Arkan dan Aruna keluar dari mall setelah selesai berbelanja. Bukan Aruna yang ingin, tapi Arkan yang menyuruh. Aruna hanya memanfaatkan kesempatan saja karena belum tentu besok dan seterusnya Arkan akan dermawan seperti hari ini.Setelah di parkiran, Arkan memasukkan seluruh kantong belanja di jok belakang. Aruna yang berdiri di samping Arkan tak langsung masuk dan malah melihat sekitar."Mau beli apa lagi?" Arkan bertanya saat tahu kalau Aruna sedang mencari sesuatu."Mau beli minuman. Haus," jawab Aruna dengan jujur. Matanya menyipit saat menatap Arkan karena silau oleh sinar matahari. Arkan mengerutkan kening mendengar itu. Dia mengeluarkan dompet lalu menyerahkan selembar uang berwarna merah pada Aruna."Sana cepat. Jangan jauh-jauh," ucap Arkan. Aruna tersenyum dan langsung berbalik meninggalkan Arkan di parkiran. Arkan menggelengkan kepala, tak percaya kalau dia ternyata menikahi seorang wanita yang secara usia sudah masuk dewasa, namun pemikiran dan tingkah lakunya masih sepert
Aruna meneguk minuman botol yang dia beli dengan perlahan. Setelah selesai, Aruna pun menutup kembali botol minuman tersebut."Kamu mendengar apa yang dia katakan." Arkan bukan bertanya, tapi berkata. Aruna sudah ada di belakang Rissa saat Rissa mengatakan sesuatu yang kurang baik."Ya, aku mendengarnya. Dan mungkin yang dia katakan benar. Seharusnya Mas Arkan tak perlu berusaha membelaku di depannya," ucap Aruna."Aku membelamu agar dia sadar kalau sahabatnya bukan lagi seseorang yang penting bagiku." Arkan berucap. Aruna diam mendengar itu. Dia menyadari keadaan fisiknya yang memang kurang menarik. Bersanding dengan Arkan jelas membuat perbedaan antara mereka terlihat jelas."Jadi, wanita barusan adalah sahabatnya mantan tunangan Mas Arkan?" Aruna bertanya karena penasaran. Arkan pun mengangguk sebagai jawaban."Kenapa pertunangan Mas Arkan batal setelah satu tahun?" Aruna bertanya lagi. Secara tak sadar, dia sudah menanyakan hal yang cukup pribadi bagi Arkan. Namun Arkan tak menunj
Arkan yang masih duduk di sofa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Aruna. Dia kembali fokus melihat-lihat ponsel yang di beli tadi, dan memilih mana yang lebih cocok untuk dipakai oleh Aruna. Sisanya, bisa dia pakai untuk keperluan lain atau disimpan saja."Aku tahu kamu belum tidur, Aruna. Kemari lah," ucap Arkan. Aruna tak bergerak sedikit pun dan memejamkan mata dengan erat, berharap Arkan percaya kalau dia sudah tidur."Aruna. Mau kuseret dengan paksa?" Arkan bertanya. Aruna menggeram kesal dalam hati. Akhirnya dia menyingkirkan selimut tersebut dari tubuhnya. Dia berdiri dan berjalan mendekati Arkan. Sengaja Aruna duduk di sofa dengan posisi yang cukup jauh dari Arkan."Apaan sih?" Aruna bertanya dengan kesal. Kemudian dia pura-pura menguap, memperlihatkan diri sudah mengantuk."Kamu pakai yang ini." Arkan berucap seraya menyerahkan satu ponsel dengan model yang bisa dilipat pada Aruna. Aruna pun menerimanya tanpa protes."Sisanya bagaimana?" Aruna bertanya penasaran. Dia
Aruna berbaring miring menghadap ke arah Arkan. Selimut menutupi tubuh keduanya yang polos tanpa sehelai benang. Dan sekarang, Arkan sedang merapikan anak rambut Aruna yang bertebaran di keningnya."Aku mau tanya sesuatu, Mas." Aruna berucap. Dia mendongak, menatap Arkan yang jaraknya sangat dekat dengannya."Tanyakan saja," jawab Arkan santai. Setelah selesai merapikan anak rambut Aruna, tangan Arkan bergerak di dalam selimut untuk memeluk pinggang ramping Aruna."Aku, pasti bukan orang pertama bagimu kan, Mas?" Aruna bertanya. Sebuah pertanyaan yang cukup sensitif, namun Aruna sangat penasaran. Semoga saja Arkan tak keberatan mendengarkan pertanyaannya barusan."Untuk hubungan biasa, kamu memang bukan yang pertama. Tapi untuk hubungan intim, aku pertama kali melakukannya denganmu kemarin, di malam pertama kita," jawab Arkan. Alis Aruna bertaut tajam mendengar itu. Dia jelas tak percaya dengan jawaban yang Arkan berikan."Aku tidak percaya," ucap Aruna."Alasannya?" Arkan bertanya de
Pagi menyapa dan hari ini adalah hari Arkan dan Aruna akan keluar dari hotel. Sesuai dengan yang Arkan katakan, mereka akan tinggal bersama orang tua Arkan. Aruna tak memiliki pilihan untuk menolak, karena jelas dia tak akan bisa melakukan itu.Jam menunjukkan pukul tujuh pagi dan Aruna baru saja selesai berpakaian. Dia memakai celana jeans berwarna hitam dan kemeja satin polos berwarna mocca. Pakaian yang dia gunakan sekarang adalah yang kemarin dia beli di mall atas perintah Arkan.Harusnya ya, Aruna sudah selesai siap-siap sejak tadi karena dia bangun lebih awal. Namun Arkan kembali memberikan serangan pagi padanya, yang pada akhirnya membuat Aruna baru bisa masuk ke dalam kamar mandi setelah jam enam lebih beberapa menit. Awalnya Arkan meminta untuk mandi bersama, namun Aruna menentang permintaannya mentah-mentah. Dan akhirnya, mereka mandi masing-masing. Sekarang Arkan pun baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk saja."Bereskan semuanya. Jangan sampai ada ya
Arkan dan Aruna sampai di rumah dan mereka di sambut dengan hangat oleh Hana. Hana senang karena pagi ini dia bisa kembali berkumpul dengan kedua anaknya. Lebih senang lagi karena keluarganya bertambah dua anggota sekaligus.Saat bertemu dengan Delia, Aruna langsung memeluknya, merasa rindu. Dan ternyata Delia pun merasakan hal yang sama. "Aku ingin menghubungi kamu. Tapi takut mengganggu," ucap Delia setelah dia dan Aruna duduk berdampingan di ruang keluarga rumah mertua mereka."Ganggu apa? Padahal aku berharap bisa bicara padamu," balas Aruna. Delia terkekeh pelan mendengarnya."Takut ganggu kamu dan Kak Arkan lah," ucap Delia dengan senyuman yang menggoda."Heh, kamu juga sama," balas Aruna tak mau kalah. Delia pun langsung tertawa melihat Aruna yang kesal."Aku dan Adnan ke sini untuk pamitan, Run. Nanti siang kami berangkat ke Bandung, memulai impian kita untuk traveling. Kami akan memulainya dari Kota Bandung, lalu lanjut ke kota lainnya. Setelah puas di negara sendiri, kami a
Aruna kini berada di dalam kamar Arkan, yang akan menjadi kamarnya juga mulai hari ini. Mata Aruna melihat sekeliling kamar yang di dominasi oleh warna abu-abu. Penataan kamar Arkan memperlihatkan sekali bagaimana kepribadian Arkan. Simpel dan tak mau ribet.Aruna lalu berjalan mendekati tumpukan kardus di sudut kamar. Kardus itu berisi pakaian dan barang-barang miliknya yang di angkut dari rumahnya ke sana sehari sebelum hari pernikahan dilaksanakan. Aruna mulai membuka kardus-kardus tersebut dan membereskan isinya ke tempat yang seharusnya. Di sana, sudah ada satu lemari baru yang katanya dibeli oleh Arkan khusus untuk Aruna. Aruna akan berterima kasih pada pria itu nanti. Mengesampingkan perjanjian awal mereka, Arkan melaksanakan peran sebagai suami dengan baik. Dia benar-benar memenuhi semua kebutuhan Aruna tanpa harus diminta lebih dulu.Aruna tak tahu sih ke depannya akan bagaimana, karena dia dan Arkan baru dua hari menikah. Entah Arkan akan tetap seperti sekarang atau berubah
Aruna duduk di atas ranjang dengan punggung menyandar pada kepala ranjang. Di sampingnya ada sebuah remote televisi, dengan televisi berukuran besar di depannya yang menyala dan sedang memutar sebuah film. Ya, Aruna kini sedang menonton film di kamar Arkan, yang sudah jadi kamarnya juga sekarang. Aruna tak sendirian di sana, karena Arkan juga berada di kamar. Namun pria itu sedang berhadapan dengan laptop di meja kerjanya.Hari sudah malam dan Aruna juga Arkan baru saja selesai makan malam. Tentu mereka ikut makan malam bersama dengan orang tua Arkan. Aruna masih merasa canggung pada orang tua Arkan, namun beruntungnya Arkan mengerti dan tak memaksa Aruna untuk cepat akrab dengan orang tuanya.Aruna meraih remote televisi dan mencari film lain yang dia sukai. Setelah menemukan film baru, Aruna menaruh remote di tempatnya semula. Aruna kemudian menengok ke arah Arkan yang sedang fokus pada laptopnya. Aruna tersenyum kecil melihat Arkan yang terlihat sangat tampan dari arah samping. Apa
Saat Adnan memperlihatkan foto seorang gadis yang menurutnya cocok jadi istriku, aku benar-benar tidak tertarik. Dia terlihat seperti gadis kuliahan biasa dan tak ada istimewanya sedikit pun bagiku. Saat Adnan menceritakan semua kesusahan Aruna, aku bahkan tak merasa kasihan juga. Karena ya, setiap orang punya masalah kan? Hanya saja masalah setiap orang berbeda-beda.Yang awal menarik perhatianku adalah saat Adnan bercerita tentang Aruna yang dikhianati teman-temannya. Cukup menyakitkan, karena aku tahu bagaimana rasanya. Apalagi Aruna yang memang sudah tak punya orang tua lagi.Malam itu, Adnan datang ke kamarku dengan tergesa-gesa sambil memakai jaket. Dia terlihat sangat panik saat berkata kalau Aruna sedang dalam bahaya. Sedangkan aku, biasa saja. Kadang aku heran. Apakah sebenarnya Adnan menyukai Aruna? Sampai segitu paniknya.Walau malas, pada akhirnya aku tetap mengantar Adnan ke rumah Aruna. Selama aku menyetir, Adnan sibuk menghubungi polisi dan meminta mereka untuk langsung
Pukul empat sore lebih beberapa menit, Arkan kembali menemui Adara dan Tanti di lobi. Tidak sendirian, karena di sana Arkan bersama dengan Aruna dan Kenzi yang tidur dalam gendongan Aruna. Sedangkan Tio dan Hana sudah pulang lebih dulu sejak tadi.Di lobi, masih ada beberapa karyawan lain yang belum pulang. Sebagian ada yang memilih langsung pergi, sebagian ada yang tetap di sana karena penasaran apa yang akan Arkan lakukan pada dua karyawan baru, Adara dan Tanti."Kami sudah bicara pada semua orang, Pak. Kami mengaku salah karena sudah menyebarkan fitnah." Adara berbicara dengan kepala menunduk. Mereka tak berani menatap Arkan, bahkan untuk melihat ke arah Aruna pun mereka tak berani."Apakah dengan kalian bicara gosipnya akan mereda?" tanya Arkan. Arkan terlihat masih marah pada dua karyawannya tersebut. Dan yang lain hanya bisa menyaksikan saja saat Adara dan Tanti diintimidasi oleh bos mereka."Sudah, Mas. Tak apa." Aruna mendekati Arkan dan menyentuh bahu pria itu, berusaha menen
Gosip tentang Aruna yang dituduh sebagai selingkuhan Arkan langsung menyebar dengan cepat ke setiap divisi. Karena itu, tentu saja Aruna jadi buah bibir para karyawan. Banyak yang mencibir dan mencemooh, juga merendahkan. Hingga akhirnya, berita itu sampai ke telinga Arkan, dan jelas Arkan pun marah besar.Hari ini, jam baru menunjukkan pukul sembilan siang, namun suasana kantor sudah sangat panas. Sekretaris Arkan yang bernama Tania kini sudah berada di ruangan divisi tempat penyebar gosip itu berada. "Adara dan Tanti? Karyawan baru kan?" Tania bertanya pada dua perempuan yang kini berdiri berhadapan dengannya."Pak Arkan meminta saya memanggil kalian berdua ke ruangan beliau." Tania berucap. Semua orang yang mendengar itu jelas panik, dan tak ada yang bisa menyelamatkan mereka berdua sekarang, selain keberuntungan.Selama berada di dalam lift, Adara dan Tanti sangat gelisah. Mereka ingin bertanya pada Tania, namun tak berani saat melihat raut wajah Tania yang kelihatan judes maksim
Karyawan Arkan memang tahu tentang berita Arkan yang sudah menikah, namun tak pernah tahu siapa sosok yang menjadi istri Arkan. Mungkin sebagian karyawan Arkan tahu, hanya orang-orang yang pernah masuk ke ruangannya saja karena Arkan memang memajang foto pernikahannya di sana, salah satunya adalah sekretarisnya.Adara dan Tanti yang tergolong karyawan baru jelas belum mengenal sepenuhnya seluk-beluk dan sejarah pemilik sekaligus pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya tahu kalau Arkan adalah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di perusahaan, dan terkenal sebagai sosok yang dingin dan cuek. Ya, contohnya tadi. Arkan tak menggubris sedikit pun saat Adara dan Tanti menyapanya dengan hormat.Adara dan Tanti jelas syok dan kaget saat melihat pemandangan di mana bos mereka bicara pada Aruna, bahkan sampai menggenggam tangan Aruna. Bukan hanya mereka, karyawan lain yang melihat pun sama kagetnya. Akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah itu istri bos mereka?Pada akhirnya
Hukum tabur tuai di dunia itu memang sepertinya ada, dan Arkan mempercayainya walau tak pernah mengharapkan. Satu persatu orang-orang yang mengkhianati dan menyakitinya mendapatkan balasan yang bahkan tak pernah Arkan duga.Seperti yang disampaikan oleh Wulan, Andres mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Vani dan Chiko. Kecelakaan yang parah hingga dia harus kehilangan kedua kakinya. Selain mendengar itu, Arkan pun mendengar curhatan dari Chiko tentang kelakuan Andres sebelum kecelakaan. Ternyata Andres memang datang ke rumah Vani dan Chiko, untuk meminta maaf pada Vani. Salahnya dia malah memaksa ingin Vani kembali padanya, padahal dia juga tahu kalau posisi Vani sudah memiliki suami. Dan Chiko bercerita juga katanya dia dan Andres sempat baku hantam.Arkan memaklumi jika Chiko memulai perkelahian. Siapa suami yang tak marah dengan kelakuan mantan pacar dari istrinya yang gila seperti Andres? Wajar jika Andres di hajar oleh Chiko.Lalu Salsa, Arkan tak lagi mendengar kabarny
Benar yang Tio katakan pada Arkan semalam tentang Salsa yang mungkin belum menyerah untuk berusaha menemui Arkan dan berusaha mendekati pria itu lagi. Perbedaannya sekarang mungkin Salsa sudah tak lagi mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. Handi sudah repot-repot mencari tahu latar belakang Aruna, berusaha membuat Tio goyah. Nyatanya Tio sudah tahu seluk-beluk keluarga Aruna, dan dia sudah menyetujui pernikahan Aruna dengan Arkan sejak awal.Hari ini, Arkan kembali bekerja seperti hari-hari biasanya. Dia terlambat datang ke kantor hari ini karena harus mengantarkan Aruna dan Kenzi dulu ke rumah orang tuanya. Aruna meminta untuk tetap di sana saja dan bisa pulang ke rumah mertuanya di siang hari nanti. Namun Arkan menolak dengan tegas. Dia tak akan mau meninggalkan Aruna hanya berdua saja dengan Kenzi di sana. Arkan hanya khawatir saja jika sesuatu yang buruk terjadi.Dan seperti yang dibahas semalam oleh Arkan dan ayahnya, Salsa memang belum kapok untuk menemui Arkan. Hari ini
Arkan berdiri di dekat jendela ruang tamu yang gordennya masih terbuka. Matanya menatap ke arah halaman rumah Aruna yang terlihat rapi dan cantik. Dia juga sedang memegang ponselnya, menjawab panggilan dari sang ayah. Sementara Aruna berada di kamar karena sedang menidurkan Kenzi."Jika sudah begitu, dia tak akan mendapatkan dukungan apapun lagi dari orang tuanya. Dia merasa berani karena yakin orang tuanya akan membantunya bagaimana pun caranya." Arkan berucap pada ayahnya di seberang telepon."Mungkin Handi dan Fara akan berhenti mendukung, tapi Salsa bisa saja tetap berbuat nekat. Bukan tak mungkin dia akan datang lagi ke kantor untuk memaksa bertemu denganmu. Jangan ragu untuk mengusirnya." Tio berucap dari seberang telepon. Arkan pun menganggukkan kepala. Padahal itu sia-sia karena Tio tak bisa melihatnya."Tentu saja. Aku akan menegaskan pada dia kalau aku memang terganggu dengan kehadirannya.""Bagus. Jaga anak dan istrimu dengan baik. Terutama istrimu, jangan sampai dia kepiki
Arkan mengajak Aruna untuk menginap di rumah wanita tersebut. Aruna sempat heran karena biasanya mereka menginap di sana setiap malam Minggu saja. Namun Aruna belum sempat bertanya dan mengiyakan saja saat Arkan menyuruhnya menyiapkan perlengkapan Kenzi.Sebelum membawa Aruna keluar dari rumah, Arkan bicara dulu pada orang tuanya. Jujur saja, Arkan khawatir kalau memang Salsa datang ke rumah bersama orang tuanya. Arkan khawatir secara tak sengaja mereka melihat atau bertemu dengan Aruna. Tio dan Hana memahami alasan yang Arkan berikan, dan mereka siap untuk menghadapi Salsa beserta orang tuanya jika memang mereka datang.Setelah Arkan pergi, Tio pun mulai bercerita pada istrinya tentang pertemuan dia dengan ayah Salsa kemarin."Handi yang meminta Mas datang?" tanya Hana. Tio memang sudah bercerita sedikit pada Hana tentang pertemuan dia dan Handi."Iya. Ya, mulanya dia meminta maaf atas kelakuan Salsa tiga tahun lalu. Dia juga berusaha merayu aku agar aku bicara pada Arkan, supaya Ark
Arkan mengabaikan DM yang masuk dari Salsa, dan langsung memblokirnya tanpa berniat memberikan balasan. Arkan pikir, mungkin Salsa bisa paham dengan tindakannya yang seperti itu, yang menandakan kalau Arkan benar-benar tak mau komunikasi lagi dengannya.Namun Arkan lupa, kalau urat malu Salsa memang sudah lama putus. Arkan masih ingat saat dia disalahkan oleh Salsa saat wanita itu ketahuan selingkuh dengan Andres. Bukannya mengaku salah dan meminta maaf, tapi Salsa malah menyalahkan Arkan atas perselingkuhan yang dia lakukan.Playing victim. Begitulah dia dan semua pendukungnya.Karena Aruna sedikitnya tahu tentang Salsa, maka Arkan berkali-kali meminta pada Aruna agar jangan curiga dan berpikiran buruk, yang bisa saja menyebabkan masalah pada kesehatan, terutama pada ASI-nya. Arkan selalu meyakinkan Aruna kalau Salsa bukanlah sosok yang spesial bagi Arkan. Arkan tak terlalu mempedulikan tentang Salsa dan menjalani hari seperti biasa. Arkan juga lupa kalau Salsa adalah orang yang nek