KADO UNTUK PERNIKAHAN SUAMIKU 2
Aku masuk ke kamar hotel dengan senyum puas. Setelah ini acara di televisi pasti akan sibuk menggosipkan pernikahan anak konglomerat yang berakhir memalukan itu. Jelas saya, status Mas Argam yang ternyata sudah punya istri akan merusak namanya.[Ci, mau pulang sekarang?] Pesan dari Daniel.
[Belum, lagi nunggu Laura.] Balasku.
Laura temanku sejak kecil. Gadis itu sedari dulu tak suka melihat Mas Argam, katanya tampang seperti itu pasti hoby selingkuh. Sempat kami marahan, karena sifat Laura yang blak-blakan mempermalukan Mas Argam. Dengan santai dia berkata didepan teman-teman Mas Argam kalau suamiku itu lelaki rendahan, hoby morotin cewek. Terang saja Mas Argam murka. Dan sejak saat itu aku tak dibolehkan lagi berteman dengan Laura.
Namun, Laura tak pernah benar-benar menjauhiku. Berawal dari paket misterius yang dia kirim kerumah ternyata berisi foto Mas Argam dengan perempuan disebuah pesta yang aku sendiri tak tahu dimana. Lalu, foto mesra Mas Argam dengan perempuan yang sekarang dia nikahi. Bukti itu membuat sudut pandangku terhadap Laura berubah 180 persen. Laura masih menganggapku teman, bahkan lebih.
Tok tok!
Aku berlari ke pintu dan membukanya.
"Sukses, Ra!" Pekikku senang.
Laura yang kalem tak menjawab, lalu duduk di sofa dengan mengangkat sebelah kakinya ke atas meja. Ga sopan memang, tapi sudah biasa.
"Jangan senang dulu, Ci. Pasti orang seperti Hadiyaksa akan mencari tau siapa pelakunya."
Nyaliku menciut. Gimana jika Pak Ibrahim yang kusewa untuk memutar proyektor dengan video pernikahanku dengan Mas Argam, tertangkap.
"Pak Ibrahim gimana , Ra?" Ujarku khawatir.
"Beliau sudah mengundurkan diri dari kemarin, sekarang kerja bersamaku. Namun, aku ada niat agar lelaki itu bekerja di kampung saja. Aku khawatir Hadiyaksa menemukan keberadaannya." ucap Laura dingin.
"Kamu sendiri, gimana? Baik-baik saja?" Tanyanya sambil menurunkan kakinya yang jenjang.
"Entahlah, Ra. Aku rasa sebaiknya aku segera menggugat cerai laki-laki pengkhianat itu." Kataku sayu.
Laura menepuk pundakku.
"Ci, jangan terlalu cepat berpikir cerai, cerai, cerai! Sepuluh tahun kamu mengabdikan diri hidup dengan laki-laki itu. Setidaknya kamu berpisah setelah mendapat ganjaran atas semua yang kamu lakukan untuknya." Laura tersenyum tipis.
Aku terdiam apa yang dikatakan Laura ada benarnya juga. Selama ini Mas Argam selalu irit memberikanku uang, dengan alasan lebih baik membeli tanah, rumah atau emas batangan yang dia simpan dalam brangkas rumah kami sebagai tabungan hari tua. Jadi wajar, aku sama sekali tak memiliki tabungan, bahkan tak pernah shopping demi menabung dihari tua kami nanti. Namun, setelah apa yang terjadi aku memutuskan tak mau menua bersamanya. Tapi, aku berhak mendapatkan hakku selama sepuluh tahun menghabiskan usiaku melayaninya.
"Thanks, Ra. Aku tau sekarang apa yang harus aku lakukan." Ucapku mantap.
Hari itu juga aku pulang, keramaian di hotel pasca pernikahan yang kacau itu masih tercetak nyata. Wartawan hilir mudik mencari berita. Dari kejauhan aku dapat melihat Mas Argam dan Ibu mertua bicara serius. Sebelah tangannya berkacak pinggang, satunya terus memijit kening.
