Share

1

last update Last Updated: 2021-09-10 12:42:39

"Arinda, aku cinta kamu."

Dari gelagat dan perhatian lebih yang diberikan Ferdi, Arinda tahu bahwa teman sekelasnya itu memendam rasa cinta padanya. Jadi ia tidak terkejut saat mendengar ungkapan yang baru saja keluar dari mulut Ferdi. Namun, ia tetap menghargai keberanian Ferdi datang ke rumah malam ini untuk jujur mengakui perasaannya.

"Aku mau kamu jadi istriku."

Mata Arinda seketika terbelalak mendengar kalimat kedua yang diucapkan Ferdi. Apakah baru saja dirinya sedang dilamar? Bukankah kalimat itu terdengar seperti sebuah lamaran? Wow! Ferdi benar-benar seorang gentleman sejati. Sekali jatuh cinta pada seorang perempuan, ia langsung melamarnya. Mungkinkah pemuda seusianya itu terinspirasi dari sosok anak seorang ustaz ternama yang berani menikah di usia masih sangat muda?

Andaikan Arinda memiliki perasaan sama seperti Ferdi, ia pasti langsung menerima lamaran tersebut. Apalagi selain berwajah cukup tampan, berpenampilan keren, dan baik hati, Ferdi pun sudah memiliki bisnis sendiri meski belum lulus kuliah. Ia yang orang tuanya merupakan pengusaha restoran sudah memiliki dua buah outlet distro di kota ini. Arinda yakin di kemudian hari Ferdi akan menjadi seorang pengusaha sukses. Karena itulah ia berani untuk tak hanya sekadar menyatakan cinta, tapi juga melamar perempuan yang dicintainya.

"Kalau kamu setuju dan bersedia, sekarang juga aku akan ngomong langsung sama orang tua kamu."

Belum reda keterkejutan Arinda, Ferdi sudah menambahnya lagi. Kini ia tidak bisa santai saja seperti tadi, entah kenapa jantungnya mulai berdetak cepat. Itu wajar terjadi karena baru kali ini ia dilamar.

Ferdi sudah berkata jujur tentang perasaannya. Kini giliran Arinda yang harus berkata jujur pada pemuda itu. Bagian inilah yang tidak disukai Arinda jika ada seorang laki-laki yang menyatakan cinta padanya yaitu penolakan. Ferdi bukanlah laki-laki pertama yang menyatakan cinta padanya, tapi sudah tentu yang pertama melamarnya. Kali ini Ferdi dengan lapang dada harus menerima penolakan darinya seperti yang terjadi pada beberapa laki-laki terdahulu.

Arinda mencoba menenangkan diri dan menormalkan kembali detak jantungnya sebelum memberikan jawaban pada Ferdi. Sungguh, ia benar-benar tidak suka melakukan penolakan ini, tapi mau bagaimana lagi? Walaupun laki-laki yang datang melamarmu berhati baik dan berwajah tampan serta memiliki kelebihan-kelebihan lain, tapi jika hatimu tidak mencintainya, semua itu tidak bisa dengan mudah mengubah kata 'tidak' menjadi 'iya'.

Arinda menarik napas lalu mengembuskannya perlahan sebelum berkata, "Ferdi, terima kasih kamu udah mencintai aku dan berniat menjadikanku sebagai istri kamu. Jujur, aku sangat terkejut dan juga tersanjung."

Arinda tersenyum seraya menatap wajah Ferdi. Ia ingin tahu reaksi laki-laki itu setelah mendengar pembukaan dari pembicaraannya. Jika Ferdi adalah laki-laki yang cerdas dan peka, pasti dengan cepat memahami apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh lawan bicara. Sepertinya Ferdi termasuk ke dalam tipe laki-laki yang seperti itu. Lihat saja, kekecewaan mulai terlukis di wajahnya.

