Home / Urban / Jurnal Sang Dokter / BAB 3 Wanita Penghibur Part 2

Share

BAB 3 Wanita Penghibur Part 2

last update Last Updated: 2023-07-13 14:23:28

Wanita Penghibur Part 2

 

Aku mulai menyadari apa yang terjadi, oh Tuhan, seketika tangisku pecah. Aku telah membunuh janin yang tidak berdosa, janin yang seharusnya tumbuh dengan nyaman di dalam rahim ibunya, hingga berusia sembilan bulan, lalu dilahirkan, melihat dunia ini, merasakan hidup. Oh Tuhan.

Tubuhku jatuh ke lantai, menangis sejadi jadinya, aku tidak menyangka akan terjebak ke dalam peristiwa yang mematahkan hati ini. Aku merasa diriku kotor, bermandikan darah yang seperti lumpur kering. Awan mendung seketika datang, menghujaniku dengan kepedihan, lalu hujan itu berubah menjadi badai, menghancurkanku, seketika, membuatku tidak mampu berlari, bahkan untuk menyelamatkan diri. Aku sudah tamat, dalam bencana yang mengerikan.

Aku pingsan, tidak sadarkan diri, ini benar benar peristiwa traumatik yang begitu menyakitkan. Aku tidak sanggup, sangat menyesakkan dada, membuatku tidak mampu bernafas dengan benar, hanya menyisakan sesak yang menyiksa.

 

***

 

Aku masih tidak sadarkan diri, namun tidak berlangsung lama. Aku mulai sadar, sendirian, berusaha bangkit, tidak ada yang menolong. Bangkit sendiri dalam balutan luka yang tidak terlihat.

Aku duduk di lantai, memikirkan apa yang telah aku lakukan. Perbuatan kejiku, walaupun itu diluar pengetahuanku. Perawat Wiji kembali masuk ke dalam ruang Tindakan, melihatku dengan heran.

"Di mana wanita itu? aku ingin memukulnya sekuat mungkin," ucapku.

"Pasien sudah pergi dok, dokter Arya sudah meresepkan obat untuknya, dia tidak memiliki urusan lagi dengan dokter," ucap perawat Wiji. Dia terlihat biasa saja, tidak merasa bersalah sedikitpun.

Perawat Wiji terlihat membuka tabung vakum yang berisi darah pasien, hasil dari tindakan tadi. 

Dengan tenang, tanpa memperlihatkan ekspresi apapun, dia membuang darah juga jaringan yang ada di bengkok ke dalam kloset, lalu menekan flush yang ada di toilet duduk itu. 

 

Semuanya hilang, tersapu air, seperti tanpa jejak, tidak meninggalkan apapun lagi, bahkan rasa penasaran dan bersalah sekalipun.

"Apa kau sama sekali tidak merasa bersalah? aku tahu ini adalah kecurangan!" teriakku pada perawat Wiji.

"Harusnya yang menyesal adalah wanita itu, namun wanita itu terlihat biasa saja, bahkan pergi dengan perasaan yang tenang dan damai, seolah habis membuang sampah, tidak perlu melihatnya lagi," ucap perawat Wiji.

"Dokter tahu, dokter tidak perlu memikirkannya, wanita itu adalah pelacur yang bekerja di pusat kota, dia sudah datang ke tempat ini empat kali, dengan perasaan yang sama, seperti membuang sampah," lanjut perawat Wiji.

Dengan segala perasaan yang bergejolak di dalam diriku, aku melepas seluruh alat pelindung diri, bergegas masuk kedalam kamar mandi. 

Aku mengguyur seluruh tubuhku dengan air, menggunakan gayung, satu per satu, secepat mungkin. Aku membubuhkan sabun, sebanyak yang aku bisa, menggosok seluruh kulitku, nyaris lecet, namun tetap saja darah itu seolah masih menempel, sulit dihilangkan. 

Aku menjatuhkan diri ke lantai, meratapi segala kebodohan yang telah aku lakukan.

Aku menangis, sejadi jadinya, bahkan dengan menangis begitu keras, perasaan bersalah dan kecewa itu tak juga berkurang.

Setelah itu aku bergegas menemui dokter Arya, dengan perasaan marah luar biasa, aku tidak akan bekerja lagi di kliniknya, tidak akan pernah lagi. 

Aku akan pergi meninggalkan tempat ini dengan luka, yang membekas di dalam hatiku, namun ternyata harapan hanya tinggal harapan, nyatanya aku berada di klinik itu hampir dua tahun lamanya.

***

Romansa menghentikan tulisannya, dia terlihat menangis, lalu jatuh dari kursi. Perawat Erna yang melihat kejadian itu segera berlari ke arah Romansa, membantunya bangun dan menidurkannya di tempat tidur.

"Romansa, sadarlah," ucap perawat Erna dengan ekspresi khawatir.

"Romansa," ucapnya lembut seraya memegang tangan Romansa.

"Bu Erna," ucap Romansa.

"Romansa," ucap perawat Erna yang bersyukur karna Romansa telah sadar dari pingsannya.

"Kau membuat ibu khawatir," ucap perawat Erna.

"Aku harus meneruskan tulisan itu bu," ucap Romansa.

"Istirahatlah dulu," ucap perawat Erna.

"Tidak bu, aku harus menyelesaikannya," ucap Romansa bersikeras.

Perawat Erna tidak bisa mencegah keinginan Romansa. Dia hanya berusaha menguatkan Romansa, sebisa mungkin.

Romansa bangkit dari tempat tidurnya, lalu duduk lagi di depan laptop.

"Aku akan menunggu di luar," ucap perawat Erna.

"Kerjakan saja pekerjaan ibu, jangan pedulikan aku," ucap Romansa. 

Perawat Erna keluar dari ruang perawatan Romansa tanpa menjawab apa yang Romansa katakan.

Romansa terlihat menghela nafas panjang, menghapus butiran air mata, lalu melanjutkan ketikannya.

Lanjutan jurnal Romansa.

Aku menemui dokter Arya, di rumahnya, saat itu dia sedang berada di ruang kerjanya. 

Aku masuk ke ruang kerja itu, tanpa sengaja melihatnya sedang menghitung tumpukan uang yang terlihat begitu banyak.

Melihatku masuk ke ruangannya, dokter Arya segera memasukkan uang itu ke dalam laci, terlihat gugup dan khawatir.

"Dokter, maafkan saya, saya harus mengundurkan diri," ucapku seraya menyerahkan surat pengunduran diri yang baru saja kubuat.

Melihat hal itu, dokter Arya hanya menatapku, dalam diam, lalu tersenyum. 

Tidak ada ekspresi apapun yang istimewa, semuanya biasa saja. Sepertinya hanya aku sendiri yang menyimpan getaran penyesalan dan juga rasa bersalah.

Aku belum menikah, belum memiliki anak, belum pernah juga mengandung, namun memikirkan moment indah seperti itu saja sudah membuat hatiku sejuk. 

Aku membayangkan, Membawa janin yang terus berkembang selama sembilan bulan, seperti sebuah keadaan anomali yang tak terlihat namun bisa dirasakan.

Bibir akan terus melangitkan doa, berharap kesehatan dan keberuntungan seperti bayangan yang terus mengiringi langkah. Namun ini? bukankah sama kejamnya seperti seorang psikopat bernyali, yang membunuh korbannya dengan cara mutilasi, lalu menghancurkannya. Oh mengerikan, aku berada dalam situasi yang menyamakan diriku seperti seorang pembunuh berdarah dingin.

Dokter Arya mengambil amplop coklat dari dalam lacinya, meletakkannya di atas meja, lalu mendorongnya ke arahku. Dia menunjukkan wajah tenang, seolah yang dilakukannya adalah hal benar atau bahkan biasa saja.

"Bacalah surat perjanjian yang sudah kau tanda tangani," pinta dokter Arya. Aku mengambil amplop itu, lalu membacanya.

Aku terperanjat, melihat salinan surat perjanjian yang sudah aku tanda tangani sendiri. 

