Menjual Keperawanan Part 2Suatu ketika, aku dituduh mencuri uang dari salah seorang murid. Dia adalah anak dari pejabat daerah. Tuduhan yang sangat menyakitkan, karna aku tidak mungkin melakukan hal hina seperti itu.Aku memang bukan orang kaya, namun mencuri bukan menjadi pilihan, bahkan ketika terdesak sekalipun. Tuduhan itu membuat beasiswaku di tangguhkan, aku harus mengganti uang itu, cukup besar, bisa membeli satu unit sepeda motor keluaran terbaru. Aku sangat heran, kenapa seorang murid harus membawa uang sebanyak itu, apa dia ingin menunjukkan bahwa uang baginya hanya seperti lembaran buku? tidak dapat dipercaya, itu sangat tidak wajar.Setelahnya, aku mengetahui bahwa gadis itu sengaja menjebakku, dia iri dengan pencapaian yang aku dapatkan selama ini. Juara kelas dan rekomendasi beasiswa di perguruan tinggi terbaik. Aku sangat kecewa, dia benar benar akan menghancurkan hidupku.Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berusaha mencari pekerjaan sampingan, namun denga
Menjual Keperawanan Part 3Anna melihat kekhawatiran tergambar jelas di wajahku, aku benar benar takut, itu tidak bisa disembunyikan. Bahkan membayangkannya saja itu sudah cukup menakutkan. Aku mulai ragu, namun jika aku pikirkan lagi, ini langkah terbaik menurutku, walau akhirnya aku benar benar menyesal.“Tidak perlu takut, rasanya memang sakit di awal, namun setelah itu kau akan merasakan sensasi yang luar biasa,” ucap Anna yang mendekatiku, lalu duduk di sebelah tempatku duduk.“Apa kau menikmatinya?” tanyaku.“Ya, karna saat itu aku melakukannya dengan kekasihku, kekasih yang sangat aku cintai, walaupun sekarang aku sangat membencinya,” ucap Anna.“Apa kau menyesal?” tanyaku.“Ya, tentu saja, sangat menyesal. Bukti cinta apa, dia meninggalkanku, menjengkelkan,” ucap Anna.“Jangan pikirkan macam macam, fokus saja ke tujuanmu,” lanjut Anna.“Baiklah, aku akan berusaha untuk tidak memikirkannya,” ucap Anna.“Aku akan menceritakannya sedikit supaya kau memiliki gambaran yang baik,” u
Menjual Keperawanan Part 4Untuk menghormatinya, aku segera menenggak minuman itu. Baru sekian detik cairan itu masuk ke tenggorokanku, aku mulai batuk, sungguh rasanya begitu pahit dan tidak enak. Aku mulai berpikir, apa yang ada di kepala para pemabuk itu, dengan santainya menenggak begitu banyak minuman beralkohol, apa hanya untuk mendapatkan efek teler dan mengantuk? Sungguh tidak dapat dipercaya.“Kau benar benar baru pertama mencobanya?” tanya Eriko.“Aku akan mengambilkan air putih,” ucap Eriko.Aku hanya mengangguk, seolah menuruti setiap hal yang ingin dia lakukan, tanpa menentang dan tanpa berkomentar. Akupun ingin membilas tenggorokanku dengan air, sungguh rasanya sangat tidak nyaman.“Boleh aku bertanya?” tanya Eriko.“Tentu saja,” ucapku yakin.“Apa kau melakukan semua ini hanya demi uang?” tanya Eriko, dengan ragu aku menjawab pertanyaan itu dengan anggukan. Tidak mungkin aku menceritakan semua alasan dibalik tindakan yang aku lakukan ini.“Kau tidak akan menyesal?” tan
Menjual Keperawanan Part AkhirSetelah memikirkannya, akhirnya aku setuju untuk tidak menggunakan alat kon-trasepsi, dengan alasan supaya kami bisa lebih menikmatinya. Ini juga yang selanjutkan membuatku menyesal dan selalu menyalahkan diri, betapa bo-dohnya aku ini, bisa percaya dengan mitos seperti itu, pengalaman pertama tidak akan membuatku hamil, sungguh apa yang aku pikirkan sehingga mempercayainya.Eriko mulai mendekat ke arahku, dia terlihat begitu lembut dan bahkan terasa penuh dengan kasih sayang. Eriko memegang kepalaku bagian samping, mengelus rambutku, lalu jempolnya dengan lembut menyapu telingaku. Perlakuan sederhana ini sungguh membuatku melayang, sentuhan yang begitu lembut.Eriko menatap wajahku, menatap mataku, lalu menjatuhkan kecupan ke bibirku, bibir per-awan yang belum pernah dikecup siapapun.“Kau belum pernah mendapat ini? apa aku pria pertama yang mengecupmu?” tanya Eriko seraya tersenyum.Eriko mulai berani, memperlakukanku, layaknya kekasih atau bahkan istr
Cerita Tentang Penghianatan“Romansa, istirahatlah, ini sudah malam,” ucap perawat Erna.“Iya bu, Romansa akan istirahat,” ucap Romansa yang terlihat duduk di tempat yang sekarang menjadi tempat favoritnya. Meja dan kursi, di atas meja ada laptop yang digunakan untuk membuat jurnal, atau cerita.Perawat Erna merasa Romansa sudah tidak sering lari dan berteriak teriak, ketakutan, sejak dia larut dalam jurnal jurnalnya. “Apa kau akan menerbitkannya hari ini? sepertinya kau memiliki banyak penggemar, saya sangat bersyukur,” ucap perawat Erna.“Ya, sepertinya banyak yang menyukai tulisanku, saya akan terus menulis, kepalaku terasa lebih ringan sejak menuangkan semuanya menjadi bentuk tulisan dan membiarkan semua orang membacanya,” ucap Romansa.“Ya, apa kamu memakai namamu sendiri?” tanya perawat Erna.“Tidak bu, saya memakai inisial R,” ucap Romansa yang kemudian beranjak dari kursinya, lalu dia menuju ke tempat tidurnya.Bu Erna membantu Romansa berbaring, menyelimutinya dan menepuk nep
Cerita Tentang Penghianatan Part 2Terlibat dalam waktu yang sama sepanjang bergeraknya jarum jam tidak lantas memberi jaminan jika dua orang yang memiliki ego dan isi kepala yang berbeda mampu disatukan dalam satu kesepakatan, kecuali rasa mengalah walau hanya demi menghindari pertengkaran".Saya dan Hendra akan menikah, dengan dasar cinta, rasa ingin menyayangi dengan jutaan mimpi dan harapan yang semuanya tergambar indah dalam pikiran yang lebih banyak berupa khayalan dan angan angan. Menikah, sebagian orang takut dengan kata itu, bagi mereka menikah selayaknya seperti sebuah borgol yang siap mengikat, lalu menggiring pemilik tangan kedalam ruangan sempit, sedikit bau, lembab dan tidak nyaman. Tapi percayalah, menikah itu sebuah keindahan yang harus dipahami dengan sedikit akal sehat dan perbanyak penyerahan diri pada cinta yang sudah digariskan Tuhan, karena keyakinan kita tidak mampu mengganti, mengundur, menukar jodoh yang sejatinya adalah takdir seperti halnya kematian.Menik
Cerita Tentang Penghianatan Part 3Mobil melaju, menjauh dari rumah yang dulunya penuh dengan cinta dan keteduhan.Sepanjang jalan, saya tidak henti menangis, saya tidak berhenti meratapi nasib yang akan berubah per hari ini. Suami saya telah berkhianat, saya tidak bisa menerima itu. Sebesar apapun cinta saya pada suami, dia lebih memilih untuk merubah cinta itu menjadi sebuah kebencian.Saya membuka tas, lalu mencari sebuah kartu nama. Di kartu nama itu tertera nama dr. Arya.“Kita pergi ke alamat ini,” ucapku pada supir seraya menyerahkan sebuah kartu nama.Beberapa koneksi di dunia farmasi pembuat rumor pekerjaan sampingan dr Arya menjadi informasi umum, bagi mereka yang mencari solusi untuk permasalah seperti itu. Seolah mereka tidak lagi khawatir, jika kehamilan tak diinginkan menjadi masalah mereka, ada tempat yang dituju, sebagai jalan solusi, klinik aborsi.Saya menunggu di depan tempat ruang praktek dokter Arya. Dengan segala perasaan yang campur aduk. Mungkinkah keputusan s