"Kamu tahu? Kamu laki-laki pertama yang melamarku dan aku sangat menghargai keberanian kamu. Enggak banyak laki-laki yang berani ngelakuin hal yang sama kayak apa yang kamu lakuin barusan. Apalagi kamu terbilang masih muda banget. Aku salut sama kamu, Fer, tapi ...."

Ferdi terlihat lesu dan tak bersemangat saat mendengar kata 'tapi' yang diucapkan Arinda setelah gadis itu memujinya. Apalah arti dari sebuah pujian jika akhirnya kata penolakan yang harus didengar.

"Aku tahu, Arinda. Kamu menolak cinta dan lamaranku, 'kan?"

Dari pada mendengar langsung penolakan dari mulut orang yang dicintainya, lebih baik ia yang mengatakannya terlebih dahulu.

Arinda menunduk. Ferdi bisa melihat gadis itu mengangguk walau sangat samar. Tebakannya benar.

"Boleh aku tahu alasannya?"

Ferdi ingin tahu mengapa Arinda menolaknya sementara banyak gadis di luar sana yang menginginkan dirinya. Ia yakin Arinda juga mencintainya hanya karena gadis berambut panjang bergelombang itu selalu bersikap baik padanya. Ah, ia memang terlalu percaya diri dan juga bodoh. Masa hanya karena selalu bersikap baik, seseorang sedang mencintaimu? Yang benar saja.

"Aku udah mencintai laki-laki lain," jawab Arinda jujur.

"Oh, begitu."

Ferdi tersenyum kecut. Ia tahu Arinda mengatakan alasan yang sebenarnya, ia bisa melihatnya dari mata gadis itu. Ia tak menyangka Arinda akan berkata jujur mengenai alasan atas penolakannya. Ia kira fokus mengerjakan skripsi akan dijadikan alasan oleh Arinda. Ia semakin kagum pada Arinda. Lalu siapakah laki-laki yang beruntung mendapatkan cinta Arinda? Sebenarnya ia ingin tahu tapi, ya sudahlah. Lagipula untuk apa? Tak ada untungnya, yang ada malah hatinya semakin sakit nanti.

"Maaf ya, Fer."

"Iya, Arinda, nggak papa. Aku nggak mau maksa."

Ferdi berusaha untuk tetap tegar dengan menampilkan seulas senyum yang tentu saja berbeda dari senyum sebelumnya. Kali ini senyumnya terlihat lebih tulus walau masih ada semburat kecewa di dalamnya.

"Oke. Kalo gitu aku pulang, ya."

Setelah mengantarkan Ferdi sampai depan rumah, Arinda segera masuk kamar, mengunci pintu, lalu berlari menuju ranjang untuk mengambil ponsel yang tergeletak di sana. Ia tak sabar ingin menceritakan apa yang telah terjadi tadi pada Erika, sahabat baiknya.

"Erikaaaaa. Tadi Ferdi ke rumah dan kamu tau dia ngapain?"

"Pasti dia nembak kamu, 'kan? Keliatan banget kali, kalo dia tuh, suka sama kamu."

Dulu Arinda dan Erika bersekolah di SMA yang sama walau mereka tak pernah satu kelas. Mereka hanya sebatas tahu, tapi tak mengenal secara akrab satu sama lain. Kedekatan dan keakraban mereka justru baru tercipta saat mereka masuk di kampus dan mengambil jurusan yang sama. Tak heran jika Erika tahu bahwa Ferdi menaruh hati pada sahabatnya itu.

Arinda duduk di atas tempat tidur sambil memeluk bantal, lalu meremasnya gemas saat berkata, "Bukan cuma nembak, Ferdi juga ngelamar aku."

"What? Really? Yang bener kamu, Rin?"

"Sumpah. Beneran. Malah dia mau ngomong langsung sama Papa dan Mama."

"Gila Aku nggak nyangka si Ferdi seberani itu. Itu tuh, yang namanya laki-laki sejati, langsung ngajak nikah, bukannya ngajak pacaran. Aku salut sama dia. Terus, kamu terima dia, 'kan?"

"Ya enggaklah. Aku kan, nggak cinta sama dia."

Arinda mendengar Erika menghela napas berat di seberang sana.

"Kamu tuh, aneh, Rin. Kamu terus-terusan nolak cowok yang ngedeketin kamu, tapi kamu sendiri nggak bergerak maju buat nyatain cinta ke cowok yang kamu suka. Kalo begitu terus, kamu bakal jadi jomblo sampe waktu yang nggak bisa ditentuin, tau!"

Arinda tertawa mendengar ucapan Erika, tapi hatinya meringis. Sahabatnya itu benar. Selama ini ia memang hanya bisa menjadi seorang pecinta rahasia tanpa berani mengungkapkan perasaan pada lelaki yang dicintainya. Namun, jika dibilang tidak berani, sebenarnya ia berani dan tidak keberatan jika harus menyatakan cinta terlebih dahulu pada seorang lelaki. Emansipasi perempuan sudah berlaku, 'kan? Hanya saja ia tak ingin dan tak siap jika harus mendengar kata penolakan dari lelaki tersebut karena tahu lelaki pujaan hatinya masih mencintai perempuan lain. Maka dari itu ia lebih memilih memendam perasaan cinta dan menikmatinya sendiri. Entah sampai kapan.

"Mendingan kamu hilangin deh, perasaan cinta kamu buat dia. Jatuh cinta sama cowok yang belum bisa move on dari mantannya itu nggak baik buat kesehatan hati."

"Aku nggak bisa, Ka. Nggak semudah itu. Aku suka sama dia udah lama, dia cinta pertamaku."

"Sampe kapan kamu mau gini terus, sedangkan di luar sana masih banyak cowok yang lebih baik dari dia dan mau sama kamu?"

"Aku nggak tau."

"Hmm, terserah kamu aja, deh."

"Ya iyalah, terserah aku. Masa terserah Boy?"

Erika tertawa, Arinda juga. Lalu mereka melanjutkan obrolan, dari lamaran Ferdi yang ditolak mentah-mentah oleh Arinda hingga judul skripsi Erika yang ditolak mentah-mentah juga oleh dosen pembimbing.

Makhluk bernama perempuan jika sudah mengobrol memang tak kenal waktu. Tanpa terasa Arinda dan Erika sudah satu jam lebih berbicara ngalor-ngidul hingga baterai ponsel Arinda melemah, lalu obrolan seru mereka terpaksa harus dihentikan.

Arinda melihat ke arah jam berbentuk kepala Hello Kitty yang terpaku tepat di atas pintu kamar. Sudah pukul sembilan lebih empat puluh menit. Ia kemudian men-charge ponsel, turun dari ranjang, lalu melangkah ke arah jendela. Ia mengintip dari balik gorden berwarna peach yang ia kuak sedikit. Pandangannya tertuju pada rumah di seberang sana, tempat lelaki yang dicintainya tinggal.

***

Pagi ini Arinda akan berangkat ke kampus. Seperti biasa, ia menumpang mobil Elang untuk bisa sampai ke sana. Sebenarnya bisa saja ia ikut bersama papanya sambil berangkat ke kantor, atau bisa juga meminta tolong mamanya untuk mengantar karena ia tidak bisa berkendara, motor maupun mobil. Bukan apa-apa, ia hanya belum mempunyai keberanian untuk belajar berkendara. Namun, tentu saja hidup tak akan berhenti hanya karena dirimu tak bisa mengendarai motor atau mobil. Tenang saja, akan selalu ada alternatif lain. Hidup kini sudah semakin mudah. Bisa naik ojek, taksi, bus, atau transportasi umum lain. Arinda memilih untuk menumpang pada mobil tetangga yang sudah dianggapnya sebagai kakak, yaitu Elang.

Arinda mencintai Elang. Makanya ia selalu ingin berdekatan dengan lelaki itu. Salah satu caranya yaitu dengan meminta tumpangan sampai ke kampus. Elang sudah pasti tak akan menolak. Dengan senang hati Elang akan mengantarkan adik kesayangannya hingga ke tempat tujuan.

