Home / Rumah Tangga / Jodohku Calon Kakak Iparku / Albinen dan Malam Pertama

Share

Albinen dan Malam Pertama

Author: Isti12
last update Last Updated: 2023-11-06 09:51:37

"Apa kau senang?" tanya Alexander pada istrinya.

Pada akhirnya mereka berdua sampai di Albinen di jam sepuluh pagi dengan jet pribadinya. Dan Arandra tidak membuang waktu untuk langsung menjelajahi desa dengan pemandangan pegunungan yang indah itu.


Pemandangan desa Albinen yang tertutup oleh salju merupakan hal yang sangat indah untuk dinikmati. Arandra tidak berhenti berdecak kagum di setiap kakinya melangkah. Damai dan tenang. Terasa sangat menyenangkan ketika dia bisa menghirup udara pegunungan yang segar sambil memanjakan matanya dengan pemandangan pegunungan Alpen yang spektakuler.

Arandra menoleh pada Alexander yang tengah menoleh padanya juga, lalu mereka berdua sama-sama tersenyum.

"Tentu saja!" jawab Arandra sembari mengangguk antusias. Dia mengayun-ayunkan tangannya yang terus digenggam Alexander sepanjang jalan.

Sejak mereka memutuskan untuk menjalani pernikahan mereka seperti pernikahan pada umumnya, Alexander benar-benar berubah. Tatapan tajam dan menakutkan di matanya, sudah tidak ada lagi setiap mata mereka bertatapan. Alexander menjadi lebih hangat. Kata-kata yang keluar dari mulutnya juga terasa menyentuh. Arandra sampai bingung harus menanggapinya seperti apa.

Mungkin Alexander hanya berusaha menepati kalimat yang dia katakan sendiri. Jadi, Arandra juga akan melakukannya.

"Axel pernah berjanji padaku, bahwa dia akan membawaku kemari setelah kami menikah. Tapi aku malah datang kesini bersamamu," ucap Arandra dengan kekehan kecil–yang mungkin tidak sadar dengan apa yang dia katakan. Wanita itu terbawa suasana pada pemandangan yang dia lihat.

Dan Alexander, dia menghentikan langkah. Membuat Arandra juga otomatis menghentikan langkah. "Ada apa?" tanyanya dengan mata mengedip bingung.

Alexander tidak merespon. Gantinya dia hanya mengeratkan genggaman tangannya pada Arandra sebelum kembali berjalan.

Arandra sempat menaikkan alis. Tapi kemudian mengedikkan bahu, mengikuti langkah Alexander.

Seharian itu mereka menjelajahi Albinen. Menghabiskan waktu untuk mengeksplorasi jalur Egguweg–menemukan rute yang disediakan oleh pengelola mengenai beragam cara menggunakan tanaman herbal, menemukan spot menarik yang merupakan lokasi kupu-kupu berwarna-warni, kadal serta binatang lainnya, mencaritahu tentang informasi mengenai kawasan unik dari pondok kayu tua, juga mempelajari bagaimana dinding batu dibangun dan dibentuk. Mereka juga menjelajahi Ngarai Dala–jembatan mata air panas di Leukerbad. Selain itu tidak lupa melakukan wisata kuliner di sepanjang jalan.

Lalu di akhir hari, Alexander dan Arandra berhenti di tempat terdekat di mana mereka bisa melihat pegunungan Alpen.

"Alex, berdirilah di sana. Aku akan memotretmu," pinta Arandra semangat. Wanita itu mengangkat kamera ponselnya. Meminta Alexander untuk berdiri di tempat yang ditunjuknya–di mana pegunungan Alpen menjadi latar belakangnya.

Sayangnya Alexander menolak. Lelaki itu menggeleng. "Tidak mau. Biar aku saja yang memotretmu."

"Kenapa tidak mau? Axel tidak pernah menolak jika aku ingin memotretnya."

Alexander terdiam. Lagi-lagi Arandra membawa-bawa nama Axellino. Apa wanita ini tidak sadar apa yang dirinya rasakan sebenarnya ketika dia terus menyebut nama adiknya di depannya?

*****

Hari sudah beranjak malam ketika mereka kembali ke rumah–yang sebelumnya sudah Alexander beli untuk tempat menginap mereka selama beberapa hari di Albinen.

