BAB KE : 56 MENEMUI KAKEK FAIZ 16+Thoriq begitu sedih melihat keadaan Bapak Tina, yang sekaligus kakeknya Faiz. Beliau sekarang tinggal sendiri tanpa ada yang mengurus di usianya yang sudah senja. Rumah yang ditinggali bapak Tina juga telah keropos di sana-sini karena tidak terurus. Begitu juga dengan pekarangan rumah itu. Rumput telah tumbuh di mana-mana. Lelaki tua renta itu sangat kurus, tubuhnya tak ubahnya seperti tulang yang berbalut kulit. Entah karena penyakit atau memang karena tubuh yang teramat kurus, sehingga membuat lelaki tua itu selalu gemetaran. Apa lagi ketika dia melangkahkan kaki, getar di tubuhnya sangat terlihat nyata. Kedua bola matanya mulai memutih karena tertutup oleh lapisan katarak. Tidak, itu saja, kelopak matanya seperti berat oleh belek yang menggantung di sana. Tentu keadaan yang demikian membuat pandangan kakek Faiz tersebut menjadi berkurang. Awalnya ada keraguan di hati Thoriq ketika akan memasuki pekarangan rumah tersebut. Ragu karena sika
BAB KE : 57 PENYESALAN SEORANG SAHABAT 16+"Saya teman kecil Thoriq, Pak!" kata Tamrin sambil menepuk bahu Thoriq."Oh, ya. Ayo masuk?" jawab bapak Tina ramah dengan senyum merekah, sambil mempersilahkan tamunya masuk ke dalam."Oh, iya! Sampai lupa. Ayo kita masuk!" ajak Thoriq yang di iyakan oleh Tamrin. Tamrin membungkuk dan meraih kantong kresek hitam yang tadi dia letakkan di atas lantai. Isinya adalah oleh-oleh untuk keluarga Thoriq.Kelihatan sikap Tamrin begitu akrab. Sambil berjalan tangan kanannya selalu berada di bahu Thoriq. Setelah mempersilahkan Tamrin duduk, Thoriq bergegas ke dapur untuk membuat kopi. "Kemana istri dan anakmu?" tanya Tamrin ketika Thoriq telah kembali dengan baki di tangan. "Istri dan anak saya tidak ada di rumah," jawab Thoriq sambil menata gelas kopi di atas meja."Kemana?" tanya Tamrin ingin tahu."Kisahnya panjang. Jadi nanti saja kita bercerita," jawab Thoriq. Dia tidak ingin merusak kebahagiaan mereka dengan kisah sedih yang dia alami. Se
BAB KE : 58 PERTEMUAN YANG MENGURAS AIR MATA 16+Hari berikutnya mereka mengunjungi gudang. Gudang yang cukup luas yang dipenuhi oleh bawang merah. Bawang itu masih utuh dengan daunnya. Digantung berjejer di dalam ruangan. Tapi ada juga yang di dalam karung."Yang di gantung itu untuk stok. Ketika petani panen, saya beli dengan harga murah. Setelah harga naik baru saya jual. Sementara yang di dalam karung, buat di kupas," terang Tamrin."Bukan itu yang namanya menimbun?" tanya Thoriq."Bukan ... buktinya bawang itu tidak saya timbun, tapi saya gantung," jawab Tamrin sambil melepaskan tawa. Thoriq dan bapak Tina pun ikut tertawa."Ayo ... sekarang kita lihat, bagaimana lihainya Ibu-ibu di sini mengupas bawang," ajak Tamrin setelah tawanya reda.Mereka keluar dari gudang tersebut dan menuju gudang berikutnya yang berjarak sekitar seratus meter dari sana.Sepanjang jalan mereka masih terlihat mengobrol, dan sekali-kali tawa lepas dari mulut mereka. Kekocakan Tamrin sangat menghibur
BAB : 59 AIR MATA KEBAHAGIAAN 16+Tina meraih tangan Thoriq dengan tubuh bergetar, lalu membawa ke wajahnya dan mencium punggung tangan mantan suaminya itu sambil berkata, " maafkan saya, Mas ... maafkan atas segala kesalahan saya!" Bahu Tina berguncang karena isak. Air mata Tina sempat jatuh di pinggung tangan Thoriq."Ya, sama-sama. Saya juga minta maaf," jawab Thoriq sambil mengusap pucuk kepala Tina. Setelah itu, Thoriq kembali mengangkat Faiz dan membawa ke dalam pelukannya. Sekali lagi dia mencium pipi Faiz, kemudian beralih mencium pucuk kepala anaknya.Serasa menyaksikan adegan sinetron, ketika Tamrin melihat peristiwa yang terjadi di depan matanya. Walau berusaha menahan, tapi Tamrin tidak mampu membendung air mata. Adegan ini sangat mengharukan bagi Tamrin. Beberapa kali sapu tangan mendarat di wajahnya yang dibasahi air mata. Sehingga mata Tamrin agak memerah karena tangisan. Kesedihan yang luar biasa, apa lagi Tamrin juga ingat anaknya yang entah di mana keberadaa