Sambil berlari-lari kecil Arinda menuju mobil berjenis SUV warna hitam yang terparkir tepat di luar pagar rumahnya. Tanpa ragu ia membuka pintunya, lalu masuk. Di balik kemudi terlihat Elang sedang berhadapan dengan ponsel. Entah apa yang dilakukan lelaki itu, tapi kelihatannya serius sekali.

"Lagi ngeliatin apa sih, Kak?"

Elang mengabaikan pertanyaan Arinda, tatapannya masih tertuju pada layar ponsel. Mungkin keberadaan Arinda di sampingnya pun tidak ia sadari.

"Sekarang dia udah pake jilbab. Makin cantik aja," gumam Elang yang hari ini memakai kemeja biru tua yang membuat kulitnya terlihat semakin cerah dan bersih. Ia tersenyum pada layar ponsel yang ada dalam genggaman.

Arinda mendengkus kesal mendengar gumaman Elang. Ia tahu kakaknya itu sedang melakukan apa. Bukan kali ini saja Elang ketahuan, Arinda sudah menangkap basah lelaki itu berkali-kali dengan kasus yang sama, yaitu menguntit media sosial sang mantan. Biasa disebut dengan stalking.

"Kakak, cepet jalan! Aku udah telat, nih."

Suara lantang Arinda membuat Elang sedikit terkejut, lantas segera menghentikan kegiatan stalking-nya, kemudian menyalakan mesin mobil. Ia baru sadar ternyata sudah ada Arinda di jok sebelahnya. Maklum, tadi ia terlalu asyik melihat foto terbaru yang diunggah sang mantan di F******k.

"Arinda, sejak kapan kamu datang?"

"Sejak jaman Fir'aun masih puber."

Jawaban asal bernada sewot yang keluar dari mulut Arinda sontak membuat Elang terbahak. Sementara itu Arinda menggelembungkan pipi karena masih kesal dengan kelakuan Elang yang masih saja suka memata-matai Sarah di sosial media. Entah pelet apa yang digunakan perempuan itu sampai-sampai Elang belum bisa move on. Padahal sudah hampir tujuh tahun berlalu sejak mereka putus secara resmi. Arinda benar-benar cemburu.

"Kalo mau cepat jalan dan nggak mau telat ke kampus, kamu bawa kendaraan sendiri aja. Makanya kamu belajar bawa mobil, atau minimal motor, kek. Biar nggak selalu bergantung sama orang lain kalo mau pergi ke mana-mana."

"Oh, jadi Kakak mulai nggak ikhlas, nggak suka, dan keberatan ditumpangi aku? Ya udah, aku turun aja."

"Arinda, kamu kenapa, sih? Lagi PMS, ya? Dari tadi sewot aja."

Iya, emang. Aku mendadak PMS gara-gara ngelihat kamu lagi nge-stalk akun f******k si mantanmu itu. Euh, menyebalkan!

"Abisnya Kakak gitu, sih."

"Gitu gimana? Kakak kan, cuma kasih saran aja biar kamu mandiri."

Arinda memilih tak menanggapi ucapan Elang. Ia sedang meredakan emosinya dan sepertinya akan naik lagi setelah mendengar ucapan Elang selanjutnya.

"Jadi perempuan tuh, harus mandiri kayak Sarah. Dulu Kakak mau jemput dia buat berangkat bareng ke kampus, dia nggak mau karena bisa bawa kendaraan sendiri. Pokoknya Sarah beda sama perempuan lain yang suka manfaatin pacarnya buat antar-jemput kayak sopir atau tukang ojek pribadi."

Sarah lagi, Sarah lagi. Lagi-lagi Sarah. Sebagian hati Arinda menggerutu sebal. Sebagian lagi merasa sedih karena namanya mungkin tak akan pernah bisa mengganti nama Sarah di hati dan pikiran Elang.

