Setiap orang yang berpapasan dengannya tersenyum, menyapa atau hanya mengangguk sopan sebagai tanda hormat sepanjang ia berjalan dari pintu masuk menuju meja resepsionis. Tentu saja tanpa sungkan ia membalas dengan senyum ramah.Melinda, si resepsionis tersenyum semringah saat melihat sang wakil direktur yang rupawan itu berjalan ke arahnya. Tidak biasanya lelaki bertubuh jangkung itu mendatangi mejanya. Biasanya hanya sekadar lewat sambil tersenyum seperlunya."Selamat pagi, Melinda," ucap lelaki berkemeja dark burgundy itu setelah melihat sekilas name tag yang tersemat di dada kiri Melinda."Selamat pagi, Pak," bala
Elang pernah memuji-muji Sarah sebagai perempuan yang mandiri, tidak merepotkan dan bla bla bla. Ok, cukup. Arinda tidak ingin dibanding-bandingkan dengan Sarah. Kini saatnya ia menunjukkan pada Elang bahwa ia bukan gadis manja yang selalu ingin diantar-jemput jika akan atau sedang bepergian. Ia juga bisa mandiri. Maka dari itu ia mengenyahkan rasa takut yang selama ini menggelayuti diri saat akan belajar berkendara. Kini tekadnya sudah bulat, ia harus bisa mengendarai kendaraan sendiri agar Elang tak lagi menganggapnya sebagai gadis manja - ralat - pacar manja.Pertama-tama, Arinda memilih untuk belajar mengendarai motor. Jika kelak sudah lancar, barulah ia beralih belajar mengendarai mobil. Ia menunjuk Bi Titin sebagai gurunya.
"Sayang, katanya badannya pada sakit? Kok, bukannya istirahat malah lagi ngapain, tuh?"Yulia menghampiri Arinda yang tengah duduk bersandar di tempat tidur sambil serius menggambar sesuatu di atas sketch book."Cuma ngegambar kok, Ma."Arinda terus melanjutkan kegiatan yang sejak kecil sudah menjadi hobinya. Maklum, profesi kedua orang tuanya bergelut dengan gambar-menggambar, jadi bakat itu menurun padanya. Saat masih duduk di bangku TK sampai SD, ia selalu menjadi juara lomba menggambar baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar sekolah.
"Kenapa, lo? Abis ketemu yayang, kok kusut gitu?"Elang menghempaskan tubuh di atas sofa yang diduduki Arya. Ia bergabung bersama saudara kembarnya yang tengah serius menatap layar laptop. Bukan sedang mengerjakan sesuatu, tapi lebih tepatnya sedang bermain game."Lo udah tau ya, kalo tadi sore gue yang nolongin Arinda dan gue gendong dia, terus akhirnya terjadilah keributan antara lo dan Arinda karena lo cemburu. Makanya sekarang muka lo kusut kayak kertas abis diremes-remes, terus dibuang ke tempat sampah. Hahaha."Arya terus saja mengoceh sambil memperhatikan Elang yang duduk setengah berbaring di sebelahnya. Game
Ini hari kedua Elang membuntuti Sarah.Kemarin Elang membuntuti Sarah dari toko bunga, tempat mereka bertemu lagi setelah tujuh tahun berpisah. Ia ingat saat itu si penjaga toko mengatakan pada Sarah bahwa bunga melati pesanannya bisa diambil di Rabu sore. Dari ingatan itu muncul ide dalam kepala Elang untuk membuntuti Sarah secara diam-diam. Ia hanya ingin tahu di mana mantan pacarnya itu tinggal sekarang. Apakah Sarah kembali tinggal di rumah orang tuanya yang dulu pernah ia kunjungi beberapa kali saat masih berpacaran ataukah tinggal di tempat lain?Dari hasil aksi memata-matai Sarah kemarin, Elang jadi tahu bahwa perempuan berjilbab itu tinggal di sebuah rumah sederhana nan asri di tengah kota bersama kedua a
Elang menggedor-gedor pintu kamar Arya sambil memanggil-manggil saudara kembarnya itu."Apaan, sih?" Wajah kesal Arya muncul dari balik pintu. Sebagian tubuhnya hanya dibalut dengan handuk. Ia baru saja selesai mandi."Ini." Elang menyodorkan ponsel. "Arinda nelpon. Sekarang waktunya lo beraksi."Raut wajah Arya berubah menjadi semringah. Segera ia terima ponsel tersebut. Semalam ia setuju untuk menyamar sebagai Elang di hadapan Arinda saja atas permintaan saudara kembarnya itu. Ia menyanggupinya karena tertarik pada Arinda. Ini pasti bakal menyenangkan, pikirnya.
Sebelum keluar dari kamar, sekali lagi Arinda memperhatikan bayangannya di cermin yang menyatu dengan lemari pakaian. Ia memeriksa kembali penampilannya. Apakah ada yang kurang dan ternyata tidak. Semuanya sudah sempurna. Mulai dari rambut, riasan wajah, pakaian, hingga alas kaki. Sekarang ia siap untuk pergi.Dengan langkah perlahan Arinda menuruni satu per satu anak tangga yang membawanya ke ruang tamu, di mana sang kekasih telah duduk menunggu. Ada rasa gugup, juga rasa malu yang menghinggapi dirinya. Gugup karena untuk pertama kali ia akan bertemu dengan keluarga besar Elang, dan malu akibat kejadian tempo hari. Kejadian cium pipi itu.Sejak saat itu untuk sementara Arinda jadi berhenti menghubungi Elang, bai
Jika saja Arinda tidak menyadari bahwa lelaki yang kemarin mengantarnya ke kampus adalah Arya, bukan Elang, maka malam ini akan menjadi malam indah baginya. Bagaimana tidak, acara makan malam ini begitu menyenangkan dan berkesan. Keluarga besar Elang menerimanya dengan sangat baik dan Elang memperlakukannya sangat manis di depan mereka. Namun sayang, semua itu seakan tak berarti saat tahu bahwa ia telah dibohongi.Kini di atas tempat tidur, Arinda berbaring sambil termenung. Dalam kepalanya berkecamuk pikiran tentang Elang dan Arya. Bertanya-tanya mengapa duo kembar itu tega menipunya. Apa tujuan mereka melakukan itu semua? Ia sungguh tak mengerti. Meski begitu ia berpura-pura tidak mengetahui. Ia bersikap biasa saja tadi, seperti tak terjadi apa-apa hingga Elang mengantarkannya pulang.
Semua mata tertuju pada Arinda yang baru saja tiba di halaman belakang rumahnya di mana acara lamaran digelar. Tak terkecuali sang calon mempelai pria yaitu Elang. Lelaki itu seakan tak bisa berkedip memandangi sang calon istri yang hari ini terlihat begitu cantik.Bisik-bisik pun mulai terdengar. Utamanya dari pihak keluarga calon mempelai pria. Mereka saling berbisik memuji kecantikan Arinda.Di hari istimewanya ini Arinda yang sudah cantik semakin terlihat cantik dengan riasan wajahflawless, rambut disanggul modern dan tubuh dibalut kebaya berwarnababyblueberpadu dengan bawahan berupa kain batik."Cantik ya...""Elang-nya ganteng, calon istrinya juga cantik. Cocok."
Arinda menatap Elang dengan tatapan tak percaya sambil perlahan-lahan melepaskan kedua tangan yang mendekap tubuh lelaki itu.Tidak, tidak, tidak!Kepala Arinda menggeleng samar. Tidak mungkin Elang menyatakan cinta padanya karena memang lelaki itu tidak mencintainya. Yang ia tahu cinta dan hati Elang hanyalah untuk Sarah seorang, tidak untuk perempuan lain apalagi perempuan itu dirinya. Ia hanya dianggap sebagai adik, gadis kecil oleh Elang. Tak lebih."Ya, Arinda.I love you as a man loves a woman," ucap Elang sambil menyentuh kedua pundak Arinda seolah-olah ingin menepis ketidak percayaan gadis itu yang terpancar jelas dari sorot matanya."Nggak mungkin. Kakak pasti lagi becanda," balas Arinda dengan suara lirih semen
"Sayang, terima kasih ...," ucap Arya sambil tersenyum dan menatap sendu Arinda.Arinda tersipu malu. Tanpa direncanakan akhirnya ia menyatakan cinta pada Arya, calon suaminya. Mmm ... calon suami? Ia tersenyum sementara hatinya dipenuhi bunga-bunga indah bermekaran."... untuk sudah mencintai dan menerima Aa menjadi calon suami kamu," sambungnya berbisik membuat Arinda semakin tersipu."Aku juga berterima kasih sama Aa karna udah mencintaiku, memilihku sebagai calon istri Aa dan untuk cincin ini," balas Arinda sambil tersenyum manis dan mengangkat tangan kirinya menunjukkan cincin yang yang tersemat di jari manis."Kamu suka?"Arinda mengangguk sambil matanya memandangi cincin yang
