Beranda / Urban / Jurnal Sang Dokter / BAB 1 Rumah Sakit Jiwa

Share

Jurnal Sang Dokter
Jurnal Sang Dokter
Penulis: Nietha_setiaji

BAB 1 Rumah Sakit Jiwa

Penulis: Nietha_setiaji
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-13 14:12:18

Rumah Sakit Jiwa

Rey memiliki keyakinan bahwa Romansa, sang dokter aborsi berada di rumah sakit jiwa yang akan menjadi tempatnya menyeleseikan praktek kedokteran tahun terakhir. 

"Wah apa itu benar?" tanya Simon.

"Kau tidak ingat? peristiwa tiga tahun lalu, itu sangat menggemparkan. Aku mendengar dari sumber yang dipercaya, dokter muda itu ada di sini," ucap Rey.

"Apa itu juga yang membuatmu memilih tempat ini?" tanya Simon.

"Ya, benar sekali, aku ingin membuktikan rumor yang sempat beredar, apakah hal itu benar benar terjadi, karna seperti yang kita tahu, beritanya menguap begitu saja," ucap Rey antusias.

"Kau tahu namanya?" tanya Simon.

"Romansa," ucap Rey yakin.

"Wah, nama yang indah, sayang sekali karirnya harus berakhir, binasa, layu sebelum berkembang," ucap Simon.

"Menurutku dia juga korban, mungkin karena itu juga dia mengalami gangguan kejiwaan, kita harus buktikan kebenarannya," ucap Rey.

"Untuk apa?" tanya Simon.

"Ya, karena aku sangat penasaran, aku sering memikirkan hal ini, aku tidak percaya tempat seperti itu benar benar ada," ucap Rey.

"Kau itu, sebaiknya jangan membuat masalah, ini praktek lapangan kita yang terakhir. Aku tidak mampu menunda kelulusan hanya karna rasa penasaranmu," ucap Simon.

"Ya, aku akan menemukannya," ucap Rey.

Dua mahasiswa dari universitas kedokteran ternama di Jakarta. Mereka akan menghabiskan waktu selama dua minggu di tempat ini untuk melaksanakan program pengabdian masyarakat. 

Rata rata teman mereka memilih untuk ditempatkan di desa desa terpencil, namun demi mendapat nilai yang lebih tinggi, Rey dan Simon beserta delapan mahasiswa lain memilih rumah sakit jiwa ini, rumah sakit jiwa Neverland, rumah sakit jiwa yang dikelola secara mandiri.

Selain nilai yang lebih tinggi, rupanya Rey menyimpan misi khusus, dia ingin membuktikan rumor yang selama ini beredar, bahwa ada seorang mantan dokter aborsi yang dirawat di rumah sakit jiwa ini.

Berita penggerebekan itu cukup viral, namun seperti kasus yang lain, lambat laun beritanya hanya seperti debu, menghilang tanpa ada kejelasan.

Tidak ada yang tahu, apakah tenaga kesehatan itu berakhir di penjara untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, atau masih dengan bebas berkeliaran di luar sana. Menghirup udara bebas, bahkan melanjutkan pekerjaan kotornya, padahal sebelumnya mereka adalah para jagal manusia yang dengan tega membunuh calon calon manusia tidak berdosa dengan cara berlindung dibalik profesi mulia yang membanggakan.

"Apa kita bisa bertahan di tempat ini? gedungnya masih baru, tapi sepertinya cukup mengerikan, auranya menakutkan," ucap Simon yang terlihat berjalan masuk ke dalam gedung rumah sakit jiwa.

"Kau takut?" tanya Rey yang berjalan di sebelahnya. Di belakang dan di depan mereka juga ada beberapa mahasiswa lain.

"Enak saja, mana mungkin aku takut," ucap Simon.

"Semua rumah sakit itu memang auranya seperti ini, mistis," ucap Rey berbisik.

"Harusnya kau tidak menjadi dokter jika takut dengan hal semacam itu," lanjut Rey.

"Kau tahu, semua keluargaku dokter, mulai dari kakek buyut, nenek buyut, apa kata dunia jika aku tidak menjadi seperti mereka, wah aku tidak sanggup," ucap Simon yang sejujurnya memiliki jiwa humoris, lebih cocok menjadi komedian.

