Aruna sudah takut dan ketar-ketir sendiri setelah Arkan membayar makanan mereka. Aruna benar-benar takut Arkan mengajaknya pulang sekarang. Namun ternyata, itu hanya sebuah ancaman belaka dari Arkan. Karena ternyata, Arkan malah mengajak Aruna untuk belanja lagi.Aruna sudah merasa lega karena tak diajak pulang lebih awal. Alhasil, sekarang Aruna tak lagi membantah perintah Arkan. Saat Arkan memberikan perintah padanya untuk memilih pakaian, Aruna menurut saja. Gak apa lah. Kapan lagi coba dia bisa membeli banyak barang tanpa mengeluarkan uang? Mana Arkan mengajaknya ke tempat-tempat yang memiliki harga jual barang yang mahal lagi.Di toko pakaian, Aruna mengambil dua buah dress selutut berwarna lilac dan toska. Dua celana jeans berwarna hitam dan putih, dan juga dua kemeja polos dengan warna yang berbeda juga. Arkan tak protes dengan setiap yang Aruna ambil dan menyuruh Aruna mengambil lebih jika memang masih ingin yang lain.Dan saat Aruna mengambil satu piyama tidur, Arkan langsung
Arkan dan Aruna keluar dari mall setelah selesai berbelanja. Bukan Aruna yang ingin, tapi Arkan yang menyuruh. Aruna hanya memanfaatkan kesempatan saja karena belum tentu besok dan seterusnya Arkan akan dermawan seperti hari ini.Setelah di parkiran, Arkan memasukkan seluruh kantong belanja di jok belakang. Aruna yang berdiri di samping Arkan tak langsung masuk dan malah melihat sekitar."Mau beli apa lagi?" Arkan bertanya saat tahu kalau Aruna sedang mencari sesuatu."Mau beli minuman. Haus," jawab Aruna dengan jujur. Matanya menyipit saat menatap Arkan karena silau oleh sinar matahari. Arkan mengerutkan kening mendengar itu. Dia mengeluarkan dompet lalu menyerahkan selembar uang berwarna merah pada Aruna."Sana cepat. Jangan jauh-jauh," ucap Arkan. Aruna tersenyum dan langsung berbalik meninggalkan Arkan di parkiran. Arkan menggelengkan kepala, tak percaya kalau dia ternyata menikahi seorang wanita yang secara usia sudah masuk dewasa, namun pemikiran dan tingkah lakunya masih sepert
Aruna meneguk minuman botol yang dia beli dengan perlahan. Setelah selesai, Aruna pun menutup kembali botol minuman tersebut."Kamu mendengar apa yang dia katakan." Arkan bukan bertanya, tapi berkata. Aruna sudah ada di belakang Rissa saat Rissa mengatakan sesuatu yang kurang baik."Ya, aku mendengarnya. Dan mungkin yang dia katakan benar. Seharusnya Mas Arkan tak perlu berusaha membelaku di depannya," ucap Aruna."Aku membelamu agar dia sadar kalau sahabatnya bukan lagi seseorang yang penting bagiku." Arkan berucap. Aruna diam mendengar itu. Dia menyadari keadaan fisiknya yang memang kurang menarik. Bersanding dengan Arkan jelas membuat perbedaan antara mereka terlihat jelas."Jadi, wanita barusan adalah sahabatnya mantan tunangan Mas Arkan?" Aruna bertanya karena penasaran. Arkan pun mengangguk sebagai jawaban."Kenapa pertunangan Mas Arkan batal setelah satu tahun?" Aruna bertanya lagi. Secara tak sadar, dia sudah menanyakan hal yang cukup pribadi bagi Arkan. Namun Arkan tak menunj
Arkan yang masih duduk di sofa hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Aruna. Dia kembali fokus melihat-lihat ponsel yang di beli tadi, dan memilih mana yang lebih cocok untuk dipakai oleh Aruna. Sisanya, bisa dia pakai untuk keperluan lain atau disimpan saja."Aku tahu kamu belum tidur, Aruna. Kemari lah," ucap Arkan. Aruna tak bergerak sedikit pun dan memejamkan mata dengan erat, berharap Arkan percaya kalau dia sudah tidur."Aruna. Mau kuseret dengan paksa?" Arkan bertanya. Aruna menggeram kesal dalam hati. Akhirnya dia menyingkirkan selimut tersebut dari tubuhnya. Dia berdiri dan berjalan mendekati Arkan. Sengaja Aruna duduk di sofa dengan posisi yang cukup jauh dari Arkan."Apaan sih?" Aruna bertanya dengan kesal. Kemudian dia pura-pura menguap, memperlihatkan diri sudah mengantuk."Kamu pakai yang ini." Arkan berucap seraya menyerahkan satu ponsel dengan model yang bisa dilipat pada Aruna. Aruna pun menerimanya tanpa protes."Sisanya bagaimana?" Aruna bertanya penasaran. Dia