ChildfreeRey terlihat mengendap endap di ruang jaga perawat, dia membuka komputer yang menyimpan data pasien. Mencari satu nama yang membuatnya begitu penasaran. Romansa, ya dokter Romansa, keberadaannya sungguh mencuri segenap rasa penasaran yang ada di dalam dirinya.“Aku pasti bisa menemukannya,” gumam Rey.Dia berusaha mencari setiap nama, meneliti satu persatu, sangat serius.Tiba tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Rey terlihat kaget, namun berusaha menahan suaranya. Dia menoleh ke arah seseorang yang menepuk pundaknya.“Simon,” ucap Rey setelah mendapati bahwa orang yang mengagetkannya adalah Simon, sahabatnya.“Mengagetkan saja,” ucap Rey.“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Simon.“Bukan apa apa,” ucap Rey.“Ah, aku tahu, kau sedang mencari dokter itu, dokter misterius. Aku yakin dia tidak ada di sini, percuma kau mencari,” ucap Simon.“Aku yakin dia di sini,” ucap Rey.“Seyakin apa?” tanya Simon.“Sangat yakin, karena perasaanku tidak pernah salah,” ucap Rey.“Ya, c
Rahasia Terbesar Dokter GedeDokter Gede dan perawat Dante terlihat berbicara cukup serius di lorong ruang perawatan VVIP.“Apa kau sudah menghapus semua data mengenai Romansa?” Tanya dokter Gede.“Sudah dok,” jawab perawat Dante.“Ya, jangan sampai ada orang lain yang tahu, apapun status mengenai dia, harus tetap tersimpan di Neverland selamanya,” ucap dokter Gede.“Ba-baik dok,” ucap perawat Dante.Dokter Gede terlihat menarik pikirannya ke belakang, ke satu waktu, menjadi titik mula Romansa berada di rumah sakit jiwa itu.Tiga tahun lalu, dokter Gede menemui dokter Arya, yang ternyata memiliki cerita di masa muda mereka.“Bawa dokter itu ke tempatmu, jangan sampai dia bicara lebih jauh dengan polisi,” ucap dokter Arya.“Aku sudah memperingatkanmu, jangan meneruskan bisnis itu, hentikan, kau dokter yang hebat, tidak perlu mengikuti jejak ayah dan kakekmu,” ucap dokter Gede. Mereka terlihat berbincang di sebuah ruangan, ruangan tertutup yang ada di kantor polisi.“Ya, kau tahu sendiri
Down Syndrome Bukan Salah Mama Part 2“Skrining untuk down syndrome sudah dapat dilakukan sejak usia kehamilan 11 hingga 14 minggu melalu pemeriksaan USG dan tes darah di trimester pertama. Atau bisa juga dilakukan antara usia 15 minggu dan 20 minggu dengan tes darah yang disebut dengan tes skrining multiple marker serum,” jawabku.“Namun tidak 100% tes ini memberikan hasil yang akurat. Uji diagnostikpun bisa dilakukan, seperti memeriksa biopsi vili korionik (sampel plasenta), amniocentensis (cairan ketuban), chordocentesis (darah tali pusat) saat bayi masih berada di dalam kandungan, namun tidak semudah seperti yang dibayangkan, semua itu memiliki risiko komplikasi yang jauh lebih besar, sehingga harus dipertimbangkan dengan matang untuk memilih melakukan pemeriksaan itu,” lanjutku.“Jika bukan karma, kenapa selalu ibu yang disalahkan ketika memiliki anak seperti itu,” ucapnya yang diiringi dengan derai air mata.Aku menggenggam tangannya semakin erat, berusaha memahami sesuatu yang b
Down Syndrome Bukan Salah MamaRomansa melihat semburat warna orens tergambar di sisi barat, matahari tenggelam yang begitu indah, terlihat sedikit samar. Dia memejamkan mata, membayangkan betapa indahnya matahari terbenam di pinggir pantai yang indah.“Aku sudah selesai dengan Savea, namun hatiku begitu bergetar, aku memikirkan Ibu Kayati, namun jariku sangat lelah dan sulit untuk digerakkan,” ucap Romansa di dalam hati seraya melihat ke arah jari jarinya yang begitu ingin sekali kembali mengetik.“Semoga kau dan anakmu selalu dalam kebahagiaan. Kau memutuskan untuk merawatnya sendiri, kau hebat, Tuhan akan mengasihimu,” ucap Romansa yang tanpa terasa butiran air mata menetes dengan begitu mudahnya.Tiba tiba dia mendengar suara pintu kamar diketuk, beberapa detik setelah itu terlihat perawat Nindi masuk.“Nona, ibu Erna berpesan untuk mengingatkan nona minum obat,” ucap perawat Nindi.“Iya perawat Nindi, terima kasih. Oh iya, apa bu Erna belum kembali? Apa dia cerita sedang ada keper
Aku Bukan SALOME Part 3Romansa terlihat menarik nafas panjang, dia tidak boleh menggantungkan sebuah cerita. Dia pernah berjuang hingga akhir untuk membantu seseorang menemukan keadilan. Romansa menguatkan hati untuk meneruskan tulisannya, karna saat itu dia juga berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan keadilan untuk Savea.Cerita Savea selanjutnya.Aku memeluk Savea dengan pelukan yang penuh kasih. Aku mengasihaninya, gadis malang ini, yang direnggut kebahagiaannya dengan paksa, oleh orang orang dalam raga berpendidikan dan rupawan. Aku merasakan kesedihan juga perasaan itu.Kelaminnya dikoyak, namun dia tidak tahu, hanya rasa sakit dan perih yang dirasakannya. Kesakitan yang akhirnya menjadi perasaan trauma yang mendalam.“Tolong dok, tolong ambil bayi ini, bayi yang hidup di dalam tubuh saya,” ucapnya lirih. Aku semakin memeluknya erat, semakin erat, tidak semudah itu, bukan jalan yang terbaik.“Tolong, jangan begini, dokter janji, dokter akan menolongmu, sebisa mungkin,” ucapku pa
Aku Bukan SALOME Part 2Cukup lama aku dan perawat Wiji memberikan ruang untuk Savea, hingga akhirnya dia mulai tenang dan memutuskan untuk melanjutkan sesi konsultasi.“Apa tidak sebaiknya kau pulang dulu?” Tanyaku pada Savea.“Tidak dok, saya sudah lebih baik,” ucap Savea.“Kita bicara di sini? Tidak apa apa, tidak perlu di ruang pemeriksaan,” ucapku yang melihat Savea berusaha turun dari tempat tidur UGD.“Tidak apa apa?” Tanya Savea.“Ya, tentu saja,” ucapku yang kemudian mengambil kursi dan duduk di sebelahnya.“Apa walimu tidak ikut?” Tanyaku pada Savea. Mendengar pertanyaan itu dia hanya menggeleng.“Saya dari pulau lain, di kota ini untuk kuliah,” ucapnya.“Oh begitu ya, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau selalu menyebutkan kata salome,” tanyaku.“Saya khawatir salah mengartikannya,” lanjutku.“Ya, sejak peristiwa itu, semua orang di kampus menyebut saya SALOME, sungguh sangat menyakitkan, saya bahkan berpikir untuk bunuh diri,” ucapnya.“Ada apa?” Tanyaku menelisik.Aku m
Aku Bukan SALOMEBeberapa menit sebelumnya.Simon terlihat begitu asik bersama perawat Nindi dan juga perawat Nika, mereka membahas mengenai kondisi salah satu pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa itu. Sebenarnya hanya kasus karangan Simon saja, tidak ada tugas mengenai itu, dia hanya membuat riset sendiri untuk membantu Rey mengelabui perawat di ruang perawatan VVIP.Tiba tiba dari jauh terdengar langkah kaki dari beberapa orang, Simon melirik ke arah lorong rumah sakit yang menuju ke arah ruang perawatan VVIP, dia melihat ada dokter Gede sedang berjalan bersama dengan perawat Dante.“Dok-dokter Gede,” gumam Simon dalam hati. Dia mulai gugup, tidak ingin ketahuan, dia segera mencari alasan supaya bisa secepatnya pergi.“Perawat Nindi, perawat Nika, saya ucapkan terima kasih. Saya ingin berlama lama dengan perawat perawat yang ramah juga baik seperti kalian, tapi sayangnya ada panggilan alam yang tidak bisa ditunda lagi,” ucap Simon seraya menunjukkan ekspresi seseorang yang sedang
