“Maaf, Papa harus lakukan ini. Kamu harus ikut Papa sekarang juga.” Papa Daniel harus menarik Arga untuk masuk ke dalam mobil. Malam itu banyak disaksikan oleh teman-teman Arga yang melihat langsung kejadian tersebut. Arga tidak bisa menahan diri sampai dia masuk ke dalam mobil. Teman-temannya hanya mengejek Arga saat itu juga.
“Haha, anak Papa dijemput lagi.” Teman-teman Arga mengejek Arga.“Iya, takut diculik tante kalau tidak pulang mungkin. Haha!”“Bisa jadi!” Sahut yang lain lagi.Itulah yang mereka katakan satu sama lain. Sempat terdengar di telinga Arga dan ingin marah saat itu juga. Tapi papa tetap menarik Arga dengan paksa.“Awas saja kalian!” Ancamnya dari balik kaca mobil.“Arga, ayo. Ayo kita pulang!”Tiga puluh menit perjalanan, Arga dan papa Daniel tiba di rumah. Tempat balap mobil Arga memang tidak jauh. Karena itulah Arga lebih memilih untuk mengikuti hobinya bersama teman-teman lainnya.“Papa, apa yang salah? Main paksa saja. Di mana aku taruh wajahku ketika mereka semua mengejekku tadi?”“Arga, kamu lebih malu jika teman-temanmu mengolok-olokmu. Apa kamu tidak berpikir, Papa sangat malu memiliki satu anak tetapi tidak pernah pulang. Apakah kamu sadar? Kamu hanya punya Papa. Jika Papa meninggal saat kamu balapan di luar, tidakkah kamu akan menyesalinya?”“Papa!” Seru Arga hendak menantang papanya.“Apa? Kamu ingin berdebat dengan Papa?”“Ayo, Papa. Apa yang sebenarnya Papa inginkan? Aku tidak punya banyak waktu lagi.”“Papa minta sekali ini saja, jangan keluar dulu. Papa mau cerita sesuatu sama kamu.”“Hmm,” Arga tidak sepenuhnya menatap papanya. Arga bahkan asyik memainkan ponselnya sambil duduk di sofa.“Papa ingin kamu menandatangani surat wasiat ini.” Papa menghentikan ucapannya sengaja menarik perhatian Arga. Lalu Arga semakin tertarik dengan tawaran Papa dan mulai menatap Papa dengan saksama.“Tapi dengan satu syarat!” Ucapan Papa kali ini membuat nyali Arga menciut. Awalnya dia senang dan sangat mengharapkan warisan. Tapi langsung jatuh dengan syarat papa meski belum terucap.“Kalau mau dapat warisan Papa sekarang, kamu harus siap menikah. Umur kamu sudah matang, Papa ingin cucu dari kamu.”“Hmm, firasat aku benar. Papa pasti memintaku untuk menikah. Papa, aku masih muda. Aku masih ingin bebas pergi ke sana kemari tanpa ada batasan dan tanggung jawab. Lagi pula, aku tidak punya calon biarkan aku sendiri dulu.”“Kebetulan Papa juga tidak mau kamu menikah dengan pilihanmu. Tapi Papa punya pilihan sendiri untukmu. Pasti kamu tidak akan menolak, dia anak sahabat Papa.”“Apa? Jadi Papa mau menjebakku?”“Iya, terus sampai kapan kamu akan sendirian seperti ini? Kamu juga pasti mengharapkan warisan ini ‘kan? Pokoknya Papa mau kamu setuju dengan syarat ini. Kalau tidak, warisan ini bukan untuk kamu.”“Papa, aku tidak mau menikah. Aku anak tunggal Papa, kalau tidak di berikan kepadaku, lalu akan diberikan kepada siapa?”“Banyak kok yang lebih butuh dari kamu.”“Oke, kalau begitu izinkan aku menikah dengan wanita pilihan aku.” Ucap Arga ketika mengingat baru kemarin dia menjalin hubungan dengan Gea.“Tidak, Papa tidak mau. Pokoknya kamu harus menikah dengan pilihan Papa. Kalau tidak, tetap saja warisan ini bukan milik kamu. Kalau kamu tidak mau ya sudah!”“Tidak bisa seperti itu. Aku juga punya hak, Pa.”“Jika kamu merasa berhak, kamu penuhi syarat itu. Jika tidak, kamu sendiri yang akan tahu konsekuensinya.”“Aduh, Papa sekarang begini ya! Secantik apa sih anak teman Papa, sampai mau menjodohkanku dengan wanita itu. Ah sudah lah!” Arga berdiri dan berjalan ke kamar.“Lalu kenapa kau masuk ke kamar? Papa belum selesai bicara.”“Mau tidur.”“Tumben tidur di rumah, biasanya juga tidur di jalanan.”Sesaat Arga masuk ke kamar, hitungan detik Arga keluar lagi.“Loh, kenapa keluar lagi?” Tanya Papa.“Mau tidur di jalan!” katanya kesal. Papa hanya tersenyum melihat anaknya yang sudah dewasa. Menyebalkan, namun papa tetap sayang Arga meski menjadi anak yang nakal.“Arga, kapan kamu akan sadar? Apakah kamu tidak merasa kasihan pada Papa sendirian di rumah sepanjang waktu?”“Ada pembantu, sopir, satpam, Papa tidak sendirian.”“Ya, tapi kamu anak satu-satunya Papa.”“Ah tidak apa-apa.” Arga pergi dan tidak peduli lagi.“Arga, Arga, dia benar-benar berubah sejak ibunya meninggal. Seharusnya anak seusianya sudah menikah, tapi malah asyik menjadi berandalan. Nah, yang penting aku sudah mengatakan apa yang aku mau. Ke depan, aku sudah untuk menemukan cara agar Arga menyetujui persyaratan tersebut. Aku tidak sabar untuk menjadi besan Rajendra.” Dia berkata dengan sedikit senyum di bibirnya.***“Di sisi lain, aku masih menyukai Leon. Tapi dia lebih memilih wanita itu. Awas saja nanti, aku akan balas perlakuan kamu ini, Audrey.”Di dalam bilik, tidak ada lampu. Hanya ada sedikit cahaya dari luar rumah yang menerangi kamar Elissa. Sudah jam 11 malam, tapi dia belum bisa memejamkan mata. Dalam benaknya, yang ada hanya wajah tampan Leon, pria idaman, namun Leon diambil oleh sahabatnya sendiri. Lebih tepatnya, sekarang bukan teman. Tapi musuh dalam selimut. Selama ini berteman dengan Elissa, hanya karena Elissa kaya. Namun setelah mengetahui keluarga Elissa bangkrut, Audrey tidak mau berteman lagi. Bahkan banyak siswa dan siswi lain yang ikut mencemooh Elissa.“Uh iya ngomong-ngomong soal perjodohan, aku belum tahu orang itu kayak apa! Lebih baik aku mencari tahu sendiri pria seperti apa putra Paman Daniel itu.”Elissa tidak berhenti mengoceh sendiri di kamarnya sampai dia tertidur. Sementara itu, Arga kembali ke tempat nongkrongnya seperti biasa dengan yang lain. Saat itulah, puncak di mana pemuda berkeliaran dengan bebas. Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk balapan liar di malam hari untuk menghibur diri. Namun ada juga yang melakukannya untuk bertaruh. Termasuk Arga yang selalu ikut dalam pertandingan.“Woi, anak Papa akhirnya kembali. Tadinya aku pikir, kamu akan tidur di ketiak Papa. Ha ha!” Kata teman yang selalu mengolok-oloknya sejak tadi.Buk!!Satu kali pukulan keras mendarat di bibir temannya. Setelah puas melakukannya, Arga kembali bersama yang lain untuk segera melakukan balapan.“Wah, itu orang gila kali ya? Apa-apaan ini bibirku, main tinju saja. Katanya sambil mengusap bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.“Makanya jangan memulai masalah dengan Arga. Kayak tidak kenal Arga saja! Masih membuat masalah.” Balas yang lain.“Loh, memang benar dia anak papa ‘kan?”“Terserah deh!”Saat itu, permainan akan segera dimulai. Sementara Arga bersiap-siap di dalam mobilnya. Ia berderet di antara jajaran mobil mewah lainnya yang semuanya adalah anak orang kaya.“Baik, apakah kamu siap? Ayo mulai! Satu dua tiga!”Setiap mobil melesat cepat di jalan. Mobil-mobil tersebut saling berkejaran untuk mendapatkan posisi pertama guna memenangkan perlombaan. Arga saat ini berada di posisi kedua. Masih ada yang jauh lebih cepat dari dia di depan sana.Arga terus berusaha mengejar lawannya. Sedangkan di urutan ketiga adalah temannya yang akrab disapa Boy, yaitu teman dekat Arga.Beberapa menit berlalu, Arga hampir bisa menyalip mobil yang kini berada di posisi nomor satu itu. Tapi pemandangan di belakang sepertinya ada sesuatu yang terjadi.Brak! Tabrakan keras dari mobil belakang Arga yang lepas kendali menghantam mobil Arga yang ada di depannya. Hal ini mengakibatkan tabrakan fatal yang membuat setiap mobil terlempar hingga rusak parah. Keadaan mobil Boy saat itu juga terpental jauh. Namun beruntungnya Boy berhasil keluar sebelum mobilnya hancur menabrak bangunan, sehingga dia selamat dari kecelakaan maut terserah. Sementara itu, mobil Arga melaju di luar kendali dan menabrak pohon besar di jalan. Sehingga kaca mobil pecah dan wajah Arga terbentur keras oleh gagang setir mobil. Saat itu, wajah Arga terluka parah. Kemudian, setiap orang yang mengalami kecelakaan langsung dibawa ke rumah sakit.Salah satu teman Arga menghubungi papa
“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu. “Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi. “Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan be
“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja
Di balik topeng, malam itu Arga diam-diam melakukan penyamaran. Demi ingin mengetahui kebenaran tentang Gea, kekasihnya yang hilang kabar sejak kecelakaan itu. Arga hanya ingin mengetahui kebenarannya secara langsung untuk membenarkan perkataan Boy, temannya.“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus pergi malam ini juga. Pasti Gea dan yang lainnya akan ada di sana malam ini. Walaupun aku kesal dengan Gea, aku harus memastikan. Semoga apa yang di katakan Boy itu salah.” Katanya sambil melihat ke cermin dan dengan rapi menata kain yang menutupi wajahnya. Malam itu Arga bertekad pergi ke tempat biasanya dia balapan mobil.“Oke, sudah siap. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Arga melangkah keluar melalui pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika teringat yang pasti ayahnya saat itu sedang menonton televisi seperti biasa di ruang tamu. Lalu, Arga melangkah mundur dan tanpa pikir panjang lagi Arga membuka jendela itu dan bertekad untuk keluar dari jendela itu. Dengan sangat hati-hati dia m