"Mana dunia tahu," ucap Rey.

"Kau ini Rey," ucap Simon seraya mengelus rambut kribonya.

Rey, yang memiliki nama panjang Reyndra Pratama Putra, adalah salah satu mahasiswa terbaik di fakultas kedokteran tempatnya belajar. Rasa ingin tahunya cukup tinggi, dan dia tidak akan berpuas diri sebelum apa yang mengganggu pikirannya mendapat jawaban.

Selain pintar, Rey juga memiliki visual yang begitu luar biasa. Tinggi, berkulit putih bersih. Wajahnya oval, matanya tajam, dengan alis sedikit tebal dan juga hidung tinggi namun tidak berlebihan. Tulang pipinya terbentuk sempurna, tegas, sangat proporsional. Rambutnya terbelah tengah, lurus, dan hitam berkilau. Senyum yang tergambar di wajahnya seolah menghanyutkan, apalagi ketika tertawa, seolah dunia ikut bahagia mendengarnya. Visual yang luar biasa untuk seorang mahasiswa kedokteran, terlihat setara dengan visual aktor aktor ternama.

Di dalam gedung rumah sakit jiwa, tepatnya ruang perawatan nomor 33, ada seorang wanita muda. Duduk di kursi kayu, menghadap jendela, melihat ke arah taman yang ditumbuhi bunga bunga indah.

Benar, dia adalah Romansa, dokter Romansa. Salah satu tenaga kesehatan yang ditangkap dalam peristiwa penggerebekan rumah aborsi tiga tahun lalu. Dia harus dibawa ke rumah sakit jiwa ini lantaran kondisi kejiwaannya yang tidak setabil.

Romansa terdiam, memandang dengan kekosongan, tidak ada sinar cahaya kebahagiaan, hanya penyesalan dan kepedihan yang bisa ditangkap dari sorot matanya. Semburat awan mendung, seolah menjadi peneduh di atas kepalanya, penuh hujan kepedihan yang siap turun membasahi tubuhnya.

Lalu, beberapa detik setelah itu, Romansa berteriak histeris, membuat semua tenaga medis yang mendengar teriakan itu gugup dan segera bertindak cepat untuk menenangkannya.

"Tidak apa apa, tenang saja," ucap perawat senior yang terlihat memeluknya erat.

"Lupakan saja, kau tidak bersalah, lupakan semua itu," ucap perawat yang bernama Erna, perawat senior yang usianya sekitar lima puluh tahun.

"Kamu tidak sendiri, ada kami semua, kami akan melindungimu, tenang saja," ucap perawat Erna yang masih berusaha menenangkan Romansa.

Tidak butuh waktu lama, Romansa mulai mendapat kesadarannya. 

"Perawat Erna, tolong ambilkan laptop, saya akan mulai menuangkan semua yang ada di kepala, supaya sesak ini berkurang, bahkan lenyap," ucap Romansa.

"Iya, kau pasti akan siap, iya," ucap perawat Erna seraya mengelus rambut lurus Romansa.

Dokter yang bertanggung jawab atas perawatan Romansa menyarankan Romansa untuk menulis, menceritakan semuanya, yang dia alami, rasakan, menggali cerita yang tersembunyi di dalam hati, juga pikiran, supaya beban di hati dan pikirannya berkurang. Lewat tarian jemari, menuangkan isi kepala dan juga hati, meski dosa tidak mampu dihapus semudah itu, namun penyesalan dapat tersalur lewat berbagai jalan yang bisa ditempuh. Semua kisah yang tidak harus diceritakan, tidak harus meminta pengertian, cukup disimpan dalam kenangan, lewat tulisan yang tadinya dia pikir tidak akan pernah bisa dipublikasikan.

Selama enam bulan ini, Romansa terus berpikir dengan keras, apa mungkin dia bisa menggali kembali semua ingatan itu, sedangkan ketika mengingatnya sedikit saja dia akan mulai histeris dan menggila. 

Romansa memantapkan hati, mungkin ini adalah jalan keluar yang bisa dia ambil supaya tidak terus dikejar dosa masa lalunya. Sedikit pengobat dalam ketidak mungkinan, sedikit pereda dalam nyeri berkepanjangan.

"Kau pasti bisa, pasti kuat, kau harus mencobanya," ucap perawat Erna yang sudah seperti ibunya sendiri.

"Saya akan membawakan laptopmu, kau harus bangkit dari keterpurukan ini, menulislah, namun dokter berpesan, itu hanya akan menjadi naskah pribadi, tersembunyi," lanjut perawat Erna yang kemudian membantu Romansa bangkit, lalu duduk di tempat tidur.

Perawat Erna meminta beberapa perawat yang berkumpul untuk pergi, perawat Erna sudah berhasil menenangkan Romansa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. 

"Apa aku bisa?" tanya Romansa.

"Iy, kau pasti bisa," ucap perawat Erna yang dengan penuh kasih menggenggam kedua tangan Romansa.

"Kepalaku dipenuhi dengan suara suara aneh, suara suara bayi yang terus saja menangis, saya tidak bisa menghentikannya," ucap Romansa.

"Tidak apa apa, semua akan berlalu," ucap perawat Erna seraya mengelus rambut Romansa yang panjang sebahu.

Wanita cantik berusia dua puluh delapan tahun, memiliki wajah nyaris sempurna, berkulit putih bersih, harus terjebak dalam situasi yang menghancurkan karir gemilangnya. Dia menyesal dan penyesalan itu harus dibayarnya seumur hidup.

***

Simon terlihat mendekat ke arah perawat yang sedang membantu seorang pasien dengan gangguan jiwa.

"Sus, apa benar di sini ada yang namanya Romansa? pasien," tanya Simon.

"Si-siapa?" tanya perawat wanita itu.

"Ro-man-sa," ucap Simon dengan sangat jelas.

"Ti-tidak, tidak ada nama itu di sini, kau dengar dari siapa ada pasien dengan nama itu di sini?" tanya perawat yang memiliki name tag dengan tulisan Nika.

"Sus, saya serius, saya dengar rumor itu," ucap Simon.

"Ma-maaf saya sedang sibuk," ucap Nika.

"Sus, ayolah, sus," ucap Simon.

Rey terlihat menarik tangan Simon.

"Mereka tidak akan menjawab, keberadaan dokter aborsi itu dirahasiakan, bodoh sekali kau ini," ucap Rey.

"Enak saja mengataiku bodoh," ucap Simon.

"Aku ini jenius, dari pada mencari, lebih baik bertanya. Tidak mau bertanya sesat di lautan, di makan ikan," ucap Simon kesal.

Bab terkait

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 2 Wanita Penghibur Part 1

    Wanita Penghibur Part 1 Romansa duduk di depan komputer lipatnya, mungkin ini yang bisa dia lakukan untuk mengobati pikiran dan hatinya yang dihantam rasa bersalah luar biasa. Romansa menuliskan segala hal yang bisa dia tulis, cerita yang bisa dia ceritakan mengenai seratus hari yang paling mengerikan di dalam hidupnya. Jurnal Romansa. Hari ketiga puluh di klinik jagal manusia, aku mendapat pasien bernama Ayu, dia datang dengan pakaian serba seksi, dress putih, panjangnya hanya satu jengkal di bawah organ kewanitaannya, sangat pendek sekali, mungkin ketika dia menekuk badannya, dari belakang tubuhnya akan banyak pria hidung belang yang berkumpul, ya untuk sekedar melihat pemandangan luar biasa itu, yang tidak mereka miliki. "Aku sudah membuat janji dengan dokter Arya," teriak Ayu. "Baiklah, saya akan memeriksa keadaan anda," ucapku "Tidak perlu, itu hanya akan menyusahkan, ini surat rujukannya, lakukan saja sesuai prosedur, sekarang dan secepatnya," ucap Ayu dengan pandangan s