"Kakak merasa aku manfaatin Kakak? Kalo gitu, kenapa aku nggak terima cinta Ferdi aja ya, semalam biar bisa gantiin Kakak antar-jemput aku ke kampus."

Elang menoleh ke arah Arinda. Hari ini ia merasa gadis itu sedang berada dalam suasana hati yang tidak bagus. Dari tadi ucapannya selalu terdengar bernada sewot dan ketus. Setiap apa yang diucapkannya selalu salah di telinga Arinda.

"Sama sekali enggak, Arinda. Lagian kamu bukan pacar Kakak. Kamu itu adik Kakak."

Aku nggak mau terus-terusan jadi adik kamu. Aku mau statusku berubah jadi pacar kamu, bahkan lebih dari itu, teriak batin Arinda.

"Oh, jadi kamu abis ditembak cowok?"

"Bukan sekedar ditembak, aku malah dilamar."

"Wow!" Elang terlihat antusias. "Terus kenapa kamu nolak dia?"

"Aku udah cinta sama cowok lain," jawab Arinda dengan suara lirih.

"Siapa? Cerita dong, sama Kakak."

"Ada, deh. Rahasia."

Arinda menoleh ke arah Elang sambil tersenyum lemah. Laki-laki itu kamu, Kak, katanya dalam hati.

***

Related chapters

  • KAKAK, I LOVE YOU   2

    Elang melangkah masuk ke ballroom sebuah hotel berbintang lima. Di sana acara resepsi pernikahan tetangganya berlangsung. Ia datang tak sendirian. Ia menggandeng seorang wanita yang terlihat anggun mengenakan baju kurung brokat warna emerald berpadu dengan kain batik sebagai bawahan. Tak lupa selembar kerudung menutupi kepalanya. Wanita berparas kebarat-baratan itu tak lain adalah Rahma, sang mama.Banyak mata yang melirik pasangan ibu dan anak tersebut, beberapa bahkan saling berbisik memberikan komentar. Entah komentar apa, tapi Elang berharap semoga saja komentar baik. Bukan komentar yang menyangka bahwa ia dan Rahma adalah sepasang berondong dan tante genit, seperti yang pernah ia dengar sebelumnya.

    Last Updated : 2021-09-10
  • KAKAK, I LOVE YOU   3

    Arinda menahan napas saat tangan Elang memeluk erat pinggangnya. Ia kaget, tapi juga senang. Apalagi Elang mengakuinya sebagai pacar. Seketika tubuhnya menegang dan jantungnya pun berdetak cepat. Ini pertama kali baginya mendapat sentuhan intim dari Elang dan ia masih belum tahu maksud lelaki itu melakukan hal tersebut."Elang, apa benar yang kamu bilang barusan? Kamu dan Arinda pacaran?""Iya, Ma, aku dan Arinda pacaran. Jadi Mama nggak usah repot-repot nyari jodoh buat aku."Elang menjawab pertanyaan Rahma yang sudah berdiri di hadapan, tapi tatapannya tajam mengarah ke Ayara. Ia kesal dan tidak terima dituduh sebag

    Last Updated : 2021-09-10
  • KAKAK, I LOVE YOU   4

    "Lang, kamu nggak lagi bohongin Mama, 'kan?"Dahi Elang mengernyit. Ia sedang mencerna pertanyaan yang dilontarkan Rahma. Ia belum tahu arah pertanyaan itu ke mana. "Maksud Mama apa?""Itu lho, soal kamu yang pacaran sama Arinda."Elang berdeham alih-alih terbatuk karena mendengar ucapan Rahma. Ternyata Rahma masih meragukan tentang kebenaran hubungan asmaranya dengan Arinda. Namun, sebisa mungkin ia akan membuat mamanya yakin bahwa ia memang benar-benar sedang menjalin hubungan asmara dengan Arinda, bukan lagi hubungan kakak adik.

