"Kok lama, Mas?" Anye menyambut kedatangan Anjas dengan wajah sedikit cemberut. Namun begitu gadis yang sudah cantik dengan balutan gaun rumahan berwarna pink bermotif bunga-bunga kecil itu tetap menghambur ke arah sang kakak dan mencium tangannya penuh takzim. Dari kejauhan Rosana dan Lukman melihat keduanya dengan binar mata bahagia. Arya yang sempat melihat adegan cium tangan itu pun turut mengakui di dalam hati kalau putrinya dan sang keponakan yang juga putra sambungnya itu sangatlah serasi. "Mas ketemu Pak Danuarta. Kamu inget gak dulu Mas pernah cerita waktu kamu masih SMP kelas satu, ada bapak-bapak di masjid yang suka nyamperin Mas dan pengen jodohin putrinya sama Mas?" Wajah Anye cemberut seketika, ia mana mungkin lupa dengan kejadian yang sempat memicunya jadi rajin ikut Anjas pergi sholat ke masjid juga. Sampai kemudian Anjas dapati hadits tentang keutamaan seorang wanita sholat fardhu di rumah, dia lalu membujuk Anye untuk sholat di rumah saja. Jujur ia agak kewalah
Denis kesal pesannya tak kunjung dibalas oleh Anye. Dia lantas menghubungi Yasmin yang sebelumnya telah mengabari akan segera pulang karena agenda business tripnya telah selesai. "Kamu mau aku jemput besok pagi di bandara, Yas?" tanya Denis pada sang sepupu."Kalo kamunya gak merasa direpotin ya akunya sih seneng aja," jawab Yasmin sembari membereskan barang-barang yang akan ia bawa pulang."Oleh-oleh buat aku ada gak? Aku gak mau gantungan kunci lho ya! Minimal kaos kerenlah," Denis terkekeh sendiri menilai gaya memalaknya yang pakai acara tawar menawar segala.Di seberang sana Yasmin juga ikut tergelak rupanya. Tak perlu khawatir sebetulnya, karena Yasmin telah menyiapkan seabreg oleh-oleh khusus untuk sepupu tampannya yang satu itu. Dari aneka cemilan yang menggugah selera sampai ke miniatur icon kota dari beberapa negara yang ia kunjungi pun sudah ia persiapkan."Apa sih yang gak buat kamu? Bibir aku aja udah aku ikhlasin untuk kamu jadiin samsak." Yasmin meraba bibirnya, ia ja
"Kamu cinta banget ya, Nye sama Denis?" bisik Anjas seraya mendekat ke telinga Anye dan menghidu rambut sang adik. Kedua tangan Anjas telah bertengger di pinggul Anye yang bak gitar spanyol, memutarnya dan kini mereka dalam posisi saling berhadapan. Anye membuang tatapan ke sembarang arah, sementara Anjas bersikukuh menatap ke arah manik mata sang adik yang sengaja mengabaikan sorot tajam netra sang kakak yang menghujam ke arahnya."Dia hadir saat kamu campakkan aku, Mas!" desis Anye. Kali ini dia membalas tatapan tajam Anjas dengan tak kalah tajamnya."Aku tidak pernah menyampakkan kamu, Nye. Kamu udah salah paham," ujar Anjas lembut, sekuat tenaga meyakinkan Anye yang sudah salah menilai atas sikap yang ia ambil lima tahun lalu."Anye, aku sudah mengakui betapa lemahnya imanku saat di dekat kamu.Aku tidak mau melakukan hal-hal yang tidak semestinya kulakukan padamu, sementara dorongan itu begitu kuat.I had no choice, Nye. Aku sayang sama kamu, aku hanya ingin menjaga kamu dari d
Kaki Anye mendadak lemas, dia sampai harus berpegangan pada kusen pintu kamar dan akhirnya memilih bersandar di balik pintu yang kembali ia tutup dari dalam.Air mata Anye mengalir begitu saja. Rasa takut kehilangan menyergap batinnya yang jadi lebih rapuh setelah mendengar penuturan Anjas yang berjanji akan kembali menjaga jarak darinya. Padahal hubungan mereka telah kembali menghangat, Anye kembali bisa bermanja seperti dulu dan bisa menikmati kasih sayang Anjas yang begitu berharga baginya.Malam itu baik Anye maupun Anjas sama-sama tak dapat dengan mudah memejamkan kedua belah mata mereka.Anye mengutuk mulutnya yang telah melemparkan kata-kata yang membuat Anjas akhirnya mengambil satu keputusan yang Anye pastikan akan menyiksa batinnya.Anjas pun sejatinya berpikiran yang tak jauh berbeda dari apa yang Anye pikirkan.Keputusan menjaga jarak darinya akan kembali menyakiti batinnya dan besar kemungkinan akan semakin menyiksanya, terlebih jika pemuda itu gagal move on ntah sampai
Anjas menggigit bibir bawahnya menahan luka hati yang bagai ia sirami sendiri dengan air garam. Pedih sekali ... ngilunya membuat ia spontan tremor kala membelai surai kesayangannya."Kamu yang tenang ya ... Mas gak akan menempatkanmu pada posisi yang sulit. Mas hanya ingin kamu bahagia."Kali ini derai air mata itu tak sanggup lagi Anjas tahan. Katakan ia cengeng, ia memang telah sepasrah itu demi kebahagiaan Anye yang sangat dicintainya. Anjas sadar, bukan hanya ia yang tengah berada dalam kemelut rasa di kediaman megah ini. Anjas teringat nasib bundanya yang memilih menyingkir dari mansion seperti juga dirinya dan kemungkinan betapa hancurnya hati sang oma jika benar ibu angkatnya itu adalah anak biologis sang opa dengan mantan terindahnya puluhan tahun lalu.Pada akhirnya Anjas hanya bsia menyerahkan segala sesuatunya pada Yang Maha Kuasa. Ia tak akan memaksakan egonya.Ia tulus menyayangi Anye, ia tak ingin gadis itu bersedih dan menderita menanggung rasa cintanya yang tak tah
"Jadi kapan lo bisa nemuin papa? Sepertinya ada hal penting yang papa ingin bicarakan. Mengenai pernikahan lu dan Arya, sepertinya papa tidak mempermasalahkan itu, gue ngerasa ada hal besar lainnya yang ingin papa omongin ke lu." Raya tiba-tiba bicara lagi. Mita menggigit bibir bawahnya agak keras, sungguh ia tidak ingin menemui papanya seorang diri. Bukan, ia bukannya takut. Dia hanya ingin ditemani Arya, dia ingin papanya menerima Arya. Sesuatu yang tak ia dapatkan dari Lukman Bagaskara. Sebuah restu ... tiba-tiba saja ia merasa sangat membutuhkan pelukan pria tampan itu."Gue akan ngomong dulu sama Mas Arya. Thank's lo udah bela-belain nemuin gue untuk nemuin papa dan ngasi peringatan tentang mama lo yang sepertinya gak suka akan keberadaan gue.Gue cukup sadar diri dan gak sama sekali berharap lebih. Tahu kalau gue bukan saudara seayah dengan Mas Arya aja gue udah sangat bersyukur, apalagi kini gue jadi tahu kalo gue gak sebatang kara di dunia ini, gue masih punya papa dan du
"Aaaggggght!" Anjas berteriak frustasi. Kepalanya kini dipenuhi dengan satu entitas yang kerap bersikap manja dan gemar mengenakan pakaian terbuka saat berada di dekatnya.Baru saja berpisah Anjas sudah tak kuasa menanggung rasa kehilangan. Berjuta kenangan berjejalan hadir menyesakkan dadanya. Sungguh bayangan Anye dengan dress cantik yang bergelayut manja di lengannya atau mengenakan kemejanya tanpa underwear dan duduk di atas pangkuan sambil bercanda sangat menggoda keimanannya. Tak jarang mereka berpelukan di dalam kolam, di atas ranjang, sofa, di dapur, balkon, taman, dan di mana saja gadis itu menginginkannya, sungguh ia nyaris tak sanggup menolaknya, hanya dapat menasihatinya pelan-pelan dengan mengatakan 'kita gak boleh begini, Nye' lanjut membujuknya untuk menikah, menghalalkan status agar keduanya dapat bebas bersentuhan secara ugal-ugalan. Namun ternyata semua itu tak cukup meluluhkan hati Anye agar mau menjadi belahan jiwanya, tetap Denis yang sampai detik ini ia menang
Denis dan Yasmin tampaknya telah semakin terbawa suasana. Pemuda itu dengan berani merangkak naik ke tubuh sang adik sepupu yang pasrah saja dijamah oleh sang kakak dengan dalih masih sangat mengantuk untuk melakukan perlawanan. "Mau membalasku? Hm, apa itu artinya aku diizinkan melakukan lebih dari ini?" Denis semakin bergairah saat Yasmin menggeliatkan tubuh menanggapi sentuhan intens Denis pada sepasang asetnya."Asal jangan sampai jebol aja," jawabnya asal sembari meloloskan diri dari gaun tidur yang tak sempurna melindungi tubuhnya dari sejak Denis menyelinap masuk ke apartemennya."Gadis nakal, jangan salahkan jika aku ketagihan melakukan ini denganmu," desis Denis yang semakin bersemangat mengeksplorasi tubuh Yasmin yang pada akhirnya kehilangan rasa kantuk dan ikut mengimbangi permainan.Pada akhirnya Yasmin menegang dan menjeritkan nama Denis dengan wajah berpeluh dipenuhi kepuasan. "Sekarang giliran lo bantu gue, Yas ... kesiniin tangan lo!" titah Denis. Gadis yang telah d
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami