Rina memperlakukan Byanca seolah ia adalah anak kecil. Ia begitu memanjakannya dari mulai menyuapi makan hingga menemani Byanca ke kamar mandi. Tak sedetik pun ia lewatkan tanpa merawat Byanca. Byanca merasa haru dengan kehangatan tersebut. Tak hanya itu ia juga merasa bahagia melihat kekompakan kedua orang tuanya. Lihatlah sekarang! Kedua orang tua tersebut sedang asyik di pantry. Rina sibuk menghangatkan makanan, sementara Dewo sibuk membuat minuman. Keduanya juga saling terlibat percakapan seolah mereka sepasang kekasih. Jika seperti ini mungkin orang luar tidak akan menduga bahwa keduanya telah bercerai.
“By, apakah kamu masih lapar?” tanya Rina ketika ia ingin menikmati makanannya.
Byanca tersenyum lalu menggeleng. “Mami makanlah! Perut Byanca terla
“Percuma saja menyesal, tidak ada gunanya,” hardik Rina. Ia menyilangkan kedua tangannya di atas dada. Baginya mengapa seseorang bertindak dengan implusif? Tidakkah mereka berpikir terlebih dahulu akibat dari keputusan yang dibuat. Dari pada menyesal di belakang lebih baik matang dalam merencanakan. Dewo dalam kondisi berbaring dan mata terpejam berkata, “Itulah pembelajaran hidup. Diawal ia tidak tahu akan terjadi hal seperti ini.” “Lalu setelah ia tahu akan seperti ini, harapannya apa?” tantang Rina dengan emosi yang membara. Tidak semudah itu baginya melupakan bagaimana teganya Bian menyakiti Byanca dan sekarang dengan mudahnya ia mengatakan menyesal. Dia pikir ini adalah panggung sandiwara? Rina tertawa membayangkan hal itu.&nbs
Usai sholat subuh, Dewo memilih untuk berolahraga di sekitaran rumah sakit. Sudah lama ia tak menghirup udara segar karena terus berada di rumah sakit. Ia tak perlu khawatir lagi meninggalkan Byanca karena sudah ada Rina. Peregangan sudah ia lakukan dan bersiap menyusuri jalanan nan sepi. Aroma hujan menyita indera penciuman Dewo, ia menginjak jalanan yang lembab serta beberapa tumbuhan menari dengan air di atas daunnya. Dewo juga menyapa beberapa petugas kebersihan yang bekerja seperti biasanya. “Om…” Di tengah kegiatannya, ia dikejutkan kehadiran Bian. Mantan menantunya itu datang dengan sebotol minuman dingin yang ia serahkan pada Dewo. &
Bian menyisir rambutnya dengan tangan. Ia mendadak menjadi seorang pria penuh pertimbangan. Bian memikirkan matang-matang akan keputusan yang ia ambil. “Aku harus bijaksana mengambil keputusan,” ucapnya pada diri sendiri. Demi Byanca dan Ken, ia akan melakukan permintaan Dewo. Lagi pula jika dipikir permintaan Dewo terbilang ringan. Ia tak menghukum Bian dengan kekerasan. Bian yakin ia bisa melakukan permintaan Dewo tersebut. Ia harus bisa. Dewo memang tidak menjamin ia akan kembali bersama Byanca tetapi Bian yakin Byanca tidak akan menutup mata dengan perjuangannya. “Tunggu aku, By,” teguhnya. Bian penuh semangat untuk keluar dari area rumah sakit ini, meski berat. Ia tahu bahwa Byanca akan baik-baik saja dan yang terpenting bahwa Byanca akan menunggunya. Brukk
Bian tak terlalu mengindahkan perkataan Max. Mau Max melakukan apapun, dia tahu bahwa dia berada di pihak Dewo. Tidak mungkin Dewo akan diam saja jika ia diperlakukan buruk oleh Max. Yang ada dipikirannya hanya berupa merealisasikan rencana Dewo. Oleh sebab itu ia mengemudikan mobilnya ke suatu tempat.Sudah lama rasanya ia tidak ke rumah ini, mungkin sejak perpisahannya dengan Byanca. Dulu, rumah ini adalah tempat berkumpul keluarga mereka. Banyak canda dan tawa yang dibangun bersama. Rumah yang ditinggali kedua orang tuanya yaitu Bunda dan Daddy Rams. Bila diingat-ingat sudah lama rasanya ia tak melihat kehadiran Daddy Rams atau sebenarnya terjadi sesuatu dalam rumah tangga mereka. Sebagai anak, Bian merasa bahwa ia terlalu jauh dengan orang tuanya sendiri. Bunda tidak pernah menunjukkan kesedihannya dan tak pernah pula menceritakan tentang rumah tangganya.Menekan bel setelah beberapa saat tampak belum ada sahutan. Aneh, tak biasanya rumah dibiarkan berantakan. Deda
Bema melirik jam di pergelangan tangannya, terhitung sudah lima belas menit ia berada di café ini untuk menunggu Bian. Banyak hal yang ingin ia diskusikan kepada kakak tertuanya itu. Setelah menikah, mereka jarang bertemu ditambah lagi dengan kejadian yang menimpa Byanca. Sebagai mantan adik ipar, Bema merasakan khawatir terhadap Byanca terlebih lagi istrinya; Angel selalu menangis ketika bercerita tentang Byanca.“Bem,” Bian menepuk pundak Bema kemudian duduk di depan Bema. Secangkir Americano latte sudah terhidang. Bian tersenyum mengetahui bahwa Bema masih mengingat minuman favoritnya. Hal sederhana yang membuatnya merasa bahagia.“Mas, kenapa lama sekali?” Bema menggerutu sambil memperhatikan jam di pergelangan tangannya.Bian menghela napas kemudian bersandar pada punggung sofa, “Mas hanya telat 10 menit bukan 10 tahun.”“Ya, tapi sama saja, Mas. Ah, sudahlah! Aku tidak memiliki waktu banyak, Mas,&rdqu
Seuntai harapan Bian agar bisa bertemu Daddy kian menipis. Ia telah menyisir seluruh daerah Jakarta dan juga meminta bantuan hacker namun belum juga mendapatkan sinyal. Jika Daddy ingin pergi tanpa jejak pasti karena ada sesuatu. Bian diam-diam mempelajari permasalahan bangkrutnya perusahaan Daddy.“Jadi, maksudmu Papi Dewo sengaja menjual saham itu agar menggulingkan Daddy Rams?” tanya Bian pada anak buahnya.Anak buahnya itu mengangguk karena memang begitu hasil penyelidikannya. Ia telah bekerja mati-matian demi mengumpulkan informasi.Bian menumpukkan kepalanya di atas tangan. Ia merasa frustrasi. Entah permainan siapa yang akan diikuti, entah siapa sebenarnya pemain dan korban di sini? Bian terlena dengan perintah Papi Dewo sampai ia mengetahui bahwa kepergian Daddy Rams juga ada sangkut pautnya dengannya. Sebenarnya permasalahan apa mereka?“Apakah mereka bertengkar murni karena perceraianku dan Byanca?” tanya Bian.Ana
Atas informasi yang ia dapatkan bahwa Daddy Rams berada di Singapore, maka di hari yang sama Bian memutuskan untuk terbang ke Singapore. Mengenai pilihan yang ambigu tentang harus memilih keinginan Papi Dewo atau tidak. Ia memilih untuk bertemu langsung dengan Daddy Rams. Ada beberapa kesimpang siuran di kepalanya yang butuh diluruskan.Selama kurang lebih 2 jam di udara, Bian telah tiba di Bandara International Changi. Hal yang pertama kali dilakukan adalah menunggu supir hotel, ia telah melakukan pemesanan sejak dari Jakarta. Bian berdiri di lobby bandara sambil memperhatikan mobil yang lewat. Ketika Bian hendak mengambil ponsel di tasnya seorang pemuda menabrak bahunya sehingga tas yang dikenakan pun jatuh.“Sorry… sorry, bro.” Pemuda itu menangkupkan kedua tangannya kemudian ia mengutip barang-barang Bian.Bian yang kesal hanya memperhatikan pemuda itu mengutipi barang-barangnya. Ia ingin sekali mengomeli pemuda ini tetapi ia sadar bahwa i
Berbeda dengan Bian, Archi terus berupaya kabur dari kejaran pria-pria itu. Ia terus berlari mengitari bandara. Fokusnya ke depan dan sesekali menoleh ke belakang untuk melihat jaraknya dengan pria-pria tersebut. Ketika ia sedang memperhatikan ke belakang, ia tak sengaja menabrak segerombolan orang hingga mengakibatkan kerusuhan. Badannya bernasib di lantai dan beberapa barang orang yang ditabrak juga berhamburan. Amukan dari orang tersebut didapatkan. Archi berusaha untuk mengutip barang-barang tersebut sembari terus meminta maaf, sama halnya seperti yang ia lakukan kepada Bian tadi.“I’m sorry.” Ia menangkupkan kedua tangannya. Archi terus mengutip barang-barang tersebut dengan banjiran omelan. Ketika sedang asyik dengan kegiatannya, tangan Archi ditarik ke atas. Dengan keterkejutan, Archi mendongakkan wajahnya.“Where do you want to go?”Ternyata orang itu adalah salah seorang pria yang mengejarnya tadi. Archi merasa kecolongan s
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t