"Pagi, Bu, gimana kabarnya?" sapa Raditya saat visite harian. "Kemarin sempat tinggi ya kadar gula darahnya?"
"Baik, Dok. Ya gimana enggak tinggi, Dokter, kaki saya sakitnya bukan main. Demam saya juga enggak turun-turun, Dokter ... ini enaknya dikasih apa to?" keluh seorang perempuan paruh baya menunjuk kakinya yang luka dan dibalut perban sampai menguning karena mengeluarkan nanah berbau. "Ini saya kapan dioperasi, Dok? Saya enggak kuat sama nyerinya."
"Gula darahnya kita stabilkan dulu, Bu, kalau enggak gitu saya juga enggak berani ACC operasi. Apalagi ibu juga punya penyakit jantung," tukas Raditya. "Kalau ada apa-apa gimana?" sambungnya sambil memeriksa dada dengan stetoskop.
"Terus sampai kapan, Dok? Masa iya saya di sini terus?" pa
"Mau apa kamu sama istri saya!" hardik Raditya melipat tangan di dada. Sorot mata di balik kacamata minus itu bagai mengirim laser panas yang bisa membelah tubuh Brian menjadi dua. Lihat saja muka Raditya memerah menahan amarah sementara keningnya berkerut seakan-akan tak terima istrinya didekati pria bermulut buaya."Maaf, Dok!" Brian menunduk ketakutan. "Saya cuma kirim salam perpisahan.""Kirim salam bisa ke saya langsung, enggak usah pakai ngajak Tina berduaan di sini. Dia tuh hamil anak saya. Kalau ada yang bilang macam-macam gimana?" cerocos Raditya makin terbakar emosi. "Lama-lama saya bisa buang kamu ke laut.""Wuih ..." Valentina malah takjub di belakang punggung Raditya."Kamu juga!" Raditya berpaling ke a
"Waduh, trombositnya agak rendah ya?" tanya Valentina begitu terkejut mendengar laporan dari temannya melalui sambungan telepon. "HCT-nya aman enggak? Tadi widalnya berapa, Ver?""Agak tinggi sih. Menurutku kamu bawa aja ke rumah sakit biar ada yang memantau, Tin," ucap Vera. "Widal ... 1/320, hari ke berapa sih demamnya?""Kata dia sih hari ke ..." Valentina menghitung sejak malam pertama Raditya demam menurut pengakuan lelaki itu. "Keempat. Berarti kemungkinan demam berdarah sama typhus ya.""Enggak kemungkinan lagi, udah fix ini sih. Bisa makin turun lagi tuh trombosit, Tin. Lagian suamimu dokter masa enggak berani dirawat di rumah sakit?"cibir Vera."Dia sendiri yang minta
Valentina datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Raditya setelah berhasil mendapatkan sponsor terakhir untuk acara jalan sehat yang diadakan minggu depan. Menentengtotebagberisi baju bersih Raditya di tangan kanan dan plastik berisi makanan yang diminta sang suami akibat tidak suka dengan menu makanan rumah sakit. Kalau bukan karena ingin lelaki itu segera pulih, Valentina akan melempar panci dan mengolok Raditya terlalu pemilih makan padahal tinggal melahapnya sampai habis. Apa salahnya dengan menu yang disediakan ahli gizi? Mereka susah payah merumuskan kandungan yang dibutuhkan pasien dan tidak asal menyajikan hidangan untuk orang-orang sakit.Dia berhenti sebentar sekadar mengambil napas karena makin ngos-ngosan untuk kegiatan jarak jauh. Manalagi bayi dalam kandungannya suka sekali menendang-nendang perut terutama ketika Valentina menemui Raditya. Se
Layar monitor menunjukkan janin tengah meringkuk begitu nyaman sambil mengisap jempol seolah di dalam perut sang ibu lebih hangat dibanding dunia luar. Menimbulkan perasaan campur aduk hingga tanpa sadar air mata Valentina menetes sebentar. Apalagi ketika dokter yang menangani Valentina menjelaskan letak-letak posisi badan sang janin dan menghitung kelengkapan jari-jari tangan. Kemudian dilanjut mendengar detak jantung anaknya begitu cepat dan stabil yang menandakan bahwa di dalam perutnya, dia tumbuh dengan sehat."137 ya denyut jantungnya," kata sang dokter. "Masih normal. Usia kandungan 31 minggu tiga hari, beratnya ... 1800 gram. Wuih, agak gendut adeknya ya.""Perlu diet gula ya, Dok?" tanya Raditya tahu bahwa berat bayi yang terlalu besar kadang bisa menimbulkan masalah.
"Alhamdulilah!" seru Valentina mengamati papan pengumuman di mana semua nilai tiap mata kuliah terpampang nyata. Wajahnya makin bersinar seperti terik matahari yang menyinari bumi sementara bibir bergincu pink itu mengembang tanpa bisa dihentikan bagai kue kelebihanbaking powder.Tidak menyangka bahwa penderitaan selama semester satu kemarin membuahkan hasil di luar ekspektasi. Tak sia-sia juga air mata yang pernah jatuh karena mengalami patah hati juga kejadian-kejadian tak mengenakkan. Apakah ini bawaan sang jabang bayi? Semua keberuntungan mendadak berjatuhan dalam kehidupan Valentina.Manalagi bayang-bayang belasan lembar uang ratusan ribu menari-nari di depan mata. Menurut perhitungan, Valentina akan mendapat IPK di atas harapan Raditya dan sesuai janji, lelaki itu akan memberikan beberaparewardtermasuk uang. IPK 3,82 adalah angk
Guyuran air seperti orang tengah menguras bak kamar mandi, membuyarkan mimpi indah Valentina yang sedang bertemu aktor kesayangan, Ji Chang Wook. Dia mengerjapkan mata yang masih terasa berat setelah semalam bercinta bak orang yang lama tidak bertemu lawan jenis. Sialnya, di saat hamil besar seperti ini hormonnya terasa naik pesat sehingga melihat Raditya saja seperti orang bucin yang tak mau ditinggal jauh. Kadang Valentina geli sendiri, apakah ini pengaruh kehamilan atau dia yang makin beringas bagai macan betina.Perlahan, dia bangkit dari kasur, memungut kembali daster bercorak bunga yang teronggok tak berdaya di lantai berdampingan dengan celana Raditya. Sambil menguap lebar, dia mengamati jam dinding yang menunjukkan pukul empat subuh. Sepagi inikah Raditya berangkat ke rumah sakit di saat Valentina sedang malas memasak? Bahkan matahari juga masih enggan beranjak dari
Memasuki semester dua yang artinya semakin mendekati tantangan akhir di mana anak-anak ners wajib membuat karya tulis ilmiah dilanjut ujian akhir semester hingga bimbingan belajar untuk persiapan ujian kompetensi. Beruntung stase terakhir ini dirasa Valentina tidak terlalu berat dibandingkan stase sebelumnya yang menguras tenaga juga pikiran. Sekarang dia hanya perlu menjalani stase keperawatan anak, stase manajemen keperawatan, juga stase maternitas. Ya ... walaupun di bagian manajemen keperawatan hampir mirip dengan komunitas di mana mereka mengatur sendiri ruangan dan tindakan-tindakan layaknya perawat profesional.Bola mata Valentina nyaris menggelinding mendapati ruang-ruang yang akan ditempati. Dalam hati dia mengutuk siapa pun yang menaruh namanya di ruang paru untuk stase manajemen keperawatan. Alhasil, dia pasti bertemu dengan Raditya dan kemungkinan besar pasti aka
"Gimana pasien tadi?" tanya Valentina melalui sambungan telepon denganearphonesementara jemarinya sibuk mengetik proposal di laptop. Di ruang yang cukup luas untuk diisi beberapa mahasiswa yang memilih menjadi penghuni tetap di lantai dua, dia duduk berselonjor sambil sesekali mengunyahsnacksebagai tambahan energi juga jus buah yang sempat dibeli melalui aplikasi online. Di sisi kanannya, Dyas juga tenggelam dalam tumpukan buku penuh teori tentang manajemen keperawatan, sedangkan yang lain mengedit sejarah berdirinya rumah sakit."Aman, cuma ya gitu sering henti jantung tiba-tiba," jawab Raditya. "Ini udah jam delapan, kamu enggak pulang?""Belum selesai. Banyak nih yang diketik, targetnya lusa mau konsul soalnya minggu depan udah pemaparan," kata Valentina lalu berhent