BAB KE : 60KEMARAHAN UCIL 16+"Selama kamu di sini, tak ada istilah sibuk bagi saya. Pekerjaan saya ada yang mengurusnya. Jadi saya siap mengantar kemanapun kamu mau," jawab Tamrin di sela tawanya."Kalau begitu kita ke sana saja besok, ya? Saya ingin membalas kebaikan mereka, sekalian mengenalkan Faiz pada Ucil, telah banyak yang saya ceritakan pada bocah itu tentang Faiz. Tentu dia sangat senang kalau dia dipertemukan dengan orang yang selama ini dia dengar hanya ceritanya saja. Dulu dia juga wanti-wanti agar suatu saat saya mau mengunjunginya dan mengenalkan Faiz padanya. Sekaranglah saat itu," kata Thoriq sambil menerangkan panjang lebar. Tentu apa yang diinginkan Thoriq akan diikuti oleh Tamrin, cuma ada segurat embun di mata lelaki itu, ketika Thoriq menyebutkan nama daerah yang akan dia datangi besok. Daerah yang pernah menyimpan luka di hati Tamrin, sekaligus daerah yang menyimpan kenangan tersendiri. "Siap!" jawab Tamrin sambil berusaha menutupi mendung yang bergela
BAB KE : 61KEBAHAGIAAN YANG BERUJUNG 16+"Marni!" Tamrin berlari sambil menyebut nama perempuan itu. Ternyata nama Ibu Ucil adalah Marni. Setelah mereka bertemu, mereka saling berpelukan."Maafkan saya, Marni! Saya tidak menyangka kamu berada di sini," ucap Tamrin dengan tersedu. "Tidak apa-apa, Mas! Yang penting sekarang kita telah bertemu," tangis Marni dalam pelukan Tamrin."Saya telah datang ke rumah abah untuk menjemputmu dan Kusuma ... tapi abah belum juga bisa memanfaatkan saya. Baru saja datang, saya langsung di usir, bahkan beliau mengancam saya dengan golok ... mengancam ingin membunuh saya," ucap Tamrin terbata-bata.Ternyata setelah usaha Tamrin berjalan lancar di Ibu Kota, dia pernah datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya. Rupanya Bapak Marni begitu benci pada Tamrin. Malah kedatangan Tamrin disambut dengan golok oleh bapak mertua Tamrin yang terkenal galak itu."Maafkan bapak saya, Mas! Seperti apapun sikap beliau ... beliau tetap orang tua sa
BAB KE : 62LIMA TAHUN KEMUDIAN 16+Malam semakin larut, gerimis belum juga berhenti menyirami permukaan bumi, membuat desa ini semakin sunyi. Sebagian penduduk telah kembali keperaduannya dan terlelap dibuai mimpi. Namun, ada diantara mereka yang masih terjaga. Larut dalam lamunan, memikirkan desa mereka dan masa depan anak-anaknya.Diantara warga yang masih terjaga itu, diantaranya Kemal dan Hamilah. Mereka adalah orang tua Dudun dan Naufal. Sepasang suami istri ini sedang duduk di ruang tengah dengan hati yang gundah."Sebaiknya kita ikuti saja kemauan mereka, Mas. Dari pada nyawa kita yang terancam," ucap Hamilah pelan dengan tatapan sendu ke wajah suaminya.Kemal menarik napas dalam, kemudian melepaskannya perlahan."Mengikuti keinginan mereka, sama saja dengan membiarkan diri kita dirampok," jawab Kemal."Tapi sebagian warga disini telah menyerahkan tanah mereka," tukas Hamilah."Itu karena mereka takut dan luas tanah mereka juga tidak seberapa." Kemal menyeruput kopinya."K
BAB KE : 63MENYELAMATKAN SI BUAH HATI 16+Halimah tertegun mendengar permintaan suaminya. Jelas dia tidak akan mengikuti apa yang dititahkan Kemal. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak akan meninggalkan suaminya itu. "Tidak, Mas! Saya akan tetap di sini bersamamu." Mata Hamilah mulai berkaca-kaca, suaranya agak serak.Hamilah sengaja menolak perintah suaminya, karena dia tahu akan terjadi sesuatu yang mengerikan bila dia meninggalkan Kemal. Sebab itulah wanita tersebut tidak mau meninggalkan Kemal, dia akan tetap berada di samping ayah dari anak-anaknya itu dalam situasi apapun. Sejak para cukong melakukan intimidasi dan pemaksaan untuk membeli lahan Warga Kampung Galuh lewat kaki tangannya. Telah sering terjadi tindakan pemukulan dan penyiksaan oleh para centeng. Sudah cukup banyak jatuh korban, walau belum ada yang memakan jiwa. Keberingasan para centeng inilah yang membuat sebagian warga menyerah dan akhirnya menjual tanah mereka dengan terpaksa. Kebengisan para centeng it