Pandangan Pertama Yang MendebarkanSimon terlihat masuk ke dalam ruang perawatan VVIP. Dia mendekat ke ners station, di sana ada perawat Nindi dan perawat Nika.“Selamat sore, apa saya bisa bertemu bu Erna? wah saya sudah mencari bu Erna sejak tadi siang,” ucap Simon berusaha mencari alasan supaya bisa berlama lama di ruang VVIP.“Bu Erna sedang izin keluar, sejak tadi siang,” ucap perawat Nindi.“Oh begitu ya, pantas saja saya tidak menemukannya,” ucap Simon.“Ada perlu apa?” tanya perawat Nika.“Tidak, saya hanya ingin meminta bantuan bu Erna untuk melihat laporan saya mengenai salah satu pasien yang ada di ruang perawatan umum,” ucap Simon serta menunjukkan buku yang dibawanya.“Iya, bu Erna cukup berpengalaman untuk itu,” ucap perawat Nindi.“Datang saja lagi besok,” ucap perawat Nika.“Wah, malam ini saya harus segera mengirim email tugas ini pada dosen terkait,” ucap Simon yang menyiratkan isyarat kekecewaan.“Hmmm, coba saya lihat, mungkin saya bisa membantu,” ucap perawat Nind
Rencana Rey Menemukan RomansaRomansa mengigau, di dalam tidur. Dia melihat ada tangan mungil, kecil, terjepit di atas kanul yang dicucinya. Romansa berkeringat begitu banyak, mengigau tidak karuan.“Tidak, tidak, tidak, maafkan aku, maafkan aku, tidak,” bisiknya lirih. Keringatnya semakin bercucuran. Ketakutan itu sungguh memiliki ruang di dalam pikirannya, di mana akan hadir di saat tidak terduga, juga tidak dapat diprediksi. Ketakutan itu menangkapnya dalam mimpi, seolah mencekik, menghentikan nafasnya, sangat menyakitkan.Romansa membuka mata, lalu mencoba bernafas dan bangkit. Romansa mengambil nafas cepat, sungguh dia seperti terbebas dari hal yang mengerikan. Romansa mengusap keringat yang membanjir di wajahnya. Dia berusaha mengendalikan diri, menepiskan perasaan sesak yang menyerangnya habis habisan.“Ada apa Romansa?” tanya perawat Erna yang berlari ke arah Romansa.“Ibu dengar kamu berteriak,” lanjut bu Erna seraya memeluk Romansa.“Mim-mimpi itu datang lagi,” gumam Romans
HIV AIDSRomansa mengingat sebuah kisah mengenai karma yang muncul setelah sekian tahun berlalu. Pagi itu, Romansa melihat perawat Wiji mengomel tidak karuan,“Tidak tahu malu, aku baru saja memberinya uang yang cukup, kenapa harus membuatku merasa kesulitan seperti ini, harusnya dia tahu diri,” gerutu perawat Wij ketika masuk ke dalam ruang obat, dia terlihat meletakkan sekotak kasa yang baru saja diterimanya dari penyedia bahan.“Ada apa?” tanya Romansa.“Di depan klinik ada seorang tunawisma wanita, dia sudah tiga hari disana, duduk di pojok klinik. Mungkin karna saya memberikannya makanan. Apa dokter tahu, setelah selesai makan, dia justru memaki makiku karna memberinya makan dengan ikan goreng, seharusnya dia bersyukur,” ucap perawat Wiji.“Mungkin dia memang sangat lapar, sudah, berikan saja lagi dan minta dia untuk pergi,” ucap Romansa.“Tidak semudah itu dok, saya sudah berusaha mengusirnya, saya juga minta satpam yang bekerja di koperasi sebelah klinik untuk mengusirnya, namun