewas mengenaskan. Beruntung semua sekutu yang dibawa Zara hampir setengahnya berhasil selamat dan hanya terkena luka ringan, pun Zara dan Dede. Mereka terlihat saling mengobati sembari menunggu pihak berwajib datang untuk mengevakuasi para korban dan menangkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penculikan dan pelarian Rama yang buron selama hampir 2 x 24 jam. "Berarti Al berhasil menyelamatkan Amira, Azriel, dan Nicholle?" Zara kembali bertanya. Raut wajahnya semakin panik, karena Dede tak jua menjawabnya.Sembari membalut luka di lengannya, Dede hanya bisa menggeleng pelan. "Saya nggak tahu, Mbak. Dari awal perjalanan aja Bang Al udah ngga

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Anak yang Tak Dianggap

    "Jadi, di sini tempatnya?" Zara bertanya pada Al yang memarkirkan mobilnya beberapa meter dari lokasi gudang yang diberi tahu Amira sebelum keberangkatannya.Perempuan itu berpesan bahwa mereka boleh datang bila Amira tak jua kembali setelah larut malam. Entah kenapa sejak awal Amira sudah punya keyakinan meski diberi uang, Rama tak akan pernah membiarkannya pulang dalam kondisi hidup, karena dendam mendalam."Ya." Al menjawab singkat pertanyaan Zara. "Jadi, rencananya gimana, Bang?" tanya Dede yang bersedia mengorbankan dirinya sekali lagi untuk keselamatan orang sebaik Amira. Dia juga bersedia melakukan hal itu untuk membalas perbuatan Rama, setelah tahu bahwa dia adalah dalang di balik kecelakaan Ilham dan Jojo hingga menyebabkan keduanya jatuh koma. "Zara, Dede, dan yang lain alihkan perhatian para penjaga di depan. Hati-hati, mereka membawa senjata laras panjang. Sementara aku dan Dustin akan masuk ke dalam menggunakan pintu belakang." Beberapa orang yang Al maksud adalah para

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Menantang Maut

    "Anda yakin, Nona?" Sekali lagi Rafael berusaha meyakinkan Amira. Terlihat Mobil Jeep sudah terparkir di pelataran untuk dikendarai Amira menuju lokasi tujuan dengan dua tas travel besar yang penuh terisi uang berjumlah miliaran rupiah.Tak lama setelah telepon dari Rama ditutupnya, Amira langsung meminta bantuan Rafael untuk mencairkannya. Setelah hampir 1 x 24 jam diproses bank, uang pun sudah siap di tangan meski sebagian hanya berupa cek yang sudah ditanda tangan, karena tak memungkinkan membawa uang triliunan dalam sekali jalan. Senja mulai berpendar, garis jingga yang berbaur dengan awan putih menambah indah suasana sore di langit Jakarta. Dengan jaket parasut yang melapisi pakaian serba gelap di dalamnya, Amira sudah bersiap berangkat ke lokasi di mana Rama menyekap Azriel dan Nicholle. Ketakutan telah ditelan rasa kekhawatiran, hingga yang kentara di wajahnya hanya ambisi untuk segera menyelesaikan semuanya dan menghajar Rama selagi bisa. "Nyawa anak dan sahabatku lebih be

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tebusan

    "ARGHHH.... "Brak!Prang!Bruk!Pecahan barang serta teriakan frustrasi terdengar di kamar utama kediaman Adijaya. Sudah tiga jam berlalu sejak Rama hilang dalam pengawasan polisi dan Azriel serta Nicholle tak bisa dihubungi. Semua tampak jelas dan berkaitan kini. Amira benar-benar tak menyangka bahwa sesuatu yang mengerikan seperti ini akhirnya terjadi. Zara terlihat maju mundur saat berusaha menenangkan Amira karena melihat barang-barang terlempar tepat di hadapannya. "Kamu sudah memastikan semua pelayan yang berkaitan dengan Rama diberhentikan, kan?" sentak Amira yang membuat Zara sedikit terlonjak dari tempatnya. "Su-sudah, Mir. Aku yakin tak ada satu pun yang tersisa."Amira mengusap wajah sejenak. "Siapa saja yang pergi bersama Azriel dan Nicholle pagi tadi?""Cuma Yoga dan dua pelayan wanita.""Sebentar." Mata Amira tiba-tiba membulat saat dia berhasil mengingat sesuatu. "Ya?""Di mana Yoga saat Jojo dan Ilham kecelakaan dan dirawat di rumah sakit?""Ng, dia izin pulang,

DMCA.com Protection Status