BAB KE : 72TINA MENYUSUL THORIQ Kemerdekaan tidak akan pernah dirasakan oleh suatu penduduk negeri, bila oknum penguasa dan pengusaha serakah masih berkabolarisasi untuk memenuhi shawat duniawi.Keadilan?Hanya basa-basi ... selagi penguasa zholim masih diberi hak berpoligami mengangkangi hasil bumi! Apabila pengusaha memiliki jabatan di pundaknya, maka akan membuat mereka bertindak semena-mena.Sementara itu di rumahnya Tina semakin gelisah. Berulang kali dia menatap jam yang seolah-olah jarumnya begitu lambat berputar. Sudah lebih lima belas menit sejak Thoriq pergi. Kegundahan di hati Tina semakin menjadi.Kegundahan itu pun dirasakan Faiz dan Dudun. Walau telah di suruh tidur, namun mata mereka tidak kunjung terpejam. Tepukan lembut Tina di tubuh mereka seolah percuma. Karena sampai saat ini mata mereka masih terjaga."Ayo tidur! Ini kan sudah larut malam." Kembali Tina memperingatkan kedua bocah itu."Aku tidak bisa tidur," jawab Faiz."Aku juga!" timpal Dudun.Kedua anak itu
BAB KE : 73FAIZ DAN DUDUN MENYUSUL TINA 16+"Kita susul mereka, yuk?" ajak Faiz setelah mereka diam beberapa saat. "Ayok!" Dudun menyetujui.Kedua bocah itu turun dari ranjang dan bergegas keluar kamar."Hujannya deras!" seru Faiz ketika dia membuka pintu depan. Kembali pintu itu ditutupnya dengan keras. Suara dentuman pintu berbaur dengan gemuruh guntur."Lalu bagaimana?" tanya Dudun."Kita pakai jas hujan," jawab Faiz sambil meraih tangan Dudun lalu menariknya. Dudun mengikuti langkah Faiz dan berusaha mengimbangi langkah sahabatnya itu. Mereka berjalan menuju dapur. Faiz berjalan di depan sambil menarik tangan Dudun. Setelah sampai di dapur, Faiz mengambil jas hujan yang masih tersisa di sana.Dudun terpaksa memakai jas hujan yang masih basah bekasnya tadi, karena yang seukuran mereka hanya ada satu, milik Faiz. Setelah keduanya memakai jas hujan dan dilengkapi topi, mereka bergegas meninggalkan dapur. Menuju pintu depan.Tanpa kenal takut, kedua bocah itu, menembus pekatnya
BAB KE : 74PESAN TERAKHIR THORIQ 16+Tina sedikit lega, ketika melihat wajah orang-orang yang telah kaku itu. Mereka bukan Thoriq, Kemal atau Hamilah. Namun, Tina tetap cemas dan khawatir tentang nasib suaminya dan kedua orang tua Dudun.Apa yang terjadi dengan mereka bertiga? Kenapa mereka tidak kelihatan? Sementara ada orang yang keluar dari rumah mereka. Apakah telah terjadi perkelahian yang membuat jatuh korban?Tina paham sifat Kemal, dia sangat keras. Begitu pula dengan Thoriq, suaminya. Sikap dari kedua orang yang bersahabat itu hampir sebelas dua belas. Mengingat tubuh yang di panggul tadi, Tina hampir bisa memastikan bahwa memang telah terjadi perkelahian. Lalu, bagaimana dengan nasib suaminya dan kedua orang tua Dudun? Kenapa mereka tidak keluar juga? Apakah telah terjadi sesuatu yang buruk pada mereka?Memikirkan hal itu, rasa cemas kembali bergelayut di hati Tina. Dia jadi bimbang, apakah akan masuk dulu ke rumah Kemal untuk melihat keadaan, atau langsung menyerang
BAB KE : 75TANGISAN FAIZ DAN DUDUN 16+Menyadari suaminya tidak lagi bernyawa, dan merasa percuma dengan apa yang dia perbuat sekarang. Akhirnya dengan pelan Tina meletakkan kepala Thoriq di atas lantai. Kemudian dia memandang wajah suaminya itu dengan air yang tidak henti menetes dari pelupuk mata. Tina menghentikan ratapannya, tak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulut perempuan itu, hanya isakan yang terdengar dengan bahu menyentak turun naik karena sedak.Tina mendekatkan kepalanya ke wajah Thoriq, dan mencium suaminya itu berulang-kali dengan isak dan sedak yang tak henti menguncang tubuh Ibu muda itu.Setelah berapa lama dengan jasad suaminya. Tina bergeser mendekati jasad Kemal dan Hamilah yang ujung tangan mereka masih saling mengait."Mas ... Mbak ... kenapa kalian meninggalkan Dudun dan Naufal dengan cara seperti ini?" Mulut Tina kembali terbuka mengeluarkan kata-kata untuk sepasang suami istri yang tergeletak tanpa nyawa.Isak Tina kembali terdengar keras yang berl
BAB KE : 76LENGKINGAN SUARA DUDUN MEMBANGUNKAN WARGA 16+Ketika Faiz mendekat, Tina pun merangkul Faiz dan membawa ke dalam pelukannya. Ketiga orang itu berpelukan dengan suara isak dan tangis tak henti dari mulut mereka."Tanteeee!""Ibuuuuuu!"Mendengar rintihan kedua anak itu, Tina semakin mempererat pelukannya. Tangis Tina semakin pilu, bagian mata Tina terlihat membengkak, mungkin karena terlalu lama menangis. Namun, air masih mengalir deras dari pelupuk matanya."Ayo, kita satukan orang tuamu!" bisik Tina pada kedua anak yang ada dalam pelukannya."Ayah-ibuku kenapa, Tante?" tanya Dudun parau setelah pelukan mereka merenggang. Tangis dan isak Dudun belum mereda."Ayah kenapa, Ibu? Kenapa ayah berdarah dan tak bangun-bangun?" Faiz pun ikut bertanya di sela tangisnya.Tak satupun pertanyaan itu yang sanggup dijawab oleh Tina. Mulutnya terasa kelu dan tenggorokan seperti kering."Ayo, kita geser ayah Faiz ke dekat ayah Dudun!" ajak Tina.Dengan berurai air mata, Tina bergerak k
BAB KE : 77MALAM BERDARAH 16+Mereka melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Tiga sosok terbujur kaku dengan darah berceceran di mana-mana. Di tambah dengan suara ratapan memilukan dari tiga orang yang berada dekat jasad itu. Wajar kalau sebagian dari mereka ada yang merinding."Ada apa?!""Apa yang terjadi?!"Pertanyaan itu hampir bersamaan dan silih berganti lepas dari mulut warga yang datang. Mereka berhamburan masuk untuk menolong. Mengetahui warga berdatangan, suara tangis Tina, Faiz dan Dudun semakin menjadi. Pertanyaan dari berapa penduduk tak mampu di jawab Tina. Malah tubuhnya terasa semakin lemas dengan pandangan berkunang-kunang. Sesaat kemudian Tina ambruk. Melihat ibunya jatuh, Faiz kembali menjerit, dengan rasa cemas dan takut, Faiz menubruk tubuh ibunya yang tergeletak di lantai."Ibuuu ... Ibu kenapa?!" teriak Faiz dengan lengkingan tangis. Kejadian itu membuat warga semakin panik. Sebagian dari mereka bergegas memeriksa keadaan Tina, sebagian lagi sibuk mem
BAB : 78AWAL PERPISAHAN DUA ORANG SAHABAT 16+Setelah dapat wejangan dari Buya Heru, barulah Naufal berhenti meratap. Namun, pipinya selalu basah dilinangi air mata. Sampai ketiga jasad tersebut dimakamkan.Meskipun jasad telah di kebumikan, tapi rumah Kemal masih saja ramai oleh kerumunan warga. Tak ada di antara mereka yang mau pergi dari sana. Walau ada yang meninggalkan area tersebut, tapi sejenak saja, berapa saat kemudian mereka kembali berbaur dengan warga lain yang masih memadati pekarangan rumah Kemal.Mereka terus menasehati keluarga yang ditinggalkan almarhum dan almarhumah. Walau hati mereka juga sedih, tapi mereka berusaha terus menghibur Tina, Faiz, Dudun dan Naufal sebagai pihak keluarga yang sedang berduka.Guncangan yang teramat sangat menerpa hati Naufal dalam menghadapi kenyataan seperti ini. Kenyataan di tinggal oleh kedua orang tua yang tewas dengan mengenaskan. Tak ayal membuat anak itu lebih banyak bengong dengan air mata berurai.Tidak hanya sehari, bahk
BAB KE : 79 PERPISAHAN YANG MENYEDIHKAN 16+Ketika pagi menyingsing. Mata hari dengan malu-malu siap mengintai untuk menyinari bumi. Suhu masih terbilang dingin, ditandai dengan sekumpulan kabut yang enggan untuk meninggalkan langit Kampung Galuh. Cuaca seperti ini membuat embun-embun bergembira. Mereka begitu betah dan asik bergelantungan di ujung daun dengan memancarkan cahaya yang berkilau. Sungguh indah dipandang mata.Namun, masyarakat Kampung Galuh telah terbiasa dengan panorama seperti itu, sehingga perhatian mereka tidak akan tercurah ke sana. Apa lagi saat ini, warga Kampung Galuh sedang menghadapi kabut baru yang menyelimuti hati mereka, yang membuat resah, gundah, cemas dan sedihBahkan kesedihan itu benar-benar menguras air mata, dengan terjadinya peristiwa beberapa minggu yang lalu. Peristiwa pertama yang sekaligus menggegerkan Kampung Galuh dan wilayah sekitarnya.Peristiwa yang merenggut tiga nyawa warga mereka, yang selama ini terkenal dengan kebaikanya. Peristiwa