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 3 Wanita Penghibur Part 2

    Wanita Penghibur Part 2 Aku mulai menyadari apa yang terjadi, oh Tuhan, seketika tangisku pecah. Aku telah membunuh janin yang tidak berdosa, janin yang seharusnya tumbuh dengan nyaman di dalam rahim ibunya, hingga berusia sembilan bulan, lalu dilahirkan, melihat dunia ini, merasakan hidup. Oh Tuhan. Tubuhku jatuh ke lantai, menangis sejadi jadinya, aku tidak menyangka akan terjebak ke dalam peristiwa yang mematahkan hati ini. Aku merasa diriku kotor, bermandikan darah yang seperti lumpur kering. Awan mendung seketika datang, menghujaniku dengan kepedihan, lalu hujan itu berubah menjadi badai, menghancurkanku, seketika, membuatku tidak mampu berlari, bahkan untuk menyelamatkan diri. Aku sudah tamat, dalam bencana yang mengerikan. Aku pingsan, tidak sadarkan diri, ini benar benar peristiwa traumatik yang begitu menyakitkan. Aku tidak sanggup, sangat menyesakkan dada, membuatku tidak mampu bernafas dengan benar, hanya menyisakan sesak yang menyiksa. *** Aku masih tidak sadarkan diri

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 4 Wanita Penghibur Part 3

    Wanita Penghibur Part 3Perawat Wiji mendatangiku. "Dokter, tidak perlu sedih begini, itu sudah profesinya," ucap perawat Wiji yang melihatku duduk di bangku ruang tunggu, sendirian, menerawang, dengan pandangan kosong. "Apa? profesi? hah," ucapku seolah mencibir. "Segala sesuatu yang menghasilkan uang dan dilakukan secara terus menerus bisa dibilang sebagai profesi," ucap perawat Wiji dengan tenang, tidak terpancing dengan kekesalanku, kekesalan yang sudah menjalar, merasuki seluruh tubuh. "Aku tidak setuju," ucapku dengan nada sedikit tinggi. "Tidak ada pembenaran, menjual diri bukan profesi, itu penyakit, apapun alasannya," lanjutku dengan mata tajam. "Penyakit itu harus disembuhkan. Berikan bimbingan yang baik, dia harus keluar dari zona nyamannya, pekerjaan yang dipikir mudah, menghasilkan banyak uang, kemewahan," ucapku lagi, masih dengan amarah yang menggebu. "Dngan satu tubuh, melayani banyak pria hidung belang. Aku bukannya ingin menjelekkan mereka, namun itu kenyataann

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 5 Terjebak Seks Bebas Part 1

    Terjebak Seks Bebas Part 1 Romansa berteriak teriak, membekap kepalanya, di atas tempat tidur, lalu meringkuk. Dia merasakan tekanan yang begitu keras, dalam diri, hati, juga pikirannya. Perawat Erna segera berlari, mendekap tubuh Roamansa, mengelus tubuhnya, berusaha memberi kekuatan. “Tenanglah Romansa, tenang, ada saya di sini, saya akan menjagamu,” ucap perawat Erna. “Tidak bu, tidak, dia mengikutiku, saya takut, saya takut,” ucap Romansa dengan wajah ketakutan. “Tidak ada yang mengikutimu, tidak ada,” ucap perawat Erna seraya tetap memeluk Romansa, bahkan dekapan itu semakin erat. Beberapa saat, Romansa berusaha menenangkan diri, mengendalikan segala hal yang meluap luap dari dalam dirinya. “Saya ingin menulis lagi, hanya itu yang bisa membuat saya lebih tenang,” ucap Romansa. “Iya, saya akan menyiapkannya untukmu, tenangkan dirimu,” ucap perawat Erna. Perawat Erna terlihat menyiapkan laptop Romansa, di atas meja yang kemarin dia gunakan untuk mengetik cerita. Perawat Er

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 6 Terjebak Seks Bebas Part 2

    Terjebak Seks Bebas Part 2 "Apa kau pernah melihat calon bayimu? yang sedang kau kandung,” tanyaku pada gadis kecil itu. “Dok, tidak perlu menanyakan apapun padanya, dia tidak mengerti, dia sedang tidak baik baik saja, tertekan," ucap ibu itu. "Baiklah, saya anggap jawabannya adalah belum pernah. Mungkin memang kalian belum pernah melihat bayi kecil itu, padahal pemeriksaan USG (ultrasonografi) sudah dilakukan. Dengan senang hati saya akan memberikan gambaran yang sempurna pada kalian," ucapku berusaha dengan suara yang lembut, tenang dan penuh kesabaran. "Dua belas minggu, ukuran janin itu sudah sebesar buah rambutan dengan berat kira kira 18 gram dan panjang 7,5 sentimeter. Seluruh tubuhnya mulai memenuhi Rahim kecil itu. Dia bersama plasenta, yang juga sudah berkembang dengan baik untuk bisa menyalurkan gizi dan nutrisi. Pada usia ini, otaknya sudah mulai berkembang pesat. Kuku tangan dan kaki, pita suara, organnya, akan mulai berkembang,” ucapku. “Ibu yang mengandung sudah bis

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 7 Terjebak Seks Bebas Part 3

    Terjebak Seks Bebas Part 3 Aku melihat gadis kecil ini, anak kecil yang baru beranjak menjadi remaja, masih jauh waktu yang dibutuhkan untuk dia memikirkan hal hal yang berhubungan dengan rumah tangga. "Saya boleh tahu siapa nama panjangmu?" tanyaku membuka pembicaraan. "Elisa Maharani," ucap Elisa sedikit ragu ragu dan sangat lirih. Elisa terlihat mengarahkan pandangan matanya ke bawah, seolah enggan untuk memperlihatkan wajahnya. "Wah, itu nama yang sangat indah. Dokter hanya ingin membantumu, membantu yang sebenarnya," ucapku berusaha tetap mengulaskan senyum. "Apa Dokter boleh meminjam tanganmu," ucapku lembut. Dengan ragu ragu Elisa mulai mengangkat pandangannya, lalu mengulurkan kedua tangan kecilnya. Aku meraih tangan itu, menggenggamnya, juga mengelusnya lembut, berharap Elisa tahu, bahwa aku memiliki ketulusan untuknya, ketulusan kasih yang benar benar aku miliki, bukan sebagai seorang dokter, melainkan teman, atau mungkin kakak, atau bahkan ibu. "Elisa, Elisa tahu, say

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 8 Terjebak Seks Bebas Part 4

    Terjebak Seks Bebas Part 4 Elisa melihat ke arah perutnya, perut yang sedang aku pegang, perut kecil, yang bahkan tidak akan disangka bahwa di dalam perut itu bersemayam janin kecil yang tumbuh dengan sehat. "Tapi dia tidak mau bertanggung jawab, dia tidak mengakuinya," ucap Elisa. "Ya, itulah yang terjadi. Semua yang kau alami bukanlah bukti cinta. Melainkan perampasan sepihak, perampasan, perampokan. Kau tahu, keperawanan adalah simbol suci bagi seorang perempuan. Sekalinya hilang tidak akan bisa dipulihkan lagi. Jika itu hilang sebelum adanya pernikahan, maka simbol suci itu juga akan hilang, hanya menjadi angin tanpa bekas, tak berkesan,” ucapku. “Keperawanan tidak seperti rambut dan kuku, yang bisa tumbuh lagi ketika sudah dipangkas. Keperawanan juga merupakan simbol dari moral dan harga diri seorang perempuan," ucapku berusaha menggunakan bahasa yang aku harap bisa dia pahami. "Sebentar, saya perlihatkan sesuatu padamu," ucapku yang kemudian mengambil dua buah minuman dingin

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13
  • Jurnal Sang Dokter   BAB 9 Terjebak Seks Bebas Part Akhir

    Terjebak Seks Bebas Part Akhir Tindakan harus dilakukan, terpaksa, tidak mampu aku cegah, aku tidak memiliki daya dan upaya. Akupun menangis, tidak rela janin itu pergi, namun apa yang bisa aku lakukan. Setelah Tindakan dan pasien sudah dipindahkan ke ruang observasi, aku menangis di ruang pemeriksaan, aku tidak bisa melupakan wajah polos Elisa, wajah yang tidak berdosa itu, Seorang gadis muda terjebak dalam ikatan cinta yang membuatnya tidak berdaya, lalu akhirnya terbelenggu dalam dosa, dosa yang sangat besar. Setelah hari itu, aku memutuskan untuk menjadi seorang konsultan, penerang, yang masuk ke setiap pintu sekolah sekolah untuk memberikan pendidikan seks secara gratis juga lugas. Sebuah ilmu yang dianggap sebagian orang sebagai sesuatu yang tabu dan tidak penting. Aku ingin mereka semua tahu dan mengerti betapa penting dan berharganya diri mereka. Seharusnya mereka semua menuliskan kaya "don't touch me" sebesar mungkin di kepala, punggung, dada dan semua yang bisa dilihat.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-13

Bab terbaru

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 57 Rahasia Terbesar Dokter Gede

    Rahasia Terbesar Dokter GedeDokter Gede dan perawat Dante terlihat berbicara cukup serius di lorong ruang perawatan VVIP.“Apa kau sudah menghapus semua data mengenai Romansa?” Tanya dokter Gede.“Sudah dok,” jawab perawat Dante.“Ya, jangan sampai ada orang lain yang tahu, apapun status mengenai dia, harus tetap tersimpan di Neverland selamanya,” ucap dokter Gede.“Ba-baik dok,” ucap perawat Dante.Dokter Gede terlihat menarik pikirannya ke belakang, ke satu waktu, menjadi titik mula Romansa berada di rumah sakit jiwa itu.Tiga tahun lalu, dokter Gede menemui dokter Arya, yang ternyata memiliki cerita di masa muda mereka.“Bawa dokter itu ke tempatmu, jangan sampai dia bicara lebih jauh dengan polisi,” ucap dokter Arya.“Aku sudah memperingatkanmu, jangan meneruskan bisnis itu, hentikan, kau dokter yang hebat, tidak perlu mengikuti jejak ayah dan kakekmu,” ucap dokter Gede. Mereka terlihat berbincang di sebuah ruangan, ruangan tertutup yang ada di kantor polisi.“Ya, kau tahu sendiri

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 56 Down Syndrome Bukan Salah Mama Part 2

    Down Syndrome Bukan Salah Mama Part 2“Skrining untuk down syndrome sudah dapat dilakukan sejak usia kehamilan 11 hingga 14 minggu melalu pemeriksaan USG dan tes darah di trimester pertama. Atau bisa juga dilakukan antara usia 15 minggu dan 20 minggu dengan tes darah yang disebut dengan tes skrining multiple marker serum,” jawabku.“Namun tidak 100% tes ini memberikan hasil yang akurat. Uji diagnostikpun bisa dilakukan, seperti memeriksa biopsi vili korionik (sampel plasenta), amniocentensis (cairan ketuban), chordocentesis (darah tali pusat) saat bayi masih berada di dalam kandungan, namun tidak semudah seperti yang dibayangkan, semua itu memiliki risiko komplikasi yang jauh lebih besar, sehingga harus dipertimbangkan dengan matang untuk memilih melakukan pemeriksaan itu,” lanjutku.“Jika bukan karma, kenapa selalu ibu yang disalahkan ketika memiliki anak seperti itu,” ucapnya yang diiringi dengan derai air mata.Aku menggenggam tangannya semakin erat, berusaha memahami sesuatu yang b

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 55 Down Syndrome Bukan Salah Mama

    Down Syndrome Bukan Salah MamaRomansa melihat semburat warna orens tergambar di sisi barat, matahari tenggelam yang begitu indah, terlihat sedikit samar. Dia memejamkan mata, membayangkan betapa indahnya matahari terbenam di pinggir pantai yang indah.“Aku sudah selesai dengan Savea, namun hatiku begitu bergetar, aku memikirkan Ibu Kayati, namun jariku sangat lelah dan sulit untuk digerakkan,” ucap Romansa di dalam hati seraya melihat ke arah jari jarinya yang begitu ingin sekali kembali mengetik.“Semoga kau dan anakmu selalu dalam kebahagiaan. Kau memutuskan untuk merawatnya sendiri, kau hebat, Tuhan akan mengasihimu,” ucap Romansa yang tanpa terasa butiran air mata menetes dengan begitu mudahnya.Tiba tiba dia mendengar suara pintu kamar diketuk, beberapa detik setelah itu terlihat perawat Nindi masuk.“Nona, ibu Erna berpesan untuk mengingatkan nona minum obat,” ucap perawat Nindi.“Iya perawat Nindi, terima kasih. Oh iya, apa bu Erna belum kembali? Apa dia cerita sedang ada keper

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 54 Aku Bukan SALOME Part 3

    Aku Bukan SALOME Part 3Romansa terlihat menarik nafas panjang, dia tidak boleh menggantungkan sebuah cerita. Dia pernah berjuang hingga akhir untuk membantu seseorang menemukan keadilan. Romansa menguatkan hati untuk meneruskan tulisannya, karna saat itu dia juga berjuang sekuat tenaga demi mendapatkan keadilan untuk Savea.Cerita Savea selanjutnya.Aku memeluk Savea dengan pelukan yang penuh kasih. Aku mengasihaninya, gadis malang ini, yang direnggut kebahagiaannya dengan paksa, oleh orang orang dalam raga berpendidikan dan rupawan. Aku merasakan kesedihan juga perasaan itu.Kelaminnya dikoyak, namun dia tidak tahu, hanya rasa sakit dan perih yang dirasakannya. Kesakitan yang akhirnya menjadi perasaan trauma yang mendalam.“Tolong dok, tolong ambil bayi ini, bayi yang hidup di dalam tubuh saya,” ucapnya lirih. Aku semakin memeluknya erat, semakin erat, tidak semudah itu, bukan jalan yang terbaik.“Tolong, jangan begini, dokter janji, dokter akan menolongmu, sebisa mungkin,” ucapku pa

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 53 Aku Bukan SALOME Part 2

    Aku Bukan SALOME Part 2Cukup lama aku dan perawat Wiji memberikan ruang untuk Savea, hingga akhirnya dia mulai tenang dan memutuskan untuk melanjutkan sesi konsultasi.“Apa tidak sebaiknya kau pulang dulu?” Tanyaku pada Savea.“Tidak dok, saya sudah lebih baik,” ucap Savea.“Kita bicara di sini? Tidak apa apa, tidak perlu di ruang pemeriksaan,” ucapku yang melihat Savea berusaha turun dari tempat tidur UGD.“Tidak apa apa?” Tanya Savea.“Ya, tentu saja,” ucapku yang kemudian mengambil kursi dan duduk di sebelahnya.“Apa walimu tidak ikut?” Tanyaku pada Savea. Mendengar pertanyaan itu dia hanya menggeleng.“Saya dari pulau lain, di kota ini untuk kuliah,” ucapnya.“Oh begitu ya, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau selalu menyebutkan kata salome,” tanyaku.“Saya khawatir salah mengartikannya,” lanjutku.“Ya, sejak peristiwa itu, semua orang di kampus menyebut saya SALOME, sungguh sangat menyakitkan, saya bahkan berpikir untuk bunuh diri,” ucapnya.“Ada apa?” Tanyaku menelisik.Aku m

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 52 Aku Bukan SALOME

    Aku Bukan SALOMEBeberapa menit sebelumnya.Simon terlihat begitu asik bersama perawat Nindi dan juga perawat Nika, mereka membahas mengenai kondisi salah satu pasien yang dirawat di rumah sakit jiwa itu. Sebenarnya hanya kasus karangan Simon saja, tidak ada tugas mengenai itu, dia hanya membuat riset sendiri untuk membantu Rey mengelabui perawat di ruang perawatan VVIP.Tiba tiba dari jauh terdengar langkah kaki dari beberapa orang, Simon melirik ke arah lorong rumah sakit yang menuju ke arah ruang perawatan VVIP, dia melihat ada dokter Gede sedang berjalan bersama dengan perawat Dante.“Dok-dokter Gede,” gumam Simon dalam hati. Dia mulai gugup, tidak ingin ketahuan, dia segera mencari alasan supaya bisa secepatnya pergi.“Perawat Nindi, perawat Nika, saya ucapkan terima kasih. Saya ingin berlama lama dengan perawat perawat yang ramah juga baik seperti kalian, tapi sayangnya ada panggilan alam yang tidak bisa ditunda lagi,” ucap Simon seraya menunjukkan ekspresi seseorang yang sedang