"Kau lupa dengan itu? akan saya ingatkan lagi, kau harus tahu bahwa kau menandatanganinya sendiri, tanpa paksaan, dengan sadar," ucap dokter Arya. 

Aku membaca poin bahwa kontrak kerja berjalan selama lima tahun, jika aku menyalahi kontrak maka aku harus membayar denda sebesar lima ratus juta rupiah. 

Aku mengingat ingat, sepertinya aku tidak membaca poin ini. Benar juga kata orang tua dulu, jangan sembarangan menandatangani surat apapun sebelum membacanya dengan serius dan memahaminya dengan sadar. Aku menorehkan tanda tangan, yang berarti persetujuan, dengan sadar dan perasaan bahagia saat itu.

Aku terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Aku tidak memiliki uang sebanyak itu, bagaimana bisa membayar dendanya.

"Aku bisa melaporkanmu ke polisi karena menyalahi kontrak, selain di penjara, kamu juga harus membayar denda," ucap dokter Arya.

"Sa-saya juga bisa melaporkan anda," ucapku berusaha berani. 

"Benarkah? kau yang melakukan tindakan itu, apa saya yang akan dipenjara?" ucap dokter Arya dengan mudahnya.

 

Tubuhku bergetar, nyaris jatuh terhuyung, kaki seperti tidak kuat lagi menahan tubuh untuk berdiri tegap. Aku menarik nafas panjang, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan, semua yang dia katakan seketika menjatuhkan hatiku. Bagai buah simalakama, semua serba salah.

Aku keluar dari rumah dokter Arya, dengan mata yang terus saja menangis. 

Aku kembali ke klinik itu, masuk ke dalam kamar pribadiku yang ada di dalam klinik. 

Di sana aku menangis sejadi jadinya, berusaha mencari solusi, namun semakin mencari, semakin menemukan jalan buntu. Tidak ada yang bisa aku lakukan. Dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu? aku menyalahkan diriku sendiri, betapa bodohnya aku ini, bisa bisanya menandatangi kontrak yang mengerikan itu. Seperti pisau yang menghujam jantung, aku sendiri yang membeli pisau itu, mengasahnya dan menghujamkannya.

 

Related chapters

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 4 Wanita Penghibur Part 3

    Wanita Penghibur Part 3Perawat Wiji mendatangiku. "Dokter, tidak perlu sedih begini, itu sudah profesinya," ucap perawat Wiji yang melihatku duduk di bangku ruang tunggu, sendirian, menerawang, dengan pandangan kosong. "Apa? profesi? hah," ucapku seolah mencibir. "Segala sesuatu yang menghasilkan uang dan dilakukan secara terus menerus bisa dibilang sebagai profesi," ucap perawat Wiji dengan tenang, tidak terpancing dengan kekesalanku, kekesalan yang sudah menjalar, merasuki seluruh tubuh. "Aku tidak setuju," ucapku dengan nada sedikit tinggi. "Tidak ada pembenaran, menjual diri bukan profesi, itu penyakit, apapun alasannya," lanjutku dengan mata tajam. "Penyakit itu harus disembuhkan. Berikan bimbingan yang baik, dia harus keluar dari zona nyamannya, pekerjaan yang dipikir mudah, menghasilkan banyak uang, kemewahan," ucapku lagi, masih dengan amarah yang menggebu. "Dngan satu tubuh, melayani banyak pria hidung belang. Aku bukannya ingin menjelekkan mereka, namun itu kenyataann

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 5 Terjebak Seks Bebas Part 1

    Terjebak Seks Bebas Part 1 Romansa berteriak teriak, membekap kepalanya, di atas tempat tidur, lalu meringkuk. Dia merasakan tekanan yang begitu keras, dalam diri, hati, juga pikirannya. Perawat Erna segera berlari, mendekap tubuh Roamansa, mengelus tubuhnya, berusaha memberi kekuatan. “Tenanglah Romansa, tenang, ada saya di sini, saya akan menjagamu,” ucap perawat Erna. “Tidak bu, tidak, dia mengikutiku, saya takut, saya takut,” ucap Romansa dengan wajah ketakutan. “Tidak ada yang mengikutimu, tidak ada,” ucap perawat Erna seraya tetap memeluk Romansa, bahkan dekapan itu semakin erat. Beberapa saat, Romansa berusaha menenangkan diri, mengendalikan segala hal yang meluap luap dari dalam dirinya. “Saya ingin menulis lagi, hanya itu yang bisa membuat saya lebih tenang,” ucap Romansa. “Iya, saya akan menyiapkannya untukmu, tenangkan dirimu,” ucap perawat Erna. Perawat Erna terlihat menyiapkan laptop Romansa, di atas meja yang kemarin dia gunakan untuk mengetik cerita. Perawat Er

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 6 Terjebak Seks Bebas Part 2

    Terjebak Seks Bebas Part 2 "Apa kau pernah melihat calon bayimu? yang sedang kau kandung,” tanyaku pada gadis kecil itu. “Dok, tidak perlu menanyakan apapun padanya, dia tidak mengerti, dia sedang tidak baik baik saja, tertekan," ucap ibu itu. "Baiklah, saya anggap jawabannya adalah belum pernah. Mungkin memang kalian belum pernah melihat bayi kecil itu, padahal pemeriksaan USG (ultrasonografi) sudah dilakukan. Dengan senang hati saya akan memberikan gambaran yang sempurna pada kalian," ucapku berusaha dengan suara yang lembut, tenang dan penuh kesabaran. "Dua belas minggu, ukuran janin itu sudah sebesar buah rambutan dengan berat kira kira 18 gram dan panjang 7,5 sentimeter. Seluruh tubuhnya mulai memenuhi Rahim kecil itu. Dia bersama plasenta, yang juga sudah berkembang dengan baik untuk bisa menyalurkan gizi dan nutrisi. Pada usia ini, otaknya sudah mulai berkembang pesat. Kuku tangan dan kaki, pita suara, organnya, akan mulai berkembang,” ucapku. “Ibu yang mengandung sudah bis

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 7 Terjebak Seks Bebas Part 3

    Terjebak Seks Bebas Part 3 Aku melihat gadis kecil ini, anak kecil yang baru beranjak menjadi remaja, masih jauh waktu yang dibutuhkan untuk dia memikirkan hal hal yang berhubungan dengan rumah tangga. "Saya boleh tahu siapa nama panjangmu?" tanyaku membuka pembicaraan. "Elisa Maharani," ucap Elisa sedikit ragu ragu dan sangat lirih. Elisa terlihat mengarahkan pandangan matanya ke bawah, seolah enggan untuk memperlihatkan wajahnya. "Wah, itu nama yang sangat indah. Dokter hanya ingin membantumu, membantu yang sebenarnya," ucapku berusaha tetap mengulaskan senyum. "Apa Dokter boleh meminjam tanganmu," ucapku lembut. Dengan ragu ragu Elisa mulai mengangkat pandangannya, lalu mengulurkan kedua tangan kecilnya. Aku meraih tangan itu, menggenggamnya, juga mengelusnya lembut, berharap Elisa tahu, bahwa aku memiliki ketulusan untuknya, ketulusan kasih yang benar benar aku miliki, bukan sebagai seorang dokter, melainkan teman, atau mungkin kakak, atau bahkan ibu. "Elisa, Elisa tahu, say

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 8 Terjebak Seks Bebas Part 4

    Terjebak Seks Bebas Part 4 Elisa melihat ke arah perutnya, perut yang sedang aku pegang, perut kecil, yang bahkan tidak akan disangka bahwa di dalam perut itu bersemayam janin kecil yang tumbuh dengan sehat. "Tapi dia tidak mau bertanggung jawab, dia tidak mengakuinya," ucap Elisa. "Ya, itulah yang terjadi. Semua yang kau alami bukanlah bukti cinta. Melainkan perampasan sepihak, perampasan, perampokan. Kau tahu, keperawanan adalah simbol suci bagi seorang perempuan. Sekalinya hilang tidak akan bisa dipulihkan lagi. Jika itu hilang sebelum adanya pernikahan, maka simbol suci itu juga akan hilang, hanya menjadi angin tanpa bekas, tak berkesan,” ucapku. “Keperawanan tidak seperti rambut dan kuku, yang bisa tumbuh lagi ketika sudah dipangkas. Keperawanan juga merupakan simbol dari moral dan harga diri seorang perempuan," ucapku berusaha menggunakan bahasa yang aku harap bisa dia pahami. "Sebentar, saya perlihatkan sesuatu padamu," ucapku yang kemudian mengambil dua buah minuman dingin

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 9 Terjebak Seks Bebas Part Akhir

    Terjebak Seks Bebas Part Akhir Tindakan harus dilakukan, terpaksa, tidak mampu aku cegah, aku tidak memiliki daya dan upaya. Akupun menangis, tidak rela janin itu pergi, namun apa yang bisa aku lakukan. Setelah Tindakan dan pasien sudah dipindahkan ke ruang observasi, aku menangis di ruang pemeriksaan, aku tidak bisa melupakan wajah polos Elisa, wajah yang tidak berdosa itu, Seorang gadis muda terjebak dalam ikatan cinta yang membuatnya tidak berdaya, lalu akhirnya terbelenggu dalam dosa, dosa yang sangat besar. Setelah hari itu, aku memutuskan untuk menjadi seorang konsultan, penerang, yang masuk ke setiap pintu sekolah sekolah untuk memberikan pendidikan seks secara gratis juga lugas. Sebuah ilmu yang dianggap sebagian orang sebagai sesuatu yang tabu dan tidak penting. Aku ingin mereka semua tahu dan mengerti betapa penting dan berharganya diri mereka. Seharusnya mereka semua menuliskan kaya "don't touch me" sebesar mungkin di kepala, punggung, dada dan semua yang bisa dilihat.

    Last Updated : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 10 Menjual Keperawanan Part 1

    Menjual Keperawanan Part 1 Bunga dandelion memiliki bentuk yang unik, teksturnya sangat rapuh, di mana setiap bibit di dalam bunga akan terbang bahkan hanya dalam sekali tiupan saja. Bunga yang mampu tumbuh di mana saja, tidak peduli tempat yang tandus atau bahkan lembab. Dia akan terus bertahan, mudah beradaptasi dan tidak takut untuk berada di manapun. Dia bahkan tidak pernah membenci siapapun yang singgah hanya untuk mengambil sekilas foto, atau meniupnya satu per satu, karna dia yakin, biji yang tebang mampu tumbuh di manapun dia jatuh dan hinggap. Romansa duduk di taman yang ada di rumah sakit, tidak jauh dari ruang perawatannya. Dia nampak melihat dandelion yang bergoyang tersapu angin. “Rey, lihat wanita itu,” ucap Simon. “Dia cantik sekali,” lanjut Simon. “Kau ini, jaga pandanganmu, kita sedang di rumah sakit,” ucap Rey. “Ya siapa tahu dia dokter yang kau maksudkan, dia cantik sekali,” ucap Simon. “Benarkah?” tanya Rey yang kemudian dia melihat ke arah taman di mana wa

    Last Updated : 2023-08-12
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 11 Menjual Keperawanan Part 2

    Menjual Keperawanan Part 2Suatu ketika, aku dituduh mencuri uang dari salah seorang murid. Dia adalah anak dari pejabat daerah. Tuduhan yang sangat menyakitkan, karna aku tidak mungkin melakukan hal hina seperti itu.Aku memang bukan orang kaya, namun mencuri bukan menjadi pilihan, bahkan ketika terdesak sekalipun. Tuduhan itu membuat beasiswaku di tangguhkan, aku harus mengganti uang itu, cukup besar, bisa membeli satu unit sepeda motor keluaran terbaru. Aku sangat heran, kenapa seorang murid harus membawa uang sebanyak itu, apa dia ingin menunjukkan bahwa uang baginya hanya seperti lembaran buku? tidak dapat dipercaya, itu sangat tidak wajar.Setelahnya, aku mengetahui bahwa gadis itu sengaja menjebakku, dia iri dengan pencapaian yang aku dapatkan selama ini. Juara kelas dan rekomendasi beasiswa di perguruan tinggi terbaik. Aku sangat kecewa, dia benar benar akan menghancurkan hidupku.Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berusaha mencari pekerjaan sampingan, namun denga