Sekitar jam 9 malam, Arga merayap kembali ke kamar melalui jendela. Setelah berhasil masuk ke dalam ruangan yang gelap, dan memang sengaja mematikan lampu sebelum berangkat tadi. Kemudian Arga menyalakan lampu di kamarnya. Spontan Arga terkejut melihat papanya duduk santai di tempat tidur. Arga hanya tersenyum saat melihat papanya sudah menganggukkan kepala berkali-kali ketika melihatnya saat itu. Padahal, Arga sudah terbiasa melakukan hal tersebut, bahkan papa Daniel pun tak heran lagi dengan kebiasaan Arga tersebut.“Apakah kamu sudah selesai dengan bisnis kamu?” tanya papa sambil main ponselnya. Pantulan kaca mata yang digunakan saat itu terlihat jelas Papa sedang sibuk melihat sosial medianya.“Cukup, Pa.” Dia menjawab dengan santai dan melepas pakaian dan topeng di wajahnya.“Haruskah, dengan berdandan seperti itu dan keluar tanpa izin? Jangan bilang kamu akan ikut balapan itu lagi.” Kata papa. Namun Arga tetap diam dan tidak mau menjawab pertanyaan papa.“Kenapa? Kamu malu kelua
“Tidak mungkin, mana mungkin kalian menikah?” Audrey masih belum percaya dengan pengakuan Arga. Elissa masih terdiam bungkam tidak tahu ingin bicara apa lagi. Di saat yang lain tidak percaya dengan ucapan Arga, termasuk Audrey, Adel pun ikut bicara tentang kebenaran tersebut.“Benar Audrey, mereka sudah menikah.”“Ya, mereka memang sudah menikah.” tambah bapak Andre saat itu yang tiba-tiba muncul di antara semuanya. Barulah mereka menganggukkan kepalanya masing-masing. Bahwa berita itu benar adanya. Seketika Audrey pun malu sudah mempermalukan Elissa. Namun dirinya sendiri yang terjebak dalam situasinya sendiri.“Maaf, jika kalian semua baru tahu soal pernikahan Arga dan Elissa. Bukan berarti mereka tidak ingin kabarkan pernikahan ini dengan kalian semua. Arga dan Elissa hanya tidak ingin membuat pesta di pernikahan mereka. Sekarang kalian sudah tahu soal mereka bukan?” Tiba-tiba mama Belinda datang dengan papa Rajendra dan menjelaskan kebenaran tersebut. Mereka semua semakin percaya
“Tidak, aku tidak akan izinkan kamu lihat papa kamu.”Singkat, namun sangat menyakitkan bagi Arga. Elissa tidak mengizinkan Arga untuk bertemu dengan papanya saat itu juga. Padahal baru saja hubungan mereka membaik. Akan tetapi ada saja hal yang membuat mereka bertengkar.“Kenapa aku tidak boleh melihat papa aku sendiri? Aku hanya ingin bertemu sebentar dengan papa. Aku tidak minta kamu untuk antar aku, aku hanya ingin tahu papa di tahan di mana. Aku ingin datang sendiri untuk melihat keadaan papa. Kamu kok jahat banget sih, Elissa!” Ucapnya dengan terisak-isak.“Aku tidak peduli tentang itu semua, Arga Pokoknya apa pun alasannya, kamu tidak boleh bertemu papa kamu untuk sementara waktu ini.”“Iya, apa alasannya? Jelaskan!” Sergah Arga. Namun Elissa hanya diam saja tidak mau berikan alasan yang sebenarnya.“El, kenapa kamu diam saja? Apa alasannya? Dia papa aku, kenapa kamu larang aku untuk bertemu dengannya. Jika aku tahu di mana papa aku kamu penjarakan, mana mungkin aku datang kema
“Untuk apa aku marah, lagi pula itu keinginan Arga. Jika tidak, mana mungkin dia lakukan itu. Kamu tahu sendiri, Arga itu hanya ingin buat aku marah agar aku meninggalkan dia. Akan tetapi, tidak semudah itu. Aku memang kesal dengan dia karena anak ini. Tadi malam aku berpikir, mungkin ada baiknya aku tetap bertahan dengan dia hingga lahir anak ini. Setelah itu, dia yang akan merawat anak ini sendiri. Haha!”Ucap Elissa dengan penuh percaya diri. Raut senyum di wajahnya tergambar jelas, bahkan malah terlihat mengejek Arga saat itu.“Sial, kenapa Elissa malah senyum-senyum. Kok dia tidak marah sih, minimal samperin kek, terus marah-marah dan tinggalkan aku. Masa bodo dengan orang yang banyak tahu nanti masalahnya. Yang penting aku bisa terbebas dari dia.” Ucap Arga lirih.“Arga, kamu bicara apa? Bicara dengan aku ya?” Tanya Audrey saat itu.“Oh, tidak. Tidak kok, aku ke kelas duluan ya. Ada tugas yang belum aku selesaikan.” Ucap Arga beralasan.“Hem, oke. Baiklah!” Balas Audrey dengan p
“Jangan mendekat!” Spontan ucapan Arga terdengar sangat ketakutan ketika melihat Elissa. Bahkan Arga tidak ingin berdekatan dengan Elissa lagi.“Kenapa?” Tanya Elissa saat itu yang hendak duduk di sebuah kursi untuk ikut makan bersama dengan keluarga besar papa Rajendra.“Arga, kamu kenapa? Kok sepertinya ketakutan melihat Elissa?”“Tidak apa-apa, Ma, Pa.” Jawab Arga lirih takut jika yang lain tahu bahwa dia takut dengan Elissa saat itu.“Ma, Pa, sudah aku bilang sejak awal. Kenapa juga izinkan Arga tinggal di sini. Sekarang lihat saja, dekat atau lihat aku saja tidak mau. Jadi apa gunanya dia ada di sini. Ha?”“Sudah diam Elissa. Berulang kali Papa katakan sama kamu, Arga itu suami kamu. Dia papa dari anak yang kamu kandung, jadi kamu harus hormati dia. Bukan kamu perlakukan seperti ini!”“Tapi, Pa. Sejak awal aku sudah tidak suka dengan perjodohan ini. Kenapa Mama dan Papa paksa aku. Lihat, terbukti sekarang kalau papa Arga itu sudah menipu Papa. Apa Papa masih tidak percaya dan mau
Di tengah malam yang mencekam, mati lampu dan suasana di luar hujan begitu deras sejak sore tadi. Arga yang tengah tidur bersama Elissa saat itu, mau tidak mau harus dia lakukan.Arga sengaja membiarkan Elissa untuk tidur bersamanya malam itu. Karena dia ingin memberikan kesempatan pada Elissa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap anaknya.“Kamu pikir, aku biarkan kamu tidur bersamaku malam ini tidak dengan tujuan aku Arga? Kamu akan tahu sendiri akibatnya. Rasakan ini!” Elissa memegang bantalnya dan mengarahkan pada wajah Arga agar kesulitan bernapas saat bantal itu di tekan di atasnya. Lalu bantal itu pun di gunakan Elissa untuk menekan bagian pernapasan Arga dengan kuat. Sehingga Arga kesulitan bernapas dalam tidurnya dan meronta-ronta. Sekujur tubuh tegang, kedua tangan dan kakinya meronta dengan keras. Namun karena tubuh Elissa menindih tubuh Arga, jadi Arga tidak dapat banyak bergerak. Elissa masih dengan posisinya yang bersemangat untuk membunuh sang suaminya sendiri. Sebuah s
Arga yang mendengar itu pun langsung panik dan bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Papa Daniel hanya bisa diam, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena laporan itu benar adanya apa yang sudah dia lakukan sebelumnya.“Tangkaplah saya, Pak!” Ucap Papa dengan mudahnya menyerahkan diri.“Apa-apaan ini, Pa? Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Masalah apa sebenarnya? Kenapa aku tidak tahu apa-apa?”Plok! Plok! Plok!Suara tepuk tangan terdengar nyaring dari pintu masuk saat itu. Elissa dan Mama papanya melangkah masuk. Elissa yang tampak senang, karena sebentar lagi dia akan mendapatkan haknya kembali dan memberikan kepada orang tua sebagai kejutan. Sedangkan mama Belinda dan papa Rajendra malah bingung.“Elissa, sebenarnya apa yang ingin kamu tunjukkan kepada kami?” Tanya Papa heran.“Pa, harta kita akan kembali ke tangan kita lagi. Papa Daniel sudah ketahuan dan dia harus menanggung semua yang sudah dia lakukan selama ini.”“Maksud kamu apa?” Tanya Mama belum mengerti. Namun Ar
“Apa? Jadi Mbak Elissa hamil?” Ucap Bibi Lusy dengan wajah sumringah. Akhirnya akan ada anggota baru di rumah itu.“Mbak, Mbak, El. Mbak, apa yang ingin Mbak lakukan? Mbak hamil? Jangan lakukan ini, Mbak. Seharusnya Mbak bahagia. Bukannya malah mengakhiri semua ini.”“Buat apa, Bik? Lihat, apa yang sudah Arga lakukan? Dia tidak mau terima anak ini. Jadi untuk apa dia hidup, jika dia tidak mau mati sendiri. Lebih baik mati dengan aku, Bik.”“Astaghfirullah, istighfar Mbak El. Istighfar. Jangan berpikir seperti itu. Dosa.” Ucap Bibi Lusy terus mencoba menasihati Elissa. Arga hanya tertegun diam saja saat itu tidak dapat bicara lagi.“Mas Arga, bagaimana ini?”“Ya sudah kita bawa dia ke kamar saja. Biar Elissa tenangkan pikirannya dulu.” Perintah Arga pada Bibi Lusy untuk membawa Elissa masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.“Baik, Mas.” Bibi Lusy pun langsung menuntun Elissa untuk masuk ke kamar. Namun Elissa menolak mentah-mentah.“Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri kok.” Elissa menola
“Selamat ya, Mbak Elissa. Usia kehamilan Anda sudah satu bulan.”“Terima kasih, Dokter!” Balas Elissa.Setelah mengetahui hasil tesnya, Elissa buru-buru keluar. Perasaannya saat itu benar-benar kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, harus senang atau marah untuk saat ini.“El, bagaimana hasilnya?” Tanya Adel saat itu yang duduk menunggu di luar ruangan.“Aku tidak menginginkan anak ini, kenapa dia hadir di waktu yang tidak tepat.”“El, jadi kamu benar-benar hamil? El, jangan berpikir yang bukan-bukan dulu ya. Lebih baik kamu bicarakan baik-baik dengan Arga bagaimana solusinya. Kamu jangan terlalu gegabah. Mungkin dengan hadirnya anak ini, cara Allah dekatkan diri kamu dengan Arga. Mungkin kalian sudah di takdirkan untuk berjodoh.”“Tidak, Adel. Aku belum siap untuk saat ini. Aku bingung harus bagaimana.”“Ya sudah, yang penting kamu cukup tenang dulu ya. Ayo biar aku antar kamu pulang. Ayo!”***“Arga, aku ingin katakan sesuatu sama kamu sekarang!”“Katakan saja, apa itu?”“Aku h
“Elissa, terima kasih ya sudah bantu aku tadi.” Arga langsung memeluk Elissa saat itu juga. Elissa pun memeluk balik Arga dengan tulus dan sangat erat.“Kalau saja tadi tidak ada kamu, entah apa yang akan di lakukan Gea terhadap aku.”“Sudah, kamu yang tenang ya! Jangan pikirkan lagi soal itu. Ada aku di sini.” Elissa memeluk dan mengelus rambut Arga dengan lembut. Bahkan Elissa berani mencium rambut Arga saat itu.‘Baru kali ini aku memeluk Arga dalam keadaan sadar. Entah kenapa perasaan aku sangat bahagia dan nyaman. Apa benar aku mulai suka dengan Arga?’ Gumam Elissa. Begitu juga dengan Arga, dia juga merasakan hal yang sama.‘Kenapa aku merasa nyaman di pelukan Elissa ya? Apa aku mulai menyukai Elissa? Tidak mungkin.’Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk dari luar. Elissa dan Arga segera melepaskan pelukannya saat itu.“Hem, siapa ya?” Arga segera membuka pintu kamar. Terlihat Bibik Lusy langsung memberikan sebuah kotak.“Mas, ini untuk Mas Arga.” Bibik Lusy meny