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 51 Pandangan Pertama Yang Mendebarkan

    Pandangan Pertama Yang MendebarkanSimon terlihat masuk ke dalam ruang perawatan VVIP. Dia mendekat ke ners station, di sana ada perawat Nindi dan perawat Nika.“Selamat sore, apa saya bisa bertemu bu Erna? wah saya sudah mencari bu Erna sejak tadi siang,” ucap Simon berusaha mencari alasan supaya bisa berlama lama di ruang VVIP.“Bu Erna sedang izin keluar, sejak tadi siang,” ucap perawat Nindi.“Oh begitu ya, pantas saja saya tidak menemukannya,” ucap Simon.“Ada perlu apa?” tanya perawat Nika.“Tidak, saya hanya ingin meminta bantuan bu Erna untuk melihat laporan saya mengenai salah satu pasien yang ada di ruang perawatan umum,” ucap Simon serta menunjukkan buku yang dibawanya.“Iya, bu Erna cukup berpengalaman untuk itu,” ucap perawat Nindi.“Datang saja lagi besok,” ucap perawat Nika.“Wah, malam ini saya harus segera mengirim email tugas ini pada dosen terkait,” ucap Simon yang menyiratkan isyarat kekecewaan.“Hmmm, coba saya lihat, mungkin saya bisa membantu,” ucap perawat Nind

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 50 Rencana Rey Menemukan Romansa

    Rencana Rey Menemukan RomansaRomansa mengigau, di dalam tidur. Dia melihat ada tangan mungil, kecil, terjepit di atas kanul yang dicucinya. Romansa berkeringat begitu banyak, mengigau tidak karuan.“Tidak, tidak, tidak, maafkan aku, maafkan aku, tidak,” bisiknya lirih. Keringatnya semakin bercucuran. Ketakutan itu sungguh memiliki ruang di dalam pikirannya, di mana akan hadir di saat tidak terduga, juga tidak dapat diprediksi. Ketakutan itu menangkapnya dalam mimpi, seolah mencekik, menghentikan nafasnya, sangat menyakitkan.Romansa membuka mata, lalu mencoba bernafas dan bangkit. Romansa mengambil nafas cepat, sungguh dia seperti terbebas dari hal yang mengerikan. Romansa mengusap keringat yang membanjir di wajahnya. Dia berusaha mengendalikan diri, menepiskan perasaan sesak yang menyerangnya habis habisan.“Ada apa Romansa?” tanya perawat Erna yang berlari ke arah Romansa.“Ibu dengar kamu berteriak,” lanjut bu Erna seraya memeluk Romansa.“Mim-mimpi itu datang lagi,” gumam Romans

  • Jurnal Sang Dokter   BAB 49 HIV AIDS

    HIV AIDSRomansa mengingat sebuah kisah mengenai karma yang muncul setelah sekian tahun berlalu. Pagi itu, Romansa melihat perawat Wiji mengomel tidak karuan,“Tidak tahu malu, aku baru saja memberinya uang yang cukup, kenapa harus membuatku merasa kesulitan seperti ini, harusnya dia tahu diri,” gerutu perawat Wij ketika masuk ke dalam ruang obat, dia terlihat meletakkan sekotak kasa yang baru saja diterimanya dari penyedia bahan.“Ada apa?” tanya Romansa.“Di depan klinik ada seorang tunawisma wanita, dia sudah tiga hari disana, duduk di pojok klinik. Mungkin karna saya memberikannya makanan. Apa dokter tahu, setelah selesai makan, dia justru memaki makiku karna memberinya makan dengan ikan goreng, seharusnya dia bersyukur,” ucap perawat Wiji.“Mungkin dia memang sangat lapar, sudah, berikan saja lagi dan minta dia untuk pergi,” ucap Romansa.“Tidak semudah itu dok, saya sudah berusaha mengusirnya, saya juga minta satpam yang bekerja di koperasi sebelah klinik untuk mengusirnya, namun

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status