BAB KE : 44 SUSAHNYA MENCARI UANG Hari pertama bekerja, penghasilan Tina sangat sedikit, ada rasa kecewa di hati ketika melihat hasil kupasannya setelah di timbang. Uang yang dia peroleh, bahkan tidak sampai sepertiga dari yang didapat Maryati. Jumlah yang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu hari. Tapi, untunglah teman-temannya memberi semangat yang membuat rasa kecewa Tina berkurang. Karena hal itu, Tina berniat akan tetap bekerja. Apa yang dikatakan teman-temannya benar, penghasilan akan meningkat seiring waktu. Setiap hari kemampuan dan kecepatan kerja pasti akan bertambah asal tidak putus asa dan tetap optimis. Rasa haru kembali dirasakan Tina ketika Maryati lagi-lagi membayarkan ongkosnya. Ini berarti pulang pergi Maryati-lah yang membayar biaya transportasi Tina. Tina berusaha menolak ketika Maryati membayar sewa angkutan kota yang mereka tumpangi. Tapi Maryati keukeh, dengan alasan bahwa penghasilan Tina masih sedikit. Wajar saja jika sikap Maryati ini m
BAB KE : 45 KEINGINAN FAIZ UNTUK MEMBANTU IBU Keesokkannya Faiz melarang Tina berangkat kerja, karena Faiz melihat mata ibunya masih merah. Faiz khawatir ibunya akan sakit. "Tidak apa-apa, mata Ibu memang masih merah, tapi rasa perihnya sudah hilang. Sudah tidak berasa lagi," kata Tina memberi alasan pada Faiz. "Ibu tidak usah lagi bekerja di sana. Mata Ibu merah, gara-gara Ibu bekerja kemarin." Faiz tetap berusaha mencegah kepergian ibunya. "Kalau kita tidak kerja, kita tidak punya uang. Lalu kita harus makan apa? Sekarang kita tidak tinggal bersama Bu Siti lagi. Untuk makan dan keperluan lainnya, kita harus beli sendiri. Karena itulah Ibu harus kerja." Tina menerangkan dengan lembut, berharap Faiz bisa mengerti. Faiz hanya diam mendengar apa yang dikatakan Tina. Faiz merasa percuma bicara lagi, karena dia menebak ibunya tetap akan berangkat kerja. Sikap diam Faiz diartikan Tina, bahwa anaknya tersebut memahami apa yang barusan dia sampaikan. Faiz memang memahami, tapi kekec
BAB KE : 46 FAIZ MENJADI PEMULUNG Rupanya suara ajakan itu keluar dari mulut Radit. Radit adalah anak lelaki satu-satunya dari Ujang Gempol, pedagang gorengan yang sudah cukup lama menetap di bawah kolong ini. Di antara teman Faiz, Radit-lah yang paling sering mengajak Faiz ke rumahnya. Faiz tidak pernah menolak jika Radit yang mengajak. Mungkin karena bapak Radit yang suka membagi Faiz gorengan setiap Faiz main ke sana. Entahlah!"Bu dhe! Aku boleh main ke rumah Radit?"Belum sempat Bu Siti menyapa Radit, Faiz telah bertanya terlebih dahulu. "Ya nggak apa-apa. Tapi jangan nakal ya!" Bu Siti mengijinkan dengan syarat. "Ya, Bu dhe," jawab Faiz. Rumah Radit tidak begitu jauh dari gubuk Bu Siti. Faiz juga pernah main ke sana beberapa kali, jadi tidak ada keraguan di hati Bu Siti melepas Faiz main ke rumah anak penjual gorengan tersebut.Setelah Faiz mendapat izin, kedua bocah itu pun berlalu. Sebelum mereka meninggalkan gubuk Bu Siti, mata Faiz sempat celingukkan ke samping dapur
BAB KE : 47 FAIZ MELANGKAH MAKIN JAUH Langkah Faiz semakin jauh meninggalkan gang tempat dia terakhir berpisah dengan Radit tadi. Dia begitu asyik berjalan sambil mencari dengan ujung matanya barang bekas apa saja yang bisa dijadikan uang.Walau hasilnya masih sedikit, namun, itu telah membuat hati Faiz sangat gembira. Menurutnya isi karung yang menggandul di punggungnya sudah sangat banyak, terbukti dengan terasa beratnya beban yang bergelayut di punggungnya tersebut. Sekarang karung yang ada di punggung Faiz hampir terisi setengahnya. Walau itu adalah karung yang paling kecil bagi Riki dan Yoki, namun, cukup besar buat bocah seumur Faiz. Kalau di lihat dari belakang, hampir seluruh tubuh Faiz tertutup oleh karung tersebut. Sehingga tidak kelihatan siapa orang yang sedang memanggulnya. Persis seperti karung menggantung yang berjalan. Walau bagian betis ke bawah dan bagian kepala Faiz masih tampak menyembul. Langkah Faiz makin tertatih-tatih, tapi belum ada niat di hatinya unt