    Last Updated : 2023-08-12

Latest chapter

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 57 Rahasia Terbesar Dokter Gede

    Rahasia Terbesar Dokter GedeDokter Gede dan perawat Dante terlihat berbicara cukup serius di lorong ruang perawatan VVIP.“Apa kau sudah menghapus semua data mengenai Romansa?” Tanya dokter Gede.“Sudah dok,” jawab perawat Dante.“Ya, jangan sampai ada orang lain yang tahu, apapun status mengenai dia, harus tetap tersimpan di Neverland selamanya,” ucap dokter Gede.“Ba-baik dok,” ucap perawat Dante.Dokter Gede terlihat menarik pikirannya ke belakang, ke satu waktu, menjadi titik mula Romansa berada di rumah sakit jiwa itu.Tiga tahun lalu, dokter Gede menemui dokter Arya, yang ternyata memiliki cerita di masa muda mereka.“Bawa dokter itu ke tempatmu, jangan sampai dia bicara lebih jauh dengan polisi,” ucap dokter Arya.“Aku sudah memperingatkanmu, jangan meneruskan bisnis itu, hentikan, kau dokter yang hebat, tidak perlu mengikuti jejak ayah dan kakekmu,” ucap dokter Gede. Mereka terlihat berbincang di sebuah ruangan, ruangan tertutup yang ada di kantor polisi.“Ya, kau tahu sendiri

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 56 Down Syndrome Bukan Salah Mama Part 2

    Down Syndrome Bukan Salah Mama Part 2“Skrining untuk down syndrome sudah dapat dilakukan sejak usia kehamilan 11 hingga 14 minggu melalu pemeriksaan USG dan tes darah di trimester pertama. Atau bisa juga dilakukan antara usia 15 minggu dan 20 minggu dengan tes darah yang disebut dengan tes skrining multiple marker serum,” jawabku.“Namun tidak 100% tes ini memberikan hasil yang akurat. Uji diagnostikpun bisa dilakukan, seperti memeriksa biopsi vili korionik (sampel plasenta), amniocentensis (cairan ketuban), chordocentesis (darah tali pusat) saat bayi masih berada di dalam kandungan, namun tidak semudah seperti yang dibayangkan, semua itu memiliki risiko komplikasi yang jauh lebih besar, sehingga harus dipertimbangkan dengan matang untuk memilih melakukan pemeriksaan itu,” lanjutku.“Jika bukan karma, kenapa selalu ibu yang disalahkan ketika memiliki anak seperti itu,” ucapnya yang diiringi dengan derai air mata.Aku menggenggam tangannya semakin erat, berusaha memahami sesuatu yang b

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 55 Down Syndrome Bukan Salah Mama

    Down Syndrome Bukan Salah MamaRomansa melihat semburat warna orens tergambar di sisi barat, matahari tenggelam yang begitu indah, terlihat sedikit samar. Dia memejamkan mata, membayangkan betapa indahnya matahari terbenam di pinggir pantai yang indah.“Aku sudah selesai dengan Savea, namun hatiku begitu bergetar, aku memikirkan Ibu Kayati, namun jariku sangat lelah dan sulit untuk digerakkan,” ucap Romansa di dalam hati seraya melihat ke arah jari jarinya yang begitu ingin sekali kembali mengetik.“Semoga kau dan anakmu selalu dalam kebahagiaan. Kau memutuskan untuk merawatnya sendiri, kau hebat, Tuhan akan mengasihimu,” ucap Romansa yang tanpa terasa butiran air mata menetes dengan begitu mudahnya.Tiba tiba dia mendengar suara pintu kamar diketuk, beberapa detik setelah itu terlihat perawat Nindi masuk.“Nona, ibu Erna berpesan untuk mengingatkan nona minum obat,” ucap perawat Nindi.“Iya perawat Nindi, terima kasih. Oh iya, apa bu Erna belum kembali? Apa dia cerita sedang ada keper

