Valentina datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Raditya setelah berhasil mendapatkan sponsor terakhir untuk acara jalan sehat yang diadakan minggu depan. Menenteng totebag berisi baju bersih Raditya di tangan kanan dan plastik berisi makanan yang diminta sang suami akibat tidak suka dengan menu makanan rumah sakit. Kalau bukan karena ingin lelaki itu segera pulih, Valentina akan melempar panci dan mengolok Raditya terlalu pemilih makan padahal tinggal melahapnya sampai habis. Apa salahnya dengan menu yang disediakan ahli gizi? Mereka susah payah merumuskan kandungan yang dibutuhkan pasien dan tidak asal menyajikan hidangan untuk orang-orang sakit.
Dia berhenti sebentar sekadar mengambil napas karena makin ngos-ngosan untuk kegiatan jarak jauh. Manalagi bayi dalam kandungannya suka sekali menendang-nendang perut terutama ketika Valentina menemui Raditya. Se
Layar monitor menunjukkan janin tengah meringkuk begitu nyaman sambil mengisap jempol seolah di dalam perut sang ibu lebih hangat dibanding dunia luar. Menimbulkan perasaan campur aduk hingga tanpa sadar air mata Valentina menetes sebentar. Apalagi ketika dokter yang menangani Valentina menjelaskan letak-letak posisi badan sang janin dan menghitung kelengkapan jari-jari tangan. Kemudian dilanjut mendengar detak jantung anaknya begitu cepat dan stabil yang menandakan bahwa di dalam perutnya, dia tumbuh dengan sehat."137 ya denyut jantungnya," kata sang dokter. "Masih normal. Usia kandungan 31 minggu tiga hari, beratnya ... 1800 gram. Wuih, agak gendut adeknya ya.""Perlu diet gula ya, Dok?" tanya Raditya tahu bahwa berat bayi yang terlalu besar kadang bisa menimbulkan masalah.
"Alhamdulilah!" seru Valentina mengamati papan pengumuman di mana semua nilai tiap mata kuliah terpampang nyata. Wajahnya makin bersinar seperti terik matahari yang menyinari bumi sementara bibir bergincu pink itu mengembang tanpa bisa dihentikan bagai kue kelebihanbaking powder.Tidak menyangka bahwa penderitaan selama semester satu kemarin membuahkan hasil di luar ekspektasi. Tak sia-sia juga air mata yang pernah jatuh karena mengalami patah hati juga kejadian-kejadian tak mengenakkan. Apakah ini bawaan sang jabang bayi? Semua keberuntungan mendadak berjatuhan dalam kehidupan Valentina.Manalagi bayang-bayang belasan lembar uang ratusan ribu menari-nari di depan mata. Menurut perhitungan, Valentina akan mendapat IPK di atas harapan Raditya dan sesuai janji, lelaki itu akan memberikan beberaparewardtermasuk uang. IPK 3,82 adalah angk
Guyuran air seperti orang tengah menguras bak kamar mandi, membuyarkan mimpi indah Valentina yang sedang bertemu aktor kesayangan, Ji Chang Wook. Dia mengerjapkan mata yang masih terasa berat setelah semalam bercinta bak orang yang lama tidak bertemu lawan jenis. Sialnya, di saat hamil besar seperti ini hormonnya terasa naik pesat sehingga melihat Raditya saja seperti orang bucin yang tak mau ditinggal jauh. Kadang Valentina geli sendiri, apakah ini pengaruh kehamilan atau dia yang makin beringas bagai macan betina.Perlahan, dia bangkit dari kasur, memungut kembali daster bercorak bunga yang teronggok tak berdaya di lantai berdampingan dengan celana Raditya. Sambil menguap lebar, dia mengamati jam dinding yang menunjukkan pukul empat subuh. Sepagi inikah Raditya berangkat ke rumah sakit di saat Valentina sedang malas memasak? Bahkan matahari juga masih enggan beranjak dari