Kenapa, Bang? Capek ya? Sama! Aku juga. Bedanya aku puas ga kayak kamu, belum puas udah selesai duluan. Aku terkekeh, dengan memakai kaca mata hitam dan masker di wajah, aku yakin dia tak akan mengenaliku, apalagi baju yang kupakai bukan bajuku yang biasa.
****
"Mbok, Bapak telpon ga?" Tanyaku. Karena aku mematikan ponselku seharian, dan mengunakan ponsel lain untuk menghubungi Daniel dan Laura.
"Nelpon Bu, Bapak nanyain Ibu. Lalu... Lalu..." Mbok Ina tampak gugup.
"Lalu apa?" Tanyaku memburu.
"Bapak nyuruh matikan WiFi dan motong kabel televisi, Bu. Juga minta ponsel Ibu direndam biar mati total." Jawab Mbok Ina takut-takut.
"Tapi, Bapak pesan jangan sampai Ibu tahu." desisnya dengan wajah menunduk.
Sejenak aku terpaku. Apa harus segitunya?pasti lelaki itu takut jika aku mendengar berita pernikahan keduanya itu. Aneh, mungkin dia mau memanfaatkan keluguan dan ke-gaptekanku. Apalagi aku bisa dibilang tak punya teman.
"Mbok, lakukan aja yang Bapak perintahkan. Tetap berlaku seperti biasa aja." Titahku.
Mbok Ina pun lega, mungkin dia khawatir jika aku marah. Tapi, tenang aja Mbok, aku bukan jenis makhluk yang memangsa yang bukan mangsaku.
Malamnya, Mbok Ina mengetuk pintu kamar.
"Bu, ada telpon dari Bapak." Katanya ketika aku membuka pintu kamar.
Mbok Ina menyerahkan ponsel jadulnya padaku. Aku tersenyum tipis.
"Ya Mas..." Sapaku terlebih dahulu.
"Sayang, ponselmu kenapa tak bisa dihubungi?" Lagaknya kura-kura dalam perahu, gue tenggelamin juga lu, eh!
"Ga tau, Mas. Ponselku tiba-tiba mati, televisi juga tiba-tiba tak bisa menyala. Jadi, aku hanya bisa rebahan sambil baca novel di kamar. Untung novelnya bagus, Mas. Karyanya Mutiara Sukma, aku senang banget deh. Jadi ga kesepian kamu tinggal trus dengan kondisi ga ada gawai dan televisi begini." Cerocosku panjang lebar.
"Wah, syukurlah, Mas ikut senang mendengarnya. Sabar ya, sayang. Nanti Mas belikan ponsel keluaran terbaru dan juga televisi yang lebih bagus lagi." Ujarnya, sangat jelas suara Mas Argam begitu lega.
"Oya, emang novel apa yang kamu baca sayang. Nanti biar Mas belikan yang banyak, sepertinya kamu lebih baik membaca dari pada main gawai terus." Tawarnya.
"Hmm... Janganlah Mas, aku mau gawai juga. Mau novel juga, ini judulnya 'Kacaunya pernikahan suamiku'. Ada lagi novelnya 'ulah istri polosku' pokoknya keren-keren novelnya, Mas." Seruku penuh semangat.
Walau sebenarnya aku sedang tak baca novel itu, karena penulis tidak mencetaknya dalam bentuk buku, tapi hanya di sebuah platform.
"Uhuk, uhuk!" Mas Argam tersedak.
"Mas, Mas kenapa?" Tanyaku pura-pura tak paham.
Pasti tu buaya keselek ludah sendiri. Makanya jangan suka mangap, apa yang lewat di sambar. Aku terkekeh sendiri.
"Gapapa, Sayang. Mas mau minum dulu, udah ya Sayang, love you."
Tanpa menunggu jawabanku dia menutup panggilan itu sepihak.
Aku tersenyum puas. Nikmati kado pernikahan dariku, Mas.
