Bab 16B"Saya ingin mengenalmu lebih jauh." Nay tersentak, beruntung minuman jahe yang baru mau diseruput tidak membuatnya tersedak."Maksud Pak Aryo apa?" Nay terbata menjawab tanya dari laki-laki dewasa yang duduk di sampingnya memainkan gelas setelah menyesap susu jahe."Apa orang ini sedang melamarku? Ckk, konyol sekali, melamar di warung bubur. Duh, mau ditaruh mana mukaku." Nay mengernyitkan dahinya. Sesekali melirik pelayan yang juga berprofesi sebagai mahasiswa part time di kampusnya. Nay jelas kenal dengan pelayan di warung borjo langganannya kalau malam dilanda kelaparan."Saya mau menjalin hubungan serius denganmu, bukan pacaran." Lidah Nayla menjadi kelu. Pikirannya kalut mendadak ditembak dosennya, di warung burjo lagi. Nay hanya bergeming, tapi jantungnya berdesir. Ia takut memberi jawaban yang salah. Bagaimanapun Nay takut kecewa, juga mengecewakan."Pikirkan saja dulu, jangan dijawab sekarang! Ayo balik, sudah malam nggak enak ngobrol di sini.""Lha itu tahu, kenapa ng
Bab 17Nayla teringat janjinya kalau Andra sudah membantunya belajar dan memberinya info murid untuk di privat, ia ingin memberinya hadiah kecil. Ia sedang berpikir hadiah apa yang cocok untuk diberikan. Sekilas teringat kemeja Pak Aryo. Terlintas ide memberikan kemeja saja untuk Andra. Namun ada keraguan apa Andra mau menerima pemberiannya. Terlebih sudah ada Cindy di sampingnya sekarang. "Tidak apa-apalah, setidaknya memberi kenang-kenangan sebagai rasa terima kasih." Nayla meyakinkan dirinya. Dia mengambil ponselnya untuk mengirim pesan.[assalamu'alaikum. Mas Andra apa kabar? Lagi dimana nih?][wa'alaikumsalam. Kabar sehat Nay, semoga kamu juga. Lagi di kos barusan pulang tadi.][aku mau ngasih sesuatu karena mas sudah bantu aku belajar dan memberi murid untuk di privat.][nggak usah repot repot Nay, saya mbantu kamu ikhlas kok.][enggak repot mas, anggap aja sebagai kenang kenangan.][kalau kamu maksa. Hadiahnya kamu berikan buat Cindy aja.]Deg, membaca pesan yang barusan dik
Bab 18Sampai di kampus, Nayla menuju taman dekat kantin yang ada tempat duduk dan meja permanen biasa dipakai mahasiswa untuk duduk santai atau mengerjakan tugas. Di sana sudah ada Riyan, dan Mika serta dua mahasiswi satu kelas Nayla. Ternyata mereka sedang membahas tugas kelompok untuk mata kuliah kewirausahaan. Kebetulan Nayla tidak satu kelompok sama mereka."Assalamu'alaikum. Wah asyik sekali diskusinya." Nay menyapa teman-temannya dengan senyum khas dan wajah yang selalu ceria disaat bahagia ataupun sedih. Yang membedakan kali ini, pakaiannya lebih banyak model tunik. Ia menerima pemberian Bu Maya lagi, karena baju-baju putrinya masih tergolong bagus, bahkan ada yang masih baru."Wa'alaikumsalam." Mereka menjawab dengan kompak.Nayla mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi kosong sambil meletakkan tas punggungnya di meja depannya dan paper bag berisi kemeja ditaruh di atas tasnya."Kalau begitu, nanti siang kita lanjut lagi ya diskusinya," kata Rita."Iya nih, aku sama Rita m
Bab 19“Masalah hati memang tidak bisa dipaksakan. Kalau bukan dari diri sendiri yang berusaha mengobati maka dia akan selamanya terpuruk.”Siang hari yang terik, azan zuhur berkumandang, gegas Nayla ke masjid kampus untuk menunaikan sholat. Ia berencana memberikan bingkisan ke Cindy seusai salat. "Mbak Cindy ini ada bingkisan untuk Mbak." Nayla memberikan dengan tetap berusaha tersenyum. Walau hati berkecamuk, ia tetap"Apa ini, Nay?" Kening Cindy berkerut menyiratkan penasaran."Hanya sedikit tanda kasih Mbak. Kata Mas Bagas aku diminta ngasihkan ke Mbak Cindy. Semoga suka ya." Nay segera undur diri takut ditanya lebih jauh tentang pemberiannya."Makasih banyak Nay." Ucap Cindy sedikit berteriak karena Nay sudah berlalu akan pergi."Sama sama Mbak."@@@@Esok paginya suasana di kampus terasa kurang menyenangkan. Hari-hari Nayla akan berubah, dia merasa kurang bersemangat hari ini. Entahlah kenapa sejak tahu Andra jadian dengan Cindy, membuat semangatnya lesu. Seperti pagi ini dia
Bab 20AMinggu ini Nayla bersiap menghadapi ujian akhir semester. Malam hari ia belajar mata kuliah Aljabar Abstrak. Materi yang sudah advanced, harus belajar dengan baik jika tidak ingin mengulang mata kuliah yang sama tahun depan. Setiap mencerna materi, Nay teringat dengan Andra. Parahnya, saat mengingat laki-laki itu, pikirannya berkelana ke kejadian yang tidak mengenakkan. Nay selalu terbawa perasaan yang membuat hatinya terlampau sakit. Menyesakkan."Kenapa harus memberikan hadiah itu."Nay kadang berpikir terlalu polos, harusnya ia kembali ke niat memberikan hadiah sebagai ungkapan terima kasih. Siapapun yang menerima harusnya Nay ikhlas. Tapi kenapa ia harus terbawa perasaan, sehingga dia tidak bisa konsen dengan belajarnya. Malam semakin larut, akhirnya Nay menyudahi belajarnya. Entah apa yang sudah ia dapatkan dari belajar, sepertinya zonk. Ia sedari tadi hanya melamun saja.Nay beranjak tidur karena tidak ingin terlambat bangun sebelum subuh tiba. Bukankah waktu sepertiga
Bab 20BNay segera menuju ruang ujian ternyata sudah ramai di sana. Nay menghampiri teman-temannya dan sudah ada Riyan, Cici juga Mika yang duduk di kursi di depan ruang ujian."Assalamu'alaikum," sapa Nay kepada mereka."Wa'alaikumsalam.""Nay, sudah siap tempur nih pastinya," ledek Riyan dengan wajah penuh canda. Nay tergelak."Kalian ini yang rajin sekali jam segini tumben sudah datang. Biasanya juga mepet-mepet." Nay balas meledek Riyan dan Mika, karena hanya Cici yang satu kos dengannya."Ya sadar kali Nay, barangkali datang lebih awal bisa memilih posisi duduk aman." Riyan menjawab diiringi canda tawa. Nay bersyukur dalam hidupnya dihadirkan sahabat-sahabat seperti mereka. Sahabat baik selalu ada disaat susah maupun senang."Aman apanya. Paling mau mojok, iya, kan?""Aman dari pandangan pengawas lah. Dan tentunya close to your seat.""Ishh, maunya."*****Suasana ujian terasa sedikit menegangkan. Nay sudah tidak bisa konsentrasi. Setiap membaca soal yang berkaitan dengan mata k
Bab 21 A"Pasangan adalah cerminan diri. Jika berharap pasangan yang baik, maka diri sendiri harus baik pula.""Nih, saya cerita. Kemarin Oma tausiyahnya tentang persiapan menikah." Saking semangatnya Nay lupa bicara dengan siapa. Ia segera menutup mulutnya rapat-rapat menggunakan tangan kanannya."Syukurlah, berarti kamu sudah siap, kan?""What?!" Nayla melebarkan bola matanya.Sebuah ketukan pintu menghentikan obrolan asyik antara keduanya.“Maaf, apa saya mengganggu?” Nayla tersentak begitu menoleh ada Cindy berdiri menjulang di ambang pintu. Tatapan matanya tak terbaca. Nayla sedikit canggung dibuatnya."Sejak kapan Mbak Cindy ada di sana? Gawat, pasti bakal cerita sama Mas Andra." Entah kenapa Nayla masih galau dengan hatinya. Ingin melepaskan dan memulai hubungan bersama Pak Aryo, tetapi di sisi lain Nay merasa tidak enak hati jika Andra mengetahuinya."Masuk Cin!" titah Aryo."Gimana?" Langkah Cindy mendekat seraya tatapan melirik ke arah Nayla yang terpaku di tempat duduknya.