Aruna berbaring miring menghadap ke arah Arkan. Selimut menutupi tubuh keduanya yang polos tanpa sehelai benang. Dan sekarang, Arkan sedang merapikan anak rambut Aruna yang bertebaran di keningnya."Aku mau tanya sesuatu, Mas." Aruna berucap. Dia mendongak, menatap Arkan yang jaraknya sangat dekat dengannya."Tanyakan saja," jawab Arkan santai. Setelah selesai merapikan anak rambut Aruna, tangan Arkan bergerak di dalam selimut untuk memeluk pinggang ramping Aruna."Aku, pasti bukan orang pertama bagimu kan, Mas?" Aruna bertanya. Sebuah pertanyaan yang cukup sensitif, namun Aruna sangat penasaran. Semoga saja Arkan tak keberatan mendengarkan pertanyaannya barusan."Untuk hubungan biasa, kamu memang bukan yang pertama. Tapi untuk hubungan intim, aku pertama kali melakukannya denganmu kemarin, di malam pertama kita," jawab Arkan. Alis Aruna bertaut tajam mendengar itu. Dia jelas tak percaya dengan jawaban yang Arkan berikan."Aku tidak percaya," ucap Aruna."Alasannya?" Arkan bertanya de
Pagi menyapa dan hari ini adalah hari Arkan dan Aruna akan keluar dari hotel. Sesuai dengan yang Arkan katakan, mereka akan tinggal bersama orang tua Arkan. Aruna tak memiliki pilihan untuk menolak, karena jelas dia tak akan bisa melakukan itu.Jam menunjukkan pukul tujuh pagi dan Aruna baru saja selesai berpakaian. Dia memakai celana jeans berwarna hitam dan kemeja satin polos berwarna mocca. Pakaian yang dia gunakan sekarang adalah yang kemarin dia beli di mall atas perintah Arkan.Harusnya ya, Aruna sudah selesai siap-siap sejak tadi karena dia bangun lebih awal. Namun Arkan kembali memberikan serangan pagi padanya, yang pada akhirnya membuat Aruna baru bisa masuk ke dalam kamar mandi setelah jam enam lebih beberapa menit. Awalnya Arkan meminta untuk mandi bersama, namun Aruna menentang permintaannya mentah-mentah. Dan akhirnya, mereka mandi masing-masing. Sekarang Arkan pun baru saja keluar dari kamar mandi hanya dengan memakai handuk saja."Bereskan semuanya. Jangan sampai ada ya
Arkan dan Aruna sampai di rumah dan mereka di sambut dengan hangat oleh Hana. Hana senang karena pagi ini dia bisa kembali berkumpul dengan kedua anaknya. Lebih senang lagi karena keluarganya bertambah dua anggota sekaligus.Saat bertemu dengan Delia, Aruna langsung memeluknya, merasa rindu. Dan ternyata Delia pun merasakan hal yang sama. "Aku ingin menghubungi kamu. Tapi takut mengganggu," ucap Delia setelah dia dan Aruna duduk berdampingan di ruang keluarga rumah mertua mereka."Ganggu apa? Padahal aku berharap bisa bicara padamu," balas Aruna. Delia terkekeh pelan mendengarnya."Takut ganggu kamu dan Kak Arkan lah," ucap Delia dengan senyuman yang menggoda."Heh, kamu juga sama," balas Aruna tak mau kalah. Delia pun langsung tertawa melihat Aruna yang kesal."Aku dan Adnan ke sini untuk pamitan, Run. Nanti siang kami berangkat ke Bandung, memulai impian kita untuk traveling. Kami akan memulainya dari Kota Bandung, lalu lanjut ke kota lainnya. Setelah puas di negara sendiri, kami a
Aruna kini berada di dalam kamar Arkan, yang akan menjadi kamarnya juga mulai hari ini. Mata Aruna melihat sekeliling kamar yang di dominasi oleh warna abu-abu. Penataan kamar Arkan memperlihatkan sekali bagaimana kepribadian Arkan. Simpel dan tak mau ribet.Aruna lalu berjalan mendekati tumpukan kardus di sudut kamar. Kardus itu berisi pakaian dan barang-barang miliknya yang di angkut dari rumahnya ke sana sehari sebelum hari pernikahan dilaksanakan. Aruna mulai membuka kardus-kardus tersebut dan membereskan isinya ke tempat yang seharusnya. Di sana, sudah ada satu lemari baru yang katanya dibeli oleh Arkan khusus untuk Aruna. Aruna akan berterima kasih pada pria itu nanti. Mengesampingkan perjanjian awal mereka, Arkan melaksanakan peran sebagai suami dengan baik. Dia benar-benar memenuhi semua kebutuhan Aruna tanpa harus diminta lebih dulu.Aruna tak tahu sih ke depannya akan bagaimana, karena dia dan Arkan baru dua hari menikah. Entah Arkan akan tetap seperti sekarang atau berubah