Share

KARMA - 06

Penulis: irma_nur_kumala
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-27 09:15:17

"Jason, aku sedang berada di Vancouver. Ada beberapa kunjungan bisnis dan urusan pribadi Alva." Zetta mengigit ujung kukunya mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan Jason di ujung sana.

"Kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku?!" Nada suara Jason meninggi.

Zetta memijit pelipisnya, "Maaf. Aku pikir tidak ada masalah jika memberitahumu belakangan dan juga—"

"Jadi, sekarang aku bukan lagi orang pertama yang penting bagimu, Arzetta?!"

"Bukan. Bukan seperti itu maksudku, Jason." 

Zetta mulai panik. Ini salahnya karena tidak memberitahukan kepergiannya lebih awal ke Jason. Laki-laki itu pasti mencemaskannya.

"Lalu, kenapa kau tidak meminta izin lebih dulu padaku? Apa kau lupa, selain Jeremy segala hal terkait urusanmu di New York menjadi tanggung jawabku. Setidaknya hargai aku dengan memberitahuku bukannya asal pergi. Apa kau menghindar?"

Zetta menatap laut di kejauhan yang berwarna biru sempurna seraya merapikan riak anak rambutnya yang tertiup angin, "Ada yang harus kita bicarakan secara serius, right?"

Jason terdiam sesaat, "Iya aku tahu. Tadinya aku meneleponmu ingin memberitahukan kalau aku menunggu di apartemen untuk makan malam bersama karena kita harus meluruskan sesuatu, tapi aku tidak menyangka kalau kau sekarang sudah berada jauh di Vancouver dengan bos playboy mu itu. Aku khawatir, Zetta."

"Kau tenang saja. Aku bisa menjaga diri. Kita akan berbicara setelah aku pulang ke New York tiga hari lagi. Oke?"

"Ergh, baiklah. Jaga dirimu baik-baik dan  jangan terlalu dekat dengan si Alva brengsek itu."

"Tentu. Sampai ketemu lagi."

Lalu sambungan terputus. Zetta menghela napas panjang dan menggenggam erat ponselnya di tangan. Jadwal kerja Alva baru akan di mulai besok. Sore ini setelah dua jam yang lalu mereka mendarat di Vancouver, Alva mengajaknya untuk bertemu dengan seseorang. Semula Zetta pikir lelaki itu mau menemui salah satu wanita teman tidurnya tapi nyatanya dugaannya sama sekali salah.

"Zetta, ayo masuk. Mereka sudah menunggumu."

Zetta menoleh dan menemukan Alva dalam balutan pakaian santainya nampak tampan seperti biasanya menunjuk ke dalam rumah sederhana dua lantai yang menjadi tempat tinggal dua pasutri yang sudah memasuki usia senja. Alva bilang kalau mereka adalah sahabat dari kakeknya Alva, Papanya Pak Gabriell.

Zetta mendekat, "Aku merasa tidak enak berada di antara kalian yang sepertinya ingin bernostalgia." 

Alva tertawa, "Kau pasti akan suka mendengar Oma bercerita. Tentu saja beliau akan menceritakan tentang beberapa kenangan masa kecil ku bersama mereka dulu sebelum mereka pindah dan menetap di Vancouver."

"Wow, aku tidak sabar mendengarnya dan berharap bisa memiliki beberapa bahan ejekan untukmu Pak Alva yang sempurna."

Alva tertawa lalu membuka pintu bercat putih itu dan masuk ke dalam rumah yang hangat langsung ke ruang keluarga yang kental akan nuansa vintage . Di salah satu dari dua sofa panjang yang tersedia sudah duduk Oma Alena dan Opa Rexan yang terlihat sedang bercanda mesra. Di meja sudah tersaji minuman teh hijau hangat dan beberapa kue yang Oma Alena buat sendiri. Alva dan Zetta tidak sadar duduk bersebelahan di sofa yang lain. Oma dan Opa menatap mereka bergantian dengan senyuman hangat.

Satu hal yang bisa Zetta rasakan tentang mereka berdua hanyalah aura dan kebahagiaan yang begitu kental melingkupi di dalam rumah sederhana yang memang mereka huni berdua ini. Zetta bahkan bisa membayangkan di dalam kepalanya bagaimana keseharian mereka.

Saat musim dingin, mereka akan duduk nyaman di dekat perapian dengan selimut menutupi kedua kaki dan membuka-buka album foto masa lalu mengenang semua perjalanan hidup mereka, membicarakan kisah cinta mereka lalu anak- anak dan cicit mereka di sana. Oma Alena akan mengusap lengan Suaminya penuh cinta dan senyum bahagia lalu diakhiri dengan meminum coklat panas seraya saling berpandangan.

Zetta seketika dihinggapi rasa iri dan sebuah pertanyaan apakah suatu hari nanti, ketika dia telah menemukan belahan jiwanya dan anak-anak mereka sudah pergi dengan kehidupan mereka masing-masing, masih nampak kah cinta yang begitu besar seperti yang ada di mata Opa Rexan saat menatap Istrinya?

"Jangan melamun, Sayang. Aku tahu apa yang sedang kau lamunkan." Oma dengan suaranya yang halus menyadarkan Zetta yang langsung tersenyum kikuk. 

Opa terkekeh, "Kalau Alva tidak menjadi kekasih yang baik lepaskan saja dia, Zetta. Lelaki macam dia pasti akan merasakan penyesalannya dan akan kembali mencarimu. Percaya saja padaku."

Zetta tertawa dan melambaikan kedua tangannya ke depan seraya menggeleng. "Tidak, Opa. Hubungan kami tidak seperti itu."

Alva menutup bibirnya dengan punggung tangan menahan tawa melihat sikap panik Zetta. Oma menggeleng, "Ah kalian ini. Tapi tak apalah karena semuanya juga butuh proses. Tidak bisa terjadi dalam sekejap."

"Oma jangan buat Zetta mengharap jadi kekasihnya Alva dong."

Zetta mendelik mendengarnya.

"Kau juga, Alva. Oma tidak suka melihat beritamu yang masih saja bermain-main dengan wanita-wanita malam itu. Coba ingat umurmu dan juga kedua orang tuamu."

Zetta hampir saja tertawa melihat bibir Alva yang mengerucut ke depan mendengar nada tidak suka Oma lalu menggaruk tengkuknya dan menyandarkan tubuhnya di sofa merapat ke Zetta yang mencoba untuk menggeser tubuhnya tapi panggilan Opa menghentikan niatnya.

"Zetta," panggilnya. 

"Iya, Opa?"

"Kau tahu, Alva itu sebenarnya lelaki yang baik dan setia. Dia tidak seburuk kelihatannya kok." Zetta mendelik dan refleks menoleh ke samping melihat Alva yang menolehkan kepalanya ke arah lain. "Opa akan bercerita sedikit. Dulu saat kecil dia memiliki anjing peliharaan. Di mana ada Alva pasti di sana ada si Bruno—si anjing—yang mengikuti."

Zetta mendengarkan dengan seksama. 

"Kau tidak akan bisa memisahkan mereka berdua. Kau tahu sendiri, Alva anak tunggal dan di rumahnya yang seperti istana itu dia hanya sendirian. Jadi, dia senang sekali bisa memiliki peliharaan yang dijadikannya teman."

"Kasihan, Alva." Zetta bergumam dan mengangguk padahal orang yang sedang dibicarakan berada tepat di sampingnya memutar bola mata kesal.

Opa terkekeh, "Tapi demi seorang gadis, dia rela memberikan Bruno yang sudah menemaninya sejak lama. Gadis kecil yang suka sekali memeluk Bruno. Bukan hanya Bruno sebenarnya, bahkan kalau gadis itu meminta Alva berubah menjadi banci pinggir jalan dia pasti akan melakukannya."

"Opa, please. Hentikan." Alva akhirnya tidak tahan. Zetta terdiam mendengarkan dengan kerutan samar di dahinya.

"Kau perlu diingatkan, Alva. Sejak dia memilih pasangan hidupnya sendiri seharusnya kau juga seperti itu bukannya malah menjadi brengsek. Apa kau baru akan berhenti kalau Amira yang meminta?"

"Tidak. Dia sudah tidak memiliki hak itu lagi."

Opa menggeleng, "Jangan bohongi diri sendiri. Kami merasa bersalah padamu dan Amira bahkan sudah mendatangi kami dan menangis berhari-hari karena kehilangan kau. Tapi kau sudah terlanjur tidak bisa berpikir jernih dan tidak pernah lagi datang kemari."

Zetta memperhatikan wajah Alva yang nampak terluka saat nama Amira di sebut ternyata, laki-laki di depannya ini juga pernah dikhianati. Wajah tampan dan memiliki segalanya ternyata belum bisa membuat seseorang setia.

"Dia sudah tidak peduli lagi padaku, Oma. Kenapa semua orang malah menyalahkanku padahal semua ini terjadi karena dia diam-diam menjalin cinta dengan Aston di belakangku. Aku yang lebih mencintainya, aku yang selalu ada untuknya, aku yang bersedia melakukan apapun, aku—" Alva mengatupkan bibirnya, berdiri dan memijit pelipisnya, "Sudahlah, lupakan saja. Aku sudah tidak peduli pada apapun lagi."

Zetta terdiam melihat Alva berbalik dan keluar melalui pintu belakang dan menutupnya dengan keras. Zetta terhenyak di sofa menatap semburat jingga di luar melalui jendela yang menandakan malam akan segera datang. Zetta pernah dengar kalau fenomena alam matahari terbenam yang di saksikan di pinggir pantai Vancouver luar biasa indah.

"Zetta."

Zetta menoleh saat Opa memanggil. 

"Maaf karena kau harus mendengar yang seperti ini. Kami hanya khawatir dengan Alva yang semakin jauh seperti itu padahal dia bukanlah laki-laki yang buruk. Opa bisa menjamin itu." Zetta hanya bisa mendengarkan. "Dia lelaki yang masih terjebak di masa lalu."

"Tidak apa-apa,Opa. Setiap orang memiliki masa lalunya sendiri meski saya sebagai orang baru yang mengenalnya hanya bisa melihat Alva sekarang yang suka berbuat onar dan bermain dengan wanita."

Opa mendesah,"Semoga saja ada sesuatu yang bisa merubahnya kembali."

Zetta terdiam, melalui jendela rumah, Zetta melihat Alva di kejauhan. Tepatnya di pinggir pantai merunduk memegangi kedua kepalanya dan diam menatap cakrawala di kejauhan. Dari semua hal yang terjadi, Zetta tidak pernah melihat Alva Alexander dalam siluetnya yang seperti ini di antara silau cahaya jingga saat matahari terbenam. Dia terlihat bukan lagi Alva Alexander yang meniduri banyak wanita di luaran sana. Dia hanya Alva Alexander yang rapuh. Hanya karena mencintai seseorang terlalu dalam dan tidak bisa keluar atau enggan keluar.

Bukankah masih terjebak dengan masa lalu bisa begitu sangat menyakitkan?

Karena Zetta tahu bagaimana rasanya.

****

Bab terkait

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 07

    'Duh, mukanya pak Alva seram banget.'Zetta sesekali melirik Alva yang mengendarai mobilnya dalam diam sejak mareka keluar dari rumah Opa. Mungkin masih terbawa suasana yang tidak enak karena membicarakan masa lalu atau merasa malu karena rahasianya terbongkar kalau dia pernah dikhianati.Zetta tidak berani buka suara, bahkan hingga Alva menghentikan mobilnya di depan lobi hotel setelah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata membelah padatnya jalan raya kota. "Hmm,Pak--""Langsung saja ke kamar dan jangan ke mana-mana. Aku harus pergi dulu," selanya.Zetta hanya bisa mengangguk, melepas seat beltnya dengan sedikit tergesa. Saat dia akan membuka pintu mobil, lengannya di tahan oleh Alva yang menatapnya intens. "Jangan dengarkan apa pun yang di katakan, Opa. Jangan pernah menatap kasihan pada ku seperti yang kamu perlihatkan sepanjang perjalanan tadi, Arzetta. Aku tidak suka!!""Tidak. Aku tidak—""Keluar!" Alva melepaskan cekalannya.Zetta mengigit bibirnya melihat Alva yang menata

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-27
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 08

    'Astaga, bagaimana ini?'Demi apapun, Zetta tidak menyadari apa yang telah dilakukannya. Sesaat setelah melihat Alva, dia tanpa sadar memeluknya. Tapi tidak berlangsung lama karena saat Zetta merasakan Alva memeluk balik dia malah bereaksi berlebihan. Saat merasakan sentuhan Alva, Zetta langsung mundur dan menamparnya meskipun setelah itu dia langsung memekik dan menggeleng nampak kaget sendiri dengan gerakan tangannya."Ampun Pak. Tidak sengaja. Reflek, Pak. Saya kaget. Bapak sih pegang-pegang saya."Zetta meringis saat melihat Alva yang ternganga kaget meskipun tamparannya tidak terlalu keras."Apa salahku,Zetta?!" Ujarnya.Zetta meringis,"Maaf,Pak."Setelah itu, Zetta malah sok canggung dan nampak tidak enak hati saat melihatnya. Merasa malu karena bukannya berterima kasih malah kembali menamparnya.Sorenya, saat Zetta duduk di bangku kayu pinggir pantai Vancouver, Alva mendekat dan memperhatikannya seksama. Sekarang dia sudah tidak bisa menghindar lagi."Kenapa sih,Pak?" Decak Zet

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 09

    Arzetta tidak pernah membayangkan akan melihat sisi lain Alva saat ini. Tadi saat dia masih menangis di bangku taman memikirkan Jason, Alva datang memberikan sapu tangan dan mengajaknya pergi tanpa sepatah katapun. Zetta hanya bisa diam dengan pikiran bertanya-tanya, bagaimana pertemuannya tadi dengan calon istrinya. Apa mereka sudah janjian menginap di hotel nanti malam merayakan kebersamaan. Meskipun Zetta tidak yakin kalau lelaki itu bersedia secara sukarela dijodohkan seperti ini.Zetta duduk diam memandangi Alva lekat. Ada perasaan hangat saat melihat bagaimana sikap lembut dan tatapan ceria yang menular itu. Senyuman lelaki itu menghinotis Zetta. Sebelumnya dia tidak pernah menyadari kalau senyuman Alva bisa membuatnya tertegun lama dengan terkesima.Tapi tahulah dia dengan jelas apa alasannya. Yang ada di hadapannya saat ini adalah sosok Alva Alexander sesungguhnya. Tanpa topeng. Tanpa kilatan jahil menggoda juga gombalannya. Alva Alexander yang lembut, baik dan hangat.Zetta l

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 10

    Hal pertama yang Zetta lihat setelah berhasil membuka kedua matanya dan menyesuaikan retinanya dengan cahaya di sekitar adalah langit-langit tinggi berwarna putih bersih lalu aroma rumah sakit yang khas tercium indra penciumannya. Badannya rasanya pegal, wajahnya nyeri, telapak tangannya kaku.Tangan. Kaku.Zetta menoleh dan menemukan kepala seseorang dengan rambut hitamnya bersandar pada ranjang nampak tertidur sambil memeluk tangannya dan menggengam jemarinya.Alva.Zetta melarikan jemari tangan satunya dan menyeruakkannya disela-sela rambut halus itu dengan lembut sampai dirasakan lelaki itu menggeliat pelan dan perlahan mengangkat kepalanya membuat Zetta bisa menatap iris mata hijau itu yang masih nampak sayu.Ah ya, Jason.Bagaimana bisa tadi dia mengira kalau itu Alva Alexander."Zetta."Jason langsung menegakkan punggungnya dan berdiri mengusap wajah Zetta dengan kedua tangan nampak khawatir. Mata hijau itu terlihat gusar dan takut.Zetta menggengam telapak tangan Jason di waja

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 11

    Ternyata malam itu Alva Alexander memang langsung pulang ke New York menggunakan pesawat pribadinya. Setelah sehat dan tidak mengalami luka serius, Zetta di perbolehkan pulang hari itu juga. Sempat berdebat dengan Jason yang bersikeras untuk menginap di Vancouver semalam lagi. Zetta beralasan kalau dia harus segera kembali bekerja. Sebelum bertolak ke bandara, Zetta menyempatkan pamit dengan Oma dan Opa untuk mengucapkan terima kasih. Kata Oma, malam itu Alva memang langsung mengemasi barangnya dan pulang ke New York.Zetta dihinggapi rasa kecewa."Alva tidak mengatakan apapun. Dia hanya mengemasi barangnya dan milikmu lalu menyuruh seseorang untuk mengantarkannya." Oma nampak sedih menatapnya saat itu seakan-akan ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran beliau. "Aku bersyukur bahwa kau tidak terluka Zetta. Beberapa hari di Vancouver, kau sudah mengalami hal yang tidak enak."Saat itu Zetta meyakinkan Oma untuk tidak mengkhawatirkannya. Saat Oma menatap sosok Jason yang sedang berbi

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-29
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 12

    "Selamat pagi,Pak Alva."Zetta berdiri di dekat meja kerjanya saat Alva Alexander masuk bersama Cherry, tunangannya, yang nampak menggelayut manja di lengannya. Alva nampak acuh tapi membiarkan saja tingkah Cherry. "Pagi. Kau sudah sehat?""Iya,Pak.""Baguslah. Ikuti aku.""Baik." Zetta mengambil iPadnya, mencoba mengabaikan lirikan Cherry dan mengikuti keduanya masuk ke dalam ruangannya."Sayang, kau akan menemaniku membeli tas kan sebelum pergi nanti?"Alva berhenti berjalan di depan meja kerjanya, menatap tunangannya yag tersenyum manja."Oke, tapi selama aku bekerja sebaiknya kau diam saja di sana." Alva menunjuk ke sofa. "Jangan bersuara supaya aku tidak terganggu."Cherry mengerucutkan bibir tapi tidak membantah, duduk di sofa dengan santai.Alva berjalan dan duduk di balik meja kerjanya. "Nanti sore aku harus pergi ke Seattle untuk rapat dan kau siapkan semua berkas yang harus aku bawa.""Baik.""Cherry akan sering berada di sini jadi semua yang dia inginkan harus kamu penuhi

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-30
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 13

    Zetta bergegas turun dari taksi yang berhenti di depan kantor dan buru-buru masuk ke lobbi di mana ada Jason duduk di sofa sembari sibuk dengan ponselnya.Zetta menghela napas dan berjalan menghampiri Jason.“Jason,” panggilnya.Jason mengangkat pandangan lalu berdiri sembari tersenyum,”Hai." Sedikit melihatnya bingung karena dia berjalan dari arah depan bukannya lewat lift sembadi membawa tasnya dan baju yang sedikit basah. "Kau dari mana,Zetta?""Tadi keluar sebentar karena ada yang harus di urus.""Oh. Kenapa kau tidak bilang biar aku yang jemput?""Tidak. Aku sedang dalam perjalanan ke sini tadi."Mungkin kalau bukan karena panggilan Jason, dia akan tidur di apartemen Alva sampai besok pagi.“Padahal Kau tidak perlu repot-repot menjemputku saat sedang hujan begini.”Jason tersenyum, menangkup wajahnya dan menatapnya intens,”Tidak ada yang bisa menghentikanku menjemput kekasihku sendiri bahkan hujan badai sekalipun.”Zetta memutar bola matanya,”Kau memang tidak bisa dihentikan.”Ja

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-01
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 14

    "Sebenarnya apa yang terjadi,Arzetta?" Om Jeremy menghentikan mobilnya di halaman mansion Alexander yang megah. Zetta kaget saat Om Jeremy datang ke kantor untuk menjemputnya atas perintah Pak Gabriell. Dilihat dari beliau yang ingin segera membicarakan hal penting itu membuat Zetta gugup. Bagaimana kalau foto itu menimbulkan masalah yang lebih besar. Mungkin saja dia akan di pecat karena Pak Gabriell marah besar. "Tidak apa-apa kok,Om."Om Jeremy nampak tidak percaya. "Apa semua foto-foto itu benar?"Zetta mengatupkan bibir, tidak menjawab, merasa malu dengan Omnya yang mengamati keterdiamannya yang berujung menghela napas."Tentu saja aku tidak berpikir foto-foto itu direkayasa. Hanya saja aku berharap kalau yang di foto itu bukan kau.""Maaf,Om. Itu memang Zetta sengaja melakukannya," selanya. "Tapi Zetta punya alasan sendiri."Jeremy bergeming,mungkin bingung mau mengatakan apa."Kau yang sengaja melakukannya? Bukan karena Alva menggodamu dengan keras hingga kau luluh.""Tidak.

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-03

Bab terbaru

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 98

    London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 97

    "Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 96

    "Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 95

    Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 94

    "Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 93

    "Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 92

    Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 91

    Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 90

    Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant

DMCA.com Protection Status