Meski selalu bertengkar, tetap saja mereka harus tetap pulang bersama. Setelah beberapa hari bulan madu di Bali. Tidur di hotel, dan langsung melakukan operasi, mereka harus melakukan perjalanan lagi.“Akhirnya, pulang juga. Huh! Mending kuliah kalau seperti ini, daripada jalan-jalan tidak jelas.” Elissa terus menggerutu saat perjalanan menuju pulang untuk kembali ke rumah. Namun Arga hanya diam tidak mau banyak bicara.***“Elissa, tunggu!” Panggil Leon lari menuju Elissa yang baru datang dengan manjanya. Dia sengaja mengejar Elissa, karena ingin lebih dekat“Ada apa?”“Beberapa hari ini, kamu ke mana saja?”“Memangnya kenapa?” Tanya Elissa dengan gemas, karena pria idaman dan yang seperti macan, kini tiba-tiba jinak seperti merpati. Elissa melupakan sejenak perbuatan Leon kemarin yang sudah menghinanya.“Hehe, tidak apa-apa sih.”“Hem, aneh kamu.”“Ya sudah deh, lupakan saja. Yang penting aku tidak repot lagi lihat kamu.”“Ngomong-ngomong, kenapa kamu mencari aku?” Tanya Elissa deng
“Elissa, makan yang benar. Jorok banget sih, makan sampai berantakan seperti ini.”“Hem, diam. Aku lagi menikmati makanan aku.”“Kalau makan di luar, jangan di kamar.” Sergah Arga.“Heh, suka-suka aku dong.”“Kalau begitu, sekarang kamu keluar. Kamu tidur di luar saja.” Ucap Arga.“Hehe, jangan dong. Masa aku tidur di luar. Tega banget sih kamu, nanti aku kedinginan dong.”“Ya bodo, amat. Yang penting kamu tidak kotori kamar aku.”“Ya sudah, nanti aku bersihkan kok.” Balas Elissa, lalu Arga pergi meninggalkan Elissa di kamar. Namun saat dia keluar, dia lebih memikirkan bagaimana caranya agar Elissa memakai baju tersebut.“Elissa harus pakai baju itu, tapi bagaimana caranya ya biar dia mau pakai baju itu sekarang. Aku harus lakukan sesuatu.” Diam-diam Arga menuju kamar kembali. Kebetulan saat itu Elissa tengah mandi sore. Kebiasaan Elissa sebelum mandi adalah menyiapkan baju untuk dia pakai nanti dan di letakkan di atas ranjang. Arga yang melihat itu pun segera melakukan aksinya. Dia m
Setelah selesai dari kamar mandi, Elissa pun keluar. Dia masih heran dengan Arga saat itu. Sehingga dia berulang kali bertanya kepada Arga.“Kamu benar-benar Arga? Tapi kok?”“Kenapa? Kamu kaget? Kalau aku berubah? Ya ampun Elissa.”“Benar, aku kira operasi kamu bakal gagal. Tapi ternyata di luar dugaan aku.”“Makanya, jangan asal ngomong dan sembarangan kalau bicara.”“Iya, maaf. Ini kamu mau ke mana?”“Bukan urusan kamu.”“Oh iya, aku lupa. Memang bukan urusan aku.” Ucap Elissa dan membiarkan Arga saat itu yang tengah bersiap-siap.***“Elissa, di mana Arga. Kenapa sejak tadi dia tidak terlihat. Apa dia tidak mau makan?”“Aku tidak tahu, Pa. Tadi katanya mau pergi keluar begitu.”“Hah? Jadi sekarang dia sudah di luar? Dia tidak pamit sama Papa? Kurang ajar ini anak, pasti dia pergi lagi ke tempat itu. Elissa, Papa mohon sama kamu. Sekarang juga kamu jemput dia untuk pulang. Keterlaluan sekali dia.”“Tapi, Pa. Ke mana aku harus pergi.”“Kamu cari saja dia di tempat balapan mobil. Kam
“Apa?” Arga membelalakkan matanya. Mendengar ucapan pria itu, Arga merasa kalau dirinya tengah dalam masalah baru. Ingin marah dengan tuduhan itu, namun ada rasa tidak tega karena wajah cantik milik wanita itu.‘Duh, ingin marah tapi tidak tega. Tapi dia sudah tuduh aku, ah aku tidak boleh merendahkan diri aku. Aku berhak untuk bela diri.’“Kenapa? Benar kamu mau mencuri mobil aku bukan?”“E-enak saja kamu bilang. Pria setampan aku ini kamu bilang mencuri. Heh! Aku itu lagi kemalangan, malah kamu tuduh yang bukan-bukan.” Sergah Arga.“Hei, kamu ya sudah lempar batu? Lihat ini kepala aku jadi terluka! Tanggung jawab kamu.” Seorang pria yang sudah terkena batu lemparan oleh Arga itu datang menghampiri Arga dari belakang.“Itu masalah yang kamu bilang ada di belakang kamu.” Ucap wanita itu.“Duh, tolong aku dong. Kamu saja yang mengaku kalau kamu yang lempar. Aku takut!” Arga memohon dengan wajah memelas.“Tidak, kamu hadapi saja sendiri. Aku tidak mau tahu.”“Please, aku mohon. Nanti ak
Elissa menarik tangan Arga untuk lebih dekat dengannya.“Apaan sih!”“Sebentar. Ini sepertinya bakalan seru deh. Ikut saja,”Elissa mengeluarkan masker di saku yang selalu dia bawa. Lalu memasangkan pada wajah Arga. Arga pun menolak dan bergerak mundur.“Kamu mau ngapain?”“Ssttt, pakai saja. Nanti kamu juga akan tahu apa maksud aku.”“Tapi itu bau, bekas kamu. Aku tidak mau, nanti wajah aku irigasi.”“Iritasi!” Elissa menegaskan ketika Arga salah sebut.“Eh, iya. Itu maksud aku.”“Hem, sudah. Pakai saja, ini masih baru kok. Belum aku pakai, baru tadi aku beli.”“Hem, ya sudah deh. Masa bodo, sini biar aku pakai sendiri saja.” Arga mengambil masker itu dan memakainya sendiri.“Lalu, setelah ini apa?” Tanya Arga kepada Elissa. Elissa pun tidak mau banyak bicara lagi. Dia segera mendorong Arga untuk berdiri di depan mobil milik Boy. Sampai di depan mobil, Arga bingung harus bagaimana, dia terus memegang maskernya dengan perasaan was-was. Namun Boy dan Gea tidak di menyadari Arga yang su
“Sudah cukup, Arga. Sudah! Dari mana kamu dapatkan ini semua. Bukannya dulu kamu bilang kalau tidak punya uang?” Ucap Gea.“Kamu tidak perlu tahu tentang itu semua. Yang jelas saat ini, aku sudah tepati janji aku bukan? Aku datang kemari bukan untuk minta kamu kembali. Melainkan aku hanya ingin berikan ini semua kepadamu agar aku tidak terikat utang lagi sama kamu. Sekarang sudah lunas, sudah selesai semua bukan. Aku ucapkan terima kasih sama kamu, semoga hubungan kalian juga baik-baik saja ya!”“Ah, banyak bicara kamu!” Boy semakin geram dan kesal dengan Arga. Rasa cemburu itu datang kepadanya hingga membuat dia kesal dan menarik masker di wajah Arga tiba-tiba. Sontak semua yang melihat pun kaget dengan wajah Arga yang semakin tampan tidak seperti sebelumnya. Boy pikir, dia akan permalukan Arga ketika membuka masker itu. Justru akan membuat dia semakin banyak di kagumi siapa pun yang melihatnya termasuk Gea saat itu.Sementara itu, Elissa yang masih mengintai mereka tertawa cekikikan
Elissa berjalan ke kamar tamu, setelah tidak mendapatkan pintu masuk oleh Arga.“Elissa, tunggu sebentar. Papa juga ingin bicara sama kamu.” Panggil Papa Daniel, lalu Elissa pun ikut duduk bersama mertuanya.“Iya, ada apa, Pa?”“Elissa, Papa boleh minta tolong sama kamu?”“Minta tolong apa, Pa? Katakan saja. Kalau aku bisa bantu, pasti aku bantu.”“Begini, kamu tahu sendiri bagaimana sifat suami kamu itu. Papa ingin dia berubah menjadi lebih baik. Papa sudah kesal dengan dia. Sejak sekolah dia selalu saja buat masalah. Kalau tidak ganggu temannya, pasti dia mendapatkan nilai paling rendah. Terkadang Papa malu, selalu saja dapat panggilan gara-gara Arga yang berulah. Semenjak mamanya meninggal, hidupnya jadi tidak terarah. Hanya mamanya yang dia turuti. Papa tidak bisa nasihati dia. Dia tidak pernah mau dengar ucapan papa. Jadi papa mohon sama kamu. Tolong kamu rubah dia menjadi lebih baik ya? Dia itu butuh kasih sayang, tolong ajari dia belajar, nasihati dia baik-baik.”“Iya, Pa. Aku