Bab 21BDua minggu setelah ujian semester selesai, waktunya mahasiswa mengisi liburan dengan refreshing. Beberapa nilai ujian sudah keluar. Nayla bersyukur karena nilai-nilai yang sudah keluar sangat memuaskan. Namun masih ada satu mata kuliah lagi yang belum keluar nilainya. Terdengar notif pesan masuk di ponselnya. Ada nama Cici tertera di sana.[Nay, lihat nilai aljabar abstrak keluar. Alhamdulillah aku lulus meski nilainya cukup hehe. Gmn denganmu?]Ya, Cici mengirimkan pesan di mana posisinya berada di Lampung kota asalnya. Sahabatnya memilih pulang untuk liburan sekaligus menengok orang tuanya. Sementara itu, Nayla masih galau mau pulang ke Solo, liburan ke Yogya bersama Mika atau menundanya liburan semester depan.[aku blm lihat. Nanti aku kabari lg.]Nayla menunda niatnya melihat nilai ujian Aljabar Abstrak. Ia tidak ingin merusak moodnya hari ini, saat harus ke rumah Bu Maya. Wanita pemilik katering itu memintanya datang ke rumah karena ada acara ramah tamah. Kali ini ia perg
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63A"Nay, ini tanda kasihku untukmu." Nay tertegun melihat apa yang dibawa suaminya.Aryo membuka kotak kecil berlapis beludru. Ia mengeluarkan benda yang terpasang cantik di tempatnya. Sebuah kalung pertanda kasih sayangnya untuk sang istri tercinta. Ada liontin bunga matahari di kalung itu. Aryo berharap mentari akan selalu bersinar menerangi langkah mereka mengarungi biduk rumah tangga.Bukan tidak mungkin akan datang kerikil yang menghadang. Sebisa mungkin mereka saling menggenggam tangan untuk melalui jalan yang harus ditempuh. Apa yang menjadi tujuannya menggapai keluarga yang samawa (sakinah, mawaddah, warahmah).Aryo memakaikan kalung dengan liontin matahari ke leher Nayla. Pasmina Nay angkat hingga kalung itu terpasang sempurna di lehernya. Aryo mengecup kepala Nay dari belakang. Rasa yang membuncah mengisi rongga dada keduanya. Senyum manis pun terukir di wajah masing-masing, hingga sepasang lengan kekar Aryo melingkar di perut Nayla. Tatapan hangat di wajah Aryo terli
Bab 62B"Sudah saya bilang Pak Aryo jangan menyakitinya. Dua kali Bapak sakiti Nay, maka...""No, big No, Ndra. Saya harus bicara sama Nayla. Pokoknya kamu nggak boleh melamar sebelum hubungan kami jelas, oke!" Andra hanya mengedikkan bahu, dalam hati tertawa penuh kemenangan.Aryo meninggalkan Andra membereskan tempat yang akan dipakai untuk acara. Entah acara apa sebenarnya Aryo tidaklah tahu. Ia mendekati Pak Rusdi, meminta maaf atas kesalahannya karena membuat Nay sakit hati.Aryo juga bercerita tentang kesalah pahamannya dengan Nay yang melihat dirinya bersama Tika. Waktu itu Tika ingin berpamitan yang terakhir karena mau tinggal di luar negeri. Pak Rusdi yang sudah tahu duduk perkaranya langsung menyilakan Aryo masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Ranti terkejut melihat kedatangan tiba-tiba menantunya. Gegas wanita paruh baya itu membuatkan minuman dan menyuguhkan cemilan."Nay baru selesai mandi, Nak. Tunggulah sebentar. Tolong sabar ya Nak Aryo, menghadapi Nay yang anak tunggal
