Kaki Anye mendadak lemas, dia sampai harus berpegangan pada kusen pintu kamar dan akhirnya memilih bersandar di balik pintu yang kembali ia tutup dari dalam.Air mata Anye mengalir begitu saja. Rasa takut kehilangan menyergap batinnya yang jadi lebih rapuh setelah mendengar penuturan Anjas yang berjanji akan kembali menjaga jarak darinya. Padahal hubungan mereka telah kembali menghangat, Anye kembali bisa bermanja seperti dulu dan bisa menikmati kasih sayang Anjas yang begitu berharga baginya.Malam itu baik Anye maupun Anjas sama-sama tak dapat dengan mudah memejamkan kedua belah mata mereka.Anye mengutuk mulutnya yang telah melemparkan kata-kata yang membuat Anjas akhirnya mengambil satu keputusan yang Anye pastikan akan menyiksa batinnya.Anjas pun sejatinya berpikiran yang tak jauh berbeda dari apa yang Anye pikirkan.Keputusan menjaga jarak darinya akan kembali menyakiti batinnya dan besar kemungkinan akan semakin menyiksanya, terlebih jika pemuda itu gagal move on ntah sampai
Anjas menggigit bibir bawahnya menahan luka hati yang bagai ia sirami sendiri dengan air garam. Pedih sekali ... ngilunya membuat ia spontan tremor kala membelai surai kesayangannya."Kamu yang tenang ya ... Mas gak akan menempatkanmu pada posisi yang sulit. Mas hanya ingin kamu bahagia."Kali ini derai air mata itu tak sanggup lagi Anjas tahan. Katakan ia cengeng, ia memang telah sepasrah itu demi kebahagiaan Anye yang sangat dicintainya. Anjas sadar, bukan hanya ia yang tengah berada dalam kemelut rasa di kediaman megah ini. Anjas teringat nasib bundanya yang memilih menyingkir dari mansion seperti juga dirinya dan kemungkinan betapa hancurnya hati sang oma jika benar ibu angkatnya itu adalah anak biologis sang opa dengan mantan terindahnya puluhan tahun lalu.Pada akhirnya Anjas hanya bsia menyerahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Kuasa. Ia tak akan memaksakan egonya.Ia tulus menyayangi Anye, ia tak ingin gadis itu bersedih dan menderita menanggung rasa cintanya yang tak tah
"Jadi kapan lo bisa nemuin papa? Sepertinya ada hal penting yang papa ingin bicarakan. Mengenai pernikahan lu dan Arya, sepertinya papa tidak mempermasalahkan itu, gue ngerasa ada hal besar lainnya yang ingin papa omongin ke lu." Raya tiba-tiba bicara lagi. Mita menggigit bibir bawahnya agak keras, sungguh ia tidak ingin menemui papanya seorang diri. Bukan, ia bukannya takut. Dia hanya ingin ditemani Arya, dia ingin papanya menerima Arya. Sesuatu yang tak ia dapatkan dari Lukman Bagaskara. Sebuah restu ... tiba-tiba saja ia merasa sangat membutuhkan pelukan pria tampan itu."Gue akan ngomong dulu sama Mas Arya. Thank's lo udah bela-belain nemuin gue untuk nemuin papa dan ngasi peringatan tentang mama lo yang sepertinya gak suka akan keberadaan gue.Gue cukup sadar diri dan gak sama sekali berharap lebih. Tahu kalau gue bukan saudara seayah dengan Mas Arya aja gue udah sangat bersyukur, apalagi kini gue jadi tahu kalo gue gak sebatang kara di dunia ini, gue masih punya papa dan du
"Aaaggggght!" Anjas berteriak frustasi. Kepalanya kini dipenuhi dengan satu entitas yang kerap bersikap manja dan gemar mengenakan pakaian terbuka saat berada di dekatnya.Baru saja berpisah Anjas sudah tak kuasa menanggung rasa kehilangan. Berjuta kenangan berjejalan hadir menyesakkan dadanya. Sungguh bayangan Anye dengan dress cantik yang bergelayut manja di lengannya atau mengenakan kemejanya tanpa underwear dan duduk di atas pangkuan sambil bercanda sangat menggoda keimanannya. Tak jarang mereka berpelukan di dalam kolam, di atas ranjang, sofa, di dapur, balkon, taman, dan di mana saja gadis itu menginginkannya, sungguh ia nyaris tak sanggup menolaknya, hanya dapat menasihatinya pelan-pelan dengan mengatakan 'kita gak boleh begini, Nye' lanjut membujuknya untuk menikah, menghalalkan status agar keduanya dapat bebas bersentuhan secara ugal-ugalan. Namun ternyata semua itu tak cukup meluluhkan hati Anye agar mau menjadi belahan jiwanya, tetap Denis yang sampai detik ini ia menang
Denis dan Yasmin tampaknya telah semakin terbawa suasana. Pemuda itu dengan berani merangkak naik ke tubuh sang adik sepupu yang pasrah saja dijamah oleh sang kakak dengan dalih masih sangat mengantuk untuk melakukan perlawanan. "Mau membalasku? Hm, apa itu artinya aku diizinkan melakukan lebih dari ini?" Denis semakin bergairah saat Yasmin menggeliatkan tubuh menanggapi sentuhan intens Denis pada sepasang asetnya."Asal jangan sampai jebol aja," jawabnya asal sembari meloloskan diri dari gaun tidur yang tak sempurna melindungi tubuhnya dari sejak Denis menyelinap masuk ke apartemennya."Gadis nakal, jangan salahkan jika aku ketagihan melakukan ini denganmu," desis Denis yang semakin bersemangat mengeksplorasi tubuh Yasmin yang pada akhirnya kehilangan rasa kantuk dan ikut mengimbangi permainan.Pada akhirnya Yasmin menegang dan menjeritkan nama Denis dengan wajah berpeluh dipenuhi kepuasan. "Sekarang giliran lo bantu gue, Yas ... kesiniin tangan lo!" titah Denis. Gadis yang telah d
Anjas kembali ke kamar Anye dan mendapati gadisnya baru saja berganti pakaian dengan home dress selutut berwarna ungu dengan motif bunga-bunga kuning kecil yang manis. "Mbak, Mas ... saya permisi dulu, nggih," pamit Rini. Anjas kembali duduk di dekat sang adik dan mulai bersiap menyuapi gadis manja itu saat ponselnya berbunyi. "Opa?" "Gak apa, Mas ... diangkat dulu saja," ujar gadis itu. Sepertinya Lukman tidak mengetahui kalau cucunya itu berada di mansion. "Assalamualaikum, Opa." "Alaykumussalam, nanti malam bisa ke mansion, Jas? Pak Danuarta ingin kamu hadir di rapat remaja masjid ba'da isya." Lukman sengaja langsung menelpon Anjas di hadapan Danuarta dan putrinya sebagai wujud keseriusan lelaki tua itu pada kegiatan-kegiatan masjid yang akan diusung oleh para pengurus masjid, termasuklah remaja masjidnya yang rencananya baru akan dibentuk kepengurusannya nanti malam. "Insyaa Allah Opa," jawabnya singkat. Eghm ... Anye berdehem. Anjas menyimpan kembali ponseln
Anye tidur apa pingsan?Anjas panik seketika. "Nye, Sayang ..." Anjas mengguncang bahu Anye sepelan mungkin namun penuh penekanan, dia sangat-sangat mengkhawatirkan gadis kesayangannya itu."Nye, kamu kenapa?Ya Tuhan, kenapa sampai pingsan begini," paniknya sambil mendekap tubuh mungil Anye.Anye berdehem, dia berasa sesak dalam dekapan panik sang kakak. Secara dia hanya pura-pura tidur saja tadi, gemas dengan penuturan panjang lebar Anjas membahas tentang prediksi malam pertamanya bersama Demian yang ntah kapan akan terwujud. Dia saja sudah mulai agak-agak malas memikirkan akan hal itu.Anye merasa perlu mengevaluasi isi hatinya lagi, terlebih sejak kehadiran Anjas kembali dalam hidupnya."Nye, are you okay?" Anjas bersyukur sekali melihat Anye yang telah membuka mata dan menatap ke arahnya dengan wajah datar."Syukurlah kalau kamu gak kenapanapa, mungkin memang sebaiknya kita tidak berdua-duaan begini, karena dipastikan yang ketiganya adalah syaitan.Oke Mas keluar dulu ya, seben
Sekuat tenaga Anjas mencoba mengalihkan atensinya pada sosok kesayangan yang selama ini selalu menjadi prioritas dalam hidupnya. Sehari setelah sidang skripsi Anyelir memaksa untuk mulai magang meski ia masih harus merevisi beberapa bagian dari skripsinya yang mendapatkan koreksi dari dosen penguji dan diaminkan pula oleh dosen pembimbingnya. Otomatis entitas yang paling berdaya magnet tinggi bagi Anjas itu seharian berseliweran di kantornya. Anehnya meski gedung itu memiliki sembilan lantai, tetap saja Anjas merasa gadis dengan setelan kantor paling manis dengan warna yang menyegarkan pandangan itu seringnya wara wiri di sekitar tempat dia melakukan aktifitasnya, bahkan ketika Anjas mampir ke pantry, dia ntah kebetulan atau tidak mendapati gadis itu duduk manis di sana sambil bercengkrama dengan sang kekasih. Ho//lysh//it. Anjas berkali-kali merasakan panas di permukaan wajahnya. Mungkin pipinya sudah seperti kepiting rebus mana kala mendapati sang gadis mengerlingkan mata