“Duh, sakit banget. Aku benar-benar tidak kuat. Tolong aku, siapa pun!” Arga merintih kesakitan. Saat itu dia ragu-ragu ingin minta tolong dengan Elissa. Apa lagi di jam malam, tentu dia sudah tidur.“Ingin minta tolong siapa, papa tidak mungkin, Bibi Lusy juga tidak mungkin. Pasti dia sudah tidur jam segini. Lalu siapa? Masa Elissa. Dia juga pasti sudah tidur saat ini. Kaki aku sakit sekali, ya ampun. Aku harus bagaimana?”Arga mengecek handphone langsung, begitu mengusap handphone jarinya pun langsung menekan layar aplikasi WhatsApp. Dia iseng melihat kontak Elissa ternyata masih online saat itu.“Elissa belum tidur? Jam segini dia masih main WhatsApp? Chattingan dengan siapa dia?”Meski tahu Elissa belum tidur, Arga masih sungkan untuk minta tolong kepada Elissa. Sehingga Arga menggunakan cara lain, yaitu dia sengaja membuat status agar Elissa membacanya.“Kaki sakit, belum sembuh ditambah lagi sakit jatuh dari kamar mandi. Tolong aku ya Allah.”Begitulah caption yang Arga buat di
“Tidak mungkin, mana mungkin kalian menikah?” Audrey masih belum percaya dengan pengakuan Arga. Elissa masih terdiam bungkam tidak tahu ingin bicara apa lagi. Di saat yang lain tidak percaya dengan ucapan Arga, termasuk Audrey, Adel pun ikut bicara tentang kebenaran tersebut.“Benar Audrey, mereka sudah menikah.”“Ya, mereka memang sudah menikah.” tambah bapak Andre saat itu yang tiba-tiba muncul di antara semuanya. Barulah mereka menganggukkan kepalanya masing-masing. Bahwa berita itu benar adanya. Seketika Audrey pun malu sudah mempermalukan Elissa. Namun dirinya sendiri yang terjebak dalam situasinya sendiri.“Maaf, jika kalian semua baru tahu soal pernikahan Arga dan Elissa. Bukan berarti mereka tidak ingin kabarkan pernikahan ini dengan kalian semua. Arga dan Elissa hanya tidak ingin membuat pesta di pernikahan mereka. Sekarang kalian sudah tahu soal mereka bukan?” Tiba-tiba mama Belinda datang dengan papa Rajendra dan menjelaskan kebenaran tersebut. Mereka semua semakin percaya
“Tidak, aku tidak akan izinkan kamu lihat papa kamu.”Singkat, namun sangat menyakitkan bagi Arga. Elissa tidak mengizinkan Arga untuk bertemu dengan papanya saat itu juga. Padahal baru saja hubungan mereka membaik. Akan tetapi ada saja hal yang membuat mereka bertengkar.“Kenapa aku tidak boleh melihat papa aku sendiri? Aku hanya ingin bertemu sebentar dengan papa. Aku tidak minta kamu untuk antar aku, aku hanya ingin tahu papa di tahan di mana. Aku ingin datang sendiri untuk melihat keadaan papa. Kamu kok jahat banget sih, Elissa!” Ucapnya dengan terisak-isak.“Aku tidak peduli tentang itu semua, Arga Pokoknya apa pun alasannya, kamu tidak boleh bertemu papa kamu untuk sementara waktu ini.”“Iya, apa alasannya? Jelaskan!” Sergah Arga. Namun Elissa hanya diam saja tidak mau berikan alasan yang sebenarnya.“El, kenapa kamu diam saja? Apa alasannya? Dia papa aku, kenapa kamu larang aku untuk bertemu dengannya. Jika aku tahu di mana papa aku kamu penjarakan, mana mungkin aku datang kema
