Share

KARMA - 05

last update Last Updated: 2023-09-08 10:44:59

‘Dasar bodoh kau, Zetta!’

Hubungannya dengan Jason memasuki fase canggung. Bukan hanya karena sikap Jason malam itu, tapi karena Zetta telah meyakini kalau Jason bukanlah gay. 

Beberapa tahun ini Zetta hidup dengan bayangan Austin dan Jason yang selalu berada di dalam kamar berdua walaupun dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang mereka berdua lakukan. Jika selama ini dia berbohong, Zetta sangat tidak bisa menerima hal itu.

Zetta duduk di balik meja kerjanya menunggu Alva Alexander yang sedang rapat. Keadaan laki-laki itu cukup kacau beberapa hari ini. Paparazi sepertinya mengikuti Alva diam-diam sejak skandal dengan sekretarisnya terungkap, ditambah skandal terbaru di mana Alva terlihat masuk ke kamar bersama Eliana.

Zetta memijit pelipisnya dengan kedua tangan di kepala sembari memejamkan mata. Setelah foto skandal itu terungkap, Eliana malah menghilang entah ke mana hingga saat ini, membuatnya gila.

‘Bisa-bisanya dia—’

"Kau sakit?" 

Zetta membuka mata dan bertemu tatap dengan mata hitam milik lelaki tampan yang nampak sangat berbeda. Mungkin karena wajahnya yang sangat Asia. 

"Kau tidak apa-apa, kan?" tanyanya kemudian.

Zetta tersadar dan tersenyum, "Tidak. Maaf saya tidak menyadari kedatangan anda."

"Tidak masalah," kata lelaki itu seraya melipat kedua tangannya di dada dan terlihat mengamati keseluruhan ruangan kantor lalu kembali menatapnya, "Aku yakin menjadi sekretaris Alva sangat melelahkan. Aku benarkan?"

"Sepertinya anda sangat mengenal bagaimana perangai Alva. Seperti itulah dia. Tapi sebelumnya saya tidak pernah melihat anda, apa anda teman bisnis Alva?"

"Apa dia menggodamu seperti sekretarisnya yang sebelumnya?" tanyanya dengan nada jahil. 

Zetta tersenyum, "Tidak. Alva berusaha keras menganggap saya sekretarisnya, bukan teman kencannya."

Alis lelaki itu terangkat, "Benarkah?" Lalu dia mundur seakan mengamati Zetta tapi dengan pandangan yang masih sopan  bukan meremehkan, "Kau cantik dan tidak mungkin Alva tidak menggodamu."

"Oh, dia memang menyebalkan kalau sudah berkelakuan brengsek, tapi saya punya jurus jitu melawannya."

Lelaki itu nampak tertarik, "Bagaimana caranya?"

"Saya menghajarnya habis-habisan."

Zetta tersenyum lebar. Lelaki itu tertegun sejenak lalu kemudian tertawa, "Aku setuju kalau dia memang pantas dihajar. Jadi—," Lelaki itu mendekat dan tersenyum ramah kemudian mengulurkan tangannya, "Boleh kita berkenalan?"

Zetta membalas jabatan tangannya, "Tentu. Saya Nadine Arzetta. Panggil saja Zetta."

Lelaki itu mengangguk dan menggenggam erat tangannya, "Nama yang cantik. Sebelumnya maafkan aku kalau lancing, tapi Alva adalah sahabatku. Aku sangat tahu bagaimana dia dan semua kebrengsekannya, tapi firasatku mengatakan kalau kau wanita yang bisa mengimbanginya."

Zetta mengerjapkan matanya dengan tatapan bingung. “Hah?!”

Lelaki dihadapannya hanya tersenyum sampai seruan nyaring itu membuat mereka berjengit kaget dan menoleh bersamaan.

"WOI BRENGSEK! LEPASIN TANGANMU DARI ARZETTA!"

Zetta mengerutkan dahi tidak mengerti dengan bahasa yang Alva gunakan. Sepertinya itu bahasa Indonesia karena laki-laki dibesarkan di sana tanah kelahiran Mamanya. Lelaki di hadapannya tertawa membahana dan tanpa aba-aba bergerak memutari meja dan merangkul bahunya membuat Zetta sempat kaget. 

Alva langsung bergerak semakin mendekat dengan amarah.  "GEVAN ANGKASA!"

***

"Apa yang kau lamunkan? Kekasihmu itu?" 

Sore hari setelah kedatangan sahabat Alva, mereka bertolak ke Vancouver untuk mengurus sesuatu. Zetta hanya diam saja memandangi keluar jendela sejak mereka lepas landas dari bandara menuju ke Vancouver menggunakan pesawat jet pribadi. Lebih memilih menghayati lamunannya dan mengacuhkan Alva yang duduk di depannya, bersidekap.

Zetta tersenyum tipis dan melihatnya sekilas, "Tidak. Aku sedang memandangi awan-awan di luar sana."

Alva mau tidak mau ikut melihat keluar melalui jendela pesawat di sampingnya. "Apanya yang menarik?"

"Tidak ada."

"Lalu kenapa kau lebih betah melihat kumpulan awan itu dari pada aku yang ada di depanmu ini?" dengus Alva.

"Kenapa kau kesal?"

"Karena aku tidak suka diabaikan."

Zetta akhirnya duduk menghadap ke Alva. "Diabaikan satu orang di saat semua orang yang ada di sekelilingmu memujamu, terutama kaum wanita, seharusnya tidak akan membuatmu kesal, Alva."

"Sekarang yang ada di hadapanku ini kau bukan wanita-wanita itu dan aku tidak mau diacuhkan. Aku bosmu!"

Alva tidak mau kalah. Zetta menghela napasnya, "Oke oke. Kau jadi seperti anak kecil saja. Jadi, apa yang kau inginkan, Pak Alexander?"

Alva mengelus dagunya seraya memandangi Zetta yang juga sedang memandanginya. "Aku mau untuk saat ini abaikan aku sebagai bosmu dan seorang Alva yang brengsek. Aku mau kau menganggapku teman."

Alis Zetta terangkat, "Teman?"

"Ya, teman. Aku ingin kamu bercerita dan aku akan mendengarkan."

"Untuk apa?"

"Hiburan-ku."

Zetta mendengus, "Sangat-sangat, Alva. Apa kau menganggap hidupku seperti cerita telenovela?"

Alva terkekeh, "Oh, ayolah. Aku sudah lama tidak pernah melakukan ini."

"Mengobrol tanpa adegan sex maksudmu?"

Alva tersenyum, "Kau tahu dengan jelas maksudku."

Zetta memutar bola matanya, "Aku tidak mau."

Alva berdecak, "Kau boleh meminta satu hal padaku kalau kau mau bercerita."

"Tawaran yang menggiurkan, tapi aku tidak mau." Zetta mengalihkan pandangan dari tatapan merajuk Alva ke luar.

"Kau memang menyebalkan!!” 

Zetta menggelengkan kepalanya, "Oke, baiklah. Walaupun bagiku agak susah menempatkan kau yang brengsek dalam konteks teman—," Zetta mengangkat kedua tangannya akibat dari pelototan Alva, "Astaga, aku tidak percaya sedang berhadapan dengan bos gila wanita yang sedang merajuk."

"Bisa tidak kau sekali saja tidak usah mengungkit kebrengsekkanku?"

Zetta nyengir, "Tidak bisa, Pak. Rasanya ada yang kurang gitu."

Alva menatapnya tajam, Zetta tertawa. Bahagia rasanya bisa membuat Alva kesal. Lalu setelah itu mereka hanya diam saling menatap. Zetta perlahan masuk ke dalam mata abu-abu milik Alva dan merasakan ada kesan yang tidak biasa. Sama sekali tidak ada cahaya di sana, seakan mata itu memancarkan kekosongan. Zetta menghela napas dan dihinggapi rasa penasaran.

"Oke baiklah. Kita buka sesi tanya jawab tapi aku tidak mau mendongeng duluan."

Alva tersenyum lebar lalu menumpukan kedua lengannya di atas meja yang sejak tadi menjadi pembatas antara dirinya dengan Zetta. Di atas meja itu terisi botol wine dan buah-buahan. Alva memajukan tubuhnya, "Bagaimana kalau kita suit aja?”

Zetta ternganga dan memijit pelipisnya lalu menghela napas panjang.

"Kenapa?" tanya Alva.

Zetta berdecak, "Sangat tidak berkelas."

Alva tertawa, "Tapi mengasyikkan atau kita main truth and dare  saja?"

Zetta refleks menggeleng, "Terlalu beresiko. Aku tidak mau."

"Padahal aku sudah berharap. Cih, penakut!" 

Zetta mendelik, "Aku tidak takut, tapi kalau lawannya seperti kau, yang ada aku malah terjebak!"

Alva terkekeh, Zetta memajukan duduknya dan mengepalkan tangannya di depan Alva yang langsung menyeringai juga ikut mengepalkan tangannya dan menatap Zetta jenaka, "Dalam hitungan ketiga—," Zetta mulai berhitung  lalu menunjukkan jari telunjuknya bersamaan dengan Alva yang mengeluarkan ibu jarinya kemudian menggerang karena kalah. "Sial!! Apa pertanyaanmu? Cepat!"

Alva menyeringai, "Karena kau kalah, jadi aku akan tanya hal pribadi dan kau harus menjawabnya dengan jujur."

Zetta mengangguk. Alva menatap Zetta dengan wajah serius, "Aku mau dengar cerita tentang awal mula traumamu."

Zetta langsung terdiam kaku dan memandangi Alva tidak percaya. Direbahkannya punggungnya di sandaran kursi dan kembali menatap awan yang berarak di luar.

"Kau curang Alva Alexander!"

***

Related chapters

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 06

    "Jason, aku sedang berada di Vancouver. Ada beberapa kunjungan bisnis dan urusan pribadi Alva." Zetta mengigit ujung kukunya mendengarkan setiap kalimat yang dilontarkan Jason di ujung sana."Kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku?!" Nada suara Jason meninggi.Zetta memijit pelipisnya, "Maaf. Aku pikir tidak ada masalah jika memberitahumu belakangan dan juga—""Jadi, sekarang aku bukan lagi orang pertama yang penting bagimu, Arzetta?!""Bukan. Bukan seperti itu maksudku, Jason." Zetta mulai panik. Ini salahnya karena tidak memberitahukan kepergiannya lebih awal ke Jason. Laki-laki itu pasti mencemaskannya."Lalu, kenapa kau tidak meminta izin lebih dulu padaku? Apa kau lupa, selain Jeremy segala hal terkait urusanmu di New York menjadi tanggung jawabku. Setidaknya hargai aku dengan memberitahuku bukannya asal pergi. Apa kau menghindar?"Zetta menatap laut di kejauhan yang berwarna biru sempurna seraya merapikan riak anak rambutnya yang tertiup angin, "Ada yang harus kita bicarakan

    Last Updated : 2023-09-27
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 07

    'Duh, mukanya pak Alva seram banget.'Zetta sesekali melirik Alva yang mengendarai mobilnya dalam diam sejak mareka keluar dari rumah Opa. Mungkin masih terbawa suasana yang tidak enak karena membicarakan masa lalu atau merasa malu karena rahasianya terbongkar kalau dia pernah dikhianati.Zetta tidak berani buka suara, bahkan hingga Alva menghentikan mobilnya di depan lobi hotel setelah melaju dengan kecepatan di atas rata-rata membelah padatnya jalan raya kota. "Hmm,Pak--""Langsung saja ke kamar dan jangan ke mana-mana. Aku harus pergi dulu," selanya.Zetta hanya bisa mengangguk, melepas seat beltnya dengan sedikit tergesa. Saat dia akan membuka pintu mobil, lengannya di tahan oleh Alva yang menatapnya intens. "Jangan dengarkan apa pun yang di katakan, Opa. Jangan pernah menatap kasihan pada ku seperti yang kamu perlihatkan sepanjang perjalanan tadi, Arzetta. Aku tidak suka!!""Tidak. Aku tidak—""Keluar!" Alva melepaskan cekalannya.Zetta mengigit bibirnya melihat Alva yang menata

    Last Updated : 2023-09-27
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 08

    'Astaga, bagaimana ini?'Demi apapun, Zetta tidak menyadari apa yang telah dilakukannya. Sesaat setelah melihat Alva, dia tanpa sadar memeluknya. Tapi tidak berlangsung lama karena saat Zetta merasakan Alva memeluk balik dia malah bereaksi berlebihan. Saat merasakan sentuhan Alva, Zetta langsung mundur dan menamparnya meskipun setelah itu dia langsung memekik dan menggeleng nampak kaget sendiri dengan gerakan tangannya."Ampun Pak. Tidak sengaja. Reflek, Pak. Saya kaget. Bapak sih pegang-pegang saya."Zetta meringis saat melihat Alva yang ternganga kaget meskipun tamparannya tidak terlalu keras."Apa salahku,Zetta?!" Ujarnya.Zetta meringis,"Maaf,Pak."Setelah itu, Zetta malah sok canggung dan nampak tidak enak hati saat melihatnya. Merasa malu karena bukannya berterima kasih malah kembali menamparnya.Sorenya, saat Zetta duduk di bangku kayu pinggir pantai Vancouver, Alva mendekat dan memperhatikannya seksama. Sekarang dia sudah tidak bisa menghindar lagi."Kenapa sih,Pak?" Decak Zet

    Last Updated : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 09

    Arzetta tidak pernah membayangkan akan melihat sisi lain Alva saat ini. Tadi saat dia masih menangis di bangku taman memikirkan Jason, Alva datang memberikan sapu tangan dan mengajaknya pergi tanpa sepatah katapun. Zetta hanya bisa diam dengan pikiran bertanya-tanya, bagaimana pertemuannya tadi dengan calon istrinya. Apa mereka sudah janjian menginap di hotel nanti malam merayakan kebersamaan. Meskipun Zetta tidak yakin kalau lelaki itu bersedia secara sukarela dijodohkan seperti ini.Zetta duduk diam memandangi Alva lekat. Ada perasaan hangat saat melihat bagaimana sikap lembut dan tatapan ceria yang menular itu. Senyuman lelaki itu menghinotis Zetta. Sebelumnya dia tidak pernah menyadari kalau senyuman Alva bisa membuatnya tertegun lama dengan terkesima.Tapi tahulah dia dengan jelas apa alasannya. Yang ada di hadapannya saat ini adalah sosok Alva Alexander sesungguhnya. Tanpa topeng. Tanpa kilatan jahil menggoda juga gombalannya. Alva Alexander yang lembut, baik dan hangat.Zetta l

    Last Updated : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 10

    Hal pertama yang Zetta lihat setelah berhasil membuka kedua matanya dan menyesuaikan retinanya dengan cahaya di sekitar adalah langit-langit tinggi berwarna putih bersih lalu aroma rumah sakit yang khas tercium indra penciumannya. Badannya rasanya pegal, wajahnya nyeri, telapak tangannya kaku.Tangan. Kaku.Zetta menoleh dan menemukan kepala seseorang dengan rambut hitamnya bersandar pada ranjang nampak tertidur sambil memeluk tangannya dan menggengam jemarinya.Alva.Zetta melarikan jemari tangan satunya dan menyeruakkannya disela-sela rambut halus itu dengan lembut sampai dirasakan lelaki itu menggeliat pelan dan perlahan mengangkat kepalanya membuat Zetta bisa menatap iris mata hijau itu yang masih nampak sayu.Ah ya, Jason.Bagaimana bisa tadi dia mengira kalau itu Alva Alexander."Zetta."Jason langsung menegakkan punggungnya dan berdiri mengusap wajah Zetta dengan kedua tangan nampak khawatir. Mata hijau itu terlihat gusar dan takut.Zetta menggengam telapak tangan Jason di waja

    Last Updated : 2023-09-28
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 11

    Ternyata malam itu Alva Alexander memang langsung pulang ke New York menggunakan pesawat pribadinya. Setelah sehat dan tidak mengalami luka serius, Zetta di perbolehkan pulang hari itu juga. Sempat berdebat dengan Jason yang bersikeras untuk menginap di Vancouver semalam lagi. Zetta beralasan kalau dia harus segera kembali bekerja. Sebelum bertolak ke bandara, Zetta menyempatkan pamit dengan Oma dan Opa untuk mengucapkan terima kasih. Kata Oma, malam itu Alva memang langsung mengemasi barangnya dan pulang ke New York.Zetta dihinggapi rasa kecewa."Alva tidak mengatakan apapun. Dia hanya mengemasi barangnya dan milikmu lalu menyuruh seseorang untuk mengantarkannya." Oma nampak sedih menatapnya saat itu seakan-akan ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiran beliau. "Aku bersyukur bahwa kau tidak terluka Zetta. Beberapa hari di Vancouver, kau sudah mengalami hal yang tidak enak."Saat itu Zetta meyakinkan Oma untuk tidak mengkhawatirkannya. Saat Oma menatap sosok Jason yang sedang berbi

    Last Updated : 2023-09-29
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 12

    "Selamat pagi,Pak Alva."Zetta berdiri di dekat meja kerjanya saat Alva Alexander masuk bersama Cherry, tunangannya, yang nampak menggelayut manja di lengannya. Alva nampak acuh tapi membiarkan saja tingkah Cherry. "Pagi. Kau sudah sehat?""Iya,Pak.""Baguslah. Ikuti aku.""Baik." Zetta mengambil iPadnya, mencoba mengabaikan lirikan Cherry dan mengikuti keduanya masuk ke dalam ruangannya."Sayang, kau akan menemaniku membeli tas kan sebelum pergi nanti?"Alva berhenti berjalan di depan meja kerjanya, menatap tunangannya yag tersenyum manja."Oke, tapi selama aku bekerja sebaiknya kau diam saja di sana." Alva menunjuk ke sofa. "Jangan bersuara supaya aku tidak terganggu."Cherry mengerucutkan bibir tapi tidak membantah, duduk di sofa dengan santai.Alva berjalan dan duduk di balik meja kerjanya. "Nanti sore aku harus pergi ke Seattle untuk rapat dan kau siapkan semua berkas yang harus aku bawa.""Baik.""Cherry akan sering berada di sini jadi semua yang dia inginkan harus kamu penuhi

    Last Updated : 2023-09-30
  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 13

    Zetta bergegas turun dari taksi yang berhenti di depan kantor dan buru-buru masuk ke lobbi di mana ada Jason duduk di sofa sembari sibuk dengan ponselnya.Zetta menghela napas dan berjalan menghampiri Jason.“Jason,” panggilnya.Jason mengangkat pandangan lalu berdiri sembari tersenyum,”Hai." Sedikit melihatnya bingung karena dia berjalan dari arah depan bukannya lewat lift sembadi membawa tasnya dan baju yang sedikit basah. "Kau dari mana,Zetta?""Tadi keluar sebentar karena ada yang harus di urus.""Oh. Kenapa kau tidak bilang biar aku yang jemput?""Tidak. Aku sedang dalam perjalanan ke sini tadi."Mungkin kalau bukan karena panggilan Jason, dia akan tidur di apartemen Alva sampai besok pagi.“Padahal Kau tidak perlu repot-repot menjemputku saat sedang hujan begini.”Jason tersenyum, menangkup wajahnya dan menatapnya intens,”Tidak ada yang bisa menghentikanku menjemput kekasihku sendiri bahkan hujan badai sekalipun.”Zetta memutar bola matanya,”Kau memang tidak bisa dihentikan.”Ja

    Last Updated : 2023-10-01

Latest chapter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 98

    London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 97

    "Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 96

    "Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 95

    Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 94

    "Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 93

    "Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 92

    Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 91

    Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 90

    Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant

DMCA.com Protection Status