Bersambung
KADO PERNIKAHAN UNTUK SUAMIKU 3POV Argam."Gam, sepuluh tahun menikah kamu masih saja begitu ga ada perubahan. Apa kamu ga malu? Teman-teman kamu sudah pada punya anak. Kamu masih belum ada hasil. Ibu bilang apa, dari awal Ibu tak setuju kamu menikah dengan perempuan kampung itu. Kamu sih, ngeyel!"Hampir setiap saat ibu memojokkanku dengan kekurangan Suci yang satu itu.Kami pun sudah berusaha berobat sana sini, tapi belum ada hasil. Kata dokter semua baik-baik saja, hanya belum rejeki."Ceraikan dia, nikah sama Nira anaknya Bu Laras. Dia pasti mau menikah denganmu."Aku tak menanggapi apa yang Ibu katakan. Suci Adalah wanita yang lembut, baik hati dan tak pernah mengeluh. Walau sering kali aku memberikan jatah uang belanja yang sedikit, tapi Suci tidak pernah protes. Dengan akal-akalan yang kubuat, suci tak bisa mengendalikan keuangan,
KADO PERNIKAHAN UNTUK SUAMIKU 4Gagalnya malam pertama[Sial kenapa bisa ketahuan! Jangan-jangan ada yang memberitahu Pak Irfan, Dan!][Maaf, Pak. Sepertinya Pak Irfan tau dari media sosial, karena yang menikah itu putri dari seorang pengusaha kaya seperti Pak Hadiyaksa. Besar kemungkinan akan diliput media.]Hhh!Kenapa aku tak kepikiran sampai ke sana. Seharusnya aku dari awal sudah memproteksi agar tak terjadi kejadian seperti ini.Suci!Ya ampun, Suci pasti akan tau. Bagaimanapun aku tak mau kehilangan istri seperti dia.[Daniel, tolong kerumah saya sekarang. Ajak Suci liburan ke villa yang di puncak. Nanti saya nyusul setelah kekacauan disini beres.][Baik, Pak.][Satu lagi, pastikan Suci tidak melihat berita. Sekalian belikan dia ponsel jadul, k
KADO PERNIKAHAN UNTUK SUAMIKU 5POV Suci.Dari Daniel aku tau kalau Mas Argam begitu galau. Semua berita telah menjadikan topik pernikahan putri Hadiyaksa pengusaha terkenal itu dengan laki-laki yang masih berstatus suami orang sebagai berita utama. Gelar pelakor pun tersemat. Pasti malu sekali. Seharusnya dia tak main-main denganku, apalagi sampai mengambil milikku."Ci, aku disuruh Argam untuk mengantarkan kamu ke villa agar kamu tak bisa baca berita."Daniel tergelak, aku tersedak."Ke villa bareng kamu? Ga salah, Dan?"Daniel masih tertawa."Iya, suami kamu memang pinter nyari duit, tapi otaknya jongkok dalam hal ini. Apa ga takut istrinya aku ambil, ke puncak lho, nginep.""Hahaha aku sudah tak punya rasa sama dia, Dan." Kelu lagi rasanya hati, tak menyangka suamiku tega melakukan ini.