“Untuk apa aku marah, lagi pula itu keinginan Arga. Jika tidak, mana mungkin dia lakukan itu. Kamu tahu sendiri, Arga itu hanya ingin buat aku marah agar aku meninggalkan dia. Akan tetapi, tidak semudah itu. Aku memang kesal dengan dia karena anak ini. Tadi malam aku berpikir, mungkin ada baiknya aku tetap bertahan dengan dia hingga lahir anak ini. Setelah itu, dia yang akan merawat anak ini sendiri. Haha!”Ucap Elissa dengan penuh percaya diri. Raut senyum di wajahnya tergambar jelas, bahkan malah terlihat mengejek Arga saat itu.“Sial, kenapa Elissa malah senyum-senyum. Kok dia tidak marah sih, minimal samperin kek, terus marah-marah dan tinggalkan aku. Masa bodo dengan orang yang banyak tahu nanti masalahnya. Yang penting aku bisa terbebas dari dia.” Ucap Arga lirih.“Arga, kamu bicara apa? Bicara dengan aku ya?” Tanya Audrey saat itu.“Oh, tidak. Tidak kok, aku ke kelas duluan ya. Ada tugas yang belum aku selesaikan.” Ucap Arga beralasan.“Hem, oke. Baiklah!” Balas Audrey dengan p
“Jangan mendekat!” Spontan ucapan Arga terdengar sangat ketakutan ketika melihat Elissa. Bahkan Arga tidak ingin berdekatan dengan Elissa lagi.“Kenapa?” Tanya Elissa saat itu yang hendak duduk di sebuah kursi untuk ikut makan bersama dengan keluarga besar papa Rajendra.“Arga, kamu kenapa? Kok sepertinya ketakutan melihat Elissa?”“Tidak apa-apa, Ma, Pa.” Jawab Arga lirih takut jika yang lain tahu bahwa dia takut dengan Elissa saat itu.“Ma, Pa, sudah aku bilang sejak awal. Kenapa juga izinkan Arga tinggal di sini. Sekarang lihat saja, dekat atau lihat aku saja tidak mau. Jadi apa gunanya dia ada di sini. Ha?”“Sudah diam Elissa. Berulang kali Papa katakan sama kamu, Arga itu suami kamu. Dia papa dari anak yang kamu kandung, jadi kamu harus hormati dia. Bukan kamu perlakukan seperti ini!”“Tapi, Pa. Sejak awal aku sudah tidak suka dengan perjodohan ini. Kenapa Mama dan Papa paksa aku. Lihat, terbukti sekarang kalau papa Arga itu sudah menipu Papa. Apa Papa masih tidak percaya dan mau
Di tengah malam yang mencekam, mati lampu dan suasana di luar hujan begitu deras sejak sore tadi. Arga yang tengah tidur bersama Elissa saat itu, mau tidak mau harus dia lakukan.Arga sengaja membiarkan Elissa untuk tidur bersamanya malam itu. Karena dia ingin memberikan kesempatan pada Elissa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap anaknya.“Kamu pikir, aku biarkan kamu tidur bersamaku malam ini tidak dengan tujuan aku Arga? Kamu akan tahu sendiri akibatnya. Rasakan ini!” Elissa memegang bantalnya dan mengarahkan pada wajah Arga agar kesulitan bernapas saat bantal itu di tekan di atasnya. Lalu bantal itu pun di gunakan Elissa untuk menekan bagian pernapasan Arga dengan kuat. Sehingga Arga kesulitan bernapas dalam tidurnya dan meronta-ronta. Sekujur tubuh tegang, kedua tangan dan kakinya meronta dengan keras. Namun karena tubuh Elissa menindih tubuh Arga, jadi Arga tidak dapat banyak bergerak. Elissa masih dengan posisinya yang bersemangat untuk membunuh sang suaminya sendiri. Sebuah s
Arga yang mendengar itu pun langsung panik dan bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Papa Daniel hanya bisa diam, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena laporan itu benar adanya apa yang sudah dia lakukan sebelumnya.“Tangkaplah saya, Pak!” Ucap Papa dengan mudahnya menyerahkan diri.“Apa-apaan ini, Pa? Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Masalah apa sebenarnya? Kenapa aku tidak tahu apa-apa?”Plok! Plok! Plok!Suara tepuk tangan terdengar nyaring dari pintu masuk saat itu. Elissa dan Mama papanya melangkah masuk. Elissa yang tampak senang, karena sebentar lagi dia akan mendapatkan haknya kembali dan memberikan kepada orang tua sebagai kejutan. Sedangkan mama Belinda dan papa Rajendra malah bingung.“Elissa, sebenarnya apa yang ingin kamu tunjukkan kepada kami?” Tanya Papa heran.“Pa, harta kita akan kembali ke tangan kita lagi. Papa Daniel sudah ketahuan dan dia harus menanggung semua yang sudah dia lakukan selama ini.”“Maksud kamu apa?” Tanya Mama belum mengerti. Namun Ar
