Si pria berantakan adalah julukan bagi Daffa Lintang Selatan di tahun 2015. Potongan rambut keriting
aneh—dimana setiap sisinya tidak simetris, kantung mata abadi, dan ruas-ruas jari yang selalu
memainkan gantungan kunci berbentuk karakter Optimus Prime.
Pria itu benar-benar tidak peduli dengan penampilan. Baginya, sudah cukup punya otak yang jenius.
Dia sangat yakin bisa keluar dari jerat kemiskinan lewat mahakaryanya yang fantastis ini. Apalagi, dia
sedang berjuang keras agar bisa diterima sebagai ilmuwan resmi di organisasi PYRAMID. Setelah
mati-matian meminjam uang sana-sini untuk modal, dia bertekad tidak boleh gagal.
Hari ini adalah harinya.
Perjuangan selama berbulan-bulan membuat prototipe untuk ide—yang membuatnya berkali-kali
memuji diri sendiri—sampai di titik temu.
Daffa memutar gantungan kunci di atas meja keci
Masih terlalu pagi buta untuk membunyikan alarm, bahkan ayam pun belum mau berkokok. Namun,sudah ada mobil BIN berwarna hitam pekat yang terparkir di depan toko buku Bu Selena. Si empunyasudah berdiri di ambang pintu, merapatkan cardiganberwarna salem.Ekspresinya sedikit menegang begitu tahu Nyonya Carol keluar dari mobil bersama dua anakbuahnya. Rahang Bu Selena mengeras. Sorot matanya tak menentu, wanita itu mendadak keringatdingin. Dia tidak sedang menantikan kedatangan BIN, kenapa mereka yang datang?“Bu Selena, kami dari Badan Intelegen Negara mendapat laporan bahwa Profesor Takedadisembunyikan di sini. Harap kerjasama Anda untuk—”Sirine mobil polisi memotong perkataan Nyonya Carol. Wanita itu menoleh, dahinya berkerut.Terheran-heran mengapa kepolisian ikut datang ke sini. Sementara itu, otot-otot wajah Bu Selenamenge
Olivia menaikan sarung tangan karet begitu memasuki dapur kafetaria. Gadis itu memimpinpergerakan dua temannya setelah Percy berhasil mencongkel pintu.Pria itu memilih di belakang untuk berjaga-jaga. Orang terkuatlah yang harus memastikan tidak ada‘anjing’ yang tiba-tiba menggigit bokong mereka.Sekilas tidak ada yang aneh dari tempat itu. Sebuah dapur biasa yang berantakan. Bahan baku dapurberjatuhan ke lantai, piring-piring dan alat dapur lainnya tergeletak di mana saja. Cukup masuk akal,mengingat tempat ini juga ikut di investigasi mendadak.Carla menutup hidungnya. Dapur ini juga benar-benar bau karena ada masakan yang ditinggalkanbegitu saja.“Mereka membuat makanan-makanan ini terbuang,” gerutu Carla.Percy dan Olivia berpencar ke dua sisi yang saling berseberangan. Menelisik segala sisi ruangandengan
Sebenarnya, apa kesalahan yang telah dilakukan anak manusia ini? Apa yang dunia dambakan terhadap kelahirannya? Dia tidak meminta untuk dilahirkan untuk menampung semua derita. Keharmonisan keluarga. Waktu yang menyenangkan. Impian yang dekat. Semua itu seperti sebuah dongeng belaka. Benar, semua orang menerima kadar penderitaannya masing-masing. Namun, adilkah baginya untuk menerima porsi sederas ini? Dalam satu waktu—dengan kedua tangan mungil—dia harus merengkuh banyak tanggung jawab. Merin ingin melakukan yang terbaik untuk sidangnya, untuk Eldric, dan orangtua angkat yang telah membesarkannya. Meski tahu dia hanya menjadi alat, tidak bisa dipungkiri bahwa dia tetap menyayangi mereka. Itulah kenapa Merin mati-matian untuk mendapatkan pengakuan mereka. Dia ingin menjadi anak yang membanggakan dengan caranya sendiri. Dia ingin mereka tidak pernah menyesal telah memungutnya. Berharap mereka bisa sadar dan lebih menyayanginya. Eldric masuk ke kamar. Secangkir cokelat panas
Berselimut lampu yang meremang, perkelahian masih berlangsung sengit. Omelan dan pekikanbergumul nyaring baik dari Carla maupun Daffa. Dari awal, mulut mereka juga ikut aktif. Bahkan duelantara Percy dengan si anak buah suaranya jadi teredam.“Laki-laki lembek, segitu saja kemampuanmu?” ledek Carla. Berhelai-helai rambut sudah keluar darikuncirannya, entah kenapa kunciran itu ada yang di atas dan ada yang di bawah.Daffa menyeka darah yang keluar dari hidungnya, lalu tersenyum remeh.“Benar dugaanku. Gadis badut sepertimu lebih berbahaya daripada laki-laki dewasa!”“Apa katamu? Gadis badut?” teriak Carla.“Tentu saja! Cerewet, jelek, acak-acakkan! Dan, kuku jarimu—kamu tidak pernah memotongnyaapa?”“Ha! Gaya bicaramu seperti nenekku.”Daffa berdecih. “Sudah cukup main-main untuk hari ini, aku tidak punya waktu!” Seringai Daffakembali. Satu tangannya bersembunyi di belakang. Secepat kilat, dia merogoh saku dan mengeluarkansebuah belati. Pria itu berlari, mengacungkan senjatanya d
Eldric mengacingkan lengan jasnya di depan Nyonya Carol dan berkata, “Anda tak ingin adapertumpahan darah di sini, kan?”“Apa yang coba Anda lakukan, Profesor Eldric?” geram Nyonya Carol, giginya bergesekkan satusama lain.“Aku? Melakukan hal semestinya sebagai—”“Sebagai?”Eldric menghela napas. “Pemimpin PYRAMID.”“Apa?” pekik Nyonya Carol, nada suaranya amat melengking.“Kenapa Anda kaget begitu? Profesor Takeda telah menunjuk saya di surat warisannya,” terangEldric.“Lalu, kamu pikir PYRAMID tidak bisa bubar?” tanya Nyonya Carol.“Tentu saja. Tidak ada alasan kuat bagi Anda untuk membubarkan kami. Tersangka Anda telahmeninggal, dan tidak ada hubungannya lagi dengan PYRAMID. Oh
Bata merah berada di puncak kepala Merin. Begitu benda itu dibenturkan, tengkorak gadis itu akan pecah. Namun, Daffa menginginkan hal lebih sebab dendam dan dengki telah merasuki jiwanya. Hancurkan, hingga berkeping-keping. “Sama seperti mereka yang tidak memberikanku kesempatan kedua, aku tidak akan memberimu kesempatan untuk mengucapkan kata-kata terakhir.” Air mata Merin menitik, dia tertunduk pasrah. Menangis tanpa suara. Sementara hatinya berkecamuk rasa pilu. Aku akan menikahimu, Merin Noella Amyra.Padahal begitu Eldric berkata seperti itu, imajinasi liar sudah langsung terbayang olehnya. Berjalan di altar. Berdiri di depan pangeran berjas putih yang gagah. Saling menorehkan senyum dan mengucap janji suci. Kemudian disempurnakan dengan kecupan dan pelukan hangat. Sekarang, kalimat indah itu terdengar m
Amplop cokelat diletakkan di tengah-tengah meja. Ayah Merin tetap bersedekap, enggan membukabenda itu. Sementara ibunya terus memalingkan wajah dengan ketus.“Ini surat pemutusan hubungan adopsi,” terang Merin. Dia meletakkan lagi sebuah undanganberbingkai emas. “Dan ini, undangan pernikahanku. Meski ayah tidak mengantarku menuju altar,kuharap ayah dan ibu bisa datang.”Ayah Merin berdecih. “Apa yang bisa kauharapkan dari kami? Kami juga tidak akan mengharapkanapa pun lagi darimu.”Tahan, cantik, kamu tak perlu membuang energi. Bisikan Eldric yang memantau dari jauh membuathelaan napas kasar gadis itu tertahan. Dia berusaha mengeluarkannya selembut mungkin, sepertimeluruhnya segala emosi.Merin menelan ludah. “Aku tidak pernah mengatakan ini, tapi terima kasih karena telah merawatkuhingga sebesa
Sepeninggal Daffa menyisakan rasa bersalah. Terlalu tiba-tiba. Terlalu tragis. Eldric tampak muram meski dia telah berhasil memusnahkan rasa penasaran publik. Dengan, berbohong. Tidak ada caralain. Ia berbohong bahwa yang meninggal hanyalah hologram, dan Eldric membenci kebohongan itu. Sisi baiknya adalah publik senang atas pembatalan hukuman si psikopat. Derum mesin mobil terdengar. Alunan musik bernada musim panas menemani perjalanan singkat dan membuat Carla tidak berhenti menari-nari kecil. Sepertinya, saja yang tidak punya kerjaan. Selain memandangi senyuman Eldric yang khas dan sedikit aneh. Sungguh, dia tersenyum seperti itu sepanjang perjalanan kami. Siang ini, Merin memutuskan untuk mengunjungi kebun binatang terdekat. Karena Merin dan Eldric sama-sama menyukai hewan. Sebuah usaha untuk membuat suaminya merasa lebih baik.
“Kak Luther menunggumu di sana.” Lia menunjuk punggung kakaknya yang berdiri tegap di ujung tebing. Kedua tangannya disilangkan ke belakang. Berulang kali menoleh ke segala sisi hamparan laut di bawahnya. Sepertinya Pak Luther fokus sekali merasukkan energi tenang dari air ke dalam jiwa raganya. Ia berbalik, nyaris tergelincir kerikil. Merasakan kehadiran Eldric yang membuat sendi-sendi kakinya melemah. “Akhirnya Anda datang,” sambut Pak Luther tersenyum kecut. “Akan kutinggalkan kalian berdua. Kasian Jake sendirian di kamarnya,” timpal Lia sebelum akhirnya pergi. Eldric maju ke tak jauh dari bibir tebing, berdiri di samping Pak Luther. “Saya datang untuk pamit,” ungkap Eldric menyesal. “Ya, saya barusan membaca berita. Rupanya media paling gesit menyebarluaskan isu panas.” Pak Luther menggelengkan kepala, menyayangkan kondisi kali
Langka sekali Eldric menjelajahi tidur tanpa mimpi. Di hari-hari kerja, hampir setiap bangun pagi Eldric mencatat bunga tidur yang teramu dari kejadian di dunia nyata dan pikiran alam bawah sadar.Seringkali aktivitas yang terjadi di Fantasia, tereka ulang di mimpinya. Dirinya sendiri masuk dan menjadi pahlawan di sana, sesuai dengan apa yang diinginkan. Eldric mendambakan peran itu, daripada—sebagai pemimpin—sekadar menatap layar yang menampilkan takdir para kriminal istimewa.Berbeda di pulau pribadinya, kualitas tidur Eldric meningkat dalam hal positif. Dia jarang bermimpi buruk, apalagi tentang kematian tahanan-tahanannya.Ketukan pintu beritme pelan mengusik gendang telinga Eldric. Alisnya berkerut-kerut. Terdorong untuk bangun, tapi matanya terlampau rapat bak di lem. “Hmm ... Merin ... Sayangku ....” Eldric mengigau. Telapak tangannya hendak mendarat di perut istrinya, tapi yang ada hanya kekosongan. Lolos begitu saja terdampar di atas seprai.Eldric memaksa kedua matanya terbu
“Dua hari ... Eldric? Eksekusi?” racau Merin. Ludahnya perih ketika melewati tenggorokkan.Merin melirik tanggal pengambilan gambar. 22/12/2021.“Mereka mengambil gambar hari ini,” kata Merin, “mereka akan membahayakan Eldric besok lusa!” Merin berdiri dalam satu entakkan, jantungnya berdebar tak karuan. Seakan melompat-lompat, bersamaan dengan menggebunya keinginan untuk kembali pada suaminya. Dia memang harus kembali sekarang.Situasi berbalik 180 derajat. Dunia tentramnya akan menemui kehancuran besar yang tak disangka-sangka. Kekacauan di depan mata, dan Merin melaknati semua orang di balik ini semua. Orang-orang biadab yang berani merusak kedamaian kehidupan pernikahannya.Tapi, mengingat alarm kematian suaminya ada di tangannya, Merin terguncang oleh berbagai macam emosi yang menyerbu dari segala penjuru. Amarah, kekecewaan, serta didominasi oleh ketakutan.Merin takut ... sungguh wanita itu takut hal buruk terjadi pada Eldric. Membayangkan Eldric pergi selamanya, sama saja meli
“Nangis? Eldric! Kamu menangis nonton film anti hero?” seru Merin, berusaha menengadah di leher Eldric.Eldric menggesek dagunya ke puncak kepala Merin. Membiarkan setitik airmata menetes sekaligus supaya perhatian istrinya balik ke layar proyektor. Dinding yang semula putih bersih, sekarang menampilkan jelas adegan-adegan fantastis. Di mana para penjahat kelas kakap serentak berbalik, mengubah langkah mereka dan tidak meninggalkan warga kota yang tengah diserang alien.Tidak acuh pada fakta bahwa mereka sebenarnya melangkah pada kematian. Bunuh diri.Eldric mempererat dekapannya pada Merin, selimut pun ikut andil menggulung keduanya dalam kehangatan.“Kamu tidak merasa tersentuh? Manusia yang biasa anggap jahat, ternyata punya sudut pandangnya sendiri untuk menyelamatkan dunia. Lihat! Mereka masih mengikuti hati nurani,” ujar Eldric.Merin memutar bola mata. “Ya ... di dunia nyata, kuanggap orang-orang itu adalah orang bodoh.”“Loh, kenapa? Mereka rela mati untuk menyelamatkan anak-a
Permukaan handuk basah yang semula dingin, kini merasukkan kehangatan ke telapak tangan Bu Angel. Sudah kali ketiga dia mencelupkan lagi handuk ke baskom berbahan alumunium. Memerah benda berbulu halus itu hingga kering, lalu ditempatkan di atas kening Merin.Kesadaran Merin tergugah karena dingin menyesap. Sembari berusaha membuka matanya yang rapat, perempuan itu membasahi bibirnya yang kering.“Eldric di mana, Bu?” tanyanya parau.“Aku di sini, jangan khawatir,” sahut Eldric, langsung bersimpuh di bawah ranjang.Satu tangan Merin yang terselip di balik selimut diambil alih oleh Eldric. Dia membungkus tangan itu, hawa panas yang terembus membuat Eldric cemas. Meski yang sebenarnya Merin rasakan adalah dingin yang menusuk.Eldric meringis gelisah. “Demammu kenapa belum turun juga?”“Mungkin kemarin terlalu lama terendam,” kata Merin, pita suaranya setipis desau angin.Bu Angel berdiri. “Karena Nyonya Merin sudah bangun, saya akan siapkan paracetamol, Tuan. Sepertinya, dikompres saja
Tumit Carla menendang kencang kaleng bekas. Dentingannya nyaring membentur tiang di depan markas. Raut wajah Carla kusut, menemui medan yang butuh sedikit tenaga bagi kakinya. Menggerutu, Carla tidak habis pikir kenapa ada tanjakkan segala untuk bisa ke markas.Padahal tadi pagi, dia yang paling bersemangat di antara Olivia dan Loey. Dia adalah orang pertama yang mengisi toilet. Mandi lebih awal dan sudah menyemprot seluruh tubuh dengan parfum beraroma premen karet.Dia semangat menemani Percy lagi, sama seperti beberapa hari ke belakang. Yang tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Walau gadis itu seringkali bingung sendiri apa yang harus dilakukan di sana.Seperti orang bodoh, Carla cuma bisa melongo di depan suster yang mengganti cairan infus juga tak berani bertanya saat dokter memeriksa. Situasi formal selalu jadi momen menyebalkan bagi Carla. Namun ketika memandang Percy dengan kedua matanya yang tertutup rapat, badai bergemuruh lagi di dalam hati gadis itu.Carla merangkapkan
PADA TENGAH MALAM SEBELUMNYARembulan tepat berada di atas dua golongan manusia. Perempuan yang tengah dilanda mimpi buruk, dan pria paruh baya yang sedang bergelut dengan nerakanya.Masuk lebih dalam di zona merah, laras pistol menekan pelipis pria itu. Dengan tangan terikat ke belakang, seseorang berpakaian serba hitam menendang lututnya. Menahan erangan, dia bertumpu pada lutut agar tidak tersungkur.Dari balik semak-semak, kehadiran Black hampir tak terlihat. Namun, sepasang kaki bersepatu mengkilat berhenti di depan pria yang bersimpuh.“Hai, Luther, rindu buah hatimu?” sapa Black, nadanya mengejek atau barangkali lebih ke tak acuh.Menggeram, Pak Luther mengangkat kepalanya. Tatapan kebencian tercermin dari urat-urat merah di matanya. Namun, alis yang semula berkerut hebat malah menipis. Tatapan Pak Luther segera melemah ketika selembar foto ditunjukkan.Seorang balita. Jake asli. Tersenyum lebar di taman bermain, sementara ada seorang di belakangnya. Mengawasi balita malang itu
Merin memeluk punggung sofa, pipinya mengembung di bagian atas. Cemberut. Dia sudah seperti itu sejak Eldric memberitahunya kalau kemungkinan teman-temannya batal datang.“Ayo!” seru Eldric, mencolek pipi istrinya sambil berlalu.Keluar dari singgasana megah dan damai, tapi berbahaya saking nyamannya. Kalau mereka terus di situ, bisa-bisa dalam waktu sebulan pulau pribadi itu tak tereksplor. Dihabiskan 24 jam di kasur adem, sofa empuk, cemilan banyak, sambil menonton film kesukaan.Pastinya, Eldric dan Merin akan melakukan itu. Tapi nanti, setelah daftar petualangan mereka di pulau pribadi terceklis.Sangat menyenangkan bagi Merin saat tahu bucket list-nya memuat hal-hal yang belum dicoba sepanjang hidup. Namun ketika jadwal petualangannya tiba, kabar menjengkelkan sialan merusak harinya. Padahal, dia menantikan kedatangan teman-temannya. Pasti heboh kalau mereka tahu pulau Fantasia semenakjubkan dari sekadar yang ditampilkan di layar ponsel. Mau tidak mau, berapa pun persentase mood
Gemericik air turun hanya di zona para perusuh yang sebagian pingsan; sebagian lainnya menggeliat di jalanan seperti ikan terdampar—bergumul bersama rasa sesak yang ada.Beberapa drone berukuran jumbo perlahan mengubah gemericik itu menjadi serbuan ember tumpah layaknya di waterboom.Semua para perusuh terperajat bangun, anggota AUSTIC menyanggah mereka berdiri, lalu menjaga mereka di suatu titik.“Loey dan Olivia telat sekali mengirim hujan buatan,” kritik Sam.Percy mengendikkan bahu. “Semoga walikota tidak menuduh kita merundung mereka.”“Kenapa kakak tidak membiarkanku di sana sampai drone datang? Gas itu kan tidak akan membuatku dan para perusuh mati,” tanya Carla sambil menyisikan helaian poni yang basah.“Aku tidak tahan melihatmu lama menderi—” Percy memalingkan wajah sambil tersenyum kecil, sementara Carla berkedip polos dan berbinar. Menggemaskan.Percy berdeham. “Kamu terlihat seperti sedang menahan buang air. Kupikir kamu akan ngompol.”“Apa? Memangnya gas itu bisa bikin o