    Last Updated : 2021-09-10
  • KAKAK, I LOVE YOU   5

    Seorang lelaki berusia empat puluhan masuk ke ruang kerja Elang. Lelaki bernama Fadli yang menjabat sebagai HRD Manager di perusahaan itu membawa sebuah amplop coklat besar yang berisi berkas lamaran pekerjaan dari seseorang."Selamat siang, Pak," sapanya pada Elang."Siang." Elang mengalihkan pandangan dari layar laptop ke arah Pak Fadli yang sudah berdiri di depan mejanya. "Duduk.""Terima kasih," ucap Pak Fadli sambil menarik sebuah kursi, kemudian mendudukinya."Jadi, gimana? Apa Bapak sudah mendapatkan pengga

    Last Updated : 2021-09-10
  • KAKAK, I LOVE YOU   6

    Elang membuntuti sebuah taksi yang mengangkut Arinda. Ia gagal mengejar gadis itu karena Andre mencegahnya pergi dan memohon untuk kembali ke atas panggung, tapi tentu saja ia menolak. Saat ini ia hanya ingin menghibur Arinda bukan pengunjung kafe. Ia tahu Arinda pasti patah hati dan ia juga tahu bagaimana rasanya itu. Sakit. Lebih parahnya, ia yang telah mematahkan hati gadis itu.Kakak, I love you ...Pengakuan cinta dari Arinda terus terngiang-ngiang di telinga Elang. Ia masih tidak percaya bahwa Arinda mencintainya, padahal selama ini ia mengira gadis itu selalu menganggapnya sebagai seorang kakak. Ini sungguh mengejutkan.

    Last Updated : 2021-09-28
  • KAKAK, I LOVE YOU   7

    Setiap orang yang berpapasan dengannya tersenyum, menyapa atau hanya mengangguk sopan sebagai tanda hormat sepanjang ia berjalan dari pintu masuk menuju meja resepsionis. Tentu saja tanpa sungkan ia membalas dengan senyum ramah.Melinda, si resepsionis tersenyum semringah saat melihat sang wakil direktur yang rupawan itu berjalan ke arahnya. Tidak biasanya lelaki bertubuh jangkung itu mendatangi mejanya. Biasanya hanya sekadar lewat sambil tersenyum seperlunya."Selamat pagi, Melinda," ucap lelaki berkemeja dark burgundy itu setelah melihat sekilas name tag yang tersemat di dada kiri Melinda."Selamat pagi, Pak," bala

    Last Updated : 2021-09-28
  • KAKAK, I LOVE YOU   8

    Elang pernah memuji-muji Sarah sebagai perempuan yang mandiri, tidak merepotkan dan bla bla bla. Ok, cukup. Arinda tidak ingin dibanding-bandingkan dengan Sarah. Kini saatnya ia menunjukkan pada Elang bahwa ia bukan gadis manja yang selalu ingin diantar-jemput jika akan atau sedang bepergian. Ia juga bisa mandiri. Maka dari itu ia mengenyahkan rasa takut yang selama ini menggelayuti diri saat akan belajar berkendara. Kini tekadnya sudah bulat, ia harus bisa mengendarai kendaraan sendiri agar Elang tak lagi menganggapnya sebagai gadis manja - ralat - pacar manja.Pertama-tama, Arinda memilih untuk belajar mengendarai motor. Jika kelak sudah lancar, barulah ia beralih belajar mengendarai mobil. Ia menunjuk Bi Titin sebagai gurunya.

    Last Updated : 2021-09-28
  • KAKAK, I LOVE YOU   9

    "Sayang, katanya badannya pada sakit? Kok, bukannya istirahat malah lagi ngapain, tuh?"Yulia menghampiri Arinda yang tengah duduk bersandar di tempat tidur sambil serius menggambar sesuatu di atas sketch book."Cuma ngegambar kok, Ma."Arinda terus melanjutkan kegiatan yang sejak kecil sudah menjadi hobinya. Maklum, profesi kedua orang tuanya bergelut dengan gambar-menggambar, jadi bakat itu menurun padanya. Saat masih duduk di bangku TK sampai SD, ia selalu menjadi juara lomba menggambar baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar sekolah.