Alexander melepas seal belt yang membelit tubuh Arandra, sebelum menyelipkan tangannya di punggung dan lipatan lutut istrinya–mengangkatnya dan menggendongnya dengan pelan. Takut membangunkannya.

Arandra sudah tertidur sejak dalam perjalanan. Alexander membawanya masuk ke dalam rumah. Membaringkannya di ranjang dengan hati-hati.

Alexander tidak langsung beranjak. Dia duduk di tepi ranjang–di samping kepala Arandra–dan menatap wajahnya lama.

Memiliki wanita ini adalah suatu keberuntungan bagi Alexander. Tapi sepertinya...dia tidak akan bisa benar-benar memilikinya ketika Arandra masih tidak bisa melupakan Axellino.

Alexander tahu seharusnya dia tidak merasa cemburu. Axellino adiknya sendiri, dan demi Tuhan, dia sudah tiada. Alexander benar-benar terlihat jahat jika seperti ini.

Tapi perasaan tidak senang itu muncul begitu saja setiap Arandra menyebut nama Axellino. Semua karena Alexander terlalu mencintainya. Wanita ini adalah segalanya baginya meski dia tidak pernah mengungkapkannya pada Arandra– karena itu lebih baik. Lebih baik Arandra tidak pernah mengetahui isi hatinya.

Alexander mengulurkan tangan untuk membelai wajah Arandra. Tapi dia kemudian terkejut ketika tiba-tiba saja tangan Arandra bergerak menyentuh tangannya.

Alexander pikir istrinya akan bangun. Ternyata tidak. Arandra hanya menempelkan tangan Alexander lebih rapat ke wajahnya sebelum tidur kembali. Tapi tidak lama Alexander melihatnya meringis sebelum mengeluarkan igauan tidak jelas.

"Axel, aku mencintaimu...."

Alexander membeku. Bahkan dalam tidurnya, masih nama Axellino yang istrinya ucapkan.

"Axel, jangan pergi...."

Bulir bening keluar dari mata Arandra yang terpejam. Rahang Alexander menegang. Lelaki itu memejamkan mata, berusaha menetralkan emosinya.

"Jangan menangis. Aku disini," bisik Alexander pelan.

Tapi kata-katanya ternyata tidak berhasil membuat Arandra tenang. Wanita itu membuka matanya perlahan. Mengerjap beberapa kali sebelum bola matanya mengarah ke sekitar. Lalu berhenti pada Alexander.

"Kita sudah ada di rumah?" Arandra memastikan dengan nada pelan.

Alexander mengangguk. Dia mengusap kepala Arandra. "Tidurlah."

Arandra diam untuk waktu cukup lama, sebelum dia menggeleng. "Aku...sudah tidak mengantuk," katanya sembari bergerak bangun. Alexander membantunya. Lalu wanita itu menatap jam di dinding. Masih pukul tujuh malam.

"Aku akan berganti pakaian," ucap Arandra pelan, sebelum turun dari ranjang. Masuk ke dalam kamar mandi.

Alexander menatap punggungnya, menghela napas. Lelaki itu menaikkan kakinya ke ranjang. Bersandar di kepala ranjang sebelum mengambil iPad di atas nakas. Berniat menyibukkan diri dengan pekerjaan–di saat tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan di tempat ini.

Ceklek!

Mendengar suara pintu terbuka, Alexander tetap pada posisinya. Matanya terus fokus pada layar iPad yang menampilkan banyak angka.

"Alex...."

Karena namanya dipanggil, Alexander mendongak ke arah sumber suara. Pada istrinya–yang membuatnya langsung membeku. Apa yang dia lihat ini?!

"Ara?"panggil Alexander terkejut.

Tapi Arandra tidak menyahut. Di bawah tatapan Alexander yang intens padanya, wanita itu berjalan ke arah ranjang dengan langkah pelan–yang memberinya lebih banyak waktu untuk merasa malu. Wajahnya yang bersemu merah dia coba sembunyikan dengan terus menunduk.

"Apa yang kau lihat?" tanya Arandra ketika dia bergerak naik ke sisi ranjang yang masih kosong. Dia mencondongkan sedikit tubuhnya ke arah Alexander–mengintip layar iPad di pangkuan lelaki itu. Terlihat penasaran–tapi sebenarnya sedang salah tingkah dengan tatapan menusuk Alexander.