Memasuki semester dua yang artinya semakin mendekati tantangan akhir di mana anak-anak ners wajib membuat karya tulis ilmiah dilanjut ujian akhir semester hingga bimbingan belajar untuk persiapan ujian kompetensi. Beruntung stase terakhir ini dirasa Valentina tidak terlalu berat dibandingkan stase sebelumnya yang menguras tenaga juga pikiran. Sekarang dia hanya perlu menjalani stase keperawatan anak, stase manajemen keperawatan, juga stase maternitas. Ya ... walaupun di bagian manajemen keperawatan hampir mirip dengan komunitas di mana mereka mengatur sendiri ruangan dan tindakan-tindakan layaknya perawat profesional.Bola mata Valentina nyaris menggelinding mendapati ruang-ruang yang akan ditempati. Dalam hati dia mengutuk siapa pun yang menaruh namanya di ruang paru untuk stase manajemen keperawatan. Alhasil, dia pasti bertemu dengan Raditya dan kemungkinan besar pasti aka
"Gimana pasien tadi?" tanya Valentina melalui sambungan telepon denganearphonesementara jemarinya sibuk mengetik proposal di laptop. Di ruang yang cukup luas untuk diisi beberapa mahasiswa yang memilih menjadi penghuni tetap di lantai dua, dia duduk berselonjor sambil sesekali mengunyahsnacksebagai tambahan energi juga jus buah yang sempat dibeli melalui aplikasi online. Di sisi kanannya, Dyas juga tenggelam dalam tumpukan buku penuh teori tentang manajemen keperawatan, sedangkan yang lain mengedit sejarah berdirinya rumah sakit."Aman, cuma ya gitu sering henti jantung tiba-tiba," jawab Raditya. "Ini udah jam delapan, kamu enggak pulang?""Belum selesai. Banyak nih yang diketik, targetnya lusa mau konsul soalnya minggu depan udah pemaparan," kata Valentina lalu berhent
Okin datang dengan Dyas seraya membawa styrofoam lembaran berukuran besar ketika Valentina keluar dari lift usai konsul dengan Pak Yana di lantai satu. Dia melambaikan tangan kepada Dyas lalu melaporkan ada beberapa yang perlu direvisi terkait proposal mereka termasuk bagian SAK (Standar Asuhan Keperawatan) yang perlu dibenahi sesuai diagnosa terbaru. Dyas menggaruk rambut yang tertutup jilbab abu-abu sambil mengembuskan napas panjang bahwa semalaman dia meniti satu-persatu agar tidak ada yang salah, ternyata masih saja ada celah.Kepalanya nyaris pecah saat merasakan beban menjadi ketua kelompok di stase manajemen keperawatan lebih berat. Manalagi dia juga harus mengecek kembali lembar-lembar yang dibuat temna-temannya sebagaifilesimulasi pasien masuk ke rawat inap hingga diperbolehkan pulang. Tentu saja bagian tersebut tidaklah mudah karena harus sesuai deng
Dibantu Dyas sebagai ketua kelompok stase Manajemen Keperawatan, Valentina mengarahkan pointer laser ke layar di mana hasil analisa selama praktik dipresentasikan. Dia menjelaskan secara runut masalah-masalah yang muncul di ruang paru termasuk kurangnya jumlah perawat dengan latar pendidikan ners dan ketidaksesuaian tenaga yang dibutuhkan. Maklum saja, sebagian besar masih didominasi diploma sementara sisanya banyak yang dalam proses belajar di universitas.Dyas menyambung penjelasan Valentina pada bagian penerimaan pasien baru sampai discharge planning yang ada di ruang paru. Bersama teman-teman dia mengangkat masalah bahwa ada ketidakseimbangan ilmu antara pengirim dan penerima pasien, selama ini petugas yang mengantar pasien dari UGD ke bangsal selalu dilakukan oleh transporter non-medis. Walau ketika menelepon untukbookingruangan, perawat memberikan
Maju-mundur seperti undur-undur yang hendak menggali jebakan di tanah ketika iris mata bulat nan lentik itu mengamati boks bayi cukup lama. Suasana hati yang biasanya antusias terhadap hal-hal baru di setiap stase kini mendadak luruh tanpa bekas. Menguap entah ke mana meski dia berusaha mencari sisa-sisa jejaknya. Menggenggam erat botol susu hangat yang sudah disiapkan untuk jadwal pemberian nutrisi bayi, Valentina malah mematung seakan-akan sandal khusus ruang Nicu memiliki perekat bagai lem tikus super.Justru matanya malah berkaca-kaca membayangkan bagaimana jika anaknya berada di dalam kotak itu? Bagaimana jika nanti saat dia melahirkan ada kelainan yang dialami sang jabang bayi? Bagaimana jika makanan dan minuman yang dia konsumsi selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya? Bagaimana?Kemarin saja ada salah
"Ketan susu meses satu sama sekoteng satu," kata Valentina kepada seorang laki-laki berusia sekitar 20-an mengenakan seragam hijau dan kuning mencolok. "Sayang, kamu mau apa?""Ketan nangka keju sama susu jahe, Mas," titah Raditya. "Makan di sini atau bungkus?" tanya si lelaki."Makan di sini, Mas," jawab Valentina. "Ini uangnya.""Uangnya 50 ribu, total 38 ribu. Ini kembaliannya 12 ribu, silakan ditunggu di dalam, Mbak," ujar si lelaki menyilakan Valentina dan Raditya duduk di kursi selagi menunggu menu mereka disiapkan. "Makasih."Tidak afdal rasanya kalau ke alun-alun kota Batu tidak mengunjungi Pos Ketan yang sudah berdiri sejak 1967. Apalagi ini langganan Raditya sedari jaman-jaman kuliah ketika punya waktu untuk ke Cangar atau sebatas ngopi sambil haha-hihi. Tapi, dia tidak akan bercerita kepada Valentina kalau dulu Raditya pergi bersama Julia dan beberapa anak lain. Dia bersumpah untuk menyimpan rahasia itu seorang diri. Daripada perang dunia nggak dikasih jatah? Siapa yang
Our First and Re-honeymoonSenyum yang mengembang bagai roti kelebihan bahan tidak dapat lenyap begitu saja dari bibir bergincu merah menyala itu. Valentina mematut diri di depan cermin, menyisir rambut tebal nan hitam legam tersebut kemudian mengikatnya ala ekor kuda. Dia bersiul sebentar, memuji diri sendiri betapa cantik dirinya saat ini. Kemudian mengerling mata bagai remaja dilanda kasmaran lantas membenarkan posisi bra agar terkesan penuh dan seksi di depan suami.Baru sadar kalau habis punya anak, dadaku agak gedean dikit. Kalau gini kan dadaku agak mirip sama mantannya Radit si dokter Julia itu. Bawa lingerie yang modelnya kelinci nggak ya?Valentina terkikik sendiri membayangkan dirinya berkamuflase menjadi kelinci genit yang menjamu pria-pria nakal di kelab malam. Dia menggeleng keras mengurungkan niat untuk menggoda Raditya dengan cara seperti itu. Walau tanpa baju-baju cosplay menggiurkan mata, Valentina tahu di mana titik kelemahan Raditya. Di sisi lain, setelah sekian l
"Halo, Siang, Bu Siska," sapa Valentina melalui sambungan telepon. "Maaf, saya boleh titip Salsa sebentar? Ini saya masih di perjalanan, baru selesai rawat luka pasien.""Oh iya enggak apa-apa kok Mamanya Salsa," kata Siska--guru TK."Maaf ya, Bu Siska ... Salsa enggak nakal kan?" tanya Valentina menyalakan mesin motor. "Soalnya lusa kemarin habis bertengkar sama temennya sampai nangis.""Enggak, ini anaknya masih menggambar sama Tio," ucap Siska. "Mamanya Tio juag titip sebentar karena masih di Posyandu.""Salsa enggak borong jajan tanpa uang kan? Saya sungkan loh sama Bu Sri kantin, anak saya selalu minta jajan bayar belakangan," keluh Valentina. "Iya kalau satu buah, satu kresek penuh itu loh Bu
Lima tahun kemudian..."Mama ... Mama ..." teriak bocah kecil yang mengenakan kaus kutang bermotif stroberi juga celana pendek senada. Dia berlari seraya membawa es krim di tangan kanan sementara di tangan kiri menenteng plastik berlogo Indoapril berisi makanan ringan. Mulut anak perempuan berambut pendek itu terkena es krim cokelat yang sesekali dia makan begitu lahap tanpa takut giginya ompong."Tante ..." teriak beberapa anak bersamaan mengekori bocah kecil itu. "Tante! Salsa beli jajan enggak bawa uang lagi!"Valentina yang baru saja mensterilkan alat-alat rawat luka di mesin sterilizer, buru-buru menghampiri sumber suara dan bola matanya nyaris menggelinding mendapati penampilan anaknya sudah tak karuan. Seketika gelombang amarah langsung naik ke ubun
###Suara sirene menggaung keras manakala mobil ambulance melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan padat merayap menuju rumah sakit. Mobil darurat tersebut membawa Valentina yang sedang mengerang kesakitan di bagian perut. Hingga peluh keringat sebesar biji jagung membasahi sekujur tubuh bersamaan napas cepat akibat tak bisa menahan lebih lama sensasi nyeri bagai tulang yang diremukkan bersamaan. Dia menangis seraya memanggil nama Raditya juga mamanya, memohon agar rasa ngilu tanpa ujung ini segera berakhir.Petugas medis yang mendampingi Valentina menyuruh gadis itu untuk menarik napas dalam dan jangan mengejan dulu karena pembukaan belum lengkap. Valentina menggeleng, panik bercampur nyeri, tidak bisa berpikir jernih akibat kontraksi yang menyayat-nyayat setiap lapisan kulit menuju bagian dalam perut. Sementar
Hal paling menyenangkan setelah menyelesaikan ujian akhir semester dua adalah mereka tidak perlu lagi ke lahan praktik, mengejar-ngejar dosen dan pembimbing klinik untuk minta nilai atau tanda tangan, tidak ada jam begadang untuk menulis laporan kasus di buku jurnal maupun presentasi besar sampai adu debat teori, tidak ada pula ujian-ujian yang menguras pikiran, tidak ada juga tumpukan buku yang menghiasi. Walaupun panggilan kebangsaan 'dek siswa' beserta semua kegiatanhecticdi tempat magang bakal dirindukan.Jujur saja, selama masa praktik, mereka bisa bertemu dengan mahasiswa dari kampus lain baik sesama mahasiswa perawat, dokter muda, farmasi, hingga bidan. Mereka saling tukar ilmu, tukar nomor telepon untuk mempererat pertemanan, hingga follow akun media sosial. Tak jarang pula cinta lokasi lintas jurusan maupun satu kelompok sering terjadi.
'Jangan berisik!''Sedang mengerjakan KTI''Ners ngenes garai duwek ambles!''OTW wisuda langsung ahh!!!'"Ambigu bener tulisannya," gumam Raditya mendapati deretan tulisan di atas kertas yang tertempel di pintu kamar istrinya. "Tin!" teriaknya sambil mengetuk pintu."Selamat datang Bapak Raditya yang terhormat," ucap Valentina melaluispeaker bluetoothyang sengaja ditaruh di atas laci dekat bersebelahan di antara bingkai foto pernikahan mereka dan vas bunga palsu. Raditya nyaris terperanjat kaget karena tidak menyadari sejak kapan laci itu dipindah dari ruang tamu ke samping pintu
"Saya mendapat kasus sepsis neonatorum, Bu, atas nama bayi Ny. S usia empat puluh hari," kata Valentina saat berhadapan dengan pembimbing klinik. "Maaf, Bu, untuk data subjektifnya saya agak kesusahan karena orang tua pasien jarang datang ke sini. Jadi, saya pakai data yang ada di rekam medis.""Masa enggak datang sama sekali?" tanya Bu Dewi tanpa memandang Valentina karena fokus mengoreksi hasil pekerjaan tangan gadis itu."Sungguh, Bu, saya sampai titip ke teman saya sama buattakenkontrak kalau ketemu keluarga pasien," jawab Valentina mengacungkan tangan kanan membentuk huruf V."Ini di pemeriksaan B1 kok tidak sesak tapi ada retraksi dinding dada?" tanya Bu Dewi menunjuk bagian pemeriksaan fisik B1--sistem pernapasan. "Ciri-ciri sesak napas
Maju-mundur seperti undur-undur yang hendak menggali jebakan di tanah ketika iris mata bulat nan lentik itu mengamati boks bayi cukup lama. Suasana hati yang biasanya antusias terhadap hal-hal baru di setiap stase kini mendadak luruh tanpa bekas. Menguap entah ke mana meski dia berusaha mencari sisa-sisa jejaknya. Menggenggam erat botol susu hangat yang sudah disiapkan untuk jadwal pemberian nutrisi bayi, Valentina malah mematung seakan-akan sandal khusus ruang Nicu memiliki perekat bagai lem tikus super.Justru matanya malah berkaca-kaca membayangkan bagaimana jika anaknya berada di dalam kotak itu? Bagaimana jika nanti saat dia melahirkan ada kelainan yang dialami sang jabang bayi? Bagaimana jika makanan dan minuman yang dia konsumsi selama ini tidak dapat memenuhi kebutuhan anaknya? Bagaimana?Kemarin saja ada salah