    Last Updated : 2021-09-28

Latest chapter

  • KAKAK, I LOVE YOU   EPILOG

    Semua mata tertuju pada Arinda yang baru saja tiba di halaman belakang rumahnya di mana acara lamaran digelar. Tak terkecuali sang calon mempelai pria yaitu Elang. Lelaki itu seakan tak bisa berkedip memandangi sang calon istri yang hari ini terlihat begitu cantik.Bisik-bisik pun mulai terdengar. Utamanya dari pihak keluarga calon mempelai pria. Mereka saling berbisik memuji kecantikan Arinda.Di hari istimewanya ini Arinda yang sudah cantik semakin terlihat cantik dengan riasan wajahflawless, rambut disanggul modern dan tubuh dibalut kebaya berwarnababyblueberpadu dengan bawahan berupa kain batik."Cantik ya...""Elang-nya ganteng, calon istrinya juga cantik. Cocok."

  • KAKAK, I LOVE YOU   25

    Arinda menatap Elang dengan tatapan tak percaya sambil perlahan-lahan melepaskan kedua tangan yang mendekap tubuh lelaki itu.Tidak, tidak, tidak!Kepala Arinda menggeleng samar. Tidak mungkin Elang menyatakan cinta padanya karena memang lelaki itu tidak mencintainya. Yang ia tahu cinta dan hati Elang hanyalah untuk Sarah seorang, tidak untuk perempuan lain apalagi perempuan itu dirinya. Ia hanya dianggap sebagai adik, gadis kecil oleh Elang. Tak lebih."Ya, Arinda.I love you as a man loves a woman," ucap Elang sambil menyentuh kedua pundak Arinda seolah-olah ingin menepis ketidak percayaan gadis itu yang terpancar jelas dari sorot matanya."Nggak mungkin. Kakak pasti lagi becanda," balas Arinda dengan suara lirih semen

  • KAKAK, I LOVE YOU   24

    "Sayang, terima kasih ...," ucap Arya sambil tersenyum dan menatap sendu Arinda.Arinda tersipu malu. Tanpa direncanakan akhirnya ia menyatakan cinta pada Arya, calon suaminya. Mmm ... calon suami? Ia tersenyum sementara hatinya dipenuhi bunga-bunga indah bermekaran."... untuk sudah mencintai dan menerima Aa menjadi calon suami kamu," sambungnya berbisik membuat Arinda semakin tersipu."Aku juga berterima kasih sama Aa karna udah mencintaiku, memilihku sebagai calon istri Aa dan untuk cincin ini," balas Arinda sambil tersenyum manis dan mengangkat tangan kirinya menunjukkan cincin yang yang tersemat di jari manis."Kamu suka?"Arinda mengangguk sambil matanya memandangi cincin yang

  • KAKAK, I LOVE YOU   23

    Langit terlihat terang penuh dengan bintang. Air laut pun begitu tenang, memantulkan bayangan gedung-gedung di sekitar yang diterangi cahaya lampu warna-warni.Sungguh malam yang indah. Akan lebih indah jika Arinda ada bersamanya kini. Duduk berdua di atas bebatuan di tepi pantai.Elang menatap hamparan air laut di depannya sambil menikmati sebatang rokok. Sejak putus dari Arinda ia akrab lagi dengan barang yang dapat membunuhnya secara perlahan-lahan itu. Sama seperti dulu saat Sarah meninggalkannya dan memang karena frustrasi akibat ditinggalkan Sarah lah ia jadi mulai mengenal rokok dan mengkonsumsinya. Tapi itu tak berlangsung lama. Rahma memarahinya habis-habisan. Mamanya itu sangat benci pada rokok dengan alasan dapat merusak kesehatan.Setelah sekian lama akhirnya ia kembali men