BAB KE : 48 FAIZ DIBAWA ORANG YANG TAK DIKENAL "Pelanin mobilnya, Nela!" teriak Neli sedikit keras. Nela memperlambat mobil setelah melirik Neli. "Berhenti di depan anak itu!" perintah Neli kemudian, sambil menunjuk seorang anak kecil yang sedang berdiri di pinggir jalan. Hanya beberapa meter dari mereka terlihat seorang anak berusia sekitar tujuh tahun sedang memperhatikan jalan dari ujung ke ujung. Rupanya dia ingin menyebrang. Di punggung anak itu terlihat sebuah karung yang menggantung. Anak itu adalah Faiz. Kecepatan mobil itu pun melambat, kemudian berhenti pas di depan Faiz. Neli yang berada di sebelah kiri segera turun setelah mobil berhenti dengan sempurna. “Selamat sore, Dedek! Mau menyebrang, ya?” tanya Neli ramah dengan senyum terukir. Setelah dia berhadapan dengan Faiz. Wanita itu duduk berjongkok di depan Faiz, sehingga membuat tinggi mereka hampir sama. "Iya, aku mau menyebrang," jawab Faiz dengan penuh keheranan pada wanita yang ada di depannya. Kenapa orang in
BAB KE : 49 KEHILANGAN FAIZ MEMBAWA BERKAH 16+Sudah berapa kali Bu Siti melongok ke luar, tapi belum juga dia melihat Faiz kembali. Hatinya mulai bertanya-tanya, kenapa Faiz belum kembali juga? Biasanya tidak lama setelah azan Ashar berkumandang, anak itu telah kembali, bersiap menunggu Riki dan Yoki di rumah. Bu Siti keluar dari dapur dan melongok ke dalam gubuknya, menatap jam dinding yang tercantel pada triplek sebagai pembatas ruangan. Hati Bu Siti mulai cemas, karena waktu telah menunjukan pukul setengah empat sore.Ada apa dengan Faiz, kenapa bocah itu belum pulang juga? Pertanyaan yang muncul di hatinya membuat Bu Siti semakin cemas. Tidak mungkin Faiz sengaja pulang setelat ini, pasti ada sesuatu yang terjadi padanya. Memikirkan hal tersebut membuat Bu Siti memutuskan untuk menyusul Faiz ke rumah Radit. Betapa kagetnya Bu Siti mendengar keterangan Radit. Teman Faiz itu menceritakan bahwa Faiz tidak jadi ke rumahnya, malah dia pergi memulung. Setelah mendapat keterangan
BAB KE : 50 16+THORIQ PULANG Gelapnya malam tidak menyurutkan langkah Thoriq. dia bahkan mempercepat jalannya ketika melihat gapura di ujung gang rumah. Thoriq berpikir, sebentar lagi dia akan bertemu dengan buah hatinya, setelah lebih dari satu tahun mereka terpisah.Ya, tak ada yang menyangka kalau Thoriq harus terpisah selama itu dengan anak semata wayangnya. Mungkin ini yang dinamakan takdir, atau hanya sekedar nasib yang disebabkan oleh keteledoran Thoriq sendiri.Ingin rasanya secepat mungkin sampai di rumah tempat dia dilahirkan dan dibesarkan. Dia sudah sangat rindu untuk memeluk dan mencium Faiz. Bahkan malam ini, Thoriq tidak akan mau terpisah dengan Faiz sedetikpun. Ia ingin menikmati kebersamaan dengan buah hatinya itu. Semakin mendekati rumah, pikiran Thoriq semakin dipenuhi oleh bayangan anaknya. Lebih satu tahun berpisah, seharusnya Faiz telah sekolah. Seperti apakah bentuk Faiz sekarang? Apakah aroma tubuhnya masih seperti dulu? Tentu saat ini dia lebih tinggi dan
BAB KE : 51 TANGISAN THORIQ 16+Thoriq menatap dalam wajah Kemal dengan hati semakin membuncah, yang di tatap terlihat begitu tenang, seolah berusaha menularkan ketenangan itu pada hati temannya tersebut. "Kenapa Mas dan Mbak tidak mencegah Tina membawa Faiz? Kalau Tina memutuskan meninggalkan kampung ini, tidak apa-apa! Apa boleh buat ... saya tidak punya hak untuk menahannya. Tapi kenapa Faiz mereka bawa juga?" tanya Thoriq kemudian dengan suara pelan."Waktu itu Faiz sempat tinggal di sini, tapi kemudian Tina menjemput untuk nginap di sana, dan dia akan mengembalikan Faiz ke-esokannya. Pagi habis Subuh saya datang ke sana untuk bertemu Faiz. Tapi rumah telah di gembok. Mungkin mereka pergi sebelum Subuh , karena tidak ada warga sini yang melihat keberangkatan mereka. Saya cari informasi ke depan, ke tempat agen bus. Tapi, tidak ada keterangan berarti yang saya dapatkan," terang Kemal.Kemal sengaja tidak menceritakan kepada Thoriq perihal Tina memukul kepala Faiz sampai berdarah