“Pa, aku tidak mau dijodohkan! Batalkan perjodohan ini segera.” Elissa tampak sangat marah dengan wajah yang sudah mulai merah merona. Sepertinya masalah itu sangat serius baginya. Tas ransel kesayangan yang selalu dibawa Elissa ke kampus di banting ke kursi tamu. Saat itu, Papa sedang bersantai membaca koran di kursinya. Kemudian papa Rajendra terkejut dengan sikap dan perkataan Elissa, yang tiba-tiba berbicara dengan nada tinggi dan melampiaskan amarahnya saat itu.
“Apa maksudmu, Elissa! Tidak bisakah kamu sedikit turunkan nada bicaramu itu?" Ucap papa masih dengan nada rendah dan mencoba meredam amarah Elissa. Sembari sesekali meneguk kopinya.“Pa, pokoknya aku tidak mau dijodohkan. Titik!”“Kenapa? Bukannya kamu juga sudah setuju?” Papa masih bersikap tenang dan mulai meletakkan koran yang dipegangnya. Sambil sesekali menyeruput kopi yang sudah dingin di atas mejanya lagi.“Kapan aku bilang setuju? Aku tidak pernah menyetujui perjodohan ini. Aku bukan siti Nurbaya. Dijodohkan begitu saja dengan dia" Elissa tidak melanjutkan ucapannya yang hampir menyebut nama Arga."Aku malu, Papa! Aku perempuan anak tunggal 'kan? Seharusnya bebaskan aku dengan pilihan aku sendiri. Kenapa harus dijodohkan seperti ini coba?” Jelas saja Elissa membuat Papa sedikit terkekeh mendengar perkataan Elissa.“Justru kamu anak tunggal, Papa tidak akan biarkan kamu memilih jodoh yang salah. Semua ini demi rumah ini ‘kan? Rumah yang kamu tinggali selama beberapa hari ini. Apakah kamu benar-benar ingin pergi dari sini? Di mana kamu akan tinggal ketika kita keluar dari sini? Kamu kena panas saja tidak bisa, bagaimana kamu akan tidur di luar nanti?” Jelas Papa membuat Elissa diam tertegun sejenak.“Ya aku tidak mau, Papa. Apakah tidak ada jalan lain selain perjodohan ini?” Lanjutnya.“Apa masalahnya? Bukankah anak itu tampan?”“Memangnya Papa sudah tahu siapa pria itu?” Elissa bertanya soal Arga kepada papanya, akan tetapi tiba-tiba mama datang dan duduk bersama mereka.“Yang jelas laki-laki itu tampan, makanya Mama juga setuju. Arga itu anak yang baik, manis dan kalem. Mama juga pasti mau jodoh sama Arga.” Jelas, Mama juga membela Papa Rajendra.“Mama datang bikin masalah saja, Bukannya dukung aku, malah ikut Papa. Mama dan Papa sama saja.”“Memang benar seperti itu. Bukan begitu, Pa?”“Ya, Ma.” Papa membalasnya dengan tersenyum dan menarik ujung kumisnya yang tipis. “Kalau aku masih muda, aku mau saja!” Katanya lagi sambil terkekeh.“Wah, benar. Papa dan mama saja yang menikah dengan Arga. Alangkah baiknya jika nanti ada yang membantu Mama di dapur. Ha ha!” Timpal Elissa.“Hei, kamu! Mana mungkin Papa dengan Arga.”“Apa lagi aku. Mana mungkin dengan berondong.” Tambah mama terkekeh. Suasana yang serius dan menegangkan, jadi pecah karena candaan mereka.“Tidak apa-apa, jika mama mau. Tapi tidak dengan Arga juga. Pokoknya, aku tidak ingin ada hubungannya dengan pria itu.” Kata Elissa sambil terkekeh.“Elissa, apa sebenarnya masalahmu? Tadi kamu bilang kamu tidak menyukai pria itu. Apa alasannya?” Papa kali ini bertanya dengan serius tentang Elissa yang tiba-tiba menolak perjodohan dengan Arga.“Mama dan Papa tidak mengerti. Lagi pula, aku tidak mau menikah dengan Arga!”“Lalu, di mana kamu ingin tinggal nanti kalau kamu menolak di jodohkan dengan Arga? Memangnya kamu tetap tinggal di rumah ini?” Tanya Papa meyakinkan.“Jika Papa dan Mama masih ingin tinggal di sini, tidak masalah. Aku ingin tinggal di luar saja.”