KADO UNTUK PERNIKAHAN SUAMIKU 6"Pa, saya belum ada bukti yang kuat jika video itu hoax, apa Papa akan terus melarang saya mendekati istri saya, Calista sudah sah menjadi istri saya Pa."Aku berusaha memohon pengertian dari mertuaku itu."Tidak mungkin ada asap tanpa api, walau kamu adalah seorang manager hebat sekalipun, saya akan tetap bersikap sebagaimana sikap seorang ayah pada anaknya. Saya tidak mau Calista di cap sebagai pelakor." Ucapnya tegas.Aku hampir putus asa. Tiba-tiba Calista muncul dari balik pintu."Izinkan Calista mencari tahu sendiri, Pa. Jika Mas argam terbukti berbohong, Calista akan pastikan dia menyesal seumur hidup."Senyum tersungging di bibirku, ini awal yang baik. Aku yakin bisa meluluhkan hati Calista.Mertuaku itu menatap tajam putrinya."Apa kamu sudah siap deng
"Muka kamu kusut gitu, Gam?" Tanya Ibu pagi itu.Selain tak mendapat uang, aku juga dapat ceramah dari Calista. "Suami yang sejati itu, suami yang tidak mengandalkan uang istri, modal minjem tapi tak dibayar! Setelah dapat uang mendadak amnesia, pura-pura tak berdosa karena tak bayar hutang, bulan depan pinjam lagi!"Aku tercenung mendengar kata-kata pedas itu dari bibir tipis Calista. Mood mendadak ambyar, padahal dalam ekspektasi, Calista akan meminjamkan uangnya dan aku bisa melancarkan rayuanku biar segera tertunaikan hajat sebagai pengantin baru.Namun, apalah. Ibarat undian aku masih harus sabar untuk "coba lagi"."Heh! Malah ngelamun!" Sentak Ibu."Eh, anu, apa, Bu?""Cieee, Abang, baru saja punya istri dua mendadak linglung gitu, sih? Abang ga lupakan sama permintaan Rasti kemarin?"Rasti menaikan alis matanya. "Ibu juga, Gam. Ibu juga butuh uang. Minggu depan ada pengajian, Ibu harus beli seragam baru juga cincin dan kalung baru, yang agak panjang biar keliatan walau ibu pa
KADO UNTUK PERNIKAHAN SUAMIKU 8"Hari ini Daniel saya angkat menjadi manager mengantikan Pak Argam. Pak Argam sendiri akan dipindahkan ke bagian administrasi."Ucapan Pak Irfan seperti petir ditengah hari. "Tapi, Pak!" Kataku berusaha membantah."Keputusan ini bersifat mutlak! Tak bisa diganggu gugat."Rahangku mengeras, kenapa harus Daniel? Dia hanya staff umum biasa yang aku angkat sebagai orang kepercayaan disini."Pak Daniel ini lulusan ekonomi terbaik di Universitas Indonesia, saya harap kinerja Pak Daniel, juga sesuai dengan apa yang saya baca diresumenya ya, Pak."Daniel mengangguk cepat. Sedangkan aku melongo, bagaimana mungkin Daniel bisa menjadi seorang manager sementara aku baca sendiri resumenya waktu itu hanya lulusan SMA. Apa ada yang Daniel sembunyikan dariku?"Dan ingat! Saya tidak mentolerir kebohongan dan kecurangan!" Pak Irfan menatapku tajam.Dari pandangannya aku bisa menebak ada hal yang tak dia sukai. Apa Pak Irfan tau jika aku melakukan korupsi? Atau karena me
Ada apa sih, Bu?" Aku merangsek masuk rumah. Ibu bermuka masam sedangkan Rasti betah dengan muka juteknya."Bagus ya, kamu! Jual rumah ga bilang-bilang. Takut Ibu minta?""Ya ampun, Bu. Jual rumah apaan? Kan kemarin Argam udah bilang sertifikat rumah dan semua isi brangkas sudah kosong, hilang!""Kalau hilang, kenapa kamu tidak lapor polisi?""Hu'um, malah cuek aja, kayak hilangnya itu sengaja ya, Bu! Masa harta hilang Bang Argam ga cemas, masih sibuk ngamar sama istri muda. Biasa aja, santuy, kan aneh!"Aku menggaruk kepala yang tak gatal. "Memang Abang ga lapor polisi. Karena ribet, nanti urusan bolak balik ke sana. Tapi, Abang minta tolong Pak Darno, tukang kebunnya Pak aries. Katanya dia punya dukun sakti yang bisa menerawang dimana surat dan uang itu berada.""Trus sudah ketemu?"Aku menggeleng lemah."Tadi dia minta tambahan uang 10juta, katanya ada yang nutupin perawangannya. Jadi harus dibuang dulu penghalangnya itu.""Sepuluh juta, Bang? Banyak amat! Jangan-jangan Abang diti
Mataku membola, sungguh kurang azar, selama ini dia selalu aku kasih uang tanpa perhitungan. Sekarang berani membentakku begitu."Pak, apa nanti benar ada, sekretaris baru yang akan menjadi orang kepercayaan, Bapak?"Daniel menatapku, lekat."Apa urusannya dengan Anda!" Bentaknya."Maaf, kalau tidak keberatan saya mengajukan diri. Saya tak betah di bagian administrasi. Saya berjanji akan profesional dan membantu Pak Daniel sekuat tenaga."Daniel berdecih, lalu menyengir."Saya mau sekretaris perempuan, kali saja nanti bisa jadi istri saya. Maaf, permintaan kamu hanya buang-buang waktu saya, saja!"Dia pergi dengan angkuh. Desas-desus ada sekretaris cantik yang akan masuk beberapa hari lagi sudah terdengar olehku. Entah kenapa aku sangat penasaran. Lagi pula seharusnya Daniel memilihku jadi orang kepercayaannya. Tapi, laki-laki itu seperti
KADO UNTUK PERNIKAHAN SUAMIKU 19POV Argam.Perceraianku dengan Suci menjadi pukulan berat bagiku. Bagaimana tidak, apa yang dia tinggalkan, sama seperti apa yang dulu kami miliki saat pertama kali menjadi suami istri, alias tak punya apa-apa. Aku terpaksa selamanya tinggal bersama Ibu. Makian dan omelan Ibu hampir tiap hari terdengar. "Pengangguran kamu! Kerja yang benar! Cari duit. Punya istri dua, nyusahin dua-duanya!" Hardik Ibu yang sudah sangat kuhafal.Calista, perempuan sok cantik itu menikah hanya sebatas status. Jangankan hartanya, Jatah malam pertama saja dia tak berikan. Sehingga aku tak merasa rugi bercerai dengannya, Terlebih seperti Pak Hadiyaksa tak lagi mengancam seperti sebelum-sebelumnya. Dasar tua-tua sombong, punya harta segitu saja udah merasa memiliki nyawa orang lain."Abaaaang! Pakaian dalamku mana? Kamu umpetin, ya!" Nanyian Rasti hampir tiap pagi. Gadis itu bahkan tak bisa mencuci pakaiannya sendiri. Tapi setiap aku menasehati, Ibu selalu marah padaku.Seb
Aku terkekeh, begitu juga dengan Calista. Hari-hari kami jalani tanpa ada beban. Sesekali kulihat Mas Argam datang ke butik mengemis pada Calista, yang endingnya justru malah di usir.Jika dia tahu alamatku, pasti aku juga akan jadi korbannya. Ah, Mas Argam nyali begitu aja, sudah nekad punya istri du**Pulang jalan-jalan dari luar negeri aku pun menemui Daniel, sesuai janji sudah lima bulan berlalu sejak pinangannya waktu it"Kamu makin cantik aja, Ci?" Basa-basi yang menghangatkan wajah in"Lima bulan berasa sangat lama, aku rasanya mau lari mencarimu karena rindu ini begitu menyiksaAku tersenyum, jujur aku juga merasakan hal yang sama. Ternyata aku merindukan laki-laki itu. Mungkin udah saatnya aku mengakhiri penantian ini. Semoga saja ini pernikahan terakhirk"InsyaAllah, aku siap, Dan." Ujarku pela"Alhamdulillah... Ga sia-sia kesabaranku menantimu, CiBeberapa Minggu kemudian, pernikahan pun dilangsungkan. Ibu dan Bapak begitu bahagia, kini beliau tinggal bersamaku. Walau sese
POV Suci.[Gimana kado pernikahanmu dariku, Mas? Suka ga?]Aku mengirim pesan itu kepada Mas Argam. Pesan langsung terbalas.[Perempuan jahann4m kamu, Suci! Benar-benar kurang aj4r!] Ketiknya.Aku tertawa, dari balik horden rumah Bu Laras ini, aku dapat melihat wajah Mas Argam dibawah terang lampu. Selepas mobilnya dibawa, pesan ucapan selamat langsung aku kirim. Beruntung laki-laki itu memainkan gawainya diteras, jadi aku bisa melihat dengan jelas reaksinya.[Kembalikan semua hartaku, wanita bod0h!]Kali ini sepertinya kesabaran Mas Argam sudah lossdoll kayak mobil tak ada rem. Awah nyebur jurang!Aku terus memperhatikan Mas Argam, berkali-kali dia menyugar rambut sesekali menatap layar benda pipih ditangan, berharap aku menjawab pesannya.[Aku lagi mengurus paspor dan menunggu sudah perceraian kita selesai. Biar bisa jalan-jalan keluar negeri dengan status jomblo!]Aku yakin hati Mas Argam jika ditaruh telur diatasnya pasti tu telur langsung matang.[Jangan main-main kamu, Suci! Itu
Suara adzan Maghrib sudah menggema beberapa saat lalu. Ketika tiba-tiba suara bel berbunyi. Siapa Maghrib begini bertamu. Aku pun beranjak menuju pintu setelah sebelumnya menandaskan minuman yang ada dimeja pasti minuman milik Rasti."Siapa, Gam?" Teriak ibu dari kamarnya."Belum tau Bu, ini baru mau dibukakan pintu."Dua orang laki-laki dengan tubuh besar bertato berdiri didepan pagar."Nyari siapa, Pak?" Laki-laki itu saling pandang. Lalu menatapku dengan pandangan tajam."Saya mau ambil mobil yang telah dibeli oleh Boss Burhan!" Ucapnya tegas."Mobil? Bos Burhan?" Aku mengerutkan kening. Salah satu dari mereka menyerahkan sebuah nota pembelian, bukit transaksi legal yang ditanda tangani oleh Suci. Suci? Damn! Perempuan itu benar-benar membuat kesabaranku terkikis habis."Maaf saya tak menjual mobil ini. Ini mobil saya satu-satunya. Minta saja kepada perempuan yang menanda tangani surat itu." Laki-laki dengan rambut gondrong sebahu yang memiliki tato hampir di seluruh lengannya ma
POV Argam."Rumah ini sudah lama dijual, Pak. Kita malah ga tau Bu Hasna dan Pak Ihsan pindah kemana. Perginya dadakan." Ungkap salah satu warga yang lewat didepan rumah orang tua Suci. Rumah itu tampak tak terurus.Aku berdecak kesal. Bagaimana cara mencari tahu keberadaan mereka. Padahal rencananya aku ingin melumpuhkan Suci dengan menggunakan orangtuanya."Jadi rumah ini sekarang milik siapa, Pak?""Wah kalau itu saya kurang tau, Pak. Karena sejak dijual dan ada yang beli, belum ada yang datang kesini."Buntu, kini jalanku buntu. Mau nyari kemana mereka? Menyisir kota ini itu tidak mungkin."Memang istri mandulmu, itu tak tau malu! Merampok harta suami seenaknya. Dia kira mencari uang itu gampang!" Ibu terus merutuk kesal.Aku hanya diam, walau sebenarnya dalam hati aku merasa Suci tidak salah, 10 tahun bersama dia tak pernah beli apa-apa. Uang belanja pun aku batasi. Dengan dalih untuk tabungan hari tua.Kini mobil melaju dengan tujuan tak jelas, hingga telepon dari Rasti membuatk
Setelah mencari tahu lewat tukang kembun tetangga yang merupakan teman Darno akhirnya aku tau, jika Darno itu penipu. Dia telah membohongiku. Dia pulang kampung tanpa berniat kembali lagi. Alasannya mengurus kerbaunya yang sudah tua, apa hubungannya? Angel wes angel!!Tiga puluh lima juta raib begitu saja. Tidak ada yang tahu alamat Darno, bahkan Pak Aries pun tak bisa memberikan jawaban pastinya, dia hanya tau Darno orang Sukabumi, entah dimana tepatnya dia juga tak paham. Lagipula Pak Aries sudah terlanjur marah padaku, ngambek an banget kayak Emak-emak lagi pms!"Kamu kenapa sih, Gam. Dari tadi adi ibu lihat gelisah, bolak balik, mondar mandir. Kamu tidak kerja?""Harus berapa kali sih Argam, ngasih tau ibu Argam, itu dipecat! Di pecat!" Aku menaikkan suara. Capek menyakinkan Ibu ini. Padahal aku jarang lho, bohong apalagi sampai pencitraan masuk gorong-gorong, eh."Ibu tak percaya sama kamu Argan. Kamu sengaja kan berbohong agar ibu tidak minta uang terus?" Nah kan, mulai lagi. A
