Bab 21 Menerima BeritaRosana ingin segera bertemu putranya untuk membahas langkah selanjutnya yang harus mereka ambil. Bagaimana pun saat ini Arya telah menikahi Mita meski belum disahkan secara hukum negara. Akan lebih baik kejelasan tentang status Mita segera diperjelas, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ke depannya. "Ma, kurasa kita harus meminimalisir pertemuan agar Papa tidak curiga. Bagaimana kalau mama segera mencari cara mendapatkan sampel rambut papa untuk kita ujikan secepatnya. Langkah selanjutnya tentu setelah hasil tes kita peroleh," usul sang anak sematawayang."Baiklah, Mama setuju! Doakan Mama, jujur saja Mama agak kagok menjalani operasi rahasia ini.Tapi kebenaran juga sangat penting untuk segera diungkapkan."Rosana menyudahi panggilan telpon yang ia tujukan pada putranya. Wanita itu kemudian bergegas melarikan kendaraannya kembali ke mansion untuk menemui suaminya. Lukman Bagaskara tengah memacu otot-otot lengannya membelah air dan meluncurkan
Mita berlari menghampiri ibu angkatnya yang baru saja melepas kepergian ayah angkatnya menuju rumah sakit tempat Arya--kakak angkatnya dirawat."Ma, apa yang sebenarnya terjadi pada Mas Arya? Mereka bilang Mas Arya mengalami kecelakaan tunggal.Aku ingin ke sana menjenguknya, Ma!" Mita menatap Rosana penuh tanda tanya dan rasa khawatir yang tak sanggup ia sembunyikan.Dia sungguh sangat khawatir dengan keadaan suaminya."Tenanglah, Sayang. Mama juga khawatir. Semoga kecelakaan ini tidak ada kaitannya dengan rencana kita melakukan tes DNA antara kamu dan ayahmu. " Rosana kemudian menghela napasnya dan mengajak Mita ikut masuk ke kamarnya. "Menurut Mama, apa ada yang akan dirugikan jika kita melakukan tes DNA? Atau sebaliknya, siapa yang akan mendapat keuntungan dari semua ini dan pihak mana yang tidak menginginkannya?Aku tidak mengerti, MaKeluarga kita tidak punya musuh, kan?" tanya Mita.Rosana bergeming. Sejatinya ia memang tidak tahu apa-apa. Selama ini dia memang selalu terjag
" Beberapa orang yang berada di lokasi menyaksikan mobil bergerak dengan kecepatan tinggi meluncur masuk ke bantaran sungai hingga sempat terseret arus cukup jauh. Saat dievakuasi Arya sudah kehilangan kesadaran dengan dugaan telah terjadi benturan yang cukup keras di kepalanya. " Bram menghela napas sebelum melanjutkan laporannya. "Arya ditemukan hanya seorang diri di dalam kabin mobilnya, tidak ada tanda-tanda ia sedang menerima telepon. Earsetnya masih berada di dalam dashbord tanda tidak digunakan, ponselnya pun masih berada di saku celana saat ia diangkat naik dari tempat kejadian. Penduduk setempat yang mengevakuasinya sebelum datang pihak kepolisian yang dihubungi oleh salah satu warga." Bram memaparkan sesuai dengan temuan yang ia peroleh di lapangan. "Apa darahnya sudah diperiksa? Apa mungkin Om Arya mabuk? Atau berada di bawah pengaruh obat-obatan terlarang?" tanya Anjas. Bram menggeleng, "Dia bersih!" "Bagaimana dengan mobilnya? Apa sudah diperiksa? Ada kemungkin
"Malam nanti kamu menginap saja di apartemen yang saya siapkan untuk kamu. Untuk selanjutnya tinggallah di sana selama kamu masih bekerja di perusahaan saya."Rahang Andin bagai terlepas dari tempatnya. Fix, ia menganga nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Tapi Pak, ...""Saya tidak terima penolakan Andin, Kamu jangan berpikir yang tidak-tidak. Saya hanya ingin menolong kamu. That's all!" tegasnya."Baik, Pak. Terima kasih ... sekali lagi terima kasih atas kebaikan hati, Bapak. Saya akan mulai menempatinya malam ini sesuai arahan Bapak." Raj mengangguk puas. Dia kemudian kembali menekuni berkas yang ada di hadapannya. "Apa ada yang bisa saya lakukan, sebelum saya pulang, Pak?" tanya Andin.Raj mengangkat wajahnya lagi, dan tanpa berpikir lama menggelengkan kepalanya. "Um, Pak ... apa ada yang harus saya lakukan ... untuk membalas kebaikan hati Bapak pada saya?" tanya Andin sekali lagi, kali ini dengan nada yang lebih berhati-hati. Raj kembali menatap ke ara
