BAB KE : 41TINA JADI WARGA KOLONG JEMBATAN Langkah terbaik yang harus ditempuh Tina, tentu saja mengikuti saran yang disampaikan Bu Siti. Seandainya dia masih bersikeras mencari kos-kosan. Tentu uangnya akan cepat habis, bagaimana kalau terjadi lagi peristiwa seperti di tempat Bang Kalit dulu. Keadaannya pasti akan lebih buruk lagi. Jika dia membangun gubuk di sini, setidaknya dia dekat dengan Bu Siti. Kalau terjadi apa-apa, ada Bu Siti dan warga sini, tentu mereka akan membantu. Selama di sini Tina merasakan betapa baik perlakuan Bu Siti terhadapnya. Seperti sikap seorang kakak terhadap adik saja layaknya. Begitupun dengan Faiz, dia terlihat nyaman berada di lingkungan ini. Riki dan Yoki juga memperlakukan Faiz seperti adiknya sendiri. Bahkan kedua orang anak Bu Siti tersebut terlihat begitu menyanyangi Faiz. Akhirnya, itulah keputusan Tina, dia akan membangun gubuk di bawah jembatan ini dan menjadi Warga Kolong seperti Bu Siti dan masyarakat yang lainnya. Itulah pilihan ya
BAB KE : 42 MENCARI KERJA KE PASAR INDUK Tina memang tidak memiliki uang lagi setelah dia membangun gubuk. Uang yang dia punya habis semua terpakai. Sejak saat itu, Bu Siti yang memenuhi semua kebutuhan Tina. "Kalau mau sebaiknya ikut kerja dengan Maryati. Di tempat dia kerja banyak lowongan," usul Bu Siti. Maryati adalah orang yang ikut membantu Tina waktu dia pingsan dulu. Dia dan suaminya tinggal hanya berjarak beberapa gubuk saja dari tempat Bu Siti. Cuma Maryati jarang berada di rumah, karena dia berangkat kerja sebelum jam enam pagi, kadang pulang sehabis magrib. Tina pernah berapa kali sempat ngobrol dengan wanita yang hampir sesuai dengannya itu, tapi mereka belum pernah membicarakan tentang pekerjaan. "Mau, Mbak! Kalau tahu dari kemaren-kemaren, mendingan dengan dia saya ikut, tidak perlu membuang waktu untuk mencari pekerjaan seperti sekarang," jawab Tina antusias. "Saya sengaja tidak mau memberi tahu, karena kerjanya seperti itu. Pergi pagi dan pulangnya malam. Saya
BAB KE : 43 MENJADI TUKANG KUPAS BAWANG Gudang itu sangat besar berdinding geribik dan beratap hasbes. Di dalam gudang tersebut menumpuk karungan bawang merah. Mungkin jumlahnya puluhan ton. Di gudang itu sekarang Tina berada. Belasan Ibu-ibu duduk berjejer mengupas bawang sambil bersenda gurau. Tangan mereka begitu cekatan memainkan pisau. Diantara Barisan ibu-ibu itu juga ada Tina. Dialah satu-satunya pekerja yang masih kelihatan kagok. Hasil yang dia peroleh sangat sedikit dibanding dengan ibu-ibu yang lainnya. Mata Tina merah dengan tidak henti-hentinya meneteskan air bening. Hampir setiap saat ibu Faiz itu mengusap matanya dengan punggung tangan. Belum sampai dua jam, rasanya Tina sudah ingin menyerah, tapi ingatannya pada Faiz membuat dia tetap harus bertahan. Apa lagi bila ingat betapa susahnya mencari kerja. Air mata Tina meleleh di pipi, tapi air mata itu keluar bukan hanya sekedar karena pedasnya bawang. Tapi bercampur dengan air mata karena tangisan. Ya, tanpa ada y
BAB KE : 44 SUSAHNYA MENCARI UANG Hari pertama bekerja, penghasilan Tina sangat sedikit, ada rasa kecewa di hati ketika melihat hasil kupasannya setelah di timbang. Uang yang dia peroleh, bahkan tidak sampai sepertiga dari yang didapat Maryati. Jumlah yang tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup satu hari. Tapi, untunglah teman-temannya memberi semangat yang membuat rasa kecewa Tina berkurang. Karena hal itu, Tina berniat akan tetap bekerja. Apa yang dikatakan teman-temannya benar, penghasilan akan meningkat seiring waktu. Setiap hari kemampuan dan kecepatan kerja pasti akan bertambah asal tidak putus asa dan tetap optimis. Rasa haru kembali dirasakan Tina ketika Maryati lagi-lagi membayarkan ongkosnya. Ini berarti pulang pergi Maryati-lah yang membayar biaya transportasi Tina. Tina berusaha menolak ketika Maryati membayar sewa angkutan kota yang mereka tumpangi. Tapi Maryati keukeh, dengan alasan bahwa penghasilan Tina masih sedikit. Wajar saja jika sikap Maryati ini m
BAB KE : 45 KEINGINAN FAIZ UNTUK MEMBANTU IBU Keesokkannya Faiz melarang Tina berangkat kerja, karena Faiz melihat mata ibunya masih merah. Faiz khawatir ibunya akan sakit. "Tidak apa-apa, mata Ibu memang masih merah, tapi rasa perihnya sudah hilang. Sudah tidak berasa lagi," kata Tina memberi alasan pada Faiz. "Ibu tidak usah lagi bekerja di sana. Mata Ibu merah, gara-gara Ibu bekerja kemarin." Faiz tetap berusaha mencegah kepergian ibunya. "Kalau kita tidak kerja, kita tidak punya uang. Lalu kita harus makan apa? Sekarang kita tidak tinggal bersama Bu Siti lagi. Untuk makan dan keperluan lainnya, kita harus beli sendiri. Karena itulah Ibu harus kerja." Tina menerangkan dengan lembut, berharap Faiz bisa mengerti. Faiz hanya diam mendengar apa yang dikatakan Tina. Faiz merasa percuma bicara lagi, karena dia menebak ibunya tetap akan berangkat kerja. Sikap diam Faiz diartikan Tina, bahwa anaknya tersebut memahami apa yang barusan dia sampaikan. Faiz memang memahami, tapi kekec
BAB KE : 46 FAIZ MENJADI PEMULUNG Rupanya suara ajakan itu keluar dari mulut Radit. Radit adalah anak lelaki satu-satunya dari Ujang Gempol, pedagang gorengan yang sudah cukup lama menetap di bawah kolong ini. Di antara teman Faiz, Radit-lah yang paling sering mengajak Faiz ke rumahnya. Faiz tidak pernah menolak jika Radit yang mengajak. Mungkin karena bapak Radit yang suka membagi Faiz gorengan setiap Faiz main ke sana. Entahlah!"Bu dhe! Aku boleh main ke rumah Radit?"Belum sempat Bu Siti menyapa Radit, Faiz telah bertanya terlebih dahulu. "Ya nggak apa-apa. Tapi jangan nakal ya!" Bu Siti mengijinkan dengan syarat. "Ya, Bu dhe," jawab Faiz. Rumah Radit tidak begitu jauh dari gubuk Bu Siti. Faiz juga pernah main ke sana beberapa kali, jadi tidak ada keraguan di hati Bu Siti melepas Faiz main ke rumah anak penjual gorengan tersebut.Setelah Faiz mendapat izin, kedua bocah itu pun berlalu. Sebelum mereka meninggalkan gubuk Bu Siti, mata Faiz sempat celingukkan ke samping dapur
BAB KE : 47 FAIZ MELANGKAH MAKIN JAUH Langkah Faiz semakin jauh meninggalkan gang tempat dia terakhir berpisah dengan Radit tadi. Dia begitu asyik berjalan sambil mencari dengan ujung matanya barang bekas apa saja yang bisa dijadikan uang.Walau hasilnya masih sedikit, namun, itu telah membuat hati Faiz sangat gembira. Menurutnya isi karung yang menggandul di punggungnya sudah sangat banyak, terbukti dengan terasa beratnya beban yang bergelayut di punggungnya tersebut. Sekarang karung yang ada di punggung Faiz hampir terisi setengahnya. Walau itu adalah karung yang paling kecil bagi Riki dan Yoki, namun, cukup besar buat bocah seumur Faiz. Kalau di lihat dari belakang, hampir seluruh tubuh Faiz tertutup oleh karung tersebut. Sehingga tidak kelihatan siapa orang yang sedang memanggulnya. Persis seperti karung menggantung yang berjalan. Walau bagian betis ke bawah dan bagian kepala Faiz masih tampak menyembul. Langkah Faiz makin tertatih-tatih, tapi belum ada niat di hatinya unt
BAB KE : 48 FAIZ DIBAWA ORANG YANG TAK DIKENAL "Pelanin mobilnya, Nela!" teriak Neli sedikit keras. Nela memperlambat mobil setelah melirik Neli. "Berhenti di depan anak itu!" perintah Neli kemudian, sambil menunjuk seorang anak kecil yang sedang berdiri di pinggir jalan. Hanya beberapa meter dari mereka terlihat seorang anak berusia sekitar tujuh tahun sedang memperhatikan jalan dari ujung ke ujung. Rupanya dia ingin menyebrang. Di punggung anak itu terlihat sebuah karung yang menggantung. Anak itu adalah Faiz. Kecepatan mobil itu pun melambat, kemudian berhenti pas di depan Faiz. Neli yang berada di sebelah kiri segera turun setelah mobil berhenti dengan sempurna. “Selamat sore, Dedek! Mau menyebrang, ya?” tanya Neli ramah dengan senyum terukir. Setelah dia berhadapan dengan Faiz. Wanita itu duduk berjongkok di depan Faiz, sehingga membuat tinggi mereka hampir sama. "Iya, aku mau menyebrang," jawab Faiz dengan penuh keheranan pada wanita yang ada di depannya. Kenapa orang in