"Apa yang kau lakukan, Ara?" Nada suara Alexander terdengar rendah. Sungguh! Dia lelaki normal! Bahkan hingga sekarang dia belum melupakan setiap bagian tubuh Arandra ketika dia membantu menggantikan pakaiannya saat itu.

Lalu apa dia akan tetap bisa tenang di saat melihat Arandra keluar dari kamar mandi dengan sebuah lingerie yang tidak bisa dengan benar menutupi tubuhnya ? Dari mana istrinya mendapat baju kekurangan bahan seperti itu?

"Aku akan berganti pakaian jika kau tidak suka," cicit Arandra. Dia hanya ingin menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri–dan ini cara pertama yang dia lakukan untuk memulainya.

Anggy yang memberikan pakaian ini saat dia membantunya mengemas koper. Butuh waktu berpikir sangat lama untuk Arandra menimbang-nimbang–sebelum kemudian memakainya. Karena ibu mertuanya berkata, Alexander akan menyukainya.

Arandra bahkan menekan rasa malunya dengan mengenakan pakaian memalukan ini di depan Alexander. Tapi sepertinya Alexander tidak menyukainya.

Arandra menggeser tubuhnya. Berniat turun dari ranjang ketika Alexander dengan cepat meraih pundaknya. Mendorongnya hingga berbaring terlentang di bawahnya.

Alexander baru saja menggumamkan ini sebelumnya; bahwa dia tidak akan 'menyentuh' Aranda–di saat hati wanita itu masih belum bisa menjadi miliknya. Alexander tidak ingin memaksa.

Tapi sepertinya sekarang...dia akan melanggar apa yang sudah dikatakannya sendiri.

"Aku sudah menahan diri selama ini. Tapi sekarang tidak lagi," gumam Alexander, sebelum kemudian mendekatkan wajah, mengikis jarak di antara mereka–dengan mata birunya yang berkilat penuh hasrat.

Lalu, Alexander menempelkan bibir mereka. Memberikan ciuman lembut dan manis di bibir Arandra. Kemudian berhenti ketika Arandra mulai kehabisan napas.

"Ara."

Tubuh Arandra lemas. Dadanya naik turun dengan cepat, sementara tatapannya terkunci pada Alexander.

"Aku akan memberikanmu kesempatan untuk berpikir. Jika kau berubah pikiran, aku akan berhenti disini."

Deru napas lelaki itu menerpa wajah Arandra ketika mengatakannya. Dia tidak sadar bahwa untuk sesaat tatapannya kosong–seolah tengah memikirkan dengan baik ucapan Alexander.

Arandra yang memulai ini–dan dia sudah memutuskan tidak akan berhenti. Tidak peduli Arandra mencintainya atau tidak, itu sudah menjadi tugasnya sebagai seorang istri.

Arandra terdiam sesaat. Dia membasahi bibirnya yang mendadak terasa kering hanya untuk mengatakannya–di saat dia memergoki tatapan Alexander mengikuti lidahnya. Arandra meneguk ludah. "Tidak perlu berhenti," gumamnya nyaris tidak terdengar.

Kalimat itu memberikan arti bahwa–Arandra telah memberikan izin untuk menyentuhnya. Karena itu, tidak menunggu detik selanjutnya untuk Alexander mencium bibir Arandra lagi.

Arandra memejamkan mata dan mempercayai Alexander sepenuhnya. Dia mengalungkan lengannya di leher Alexander di saat lelaki itu membelai bibir bawah Arandra–menggodanya untuk terbuka.

Lidah Alexander lalu mulai mendesak. Napasnya makin cepat, dan entah sejak kapan Arandra membuka mulutnya–memberi akses untuk Alexander. Membiarkan lidahnya menjelajahi tiap inchi mulutnya. Di saat yang sama jemari Alexander bergerak merobek pakaian tipisnya dalam sekali hentak.

Arandra memejamkan mata dengan erat. Membuang muka, malu. Sementara tangan Alexander mengusap punggung Arandra–merapatkan tubuh mereka sehingga tidak ada lagi jarak yang tersisa.

Bola mata Alexander sudah tertutup kabur gairah. Bibir panas lelaki itu beralih turun membelai rahang dan sampai di leher. Lelaki itu menciumnya tepat di sana, menggigiti kulitnya sampai Arandra merintih, lalu mengecup bagian yang dia gigit itu seolah untuk mengucapkan maaf.

Alexander tidak melewatkan satupun bagian tubuh Arandra. Napas Arandra menjadi memburu. Kedua tangan wanita itu mencengkeram dengan erat punggung Alexander.

"Kau yang memulai ini, dan biarkan aku yang mengakhirinya, Ara. Aku berjanji, aku tak akan pernah menyakitimu."

Related chapters

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Tidak Aman untuk Jantung

    Seluruh tubuhnya terasa sakit!Arandra tidak pernah merasa seburuk ini bangun di pagi hari. Tubuhnya terasa remuk, pening di kepala, dan mata yang sulit terbuka karena kantuk– membuatnya sampai enggan hanya untuk sekedar membuka mata."Morning, sweetheart." Sebuah suara yang berat dan maskulin terdengar bersamaan dengan usapan lembut yang terasa di puncak kepalanya. Membuat Arandra tidak bisa menahan diri untuk tidak membuka mata.Arandra memaksa kelopak matanya yang terasa berat agar terbuka. Kepalanya menoleh ke samping dengan gerakan lambat. Melihat Alexander sudah duduk di tepi ranjang didekatnya. Menatapnya dengan senyum hangat yang tampak di mata."Aku membawakan mu sarapan. Ayo bangun dulu dan makan. Nanti kau bisa sakit jika melewatkan sarapan."Arandra melirik sebuah mangkuk di atas nakas yang diletakkan Alexander sebelumnya. Wanita itu kemudian bergerak sedikit untuk mengubah posisi berbaringnya, tapi rasa sakit menyengat langsung terasa di beberapa bagian tubuhnya. Arandra

    Last Updated : 2023-11-22
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Cerita Daun Maple

    Alexander dan Arandra menghabiskan satu minggu lebih untuk berlibur di Switzerland. Tetapi sebelum benar-benar kembali ke Spanyol, Alexander membawa Arandra terbang ke negara lain. Menunjukkan tempat-tempat lain yang tidak kalah indah dari Switzerland.Senyuman lebar tak hentinya menghiasi wajah cantik Arandra. Wanita itu tampak sangat antusias. Kakinya melangkah dengan riang, menikmati pemandangan kota Paris yang terletak di tepi Sungai Seine.Mereka memanjakan mata dengan menatap keindahan Menara Eiffel, mengunjungi Museum Louvre, Arch de Triomphe, dan Jembatan Tembok Cinta Paris yang sangat memukau mata.Setelah menghabiskan waktu tiga hari yang luar biasa indah di kota itu, mereka melanjutkan perjalanan ke Maldives.Empat hari di Maldives, Alexander dan Arandra tidak hanya berkeliling untuk jalan-jalan, mereka juga sempat melakukan snorkeling di Banana and Turtle Reef. Mengintip keindahan bawah laut Maldives yang masih sangat terjaga, dan menjumpai ikan-ikan yang eksotik dan juga

    Last Updated : 2023-11-23
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Hanya Cinta

    "Ara! Ibu rindu sekali padamu!"Arandra baru menapakkan kakinya keluar dari mobil ketika Anggy sudah keluar lebih dulu dari mansion. Sembari berteriak kegirangan, wanita paruh baya itu langsung memeluk menantunya dengan erat–seolah mereka sudah sangat lama tidak bertemu. Padahal hanya kurang lebih dua minggu Alexander dan Arandra pergi liburan dan akhirnya pulang. Tapi jangan heran, karena Anggy memang sangat suka berlebihan.Arandra sudah menjadi menantu kesayangannya sejak pertama kali datang ke keluarga William. Menurutnya, Arandra sangat menyenangkan. Wanita itu begitu cepat dan begitu mahir mengambil hatinya. Rumah yang dulunya terasa sunyi karena suami dan kedua anak laki-lakinya selalu sibuk bekerja, menjadi ramai sejak kehadiran Arandra."Bagaimana liburannya? Menyenangkan? Apa saja yang kalian lakukan di sana? Ceritakan pada Ibu."Alexander melepaskan tangan ibunya yang membelit istrinya. "Intinya kami sudah menyicil cucu untuk Ibu," ucapnya singkat, sebelum menarik Arandra m

    Last Updated : 2023-11-24
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Melayani Alexander

    Arandra berdiri di depan puluhan kemeja Alexander yang tergantung dengan rapi. Dia mengamatinya satu per satu sebelum mengambil satu kemeja berwarna putih, juga mengambil jas biru, dan dasi bermotif stripes hitam putih.Ketika Arandra keluar dari walk ini closet, Alexander terlihat sudah berdiri di tengah kamar. Hanya mengenakan celana pendek dengan rambut yang telah dikeringkan. Sudah selesai mandi."Aku tidak tahu pakaian seperti apa yang biasa kau kenakan." Arandra menyerahkan setelan kerja yang telah dia siapkan pada Alexander. "Apa kau menyukai pilihanku?"Alexander bahkan tidak menatap setelan yang diulurkan Arandra, tapi dia mengangguk. Bangun dari tidur, Arandra sudah sibuk membantunya bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Istrinya berinisiatif sendiri untuk menyiapkan pakaiannya. Alexander senang dengan itu."Bantu aku berpakaian."Arandra menurut. Dia membantu Alexander mengenakan kemeja dan jasnya. Lalu menyimpulkan dasinya. "Dasinya terlihat tidak cocok. Aku ambilkan yang l

    Last Updated : 2023-11-25
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Teman Baru

    "Kenapa menjemputku? Aku kan bisa pulang sendiri." Berjalan bersisian dengan tangan yang saling tertaut, Arandra menolehkan kepalanya ke samping. Mendongak menatap Alexander. "Aku tidak menjemputmu. Aku juga ingin pergi ke makam Axel," balas Alexander dengan seringai kecil. Dia memang datang untuk menjemput Arandra. Tapi ingin menggodanya sebentar. Tidak mau istrinya menjadi terlalu percaya diri."Lalu kenapa tidak masuk?" tanya Arandra. Alexander belum sampai masuk ketika dia kembali keluar dari area pemakaman sambil menggenggam tangannya pergi."Tidak jadi.""Kenapa tidak jadi?""Malas.""Kenapa malas? Kau tidak mau bertemu Axel?"Alexander berhenti melangkah. Menghadap Arandra, dia menarik pelan pipi Arandra. "Cerewet."Arandra memajukan bibirnya. Sambil mengusap pipinya, wanita itu berjalan meninggalkan Alexander di belakang."Kau mau ke mana, Ara?!" Arandra menghilang dari pandangannya. Alexander berjalan cepat menerobos kerumunan orang-orang. Tapi tidak berhasil menemukan kebe

    Last Updated : 2023-11-27
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Membutuhkan Alexander

    Arandra menghampiri ibunya dengan langkah pelan sebelum masuk ke dalam pelukan–setelah Riana merentangkan kedua tangannya untuk mendapat pelukan Arandra.Arandra tidak akan menjadi pendiam jika wanita itu adalah Anggy. Dia bisa bersikap lebih manja jika itu pada Anggy. Tapi menjadi canggung pada ibu kandungnya sendiri. "Ayah tidak ikut pulang?" Arandra memiringkan kepalanya. Melihat dari balik punggung Riana untuk mencari ayahnya yang tidak tampak. Seperti yang sebelumnya dikatakan pada Arandra, Riana memang pulang, dan sekarang berada di mansion keluarga William untuk menemui putrinya."Ayahmu pulang lebih dulu ke mansion. Ibu ke sini untuk menjemputmu. Ibu merindukanmu."Arandra mengerjap. Cukup terkejut–karena tidak pernah mengingat kapan ibunya pernah berkata-kata seperti itu. "Ibu Anggy, boleh aku ikut Ibuku?" tanya Arandra pada Anggy.Anggy memberikan anggukan. "Kau sudah memberitahu Alex kan?"Arandra mengangguk. Dia sudah meminta izin pada Alexander melalui telepon. Lelaki

    Last Updated : 2023-11-28
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Merindukan Ayah

    Alexander melesatkan mobilnya membelah jalan raya dengan kecepatan tinggi. Jalanan lumayan sepi karena sudah larut malam. Seharusnya dia lembur di kantor. Tetapi karena telepon dari Arandra, dia kemudian pulang–menjemput istrinya di rumah Genovan.Lewat satu jam kemudian, dia tiba di mansion keluarga Genovan. Alexander memasukkan mobilnya setelah pagar tinggi yang mengelilingi sebuah rumah mewah bergaya modern terbuka. Alexander langsung masuk ke dalam mansion. Menapaki anak tangga satu per satu–menuju ke kamar Arandra. Ketika dia membuka pintu, matanya langsung terarah ke sosok yang sedang duduk di ranjang.Seolah menyadari kehadirannya, Arandra langsung menoleh ke arah pintu yang terbuka. Matanya mengedip lambat. Menunggu langkah Alexander menghampirinya. Lalu memeluknya ketika lelaki itu berdiri tepat di depannya."Aku ingin pulang ke rumah," ucap Arandra pelan dengan wajah yang tenggelam di perut Alexander.Alexander mengusap kepalanya. "Di sini rumahmu juga kan?" balasnya–yang

    Last Updated : 2023-12-02
  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Antara Akting dan Nyata

    Dibanding dengan orang tuanya sendiri, Arandra lebih dekat dengan Ayah dan Ibu mertuanya. Terlihat ketika wanita itu sampai di kediaman William, dan melihat Arthur duduk di teras mansion–sepertinya sedang menikmati udara segar di pagi hari–Arandra langsung berlari ke arahnya. "Kenapa sudah pulang?" tanya Arthur setelah pelukannya dan Arandra terlepas.Arandra menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Aku merindukan Ayah."Arthur menyipitkan mata, tersenyum geli. "Tubuhmu hangat. Kau sakit?" Dia memeriksa dahi Arandra. Merasakan suhu tubuhnya yang sedikit panas ketika memeluknya.Arandra menggeleng. Tersenyum meyakinkan. "Aku baik-baik saja. Tadi Alex sudah memberikan obat.""Ya sudah. Masuklah. Ibumu ada di dapur. Sedang membuat kue," kata Arthur kemudian.Arandra mengangguk. Dia masuk ke dalam dengan langkah riang. Sementara Arthur menatap Alexander. "Ada masalah dengan orang tuanya?" tanyanya.Alexander tidak menjawab. Hanya mengedikkan bahu, sebelum menyusul Arandra ke dal

    Last Updated : 2023-12-04

Latest chapter

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Sempurna

    "Alexander! Pulang sekarang! Arandra akan melahirkan!"Alexander memacu kakinya secepat mungkin. Berlari menyusuri koridor rumah sakit setelah melewati satu jam perjalanan.Jadi ini saatnya...Setelah melalui sembilan bulan yang panjang–mereka yang masih beberapa kali bertengkar perihal masalah yang sama, Arandra yang beberapa kali kesakitan, dan Alexander yang terus diliputi ketakutan–sekarang akan berakhir. Dan semuanya akan baik-baik saja."Bagaimana Arandra?" tanya Alexander cepat begitu sampai di hadapan Anggy dan Arthur yang duduk di depan ruang persalinan. Napasnya tidak beraturan."Arandra di dalam. Cepat temani dia," kata Arthur pelan sembari menepuk bahu putranya. Sementara Anggy masih duduk dengan kepala tertunduk–berdoa untuk keselamatan menantu dan kedua cucunya.Alexander menarik napas dalam. Dia berjalan memasuki ruangan tempat Arandra akan melahirkan. Degup jantungnya berpacu dengan keras, serta tangannya yang men

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Bicara dan Bukti

    Arandra menunduk dengan kedua tangan tertaut. Punggungnya menempel di kepala ranjang, selimut menutupinya kakinya yang diposisikan lurus. "Maaf, Ibu. Pesta kejutan untuk ayahnya jadi batal karena aku," katanya merasa bersalah.Sejak Arandra bangun, Anggy sudah ada di sini dengan tatapan kesal pada Arandra Dia tidak mengatakan apapun, hanya diam saja. Jadi tidak salah jika Arandra berpikir wanita itu marah padanya."Kau pikir Ibu kesal karena itu?" balas Anggy dengan nada bicara garang.Arandra lantas mengangkat kepalanya, mendongak menatap Anggy yang berdiri di sebelah ranjang dengan kedua tangan terlipat di dada."Kau hamil. Sampai sudah berapa bulan itu? Tapi Ibu tidak tahu sama sekali," sindir Anggy. Arandra membuka bibirnya, baru tahu kenapa Ibunya kesal seperti itu. Dia menarik sudut bibirnya, tersenyum merasa bersalah. "Aku ingin memberitahu Ibu dan Ayah. Tapi belum ada waktu," berinya alasan."Belum ada waktu?" Anggy berd

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Pemikiran Jahat

    Kelopak mata Arandra bergerak-gerak karena terusik oleh kecupan-kecupan yang mendarat di wajahnya. Perlahan dia membuka mata, lalu mendapati Alexander di depannya dengan sebuah senyuman tipisnya."Kau sudah pulang?!" Arandra langsung bangun, menerjang Alexander dan langsung memeluknya sambil tertawa riang. Alexander terkekeh kecil. "Rapatnya tadi lebih lama dari biasanya. Jadi aku pulang telat," beritahunya. "Aku menghubungimu beberapa kali. Tapi kau tidak mengangkatnya."Arandra menyengir. "Aku tidur.""Sepanjang hari?"Arandra mengangguk. "Aku bermain sebentar dengan Zzar tadi. Setelah itu kembali tidur."Alexander mengusap puncak kepala Arandra sambil mengamati wajahnya. "Wajahmu kenapa pucat?" Lelaki itu memperhatikan wajah Arandra dengan teliti, baru menyadarinya.Kening Arandra berkerut. "Memangnya iya?" Dia menyentuh wajahnya sendiri–memeriksa tanpa melihat wajahnya. "Tapi aku baik-baik saja. Mungkin karena terlalu banyak tidur," jawabnya asal. Alexander berdecak, dia akan me

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Tidak Bisa Lagi Marah

    Arandra sedikit mendongakkan kepala untuk menatap wajah Alexander. Lelaki itu berbaring di sebelahnya–menyangga kepalanya dengan satu tangan di saat tangannya yang lain mengusap kepala Arandra."Tidur," kata Alexander dengan raut tenangnya sembari terus mengusap kepala Arandra. Sudah cukup dia marah pada wanita ini. Alexander tidak bisa terus melakukannya. Arandra selalu memiliki cara untuk menghentikan amarahnya.Arandra memperlihatkan deretan giginya yang tersusun dengan rapi–tersenyum cerah. Lalu dia menempelkan wajahnya di dada Alexander, memejamkan matanya."Aku sangat menyayangimu, Ara."Arandra membuka lagi matanya, menatap Alexander. Lalu sebelah tangannya terangkat, menyentuh rahang Alexander."Alex..." Arandra menatap serius Alexander. "Aku berjanji akan melahirkan mereka dengan selamat. Mereka berdua akan baik-baik saja sampai dilahirkan nanti."Alexander mengangguk dengan senyum kecil. "Dan kau juga harus baik-baik saja," ucapnya menambahkan.Arandra tidak memberikan tangg

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Candaan Penyebab Masalah

    "Sebuah teori menyebutkan bahwa Ayah akan lebih cenderung merawat anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang jika anak tersebut mirip dengannya." Kening Arandra berkerut membaca sebuah kalimat dalam buku yang sedang dibacanya. Arandra merebahkan tubuhnya dengan posisi telungkup–mencari posisi yang lebih nyaman untuk membaca. Namun menyadari apa yang dia lakukan, wanita itu langsung beranjak bangun lagi.Arandra mengusap perutnya dengan gumaman permintaan maaf. Kemudian dia melirik Alexander yang berada di sofa dengan posisi setengah berbaring. Matanya terpaku pada ponsel di tangannya. Arandra tersenyum. "Kalian harus mirip dengan Alex ya ketika sudah lahir nanti," gumam Arandra, berbicara pada kedua anaknya. Alexander yang sempurna. Mereka harus mirip dengannya. "Kenapa?" tanya Arandra ketika kemudian Alexander menolehkan kepala ke arahnya. Di saat wanita itu yang sejak tadi memandangi Alexander, dia malah yang bertanya dengan santainya.Alexander mengarahkan kembali matanya pada

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Mencari Jawaban Pasti

    Alexander menampilkan wajah datar di saat matanya menatap tanpa berkedip layar monitor yang memperlihatkan dua janin seukuran buah stroberi. Mereka kembar. Karena itu Arandra menyebut kata 'mereka' dalam kalimatnya sebelumnya.Apakah Alexander merasa senang? Dia tidak tahu. Setelah kehilangan anaknya yang pertama, sekarang Tuhan menggantinya dengan memberikannya dua sekaligus. Tapi apakah harus dengan taruhan nyawa Arandra? Lebih baik tidak perlu. Alexander hanya membutuhkan Arandra. "Apakah jenis kelamin bayinya sudah bisa diketahui?!"Bola mata Alexander melirik Arandra yang berbaring di ranjang–tampak antusias dengan pertanyaan yang diajukannya pada dokter. "Belum ya, Mrs. Alexander. Jenis kelamin bayinya baru bisa diketahui setelah sekitar 16 minggu kehamilan."Lalu tampak Arandra mengerucutkan bibirnya sebagai tanda kecewa atas jawaban yang diberikan dokter perempuan itu. Hanya sebentar ketika kemudian wanita itu mendongak–menatap Alexander yang berdiri di samping kepalanya den

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Menginginkan dan Menghilangkan

    Alexander tidak kembali ke kamar mereka hingga malam tiba. Dia tidak mau berbicara dengan Arandra. Ketika memiliki masalah, mereka hanya perlu saling membicarakannya–lalu masalah mereka selesai begitu saja. Tapi jangankan untuk berbicara, Alexander bahkan sepertinya tidak mau melihat wajahnya. Arandra menunduk dalam. Dia tahu dia salah. Alexander pasti sangat kecewa padanya. Arandra tidak berniat terus menyembunyikan kehamilannya darinya. Dia hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Arandra ingin meyakinkannya terlebih dahulu bahwa dia akan baik-baik saja dengan kehamilan ini. Tapi Alexander ternyata mengetahuinya lebih dulu. Dan sekarang lelaki itu sangat marah."Jangan didengarkan perkataan Alex tadi, ya. Dia hanya sedang marah," ucap Arandra sambil mengelus perutnya dengan sayang. Bagaimanapun anak ini adalah anaknya. Alexander pasti akan menerimanya. Arandra menghapus air matanya, kemudian menyingkap selimut–menurunkan kakinya dari ranjang. Berniat keluar untuk

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Jaminan

    Arandra memberikan gelasnya kembali ke pelayan setelah meminum sedikit airnya. Kemudian meletakkan kepalanya lagi di kepala ranjang–masih merasa pusing."Nyonya Arandra pingsan karena terlalu kelelahan." Rosaline bersuara. Lalu dia menatap Arandra dengan wajah garang–seperti seorang ibu yang siap memarahi anaknya. "Saya kan sudah bilang agar Nyonya istirahat saja. Tapi Nyonya tidak mendengarkan dan ngotot berkebun. Karena itu berakhir pingsan seperti ini."Arandra meletakkan jemarinya di pelipis–memijatnya sambil memejamkan mata. Tidak menanggapi kalimat Rosaline yang terdengar seperti omelan untuknya. Arandra hanya memajukan bibirnya sesaat. Tapi kemudian dia membuka mata cepat ketika menyadari sesuatu. Jas biru Alexander–yang lelaki itu pakai saat ke kantor tadi pagi–sudah tersampir di sandaran sofa sejak Arandra membuka matanya beberapa saat lalu."Alex sudah pulang?" tanya Arandra cepat. "Sudah, Nyonya. Saya tadi menghubungi Tuan dan memberitahukan jika Nyonya Arandra pingsan. Tu

  • Jodohku Calon Kakak Iparku   Harapan Setelah Kesedihan

    Alexander menusuk potongan roti tawar dengan selai blueberry di dalamnya menggunakan garpu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut di saat satu tangannya lagi sibuk bergerak di atas layar ponselnya. "Rosaline!" "Iya, Tuan?" Wanita paruh baya yang namanya terpanggil itu bergegas menghampiri Alexander–berdiri di samping Alexander yang duduk dengan tenang di meja makan. "Kemungkinan aku akan pulang malam nanti. Kau awasi Arandra. Pastikan dia makan, tidur siang, dan meminum vitaminnya," pesan Alexander pada pelayan pribadi Arandra itu. "Baik, Tuan." Rosaline mengangguk patuh. "Apakah Nyonya Arandra masih tidur?" "Hm. Bangunkan dia saat sudah waktunya sarapan. Sekarang biarkan saja dulu. Dia–" "Alex..." Ucapan Alexander terpotong karena suara lembut seseorang yang sudah sangat dia kenali. Arandra muncul dari balik pintu ruang makan dengan gaun tidurnya yang berwarna biru–terlihat jelas baru bangun tidur dan belum mencuci wajahnya, rambutnya pun masih berantakan. "Kemari." Alexande

DMCA.com Protection Status