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 54 Aku Bukan SALOME Part 3

    Aku Bukan SALOME Part 3Romansa terlihat menarik nafas panjang, dia tidak boleh menggantungkan sebuah cerita. Dia pernah berjuang hingga akhir untuk membantu seseorang menemukan keadilan. Romansa menguatkan hati untuk meneruskan tulisannya, karna saat itu dia juga berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan keadilan untuk Savea.Cerita Savea selanjutnya.Aku memeluk Savea dengan pelukan yang penuh kasih. Aku mengasihaninya, gadis malang ini, yang direnggut kebahagiaannya dengan paksa, oleh orang orang dalam raga berpendidikan dan rupawan. Aku merasakan kesedihan juga perasaan itu.Kelaminnya dikoyak, namun dia tidak tahu, hanya rasa sakit dan perih yang dirasakannya. Kesakitan yang akhirnya menjadi perasaan trauma yang mendalam.“Tolong dok, tolong ambil bayi ini, bayi yang hidup di dalam tubuh saya,” ucapnya lirih. Aku semakin memeluknya erat, semakin erat, tidak semudah itu, bukan jalan yang terbaik.“Tolong, jangan begini, dokter janji, dokter akan menolongmu, sebisa mungkin,” ucapku pa

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 53 Aku Bukan SALOME Part 2

    Aku Bukan SALOME Part 2Cukup lama aku dan perawat Wiji memberikan ruang untuk Savea, hingga akhirnya dia mulai tenang dan memutuskan untuk melanjutkan sesi konsultasi.“Apa tidak sebaiknya kau pulang dulu?” Tanyaku pada Savea.“Tidak dok, saya sudah lebih baik,” ucap Savea.“Kita bicara di sini? Tidak apa apa, tidak perlu di ruang pemeriksaan,” ucapku yang melihat Savea berusaha turun dari tempat tidur UGD.“Tidak apa apa?” Tanya Savea.“Ya, tentu saja,” ucapku yang kemudian mengambil kursi dan duduk di sebelahnya.“Apa walimu tidak ikut?” Tanyaku pada Savea. Mendengar pertanyaan itu dia hanya menggeleng.“Saya dari pulau lain, di kota ini untuk kuliah,” ucapnya.“Oh begitu ya, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau selalu menyebutkan kata salome,” tanyaku.“Saya khawatir salah mengartikannya,” lanjutku.“Ya, sejak peristiwa itu, semua orang di kampus menyebut saya SALOME, sungguh sangat menyakitkan, saya bahkan berpikir untuk bunuh diri,” ucapnya.“Ada apa?” Tanyaku menelisik.Aku m

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 52 Aku Bukan SALOME

    Aku Bukan SALOMEBeberapa menit sebelumnya.Simon terlihat begitu asik bersama perawat Nindi dan juga perawat Nika, mereka membahas mengenai kondisi salah satu pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa itu. Sebenarnya hanya kasus karangan Simon saja, tidak ada tugas mengenai itu, dia hanya membuat riset sendiri untuk membantu Rey mengelabui perawat di ruang perawatan VVIP.Tiba tiba dari jauh terdengar langkah kaki dari beberapa orang, Simon melirik ke arah lorong rumah sakit yang menuju ke arah ruang perawatan VVIP, dia melihat ada dokter Gede sedang berjalan bersama dengan perawat Dante.“Dok-dokter Gede,” gumam Simon dalam hati. Dia mulai gugup, tidak ingin ketahuan, dia segera mencari alasan supaya bisa secepatnya pergi.“Perawat Nindi, perawat Nika, saya ucapkan terima kasih. Saya ingin berlama lama dengan perawat perawat yang ramah juga baik seperti kalian, tapi sayangnya ada panggilan alam yang tidak bisa ditunda lagi,” ucap Simon seraya menunjukkan ekspresi seseorang yang sedang