"Jas, tunggu! Om Haris bilang dia gak bisa ikut business trip kita kali ini. Ternyata di kantor pusat lebih membutuhkan dirinya, jadi kita akan berangkat berdua saja. " Yasmin mengatakannya dengan ceria. Vibesnya memang sangat positif pagi ini kala mendengar kabar hanya akan berduaan saja menjalani dinas luar bersama Anjas.'Feels like honeymoon gak sih,' pekik hatinya kegirangan. "Ya sudah, dua jam lagi kita berangkat, aku sama Andre meeting dulu. Andre sudah datang, kan?" Anjas mengedarkan pandangannya mencari sosok Andre"What? Kau minta aku ikut dalam business trip kali ini? Bukannya dua jam lagi kalian sudah harus berada di bandara?" Andre membelalakan bola matanya."Rilex, Bro. Kita pakai private jet dan aku sudah urus semua ke HRD, aku hanya tidak mau berduaan saja dengan Yasmin. You got it?" Andre segera memahami maksud dari ajakan temannya itu."Baiklah, beri aku waktu satu jam untuk bersiap!, kita bertemu di bandara satu setengah jam ke depan." Andre langsung ngacir
Anye bergerak tergesa meninggalkan ruang kantor Anjas. Dia menyesali tindakan impulsifnya untuk datang ke kantor kakak sepupunya itu sekadar menyampaikan ucapan selamat jalan dan keinginan ikut mengantarkan pemuda itu ke bandara. Mereka akan berpisah cukup lama, pikir Anye dan betapa ingin ia meminta Anjas bisa hadir dalam sidang skripsinya pekan depan, memberikan suntikan moril dan menyemangatinya sebagaimana kebiasaan mereka saat masih kecil dulu. Itulah yang melatarbelakangi ia nekad menemui Anjas pagi ini.Namun yang terjadi justru ia menuai penolakan halus yang merembet ke permasalahan status mereka yang mungkin akan memicu ketidaknyamanan antara dia dan Denis--kekasihnya."Anye!" Anyelir kenal suara itu. Hatinya berdenyut, 'Harus jawab apa kalau ditanya sedang apa di sini?' pikir Anye kalut.Namun tak urung dia menghentikan langkah dan membalas sapaan kekasihnya. "Hai, Kak. Aku mau ke rumah sakit jenguk papi." Mendengar itu Denis mengangguk paham."Yasmin yang ngasih tau kal
"Maasyaa Allah, Gita! Kok gak ngajak-ngajak sih mau pake jilbab. Sumpah lo jadi berlipat-lipat kali jadi lebih cantik dan anggun! Lo serius, Git?" pekik Indi menyambut kedatangan salah satu sahabatnya yang tiba sangat terlambat karena harus mengantar saudaranya dulu ke bandara. "Bismillah, iya dooong! Insyaa Allah gue akan sekuat tenaga untuk istikamah mengenakannya," jawab Gita mantap. "Ayo ngaku, lo terinspirasi oleh siapa? Kemaren kita baru ketemuan lho ya di kampus, waktu aku nemeni kamu nungguin dospem, kok gak cerita hari ini bakal mulai pake hijab?" tanya Keisha penasaran. Wajah Gita merona, dia tersipu. "Well, tadi di bandara gue nemu ikhwan sejati ... ikhwan premium, tipe gue banget pokoknya!" Mata Gita berbinar, jelas terpancar dengan sangat nyata aura gadis yang tengah dilanda asmara akut itu di ruang khusus penunggu pasien ICU kelas VIP. Fix, Gita kasmaran parah sepertinya. "Ikhwan itu ternyata kenal baik sama abang gue! Tau gak ternyata dia siapa?" t
"Duh duh, kalian kok jadi pada ngejelek-jelekin Mas Dem sih. Cewek itu pasti Kak Yasmin seperti yang tadi gue bilang. Namanya sepupu ya bisa aja deket seperti gue sama Mas Anjas, yekan? Bisa aja mereka bersahabat baik," bela Anye. "Asal lo inget! Kalo sepupu itu bukan Mahrom ya, Nye!" tegas Gita. "Satu lagi lo catet ya, kagak ada ya tu yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Nonsense! Pasti ujung-ujungnya ada yang terpeleset baper dan akhirnya friendzone deh. Bisa jadi si cewek yang baper duluan dan biasanya sih gitu, dan tak jarang si cowok ikutan baper n yawda ... jadian deh!" papar Indi sambil memainkan alis matanya. "Indi bener tu, gue juga bukannya ngedoain ya, cuma ya lazimnya emang endingnya begitu. Lha kalo gak jadian, fix salah satunya bakal patah hati dong, tapi ya salah sendiri juga ... mana ada tuntutan bersahabat dengan yang bukan mahrom," celetuk Keisha. "Hm, setahu gue yang ada itu ... seruan untuk menundukan pandangan, banyakin berpuasa,
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami