Bab 17Nayla teringat janjinya kalau Andra sudah membantunya belajar dan memberinya info murid untuk di privat, ia ingin memberinya hadiah kecil. Ia sedang berpikir hadiah apa yang cocok untuk diberikan. Sekilas teringat kemeja Pak Aryo. Terlintas ide memberikan kemeja saja untuk Andra. Namun ada keraguan apa Andra mau menerima pemberiannya. Terlebih sudah ada Cindy di sampingnya sekarang. "Tidak apa-apalah, setidaknya memberi kenang-kenangan sebagai rasa terima kasih." Nayla meyakinkan dirinya. Dia mengambil ponselnya untuk mengirim pesan.[assalamu'alaikum. Mas Andra apa kabar? Lagi dimana nih?][wa'alaikumsalam. Kabar sehat Nay, semoga kamu juga. Lagi di kos barusan pulang tadi.][aku mau ngasih sesuatu karena mas sudah bantu aku belajar dan memberi murid untuk di privat.][nggak usah repot repot Nay, saya mbantu kamu ikhlas kok.][enggak repot mas, anggap aja sebagai kenang kenangan.][kalau kamu maksa. Hadiahnya kamu berikan buat Cindy aja.]Deg, membaca pesan yang barusan dik
Bab 18Sampai di kampus, Nayla menuju taman dekat kantin yang ada tempat duduk dan meja permanen biasa dipakai mahasiswa untuk duduk santai atau mengerjakan tugas. Di sana sudah ada Riyan, dan Mika serta dua mahasiswi satu kelas Nayla. Ternyata mereka sedang membahas tugas kelompok untuk mata kuliah kewirausahaan. Kebetulan Nayla tidak satu kelompok sama mereka."Assalamu'alaikum. Wah asyik sekali diskusinya." Nay menyapa teman-temannya dengan senyum khas dan wajah yang selalu ceria disaat bahagia ataupun sedih. Yang membedakan kali ini, pakaiannya lebih banyak model tunik. Ia menerima pemberian Bu Maya lagi, karena baju-baju putrinya masih tergolong bagus, bahkan ada yang masih baru."Wa'alaikumsalam." Mereka menjawab dengan kompak.Nayla mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi kosong sambil meletakkan tas punggungnya di meja depannya dan paper bag berisi kemeja ditaruh di atas tasnya."Kalau begitu, nanti siang kita lanjut lagi ya diskusinya," kata Rita."Iya nih, aku sama Rita m
Bab 19“Masalah hati memang tidak bisa dipaksakan. Kalau bukan dari diri sendiri yang berusaha mengobati maka dia akan selamanya terpuruk.”Siang hari yang terik, azan zuhur berkumandang, gegas Nayla ke masjid kampus untuk menunaikan sholat. Ia berencana memberikan bingkisan ke Cindy seusai salat. "Mbak Cindy ini ada bingkisan untuk Mbak." Nayla memberikan dengan tetap berusaha tersenyum. Walau hati berkecamuk, ia tetap"Apa ini, Nay?" Kening Cindy berkerut menyiratkan penasaran."Hanya sedikit tanda kasih Mbak. Kata Mas Bagas aku diminta ngasihkan ke Mbak Cindy. Semoga suka ya." Nay segera undur diri takut ditanya lebih jauh tentang pemberiannya."Makasih banyak Nay." Ucap Cindy sedikit berteriak karena Nay sudah berlalu akan pergi."Sama sama Mbak."@@@@Esok paginya suasana di kampus terasa kurang menyenangkan. Hari-hari Nayla akan berubah, dia merasa kurang bersemangat hari ini. Entahlah kenapa sejak tahu Andra jadian dengan Cindy, membuat semangatnya lesu. Seperti pagi ini dia
Bab 20AMinggu ini Nayla bersiap menghadapi ujian akhir semester. Malam hari ia belajar mata kuliah Aljabar Abstrak. Materi yang sudah advanced, harus belajar dengan baik jika tidak ingin mengulang mata kuliah yang sama tahun depan. Setiap mencerna materi, Nay teringat dengan Andra. Parahnya, saat mengingat laki-laki itu, pikirannya berkelana ke kejadian yang tidak mengenakkan. Nay selalu terbawa perasaan yang membuat hatinya terlampau sakit. Menyesakkan."Kenapa harus memberikan hadiah itu."Nay kadang berpikir terlalu polos, harusnya ia kembali ke niat memberikan hadiah sebagai ungkapan terima kasih. Siapapun yang menerima harusnya Nay ikhlas. Tapi kenapa ia harus terbawa perasaan, sehingga dia tidak bisa konsen dengan belajarnya. Malam semakin larut, akhirnya Nay menyudahi belajarnya. Entah apa yang sudah ia dapatkan dari belajar, sepertinya zonk. Ia sedari tadi hanya melamun saja.Nay beranjak tidur karena tidak ingin terlambat bangun sebelum subuh tiba. Bukankah waktu sepertiga
Bab 20BNay segera menuju ruang ujian ternyata sudah ramai di sana. Nay menghampiri teman-temannya dan sudah ada Riyan, Cici juga Mika yang duduk di kursi di depan ruang ujian."Assalamu'alaikum," sapa Nay kepada mereka."Wa'alaikumsalam.""Nay, sudah siap tempur nih pastinya," ledek Riyan dengan wajah penuh canda. Nay tergelak."Kalian ini yang rajin sekali jam segini tumben sudah datang. Biasanya juga mepet-mepet." Nay balas meledek Riyan dan Mika, karena hanya Cici yang satu kos dengannya."Ya sadar kali Nay, barangkali datang lebih awal bisa memilih posisi duduk aman." Riyan menjawab diiringi canda tawa. Nay bersyukur dalam hidupnya dihadirkan sahabat-sahabat seperti mereka. Sahabat baik selalu ada disaat susah maupun senang."Aman apanya. Paling mau mojok, iya, kan?""Aman dari pandangan pengawas lah. Dan tentunya close to your seat.""Ishh, maunya."*****Suasana ujian terasa sedikit menegangkan. Nay sudah tidak bisa konsentrasi. Setiap membaca soal yang berkaitan dengan mata k
Bab 21 A"Pasangan adalah cerminan diri. Jika berharap pasangan yang baik, maka diri sendiri harus baik pula.""Nih, saya cerita. Kemarin Oma tausiyahnya tentang persiapan menikah." Saking semangatnya Nay lupa bicara dengan siapa. Ia segera menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan tangan kanannya."Syukurlah, berarti kamu sudah siap, kan?""What?!" Nayla melebarkan bola matanya.Sebuah ketukan pintu menghentikan obrolan asyik antara keduanya.“Maaf, apa saya mengganggu?” Nayla tersentak begitu menoleh ada Cindy berdiri menjulang di ambang pintu. Tatapan matanya tak terbaca. Nayla sedikit canggung dibuatnya."Sejak kapan Mbak Cindy ada di sana? Gawat, pasti bakal cerita sama Mas Andra." Entah kenapa Nayla masih galau dengan hatinya. Ingin melepaskan dan memulai hubungan bersama Pak Aryo, tetapi di sisi lain Nay merasa tidak enak hati jika Andra mengetahuinya."Masuk Cin!" titah Aryo."Gimana?" Langkah Cindy mendekat seraya tatapan melirik ke arah Nayla yang terpaku di tempat duduknya.
Bab 21BDua minggu setelah ujian semester selesai, waktunya mahasiswa mengisi liburan dengan refreshing. Beberapa nilai ujian sudah keluar. Nayla bersyukur karena nilai-nilai yang sudah keluar sangat memuaskan. Namun masih ada satu mata kuliah lagi yang belum keluar nilainya. Terdengar notif pesan masuk di ponselnya. Ada nama Cici tertera di sana.[Nay, lihat nilai aljabar abstrak keluar. Alhamdulillah aku lulus meski nilainya cukup hehe. Gmn denganmu?]Ya, Cici mengirimkan pesan di mana posisinya berada di Lampung kota asalnya. Sahabatnya memilih pulang untuk liburan sekaligus menengok orang tuanya. Sementara itu, Nayla masih galau mau pulang ke Solo, liburan ke Yogya bersama Mika atau menundanya liburan semester depan.[aku blm lihat. Nanti aku kabari lg.]Nayla menunda niatnya melihat nilai ujian Aljabar Abstrak. Ia tidak ingin merusak moodnya hari ini, saat harus ke rumah Bu Maya. Wanita pemilik katering itu memintanya datang ke rumah karena ada acara ramah tamah. Kali ini ia perg
Bab 21C"Nayla asli mana?""Solo, Bu." Selesai makan, Nayla diajak duduk santai di ruang keluarga. Sudah seperti seorang yang sedang diinterogasi, Nayla merasa gugup tak terkira. Kepedeannya lenyap begitu saja."Ini jauh lebih sulit dari ujian skripsi,"batinnya."Orang tua bisnis apa?" Nay terkesiap, seketika ia minder ditanya tentang keluarganya. Pasalnya ia bukan dari kalangan bangsawan."Ibu penjahit rumahan, bapak bekerja serabutan." Sekali tarikan napas, kalimat itu berhasil lolos juga dari mulut Nayla."Oh, pantes saja kamu harus kerja part time.""Iya, Bu. Saya membantu bapak ibu untuk biaya makan selama kuliah," terang Nayla."Malah bagus kan, Pa, Ma," imbuh Aryo tak ingin Nayla terpojok."Sinta, Herman. Aryo sudah siap mencari pasangan itu. Di kampusnya pasti banyak mahasiswi cantik dan cocok untuk Aryo. Iya kan, Nay?" Kali ini Oma Icha yang bersuara."Ah, mungkin Oma." Nayla tak yakin dengan jawabannya."Nantilah gampang, Ma. Aryo pintar, mapan, ganteng. Banyak yang mau sama