Langit terlihat terang penuh dengan bintang. Air laut pun begitu tenang, memantulkan bayangan gedung-gedung di sekitar yang diterangi cahaya lampu warna-warni.Sungguh malam yang indah. Akan lebih indah jika Arinda ada bersamanya kini. Duduk berdua di atas bebatuan di tepi pantai.Elang menatap hamparan air laut di depannya sambil menikmati sebatang rokok. Sejak putus dari Arinda ia akrab lagi dengan barang yang dapat membunuhnya secara perlahan-lahan itu. Sama seperti dulu saat Sarah meninggalkannya dan memang karena frustrasi akibat ditinggalkan Sarah lah ia jadi mulai mengenal rokok dan mengkonsumsinya. Tapi itu tak berlangsung lama. Rahma memarahinya habis-habisan. Mamanya itu sangat benci pada rokok dengan alasan dapat merusak kesehatan.Setelah sekian lama akhirnya ia kembali men
Lagi meluk kamuO, ya! Tentu saja!Arinda merutuki dirinya sendiri dalam hati. Ia begitu bodoh. Mengapa hal tersebut harus ditanyakan? Sudah jelas Arya sedang memeluknya mesra dari belakang. Biasanya adegan seperti ini sering ia lihat di drama-drama Korea dan sekarang ia dan Arya beradegan seperti itu.Tidak! Ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Arya sudah melakukan pelanggaran. Bagaimana jika Bi Titin melihatnya lalu melaporkan pada kedua orang tuanya? Arinda bisa habis dimarahi. Lagipula ia tak menyangka Arya berani melakukannya di sini, di rumahnya. Apa karena lelaki itu tahu bahwa orang tuanya sedang tidak ada?"Aa ...""Ya, Sayang ..."
'Happy birthday, Aa ... Semoga makin cinta dan sayang sama aku :)'Arinda sengaja bangun pada jam dua belas malam dengan bantuan alarm hanya agar bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Arya, kekasihnya.Rasa cinta untuk Arya darinya memang belum ada tapi ia mulai nyaman menjalani hubungan dengan saudara kembar mantan pacarnya itu. Bagaimana tidak, lelaki itu sangat perhatian dan memahaminya. Ia yakin seiring berjalannya waktu rasa itu akan tumbuh untuk Arya dan ia tak akan menyia-nyiakan lelaki yang mencintainya dengan sepenuh hati.'Thanks,Sayang. Harapan kamu udah terkabul bahkan sebelum kamu mengharapkannya :)'Arinda tersenyum membaca balasan pesan dari Arya. Ia berniat membal
Arinda menangis sampai ia kelelahan lalu tertidur.Suara ketukan di pintu kamar dan suara Yulia yang memanggil-manggil namanya membuat Arinda terbangun. Ia agak bingung, ini pagi hari kah? Ia melihat ke arah jendela, langit sudah gelap. Kamarnya juga remang-remang karena lampu belum dinyalakan.Tidur di sore hari membuat Arinda linglung tapi kemudian ia sadar bahwa waktu sudah menjelang malam alias maghrib. Ia juga ingat tadi ia menangis karena ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut Elang.Kakaknggaksukakalokamujadiperempuangampangan...Hatinya sakit sekali. Ia masih tak percaya jika kata-kata itu Elang yang mengu
Hari ini Arya berhasil membuat Arinda seperti penderitastrokedan jantung. Tubuhnya lumpuh tak bisa bergerak dan mulutnya sulit untuk mengucap sementara jantungnya terus berdetak cepat. Bayangkan saja, lelaki itu menyatakan cinta padanya dengan cara berbisik mesra di telinga membuat bulu kuduknya meremang."Arinda, kamu nggak papa?"Arya tak lagi memanggil gadis yang dicintainya itu dengan sebutan 'Neng', kini ia mulai memanggilnya Arinda. Nama yang indah seindah pemiliknya dan mirip seperti namanya, Ariandra.Arya mengucapkan pertanyaan tersebut karena khawatir melihat Arinda yang masih saja diam dengan tatapan mata kosong. Sepertinya Arinda masih dalam keadaanshocked."Arinda ...," panggil Arya sam
Tekan,jangan...Tekan,jangan...Tekan!Setelah menyingkirkan rasa ragu-ragu Arinda kini mantap menekan bel yang terpasang di samping kiri pintu rumah keluarga Elang. Ia datang kemari untuk menjenguk Arya yang katanya sedang sakit perut. Hampir saja ia membatalkan niatnya tersebut karena lagi-lagi pikirannya diracuni oleh omongan Erika tentang kemungkinan Arya memiliki rasa padanya. Tentu saja ia jadikepikirandan akhirnya ia merasa canggung pada saudara kembar mantan pacarnya itu. Tapi kemudian ia tersadar, ia tak boleh terlaluge-erdan percaya diri.Ting tong