“Lalu kamu mau makan apa? Apa kamu punya uang?”“Ya ada sedikit. Setelah itu, aku akan mencari pekerjaan.”“Anak manja sepertimu bagaimana bisa kamu bekerja. Papa tidak percaya kamu bisa bertahan lama di luar sana. Silakan kalau mau, ayo!” Papa Rajendra menantang Elissa, apakah dia hanya asal berbicara atau benar akan melakukannya.“Oke, aku akan keluar dari rumah ini sekarang, dan membuktikannya pada Papa dan mama. Aku yakin pasti bisa. Yang penting aku tidak menikah dengan pria itu. Katanya lalu berdiri dan masuk ke kamar.“Pa, bagaimana kalau Elissa benar-benar pergi? Mama khawatir nanti Elissa akan tinggal di luar. Apa mungkin Elissa bisa?”“Itu dia, kita lihat saja anak manja itu.” Ucap Papa masih dengan santai. Tak lama kemudian, Elissa keluar dengan koper berisi pakaian.“Elissa, kamu benar-benar ingin pergi?” tanya Mama Belinda cemas.“Ya kenapa tidak!” jawabnya, dan terus berjalan menuju pintu.“Jangan lupa bawa sepatu, barang mewah, dan koleksi lainnya ya. Sayang kalau di tinggal, nanti dimakan tikus.” Papa menambahkan, bukannya mencegah, malah memberi kesan mengusirnya. Papa hanya tertawa melihat kelakuan anaknya. Elissa keluar dan mulai berjalan menuju gerbang.“Pa, Elissa benar-benar pergi. Bagaimana dengan ini?” tanya Mama Belinda cemas.“Sudahlah, Papa lebih tahu seperti apa Elissa. Jadi biarlah. Dia pasti kembali lagi nanti.”“Iya Mama juga tahu, Papa. Tapi,” Mama berhenti. Saat dia melihat Elissa masuk kembali ke dalam rumah. Bahkan hanya dalam hitungan menit, Elissa sudah kembali masuk. Tidak tahu apakah ada yang tertinggal, atau entah apa yang akan dilakukan Elissa.“Elissa, ada apa?” Mama bertanya, sedikit memiringkan kepalanya, melihat Elissa masuk kembali dengan koper yang dipegang Elissa.“Kenapa? Uangmu tidak cukup, ini Papa tambahkan.”“Pa, ini benar-benar buruk, Papa tega mengusir anakmu sendiri.”“Haha, siapa yang mengusir? Bukannya kamu ingin keluar sendiri.”“Papa Jahat! Bukannya di tahan, malah menyuruhku pergi. Ucapnya kesal dan langsung masuk ke kamar. Mama dan Papa hanya tertawa melihat kelakuan Elissa, anak manja yang tidak mungkin keluar rumah.Sementara itu, Elissa di dalam kamar langsung membanting kopernya ke tempat tidur. Elissa sangat marah dan kesal saat membayangkan wajah Arga.“Bagaimana aku bisa hidup di luar, dan bagaimana aku bisa menikah dengan Arga. Semua ini karena Papa bangkrut. Lalu untuk apa bertemu dengan mereka? Kenapa juga harus menikah dengan Arga. Coba saja dengan pria lain, yang lebih tampan, baik hati, dan mempesona, aku pasti akan menyukainya.”Elissa terus menggerutu tak karuan, kaki yang hendak melangkah dan ingin pergi dari tempat itu benar-benar tidak bisa. Elissa masih terus membayangkan wajah Arga yang di bencinya.“Apa yang harus aku lakukan setelah ini, aku tidak mau menikah dengan Arga. Bagaimana caranya! Tidak mungkin aku bisa keluar dari tempat ini, di mana aku akan tinggal nantinya. Semua ini membuatku pusing. Arrrhhhh! Bagaimana bisa aku menolak?”Pintu dibuka. Mama pergi ke kamar Elissa. Elissa yang semula tidur miring, langsung bangun dan duduk. Mama melihat lebih dekat dan duduk bersama Elissa. Mama mengelus bahu Elissa saat itu.“Elissa, Mama tahu. Pasti berat untukmu saat ini. Namun, kami tidak punya pilihan lain. Kamu pasti ingin melakukan itu semua demi orang tuamu ‘kan?”Elissa menarik napas dalam-dalam dan mulai kesal dengan mamanya saat itu. Alih-alih membantu, Mama malah ikut mendukung papa Rajendra.“Biarkan aku sendiri saat ini, Ma. Aku tidak ingin di ganggu. Aku mohon!”“Hem, baik lah kalau itu yang kamu mau.” Mama pun keluar dari kamar Elissa.“Arga, akhirnya kamu sadar juga. Bagaimana kabarmu?”“Papa, aku baik-baik saja kok.”“Ya, syukurlah.”“Maafkan aku, Pa!”“Untuk apa?” Papa mengerutkan kening saat Arga meminta maaf pada papa Daniel.“Aku tidak mendengar apa yang Papa katakan. Andai aku tidak pergi malam itu. Mungkin tidak seperti ini jadinya.”“Yah, mungkin sudah jalannya. Jadikan ini pelajaran untuk kamu. Jangan banyak berpikir lagi, Papa sudah memaafkanmu. Tapi jangan lakukan lagi ya? Tolong hentikan, sayang.”“Aku tidak ingin berjanji, Pa. Karena sudah menjadi kebiasaanku. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin.”“Dengan keadaan kamu seperti ini, akan tetapi kamu belum bisa melepaskan kebiasaan buruk itu?”“Ada apa denganku, Papa? Aku baik-baik saja kok.”“Ini yang kamu maksud baik?”Papa memberikan telepon dan menyalakan kamera. Papa ingin menyadarkan Arga bahwa wajahnya hancur akibat kecelakaan itu. Tetapi karena Arga belum menyadarinya, Papa memberi tahu langsung wajah Arga yang di bungkus perban.“Lihat ini, lih
Semenjak jatuh miskin, mama Belinda membuat kue untuk usaha kecil-kecilannya. Pagi itu mama sudah sibuk di dapur dengan berbagai macam kue sudah siap dan di masukkan ke dalam kotak kue. Elissa baru saja bangun untuk mandi, namun dia menatap heran dengan mamanya yang sudah membuat kue sebanyak itu. Dengan menenteng handuk, rambut awut-awutan, Elissa datang mendekati mamanya yang masih sibuk.”“Ma, tumben buat kuenya banyak sekali.” Sambil mengambil satu kue dan memakannya.“Ini usaha baru Mama, kemarin waktu Mama jenguk Arga, dan banyak ngobrol sama papanya. Mereka beri kesempatan kita untuk berjualan di depan perusahaannya.”“Apa? Jadi Mama mau saja begitu?” Ucapnya tidak percaya, kalau mantan anak konglomerat sekarang jadi anak tukang jualan kue. ‘Duh, bahaya kalau sampai tahu teman kampus, apa lagi kalau Audrey tahu. Lagi-lagi, Paman Daniel lagi. Kenapa sih hidup aku rumit banget!’ Gumam Elissa kesal. Namun mulutnya saat itu terus menyantap beberapa kue di hadapannya.“Kalau tidak d
“Ya, ya, semoga rencana kita kali ini berhasil. Yang penting, saya berhasil membuat cerita ini seolah-olah keluarga Rajendra difitnah dan bangkrut. Dengan begitu, akan mudah bagi kita untuk menjalankan misi selanjutnya.” Perkataan papa Daniel saat itu membuat Elissa berpikir dan memutar otaknya dengan keras.“Nama papa disebut? Berarti sekarang yang sedang dibicarakan adalah papaku. Apa mungkin Paman Daniel ada hubungannya dengan ini? Jika benar, dia adalah teman yang telah mengkhianati papaku. Wah, ini tidak boleh dibiarkan!” ucapnya pelan, lalu mendengarkan percakapan selanjutnya yang dibicarakan papanya Elissa.Ada suara sumbang lain di balik dinding berbicara dengan seseorang di telepon. Hal ini membuat Elissa semakin yakin bahwa paman Daniel terlibat dalam masalah ini. Tiba-tiba pelayan paman Daniel keluar dan menangkap basah Elissa.“Nona Elissa, mengapa kamu ada di situ?”“Hei Bibi Lusy. Aku baru saja mengantarkan kue, maaf aku harus pulang!“Oh, kue yang kami pesan dari Mama n