“Apa? Jadi Mbak Elissa hamil?” Ucap Bibi Lusy dengan wajah sumringah. Akhirnya akan ada anggota baru di rumah itu.“Mbak, Mbak, El. Mbak, apa yang ingin Mbak lakukan? Mbak hamil? Jangan lakukan ini, Mbak. Seharusnya Mbak bahagia. Bukannya malah mengakhiri semua ini.”“Buat apa, Bik? Lihat, apa yang sudah Arga lakukan? Dia tidak mau terima anak ini. Jadi untuk apa dia hidup, jika dia tidak mau mati sendiri. Lebih baik mati dengan aku, Bik.”“Astaghfirullah, istighfar Mbak El. Istighfar. Jangan berpikir seperti itu. Dosa.” Ucap Bibi Lusy terus mencoba menasihati Elissa. Arga hanya tertegun diam saja saat itu tidak dapat bicara lagi.“Mas Arga, bagaimana ini?”“Ya sudah kita bawa dia ke kamar saja. Biar Elissa tenangkan pikirannya dulu.” Perintah Arga pada Bibi Lusy untuk membawa Elissa masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.“Baik, Mas.” Bibi Lusy pun langsung menuntun Elissa untuk masuk ke kamar. Namun Elissa menolak mentah-mentah.“Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri kok.” Elissa menola
“Selamat ya, Mbak Elissa. Usia kehamilan Anda sudah satu bulan.”“Terima kasih, Dokter!” Balas Elissa.Setelah mengetahui hasil tesnya, Elissa buru-buru keluar. Perasaannya saat itu benar-benar kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, harus senang atau marah untuk saat ini.“El, bagaimana hasilnya?” Tanya Adel saat itu yang duduk menunggu di luar ruangan.“Aku tidak menginginkan anak ini, kenapa dia hadir di waktu yang tidak tepat.”“El, jadi kamu benar-benar hamil? El, jangan berpikir yang bukan-bukan dulu ya. Lebih baik kamu bicarakan baik-baik dengan Arga bagaimana solusinya. Kamu jangan terlalu gegabah. Mungkin dengan hadirnya anak ini, cara Allah dekatkan diri kamu dengan Arga. Mungkin kalian sudah di takdirkan untuk berjodoh.”“Tidak, Adel. Aku belum siap untuk saat ini. Aku bingung harus bagaimana.”“Ya sudah, yang penting kamu cukup tenang dulu ya. Ayo biar aku antar kamu pulang. Ayo!”***“Arga, aku ingin katakan sesuatu sama kamu sekarang!”“Katakan saja, apa itu?”“Aku h
“Elissa, terima kasih ya sudah bantu aku tadi.” Arga langsung memeluk Elissa saat itu juga. Elissa pun memeluk balik Arga dengan tulus dan sangat erat.“Kalau saja tadi tidak ada kamu, entah apa yang akan di lakukan Gea terhadap aku.”“Sudah, kamu yang tenang ya! Jangan pikirkan lagi soal itu. Ada aku di sini.” Elissa memeluk dan mengelus rambut Arga dengan lembut. Bahkan Elissa berani mencium rambut Arga saat itu.‘Baru kali ini aku memeluk Arga dalam keadaan sadar. Entah kenapa perasaan aku sangat bahagia dan nyaman. Apa benar aku mulai suka dengan Arga?’ Gumam Elissa. Begitu juga dengan Arga, dia juga merasakan hal yang sama.‘Kenapa aku merasa nyaman di pelukan Elissa ya? Apa aku mulai menyukai Elissa? Tidak mungkin.’Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk dari luar. Elissa dan Arga segera melepaskan pelukannya saat itu.“Hem, siapa ya?” Arga segera membuka pintu kamar. Terlihat Bibik Lusy langsung memberikan sebuah kotak.“Mas, ini untuk Mas Arga.” Bibik Lusy meny