Arinda menahan napas saat tangan Elang memeluk erat pinggangnya. Ia kaget, tapi juga senang. Apalagi Elang mengakuinya sebagai pacar. Seketika tubuhnya menegang dan jantungnya pun berdetak cepat. Ini pertama kali baginya mendapat sentuhan intim dari Elang dan ia masih belum tahu maksud lelaki itu melakukan hal tersebut."Elang, apa benar yang kamu bilang barusan? Kamu dan Arinda pacaran?""Iya, Ma, aku dan Arinda pacaran. Jadi Mama nggak usah repot-repot nyari jodoh buat aku."Elang menjawab pertanyaan Rahma yang sudah berdiri di hadapan, tapi tatapannya tajam mengarah ke Ayara. Ia kesal dan tidak terima dituduh sebag
"Lang, kamu nggak lagi bohongin Mama, 'kan?"Dahi Elang mengernyit. Ia sedang mencerna pertanyaan yang dilontarkan Rahma. Ia belum tahu arah pertanyaan itu ke mana. "Maksud Mama apa?""Itu lho, soal kamu yang pacaran sama Arinda."Elang berdeham alih-alih terbatuk karena mendengar ucapan Rahma. Ternyata Rahma masih meragukan tentang kebenaran hubungan asmaranya dengan Arinda. Namun, sebisa mungkin ia akan membuat mamanya yakin bahwa ia memang benar-benar sedang menjalin hubungan asmara dengan Arinda, bukan lagi hubungan kakak adik.
Seorang lelaki berusia empat puluhan masuk ke ruang kerja Elang. Lelaki bernama Fadli yang menjabat sebagai HRD Manager di perusahaan itu membawa sebuah amplop coklat besar yang berisi berkas lamaran pekerjaan dari seseorang."Selamat siang, Pak," sapanya pada Elang."Siang." Elang mengalihkan pandangan dari layar laptop ke arah Pak Fadli yang sudah berdiri di depan mejanya. "Duduk.""Terima kasih," ucap Pak Fadli sambil menarik sebuah kursi, kemudian mendudukinya."Jadi, gimana? Apa Bapak sudah mendapatkan pengga
Elang membuntuti sebuah taksi yang mengangkut Arinda. Ia gagal mengejar gadis itu karena Andre mencegahnya pergi dan memohon untuk kembali ke atas panggung, tapi tentu saja ia menolak. Saat ini ia hanya ingin menghibur Arinda bukan pengunjung kafe. Ia tahu Arinda pasti patah hati dan ia juga tahu bagaimana rasanya itu. Sakit. Lebih parahnya, ia yang telah mematahkan hati gadis itu.Kakak, I love you ...Pengakuan cinta dari Arinda terus terngiang-ngiang di telinga Elang. Ia masih tidak percaya bahwa Arinda mencintainya, padahal selama ini ia mengira gadis itu selalu menganggapnya sebagai seorang kakak. Ini sungguh mengejutkan.
Setiap orang yang berpapasan dengannya tersenyum, menyapa atau hanya mengangguk sopan sebagai tanda hormat sepanjang ia berjalan dari pintu masuk menuju meja resepsionis. Tentu saja tanpa sungkan ia membalas dengan senyum ramah.Melinda, si resepsionis tersenyum semringah saat melihat sang wakil direktur yang rupawan itu berjalan ke arahnya. Tidak biasanya lelaki bertubuh jangkung itu mendatangi mejanya. Biasanya hanya sekadar lewat sambil tersenyum seperlunya."Selamat pagi, Melinda," ucap lelaki berkemeja dark burgundy itu setelah melihat sekilas name tag yang tersemat di dada kiri Melinda."Selamat pagi, Pak," bala
Elang pernah memuji-muji Sarah sebagai perempuan yang mandiri, tidak merepotkan dan bla bla bla. Ok, cukup. Arinda tidak ingin dibanding-bandingkan dengan Sarah. Kini saatnya ia menunjukkan pada Elang bahwa ia bukan gadis manja yang selalu ingin diantar-jemput jika akan atau sedang bepergian. Ia juga bisa mandiri. Maka dari itu ia mengenyahkan rasa takut yang selama ini menggelayuti diri saat akan belajar berkendara. Kini tekadnya sudah bulat, ia harus bisa mengendarai kendaraan sendiri agar Elang tak lagi menganggapnya sebagai gadis manja - ralat - pacar manja.Pertama-tama, Arinda memilih untuk belajar mengendarai motor. Jika kelak sudah lancar, barulah ia beralih belajar mengendarai mobil. Ia menunjuk Bi Titin sebagai gurunya.
"Sayang, katanya badannya pada sakit? Kok, bukannya istirahat malah lagi ngapain, tuh?"Yulia menghampiri Arinda yang tengah duduk bersandar di tempat tidur sambil serius menggambar sesuatu di atas sketch book."Cuma ngegambar kok, Ma."Arinda terus melanjutkan kegiatan yang sejak kecil sudah menjadi hobinya. Maklum, profesi kedua orang tuanya bergelut dengan gambar-menggambar, jadi bakat itu menurun padanya. Saat masih duduk di bangku TK sampai SD, ia selalu menjadi juara lomba menggambar baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar sekolah.
"Kenapa, lo? Abis ketemu yayang, kok kusut gitu?"Elang menghempaskan tubuh di atas sofa yang diduduki Arya. Ia bergabung bersama saudara kembarnya yang tengah serius menatap layar laptop. Bukan sedang mengerjakan sesuatu, tapi lebih tepatnya sedang bermain game."Lo udah tau ya, kalo tadi sore gue yang nolongin Arinda dan gue gendong dia, terus akhirnya terjadilah keributan antara lo dan Arinda karena lo cemburu. Makanya sekarang muka lo kusut kayak kertas abis diremes-remes, terus dibuang ke tempat sampah. Hahaha."Arya terus saja mengoceh sambil memperhatikan Elang yang duduk setengah berbaring di sebelahnya. Game
Semua mata tertuju pada Arinda yang baru saja tiba di halaman belakang rumahnya di mana acara lamaran digelar. Tak terkecuali sang calon mempelai pria yaitu Elang. Lelaki itu seakan tak bisa berkedip memandangi sang calon istri yang hari ini terlihat begitu cantik.Bisik-bisik pun mulai terdengar. Utamanya dari pihak keluarga calon mempelai pria. Mereka saling berbisik memuji kecantikan Arinda.Di hari istimewanya ini Arinda yang sudah cantik semakin terlihat cantik dengan riasan wajahflawless, rambut disanggul modern dan tubuh dibalut kebaya berwarnababyblueberpadu dengan bawahan berupa kain batik."Cantik ya...""Elang-nya ganteng, calon istrinya juga cantik. Cocok."
Arinda menatap Elang dengan tatapan tak percaya sambil perlahan-lahan melepaskan kedua tangan yang mendekap tubuh lelaki itu.Tidak, tidak, tidak!Kepala Arinda menggeleng samar. Tidak mungkin Elang menyatakan cinta padanya karena memang lelaki itu tidak mencintainya. Yang ia tahu cinta dan hati Elang hanyalah untuk Sarah seorang, tidak untuk perempuan lain apalagi perempuan itu dirinya. Ia hanya dianggap sebagai adik, gadis kecil oleh Elang. Tak lebih."Ya, Arinda.I love you as a man loves a woman," ucap Elang sambil menyentuh kedua pundak Arinda seolah-olah ingin menepis ketidak percayaan gadis itu yang terpancar jelas dari sorot matanya."Nggak mungkin. Kakak pasti lagi becanda," balas Arinda dengan suara lirih semen
"Sayang, terima kasih ...," ucap Arya sambil tersenyum dan menatap sendu Arinda.Arinda tersipu malu. Tanpa direncanakan akhirnya ia menyatakan cinta pada Arya, calon suaminya. Mmm ... calon suami? Ia tersenyum sementara hatinya dipenuhi bunga-bunga indah bermekaran."... untuk sudah mencintai dan menerima Aa menjadi calon suami kamu," sambungnya berbisik membuat Arinda semakin tersipu."Aku juga berterima kasih sama Aa karna udah mencintaiku, memilihku sebagai calon istri Aa dan untuk cincin ini," balas Arinda sambil tersenyum manis dan mengangkat tangan kirinya menunjukkan cincin yang yang tersemat di jari manis."Kamu suka?"Arinda mengangguk sambil matanya memandangi cincin yang
Langit terlihat terang penuh dengan bintang. Air laut pun begitu tenang, memantulkan bayangan gedung-gedung di sekitar yang diterangi cahaya lampu warna-warni.Sungguh malam yang indah. Akan lebih indah jika Arinda ada bersamanya kini. Duduk berdua di atas bebatuan di tepi pantai.Elang menatap hamparan air laut di depannya sambil menikmati sebatang rokok. Sejak putus dari Arinda ia akrab lagi dengan barang yang dapat membunuhnya secara perlahan-lahan itu. Sama seperti dulu saat Sarah meninggalkannya dan memang karena frustrasi akibat ditinggalkan Sarah lah ia jadi mulai mengenal rokok dan mengkonsumsinya. Tapi itu tak berlangsung lama. Rahma memarahinya habis-habisan. Mamanya itu sangat benci pada rokok dengan alasan dapat merusak kesehatan.Setelah sekian lama akhirnya ia kembali men
Lagi meluk kamuO, ya! Tentu saja!Arinda merutuki dirinya sendiri dalam hati. Ia begitu bodoh. Mengapa hal tersebut harus ditanyakan? Sudah jelas Arya sedang memeluknya mesra dari belakang. Biasanya adegan seperti ini sering ia lihat di drama-drama Korea dan sekarang ia dan Arya beradegan seperti itu.Tidak! Ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Arya sudah melakukan pelanggaran. Bagaimana jika Bi Titin melihatnya lalu melaporkan pada kedua orang tuanya? Arinda bisa habis dimarahi. Lagipula ia tak menyangka Arya berani melakukannya di sini, di rumahnya. Apa karena lelaki itu tahu bahwa orang tuanya sedang tidak ada?"Aa ...""Ya, Sayang ..."
'Happy birthday, Aa ... Semoga makin cinta dan sayang sama aku :)'Arinda sengaja bangun pada jam dua belas malam dengan bantuan alarm hanya agar bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Arya, kekasihnya.Rasa cinta untuk Arya darinya memang belum ada tapi ia mulai nyaman menjalani hubungan dengan saudara kembar mantan pacarnya itu. Bagaimana tidak, lelaki itu sangat perhatian dan memahaminya. Ia yakin seiring berjalannya waktu rasa itu akan tumbuh untuk Arya dan ia tak akan menyia-nyiakan lelaki yang mencintainya dengan sepenuh hati.'Thanks,Sayang. Harapan kamu udah terkabul bahkan sebelum kamu mengharapkannya :)'Arinda tersenyum membaca balasan pesan dari Arya. Ia berniat membal
Arinda menangis sampai ia kelelahan lalu tertidur.Suara ketukan di pintu kamar dan suara Yulia yang memanggil-manggil namanya membuat Arinda terbangun. Ia agak bingung, ini pagi hari kah? Ia melihat ke arah jendela, langit sudah gelap. Kamarnya juga remang-remang karena lampu belum dinyalakan.Tidur di sore hari membuat Arinda linglung tapi kemudian ia sadar bahwa waktu sudah menjelang malam alias maghrib. Ia juga ingat tadi ia menangis karena ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut Elang.Kakaknggaksukakalokamujadiperempuangampangan...Hatinya sakit sekali. Ia masih tak percaya jika kata-kata itu Elang yang mengu
Hari ini Arya berhasil membuat Arinda seperti penderitastrokedan jantung. Tubuhnya lumpuh tak bisa bergerak dan mulutnya sulit untuk mengucap sementara jantungnya terus berdetak cepat. Bayangkan saja, lelaki itu menyatakan cinta padanya dengan cara berbisik mesra di telinga membuat bulu kuduknya meremang."Arinda, kamu nggak papa?"Arya tak lagi memanggil gadis yang dicintainya itu dengan sebutan 'Neng', kini ia mulai memanggilnya Arinda. Nama yang indah seindah pemiliknya dan mirip seperti namanya, Ariandra.Arya mengucapkan pertanyaan tersebut karena khawatir melihat Arinda yang masih saja diam dengan tatapan mata kosong. Sepertinya Arinda masih dalam keadaanshocked."Arinda ...," panggil Arya sam
Tekan,jangan...Tekan,jangan...Tekan!Setelah menyingkirkan rasa ragu-ragu Arinda kini mantap menekan bel yang terpasang di samping kiri pintu rumah keluarga Elang. Ia datang kemari untuk menjenguk Arya yang katanya sedang sakit perut. Hampir saja ia membatalkan niatnya tersebut karena lagi-lagi pikirannya diracuni oleh omongan Erika tentang kemungkinan Arya memiliki rasa padanya. Tentu saja ia jadikepikirandan akhirnya ia merasa canggung pada saudara kembar mantan pacarnya itu. Tapi kemudian ia tersadar, ia tak boleh terlaluge-erdan percaya diri.Ting tong