“Elissa, kok diam!” Mama membuyarkan lamunan Elissa.“Ha?” Elissa terperangah kaget.“Hem, ya sudahlah lupakan. Ayo kita pulang.” Akhirnya, Mama mengajak pulang.“Iya, Ma.”Akhirnya, mereka semua pulang. Sepanjang jalan, Elissa terdiam ragu. Meskipun dia diam, pikirannya ada di tempat lain.“Elissa, kenapa kamu diam saja sejak tadi? Ada apa?” Tanya Mama.“Oh iya, kamu bilang mau ngomong sama Mama. Kayaknya penting banget, maaf. Mama lagi sibuk.” Tambah mama lagi.Di ruang tamu, dan menikmati sisa kue buatan mama. Papa dan mama duduk di kursi sofa, Elissa duduk di depan orang tuanya. Elissa masih terdiam ragu, sebenarnya ini adalah kesempatan untuk membicarakan hal ini dengan Mama dan Papa.“Elissa, ada apa? Kenapa juga kamu pulang lebih awal hari ini? Bukannya kamu pulang sore seperti biasanya?”“Hmm, aku terlambat. Jadi aku pulang saja.”“Kenapa? Terlambat, ‘kan bisa minta maaf.”“Itu dia, Ma. Aku tidak boleh masuk, jadi kenapa juga aku harus tetap di sana. Lebih baik aku pulang saja
Di balik topeng, malam itu Arga diam-diam melakukan penyamaran. Demi ingin mengetahui kebenaran tentang Gea, kekasihnya yang hilang kabar sejak kecelakaan itu. Arga hanya ingin mengetahui kebenarannya secara langsung untuk membenarkan perkataan Boy, temannya.“Aku tidak bisa tinggal diam, aku harus pergi malam ini juga. Pasti Gea dan yang lainnya akan ada di sana malam ini. Walaupun aku kesal dengan Gea, aku harus memastikan. Semoga apa yang di katakan Boy itu salah.” Katanya sambil melihat ke cermin dan dengan rapi menata kain yang menutupi wajahnya. Malam itu Arga bertekad pergi ke tempat biasanya dia balapan mobil.“Oke, sudah siap. Sepertinya aku harus pergi sekarang.” Arga melangkah keluar melalui pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika teringat yang pasti ayahnya saat itu sedang menonton televisi seperti biasa di ruang tamu. Lalu, Arga melangkah mundur dan tanpa pikir panjang lagi Arga membuka jendela itu dan bertekad untuk keluar dari jendela itu. Dengan sangat hati-hati dia m
Sekitar jam 9 malam, Arga merayap kembali ke kamar melalui jendela. Setelah berhasil masuk ke dalam ruangan yang gelap, dan memang sengaja mematikan lampu sebelum berangkat tadi. Kemudian Arga menyalakan lampu di kamarnya. Spontan Arga terkejut melihat papanya duduk santai di tempat tidur. Arga hanya tersenyum saat melihat papanya sudah menganggukkan kepala berkali-kali ketika melihatnya saat itu. Padahal, Arga sudah terbiasa melakukan hal tersebut, bahkan papa Daniel pun tak heran lagi dengan kebiasaan Arga tersebut.“Apakah kamu sudah selesai dengan bisnis kamu?” tanya papa sambil main ponselnya. Pantulan kaca mata yang digunakan saat itu terlihat jelas Papa sedang sibuk melihat sosial medianya.“Cukup, Pa.” Dia menjawab dengan santai dan melepas pakaian dan topeng di wajahnya.“Haruskah, dengan berdandan seperti itu dan keluar tanpa izin? Jangan bilang kamu akan ikut balapan itu lagi.” Kata papa. Namun Arga tetap diam dan tidak mau menjawab pertanyaan papa.“Kenapa? Kamu malu kelua
“Elissa, barusan Mama mau telpon kamu. Untung kamu sudah datang. Ayo masuk, semuanya sudah tunggu kamu.” Mama berbalik dan masuk lebih dulu. Elissa berjalan pelan dengan ragu. Seolah-olah jalan di depan penuh duri atau pecahan kaca sehingga sulit untuk dilalui. Dengan tatapan tajam dan waspada melihat ke arah rumah. Elissa terus berjalan, dengan sesak napas yang tidak teratur. Mata tetap fokus melihat ke depan. Sehingga Elissa hampir terjatuh saat melangkah melewati pintu. Ujung kakinya tersandung pintu yang dilewatinya.“Oooo!” Posisinya yang hampir terjatuh membuat Elissa sangat malu. Karena banyak yang memandangnya dan tertawa.“Hati-hati, Elissa!” Kata Papa Daniel. Elissa menyeringai malu-malu dan terus menatap semua orang.“Untung Arga tidak ada di sana. Jika Arga melihatku jatuh, aku akan ditertawakan.” Dia berkata dengan lembut lalu berdiri dan bergabung dengan yang lain.“Ayo makan dulu, nanti setelah selesai makan kita mulai pembicaraan kita. Oh iya, Bik Lusy. Tolong panggil
‘Astaga, wajah Arga sangat imut. Kalau sudah begitu, siapa yang mau dekat dan jadi pacarnya. Aku saja tidak mau! Ha ha.” Elissa bergumam pada dirinya sendiri mengejek Arga saat itu yang berada di depannya. Arga masih terdiam dalam pandangan ke bawah. Karena sangat penasaran, Arga melirik wajah Elissa saat itu yang sejak tadi belum dia lihat. Di antara sibuknya percakapan kedua belah pihak orang tua Arga dan Elissa, Arga dan Elissa hanya saling melirih dan bergumam di hati masing-masing.‘Astaga, aku bersumpah aku sangat menyesal tidak melihat wajah Elissa malam ini. Ternyata dia sangat cantik? Kenapa tidak seperti biasanya. Malam ini dia sangat cantik. Aku belum pernah melihat gaun dan dandanannya seperti ini. Ternyata kalau dandan cantik juga dia. Artinya Bibi Lusy tidak salah lihat. Ya ampun, ada apa dengan aku.’ Arga bergumam setelah melirik wajah Elissa yang duduk tepat di depan Arga saat itu.‘Tidak, tidak, jangan tergoda oleh wajah Elissa. Elissa adalah musuhku, Elissa tidak bai
“Tidak mungkin, mana mungkin kalian menikah?” Audrey masih belum percaya dengan pengakuan Arga. Elissa masih terdiam bungkam tidak tahu ingin bicara apa lagi. Di saat yang lain tidak percaya dengan ucapan Arga, termasuk Audrey, Adel pun ikut bicara tentang kebenaran tersebut.“Benar Audrey, mereka sudah menikah.”“Ya, mereka memang sudah menikah.” tambah bapak Andre saat itu yang tiba-tiba muncul di antara semuanya. Barulah mereka menganggukkan kepalanya masing-masing. Bahwa berita itu benar adanya. Seketika Audrey pun malu sudah mempermalukan Elissa. Namun dirinya sendiri yang terjebak dalam situasinya sendiri.“Maaf, jika kalian semua baru tahu soal pernikahan Arga dan Elissa. Bukan berarti mereka tidak ingin kabarkan pernikahan ini dengan kalian semua. Arga dan Elissa hanya tidak ingin membuat pesta di pernikahan mereka. Sekarang kalian sudah tahu soal mereka bukan?” Tiba-tiba mama Belinda datang dengan papa Rajendra dan menjelaskan kebenaran tersebut. Mereka semua semakin percaya
“Tidak, aku tidak akan izinkan kamu lihat papa kamu.”Singkat, namun sangat menyakitkan bagi Arga. Elissa tidak mengizinkan Arga untuk bertemu dengan papanya saat itu juga. Padahal baru saja hubungan mereka membaik. Akan tetapi ada saja hal yang membuat mereka bertengkar.“Kenapa aku tidak boleh melihat papa aku sendiri? Aku hanya ingin bertemu sebentar dengan papa. Aku tidak minta kamu untuk antar aku, aku hanya ingin tahu papa di tahan di mana. Aku ingin datang sendiri untuk melihat keadaan papa. Kamu kok jahat banget sih, Elissa!” Ucapnya dengan terisak-isak.“Aku tidak peduli tentang itu semua, Arga Pokoknya apa pun alasannya, kamu tidak boleh bertemu papa kamu untuk sementara waktu ini.”“Iya, apa alasannya? Jelaskan!” Sergah Arga. Namun Elissa hanya diam saja tidak mau berikan alasan yang sebenarnya.“El, kenapa kamu diam saja? Apa alasannya? Dia papa aku, kenapa kamu larang aku untuk bertemu dengannya. Jika aku tahu di mana papa aku kamu penjarakan, mana mungkin aku datang kema
“Untuk apa aku marah, lagi pula itu keinginan Arga. Jika tidak, mana mungkin dia lakukan itu. Kamu tahu sendiri, Arga itu hanya ingin buat aku marah agar aku meninggalkan dia. Akan tetapi, tidak semudah itu. Aku memang kesal dengan dia karena anak ini. Tadi malam aku berpikir, mungkin ada baiknya aku tetap bertahan dengan dia hingga lahir anak ini. Setelah itu, dia yang akan merawat anak ini sendiri. Haha!”Ucap Elissa dengan penuh percaya diri. Raut senyum di wajahnya tergambar jelas, bahkan malah terlihat mengejek Arga saat itu.“Sial, kenapa Elissa malah senyum-senyum. Kok dia tidak marah sih, minimal samperin kek, terus marah-marah dan tinggalkan aku. Masa bodo dengan orang yang banyak tahu nanti masalahnya. Yang penting aku bisa terbebas dari dia.” Ucap Arga lirih.“Arga, kamu bicara apa? Bicara dengan aku ya?” Tanya Audrey saat itu.“Oh, tidak. Tidak kok, aku ke kelas duluan ya. Ada tugas yang belum aku selesaikan.” Ucap Arga beralasan.“Hem, oke. Baiklah!” Balas Audrey dengan p
“Jangan mendekat!” Spontan ucapan Arga terdengar sangat ketakutan ketika melihat Elissa. Bahkan Arga tidak ingin berdekatan dengan Elissa lagi.“Kenapa?” Tanya Elissa saat itu yang hendak duduk di sebuah kursi untuk ikut makan bersama dengan keluarga besar papa Rajendra.“Arga, kamu kenapa? Kok sepertinya ketakutan melihat Elissa?”“Tidak apa-apa, Ma, Pa.” Jawab Arga lirih takut jika yang lain tahu bahwa dia takut dengan Elissa saat itu.“Ma, Pa, sudah aku bilang sejak awal. Kenapa juga izinkan Arga tinggal di sini. Sekarang lihat saja, dekat atau lihat aku saja tidak mau. Jadi apa gunanya dia ada di sini. Ha?”“Sudah diam Elissa. Berulang kali Papa katakan sama kamu, Arga itu suami kamu. Dia papa dari anak yang kamu kandung, jadi kamu harus hormati dia. Bukan kamu perlakukan seperti ini!”“Tapi, Pa. Sejak awal aku sudah tidak suka dengan perjodohan ini. Kenapa Mama dan Papa paksa aku. Lihat, terbukti sekarang kalau papa Arga itu sudah menipu Papa. Apa Papa masih tidak percaya dan mau
Di tengah malam yang mencekam, mati lampu dan suasana di luar hujan begitu deras sejak sore tadi. Arga yang tengah tidur bersama Elissa saat itu, mau tidak mau harus dia lakukan.Arga sengaja membiarkan Elissa untuk tidur bersamanya malam itu. Karena dia ingin memberikan kesempatan pada Elissa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap anaknya.“Kamu pikir, aku biarkan kamu tidur bersamaku malam ini tidak dengan tujuan aku Arga? Kamu akan tahu sendiri akibatnya. Rasakan ini!” Elissa memegang bantalnya dan mengarahkan pada wajah Arga agar kesulitan bernapas saat bantal itu di tekan di atasnya. Lalu bantal itu pun di gunakan Elissa untuk menekan bagian pernapasan Arga dengan kuat. Sehingga Arga kesulitan bernapas dalam tidurnya dan meronta-ronta. Sekujur tubuh tegang, kedua tangan dan kakinya meronta dengan keras. Namun karena tubuh Elissa menindih tubuh Arga, jadi Arga tidak dapat banyak bergerak. Elissa masih dengan posisinya yang bersemangat untuk membunuh sang suaminya sendiri. Sebuah s
Arga yang mendengar itu pun langsung panik dan bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Papa Daniel hanya bisa diam, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena laporan itu benar adanya apa yang sudah dia lakukan sebelumnya.“Tangkaplah saya, Pak!” Ucap Papa dengan mudahnya menyerahkan diri.“Apa-apaan ini, Pa? Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Masalah apa sebenarnya? Kenapa aku tidak tahu apa-apa?”Plok! Plok! Plok!Suara tepuk tangan terdengar nyaring dari pintu masuk saat itu. Elissa dan Mama papanya melangkah masuk. Elissa yang tampak senang, karena sebentar lagi dia akan mendapatkan haknya kembali dan memberikan kepada orang tua sebagai kejutan. Sedangkan mama Belinda dan papa Rajendra malah bingung.“Elissa, sebenarnya apa yang ingin kamu tunjukkan kepada kami?” Tanya Papa heran.“Pa, harta kita akan kembali ke tangan kita lagi. Papa Daniel sudah ketahuan dan dia harus menanggung semua yang sudah dia lakukan selama ini.”“Maksud kamu apa?” Tanya Mama belum mengerti. Namun Ar
“Apa? Jadi Mbak Elissa hamil?” Ucap Bibi Lusy dengan wajah sumringah. Akhirnya akan ada anggota baru di rumah itu.“Mbak, Mbak, El. Mbak, apa yang ingin Mbak lakukan? Mbak hamil? Jangan lakukan ini, Mbak. Seharusnya Mbak bahagia. Bukannya malah mengakhiri semua ini.”“Buat apa, Bik? Lihat, apa yang sudah Arga lakukan? Dia tidak mau terima anak ini. Jadi untuk apa dia hidup, jika dia tidak mau mati sendiri. Lebih baik mati dengan aku, Bik.”“Astaghfirullah, istighfar Mbak El. Istighfar. Jangan berpikir seperti itu. Dosa.” Ucap Bibi Lusy terus mencoba menasihati Elissa. Arga hanya tertegun diam saja saat itu tidak dapat bicara lagi.“Mas Arga, bagaimana ini?”“Ya sudah kita bawa dia ke kamar saja. Biar Elissa tenangkan pikirannya dulu.” Perintah Arga pada Bibi Lusy untuk membawa Elissa masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.“Baik, Mas.” Bibi Lusy pun langsung menuntun Elissa untuk masuk ke kamar. Namun Elissa menolak mentah-mentah.“Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri kok.” Elissa menola
“Selamat ya, Mbak Elissa. Usia kehamilan Anda sudah satu bulan.”“Terima kasih, Dokter!” Balas Elissa.Setelah mengetahui hasil tesnya, Elissa buru-buru keluar. Perasaannya saat itu benar-benar kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, harus senang atau marah untuk saat ini.“El, bagaimana hasilnya?” Tanya Adel saat itu yang duduk menunggu di luar ruangan.“Aku tidak menginginkan anak ini, kenapa dia hadir di waktu yang tidak tepat.”“El, jadi kamu benar-benar hamil? El, jangan berpikir yang bukan-bukan dulu ya. Lebih baik kamu bicarakan baik-baik dengan Arga bagaimana solusinya. Kamu jangan terlalu gegabah. Mungkin dengan hadirnya anak ini, cara Allah dekatkan diri kamu dengan Arga. Mungkin kalian sudah di takdirkan untuk berjodoh.”“Tidak, Adel. Aku belum siap untuk saat ini. Aku bingung harus bagaimana.”“Ya sudah, yang penting kamu cukup tenang dulu ya. Ayo biar aku antar kamu pulang. Ayo!”***“Arga, aku ingin katakan sesuatu sama kamu sekarang!”“Katakan saja, apa itu?”“Aku h
“Elissa, terima kasih ya sudah bantu aku tadi.” Arga langsung memeluk Elissa saat itu juga. Elissa pun memeluk balik Arga dengan tulus dan sangat erat.“Kalau saja tadi tidak ada kamu, entah apa yang akan di lakukan Gea terhadap aku.”“Sudah, kamu yang tenang ya! Jangan pikirkan lagi soal itu. Ada aku di sini.” Elissa memeluk dan mengelus rambut Arga dengan lembut. Bahkan Elissa berani mencium rambut Arga saat itu.‘Baru kali ini aku memeluk Arga dalam keadaan sadar. Entah kenapa perasaan aku sangat bahagia dan nyaman. Apa benar aku mulai suka dengan Arga?’ Gumam Elissa. Begitu juga dengan Arga, dia juga merasakan hal yang sama.‘Kenapa aku merasa nyaman di pelukan Elissa ya? Apa aku mulai menyukai Elissa? Tidak mungkin.’Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk dari luar. Elissa dan Arga segera melepaskan pelukannya saat itu.“Hem, siapa ya?” Arga segera membuka pintu kamar. Terlihat Bibik Lusy langsung memberikan sebuah kotak.“Mas, ini untuk Mas Arga.” Bibik Lusy meny