"Bu-bukan Sayang!" Kilahku."Tapi, itu ada foto kamu dan, tunggu, tunggu... Nama istri kamu siapa, Mas?""Suci, sayang. Kenapa memangnya?""Oh, aku kira namanya Lidya. Ya sudah pokoknya aku ga mau tau, Mas. Jika sampai Papa melihat, kamu harus bisa mengatakan alasan yang dapat diterima akal sehat." Telepon terputus. Aku mengusap wajah dengan kasar. Masalah ini kenapa makin rumit. Tak kuat lagi berpikir, aku pun merebahkan diri di sofa. Rasti sudah ke kamar, tinggal aku yang masih setia menunggui malam, berharap esok pagi datang, masalahku hilang.****Sesampainya di kantor, pandangan mata mendelik yang kudapatkan. "Pak Argam, Bapak dipanggil Pak Irfan ke ruangannya." Ucap Nia sekretaris Pak Irfan.Dadaku berdegup kencang, tak biasanya pagi-pagi gini Pak Irfan memanggilku, lagi pula sekarang kerjaanku hanya sebagai staff admin."Bapak memanggil saya?""Masuk! Duduklah."Aku mengikuti instruksi dari Pak Irfan. Duduk sambil memainkan jari jemariku. Entah apalagi yang akan dikatakan ole
'DUA WANITA CANTIK INI MENJADI KORBAN BUAYA DARAT HATI-HATI, GAES, BUAYA INI JAGO BERKATA MANIS.'"Apaan sih kalian brisik banget!" Ibu yang baru keluar dari kamar langsung melangkah ke arahku dan merebut benda pipih itu."Ya ampun, kerjaan siapa ini? Kamu lapor ke polisi Gam, usut sampai tuntas siapa pemilik akun ini."Akun dengan nama Cengceremen itu terus dibanjiri komentar-komentar pedas yang rata-rata menghujat diriku."Akunnya masih baru, Bang. Sepertinya emang sengaja nyari followers.""Kamu klik laporin coba! Biar akunnya ditutup!""Ga bakal ngefek, Bang. Kalau cuma satu yang lapor.""Aaarrgggh... Masalah mulu, kapan enaknya nih hidup!" Rutukku sambil menyugar rambut.'Elu baru kaya dikit aja udah belagu sih, pake segala punya istri dua!' samar-samar kudengar suara itu, entah dari bathinku, entah dari cicak yang sedari tadi menatapku curiga, juga penuh tanya.Drrrrrt!Teleponku bergetar, panggilan dari Suci. Mati! Apa jangan-jangan Suci udah tau."Siapa, Bang?""Suci!""Udah g
POV Argam.Keadaan kantor tak lagi nyaman, ibarat menjadi seorang raja tiba-tiba turun tahta, rasanya menyakitkan sekali. Terlebih sindiran dari teman-teman-teman membuat semangat bekerjaku menurun drastis.Sementara karier Daniel makin menanjak, sering keluar negeri. Tentu saja uangnya juga makin banyak.Sedangkan aku berkutat dengan kertas-kertas laporan yang biasanya tidak aku pegang kini menjadi tulisan-tulisan yang begitu membosankan. Waktuku lebih banyak gunakan untuk tidur, melamun, bermain ponsel dengan game online yang kudownload disana.Gaji yang biasa kuterima banyak, kini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Juga kebutuhan ibu dan Rasti yang separuhnya saja tidak sampai."Bang, Aku tidak pernah lagi memberiku uang? Semenjak Abang punya istri dua, Abang semakin pelit!" Protes dari Rasti kuabaikan. Saat ini aku benar-benar bergantung kepada kemurahan hati Calista. Gajiku hanya cukup untuk membayar cicilan kartu kredit, itupun yang sering pakai adalah Ibu."Iya