  • KAKAK, I LOVE YOU   22

    Lagi meluk kamuO, ya! Tentu saja!Arinda merutuki dirinya sendiri dalam hati. Ia begitu bodoh. Mengapa hal tersebut harus ditanyakan? Sudah jelas Arya sedang memeluknya mesra dari belakang. Biasanya adegan seperti ini sering ia lihat di drama-drama Korea dan sekarang ia dan Arya beradegan seperti itu.Tidak! Ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Arya sudah melakukan pelanggaran. Bagaimana jika Bi Titin melihatnya lalu melaporkan pada kedua orang tuanya? Arinda bisa habis dimarahi. Lagipula ia tak menyangka Arya berani melakukannya di sini, di rumahnya. Apa karena lelaki itu tahu bahwa orang tuanya sedang tidak ada?"Aa ...""Ya, Sayang ..."

  • KAKAK, I LOVE YOU   21

    'Happy birthday, Aa ... Semoga makin cinta dan sayang sama aku :)'Arinda sengaja bangun pada jam dua belas malam dengan bantuan alarm hanya agar bisa menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk Arya, kekasihnya.Rasa cinta untuk Arya darinya memang belum ada tapi ia mulai nyaman menjalani hubungan dengan saudara kembar mantan pacarnya itu. Bagaimana tidak, lelaki itu sangat perhatian dan memahaminya. Ia yakin seiring berjalannya waktu rasa itu akan tumbuh untuk Arya dan ia tak akan menyia-nyiakan lelaki yang mencintainya dengan sepenuh hati.'Thanks,Sayang. Harapan kamu udah terkabul bahkan sebelum kamu mengharapkannya :)'Arinda tersenyum membaca balasan pesan dari Arya. Ia berniat membal

  • KAKAK, I LOVE YOU   20

    Arinda menangis sampai ia kelelahan lalu tertidur.Suara ketukan di pintu kamar dan suara Yulia yang memanggil-manggil namanya membuat Arinda terbangun. Ia agak bingung, ini pagi hari kah? Ia melihat ke arah jendela, langit sudah gelap. Kamarnya juga remang-remang karena lampu belum dinyalakan.Tidur di sore hari membuat Arinda linglung tapi kemudian ia sadar bahwa waktu sudah menjelang malam alias maghrib. Ia juga ingat tadi ia menangis karena ucapan menyakitkan yang keluar dari mulut Elang.Kakaknggaksukakalokamujadiperempuangampangan...Hatinya sakit sekali. Ia masih tak percaya jika kata-kata itu Elang yang mengu

  • KAKAK, I LOVE YOU   19

    Hari ini Arya berhasil membuat Arinda seperti penderitastrokedan jantung. Tubuhnya lumpuh tak bisa bergerak dan mulutnya sulit untuk mengucap sementara jantungnya terus berdetak cepat. Bayangkan saja, lelaki itu menyatakan cinta padanya dengan cara berbisik mesra di telinga membuat bulu kuduknya meremang."Arinda, kamu nggak papa?"Arya tak lagi memanggil gadis yang dicintainya itu dengan sebutan 'Neng', kini ia mulai memanggilnya Arinda. Nama yang indah seindah pemiliknya dan mirip seperti namanya, Ariandra.Arya mengucapkan pertanyaan tersebut karena khawatir melihat Arinda yang masih saja diam dengan tatapan mata kosong. Sepertinya Arinda masih dalam keadaanshocked."Arinda ...," panggil Arya sam

  • KAKAK, I LOVE YOU   18

    Tekan,jangan...Tekan,jangan...Tekan!Setelah menyingkirkan rasa ragu-ragu Arinda kini mantap menekan bel yang terpasang di samping kiri pintu rumah keluarga Elang. Ia datang kemari untuk menjenguk Arya yang katanya sedang sakit perut. Hampir saja ia membatalkan niatnya tersebut karena lagi-lagi pikirannya diracuni oleh omongan Erika tentang kemungkinan Arya memiliki rasa padanya. Tentu saja ia jadikepikirandan akhirnya ia merasa canggung pada saudara kembar mantan pacarnya itu. Tapi kemudian ia tersadar, ia tak boleh terlaluge-erdan percaya diri.Ting tong

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status