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 51 Pandangan Pertama Yang Mendebarkan

    Pandangan Pertama Yang MendebarkanSimon terlihat masuk ke dalam ruang perawatan VVIP. Dia mendekat ke ners station, di sana ada perawat Nindi dan perawat Nika.“Selamat sore, apa saya bisa bertemu bu Erna? wah saya sudah mencari bu Erna sejak tadi siang,” ucap Simon berusaha mencari alasan supaya bisa berlama lama di ruang VVIP.“Bu Erna sedang izin keluar, sejak tadi siang,” ucap perawat Nindi.“Oh begitu ya, pantas saja saya tidak menemukannya,” ucap Simon.“Ada perlu apa?” tanya perawat Nika.“Tidak, saya hanya ingin meminta bantuan bu Erna untuk melihat laporan saya mengenai salah satu pasien yang ada di ruang perawatan umum,” ucap Simon serta menunjukkan buku yang dibawanya.“Iya, bu Erna cukup berpengalaman untuk itu,” ucap perawat Nindi.“Datang saja lagi besok,” ucap perawat Nika.“Wah, malam ini saya harus segera mengirim email tugas ini pada dosen terkait,” ucap Simon yang menyiratkan isyarat kekecewaan.“Hmmm, coba saya lihat, mungkin saya bisa membantu,” ucap perawat Nind

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 50 Rencana Rey Menemukan Romansa

    Rencana Rey Menemukan RomansaRomansa mengigau, di dalam tidur. Dia melihat ada tangan mungil, kecil, terjepit di atas kanul yang dicucinya. Romansa berkeringat begitu banyak, mengigau tidak karuan.“Tidak, tidak, tidak, maafkan aku, maafkan aku, tidak,” bisiknya lirih. Keringatnya semakin bercucuran. Ketakutan itu sungguh memiliki ruang di dalam pikirannya, di mana akan hadir di saat tidak terduga, juga tidak dapat diprediksi. Ketakutan itu menangkapnya dalam mimpi, seolah mencekik, menghentikan nafasnya, sangat menyakitkan.Romansa membuka mata, lalu mencoba bernafas dan bangkit. Romansa mengambil nafas cepat, sungguh dia seperti terbebas dari hal yang mengerikan. Romansa mengusap keringat yang membanjir di wajahnya. Dia berusaha mengendalikan diri, menepiskan perasaan sesak yang menyerangnya habis habisan.“Ada apa Romansa?” tanya perawat Erna yang berlari ke arah Romansa.“Ibu dengar kamu berteriak,” lanjut bu Erna seraya memeluk Romansa.“Mim-mimpi itu datang lagi,” gumam Romans

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 49 HIV AIDS

    HIV AIDSRomansa mengingat sebuah kisah mengenai karma yang muncul setelah sekian tahun berlalu. Pagi itu, Romansa melihat perawat Wiji mengomel tidak karuan,“Tidak tahu malu, aku baru saja memberinya uang yang cukup, kenapa harus membuatku merasa kesulitan seperti ini, harusnya dia tahu diri,” gerutu perawat Wij ketika masuk ke dalam ruang obat, dia terlihat meletakkan sekotak kasa yang baru saja diterimanya dari penyedia bahan.“Ada apa?” tanya Romansa.“Di depan klinik ada seorang tunawisma wanita, dia sudah tiga hari disana, duduk di pojok klinik. Mungkin karna saya memberikannya makanan. Apa dokter tahu, setelah selesai makan, dia justru memaki makiku karna memberinya makan dengan ikan goreng, seharusnya dia bersyukur,” ucap perawat Wiji.“Mungkin dia memang sangat lapar, sudah, berikan saja lagi dan minta dia untuk pergi,” ucap Romansa.“Tidak semudah itu dok, saya sudah berusaha mengusirnya, saya juga minta satpam yang bekerja di koperasi sebelah klinik untuk mengusirnya, namun

DMCA.com Protection Status