Bab 62AAryo berjalan tergopoh menuju rumah Nay. Mendengar obrolan tetangga Nay tentang acara syukuran membuat hatinya berkecamuk. Menyesakkan."Apa maunya Nayla? Apa dia benar-benar menginginkan perpisahan?" Aryo mendengkus kesal seraya kakinya menendang kerikil di jalan.Sementara itu,di kamar, Nayla merapikan penampilannya di depan cermin. Ingatannya terlempar saat tidur siang di kos Cika. Bisa-bisanya ia mimpi buruk."Nay, maaf. Aku tidak tega membuat Tika sedih," ungkap Aryo membuat Nay mencelos."Lalu?" Tatapan nyalang Nay tujukan pada suaminya. Napasnya memburu menanti perkataan selanjutnya dari sang suami."Ada yang ingin aku katakan padamu. Mama memintaku menikahinya. Tika bersedia menjadi istri kedua.""Untung hanya mimpi. Kalau beneran, aku nggak yakin bisa menerima kabar itu."Nay menghela napas panjang, seulas senyum tersungging di bibir bergincu pinknya. Kedua tangan mengusap perutnya lembut. Sebuah ketukan pintu megusik kegiatan asyiknya di depan cermin."Masuk!" Nay me
BAB 61B"Astaghfirullah. Aryo kenapa?""Aryo bersalah, Oma. Aryo sudah menyakiti hati Nayla. Dia pergi karena Aryo yang nggak sabaran. Saat di Daejeon Aryo menyakitinya fisik juga batin. Lagi-lagi pulangnya pun Aryo menambah lukanya kembali menganga."Oma dan Tante Maya tertegun melihat pengakuan Aryo. Keduanya menasehati Aryo supaya lebih sabar menghadapi masalah. Yang telah berlalu biarlah berlalu, jangan terulang lagi kesalahan yang sama. Manusia tidak ada yang sempurna. Memilih pasangan bukan untuk mencari yang sempurna tetapi yang bisa saling melengkapi hingga mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Rabbnya."Makasih, Oma, tante. Aryo mau bernagkat dulu ke Solo.""Apapun yang terjadi jadikan ini belajaran berharga untukmu dan Nayla, Yo. Oma tidak berharap kalian berpisah. Tetapi kalau mengharuskan kalian berpisah, kamu harus mengikhlaskannya.""Oma, Aryo tidak akan membiarkan Nay pergi. Oma dan tante doakan hubungan kami membaik!" pinta Aryo dengan penuh permohonan."
Bab 61ASehari tinggal di kos Cika, Nay akhirnya pulang ke Solo. Ia bertemu bapak ibunya, melepas rindu yang bersemayam di dada. Tangis haru nan bahagia mengiringi pertemuan keluarga sederhana itu."Kamu kurusan, Nay. Makan yang banyak, Nak!" Nay meraup wajahnya kasar. Sejatinya bukan hanya rindu yang ingin tersampaikan. Lebih tepatnya, Nay ingin mendapatkan pelukan. Support yang menguatkan hatinya karena masalah rumah tangga sedang menghampiri."Yang penting sehat kan, bu. Nanti Nay makan yang banyak soalnya kangen masakan ibu. Di sana makannya aneh-aneh," terang Nay dengan kelakarnya membuat orang tuanya tergelak.Pak Rusdi dan Bu Ranti tidak menyadari putrinya sedang dilanda masalah. Nay memang pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia sibuk membantu ibunya membereskan jahitan seperti biasa."Pak, Bu. Ini ada sedikit rejeki, Nay ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan karena sudah diberi kesehatan saat belajar di negeri orang. Juga Nay selamat sampai pulang ke rumah.""Tapi suamimu a
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary