"Duh duh, kalian kok jadi pada ngejelek-jelekin Mas Dem sih. Cewek itu pasti Kak Yasmin seperti yang tadi gue bilang. Namanya sepupu ya bisa aja deket seperti gue sama Mas Anjas, yekan? Bisa aja mereka bersahabat baik," bela Anye. "Asal lo inget! Kalo sepupu itu bukan Mahrom ya, Nye!" tegas Gita. "Satu lagi lo catet ya, kagak ada ya tu yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Nonsense! Pasti ujung-ujungnya ada yang terpeleset baper dan akhirnya friendzone deh. Bisa jadi si cewek yang baper duluan dan biasanya sih gitu, dan tak jarang si cowok ikutan baper n yawda ... jadian deh!" papar Indi sambil memainkan alis matanya. "Indi bener tu, gue juga bukannya ngedoain ya, cuma ya lazimnya emang endingnya begitu. Lha kalo gak jadian, fix salah satunya bakal patah hati dong, tapi ya salah sendiri juga ... mana ada tuntutan bersahabat dengan yang bukan mahrom," celetuk Keisha. "Hm, setahu gue yang ada itu ... seruan untuk menundukan pandangan, banyakin berpuasa,
"Fix, gue lepas Mas Anjas. Gue telpon abang gue dulu, ngabarin kalo gue batal minta difasilitasi ta'aruf, sama itu ikhwan premium yang ketemu dia di bandara." Gita memanyunkan bibirnya. "Atau jadikan aja kali ya ... memangnya lo gak penasaran sama tanggapan abang lo, Nye? Mana tahu dia memang sedang mencari kandidat bidadari syurga, yekan?" celoteh Gita yang menuai delikan mata oleh para sahabatnya."Dia memang sedang mencari bidadari syurganya ... gue sudah menolaknya meski kemudian gue merasa ... ntahlah, gue juga bingung harus bagaimana.Apa menurut kalian akan bijaksana kalo gue tiba-tiba minta putus sama Mas Denis?" tanyanya diliputi perasaan menggalau parah."Why not? Daripada bohongin perasaan lo dan terjebak dalam hubungan yang dijejali sandiwara," cetus Indi dengan wajah masam.Anye menghela napas dengan berat. Gadis itu hanya bisa bersandar dengan tatapan lepas ke langit-langit yang ia harapkan memberikan inspirasi. Buntu.Tak semudah itu urusannya, Marimar.Tak pernah
"Tell me, Raj? Apa saham perusahaan papa akan anjlok jika benar aku adalah putrinya? Atau nama baik keluarga besar Bagaskara akan tercoreng karenanya? Apa mungkin hubungan mama dan papa akan memburuk dan mungkin saja mama akan memilih berpisah karena merasa dikhianati? Mungkinkah itu semua terjadi Raj?" Sungguh Mita tak dapat menutupi kebingungannya. Dia bahkan cenderung merasa panik dengan segala kemungkinan buruk yang akan muncul disebabkan hasil dari tes yang akan diupayakan oleh suaminya. "Sejujurnya aku pun sangat penasaran dengan kebenaran itu, Raj! Aku ... suamiku, bagaimana aku dan Arya bisa dengan tenang meresmikan hubungan kami jika kebenaran itu belum diungkap." Raj membelalakan kedua matanya. "Ulangi ucapanmu! Apa benar kau telah menikah dengan Arya Bagaskara, kakak angkatmu itu, Del?" Mita menatap Raj sembari mengerutkan keningnya, "Hei, ada apa denganmu? Ada masalah dengan itu? Aku tidak butuh persetujuanmu untuk menikahi lelaki yang aku cintai bukan?" Mita mul
"Buktikan padaku jika benar aku adalah adik satu ayah denganmu!" Raj lalu memanggil wanita muda yang tak lain adalah Andin -- asisten sekretarisnya. "Tunjukkan ketiga surat hasil dari pemeriksaan tes DNA itu padanya," titah Raj.Andin pun bergegas melakukan perintah lelaki tampan yang telah begitu baik padanya itu."Ini Miss, silakan dibaca," Tangan mungil itu menyerahkan tiga buah amplop kepada Mita.Mita menerima ketiga amplop itu dengan tangan bergetar. Ia buka dan baca satu persatu dengan perlahan.Pada kertas yang berisikan hasil tes DNA antara dirinya dan lelaki bernama Johan, nyata terpampang tulisan yang menyatakan bahwa dirinya adalah benar anak biologis dari pria itu.Ketiga kertas hasil tes yang berasal dari rumah sakit berbeda itu sama-sama menyebutkan perihal yang sama dan kenyataan itu tak bisa ia bantah dengan cara apapun.Lalu siapa pria bernama Johan itu? Mama kandungnya telah tiada, padahal ia begitu ingin mendengarkan kejujuran diucapkan langsung dari.bibir sang m
"Kelakuanku yang mana yang seperti ABG, Pap? Aku baru saja siuman ... ya wajar kan yang kucari wanita yang aku cintai. Wajar juga kan kalau aku tidak mau jauh-jauh darinya? Bukan berarti aku menomorduakan Mama, Mama tetap nomor satu di hatiku, Mama tentu mengerti akan hal itu kan, Ma?" Arya balas menyahut ayahnya. "Mit, bisa ikut papa sebentar? Papa ingin bicara padamu di luar," pinta Lukman pada putri angkatnya. Mita seketika merasakan keringat dingin menjalar di telapak tangannya. Arya menyadari ketidaknyamanan Mita kala keduanya saling bertukar pandangan. "Arya, bisa tolong lepaskan tanganku sebentar? Papa mau bicara padaku di luar, nanti aku akan kembali. Sebentar saja ..." Arya enggan melepaskan tangan istrinya, sejatinya Mita pun tak mau bergerak menjauh dari sisi suaminya yang baru saja siuman itu. Ntah apa yang akan dibicarakan oleh ayah angkatnya itu, Mita rasanya bisa menebak ke arah mana topik yang akan dibicarakan. Wanita itu seketika teringat akan perkataan sang
Mita gagal menjaga ketenangan di dalam hatinya, karena pada kenyataannya memang hatinya sangat terpukul dengan kenyataan yang ada. Hingga detik ini tak ada yang memahami alasan Lukman tega menolak dirinya bersatu dengan Arya. Apakah memang karena ia tidak pantas? Lukman tak pernah secara terbuka membahasnya. "Pa, kalau Papa memandang aku tidak cukup pantas bersanding dengan Mas Arya, maka izinkan aku pergi menjauh dari kalian, kurasa itu yang terbaik bagi hidupku. Tolong Papa jangan lagi paksa aku menikahi lelaki lain seperti dulu. Aku mohon, biarkan saja aku menjauh ... mungkin aku akan mencari keluargaku di luar sana, semoga mereka berkenan menerimaku agar aku tak merasa sendiri. Aku akan baik-baik saja, maaf telah merepotkan Papa dan terima kasih untuk kebaikan Papa sekeluarga padaku selama ini. Aku tak akan pernah melupakannya walau mungkin tak pernah juga sanggup membalas semua kebaikan- kebaikan itu." Mita menghela napasnya. Ada nyeri yang tiba-tiba ia rasakan di sudu
"Golongan darahku B, Pap. Apa Papa tidak tahu kalo golongan darah Mama Melati A, sama seperti Papa? lalu bagaimana bisa darahku B kalau tidak dikarenakan ayah biologisku juga bergolongan darah yang sama denganku?"Mita tersenyum puas."Well, atau setidaknya AB ... sudah cukup jelaskan kalo aku tidaklah mungkin putri Papa." Mita menghela napasnya dengan lega, sebaliknya wajah Lukman tampak menegang diliputi kepanikan."Jangan bercanda Mita!" Lukman tampak diliputi amarah yang ntah akan ditujukannya kepada siapa luapan rasa itu."Bagaimana saya tertarik untuk bercanda saat ini, Pap? Kita sedang membahas tentang sesuatu yang sangat penting bagi masa depan saya.Mas Arya adalah masa depan saya, Pa ... kami saling mencintai sejak lama, dan Papa adalah satu-satunya manusia di muka bumi ini yang menolak untuk memberikan restu. Sehina itukah saya di mata Papa? Sebenci itukah Papa sama mama kandungku yang notabene adalah mantannya Papa?" Mita menggeleng-gelengkan kepalanya tanda tak habis p
"Pap, katakan sesuatu! Jangan biarkan Mita pergi begitu saja, lagi pula Arya baru saja siuman. Jangan diam saja, Pap!" Rosana mendesak suaminya agar mengatakan sesuatu untuk mencegah kepergian Mita.Lukman bergeming. Dia bahkan tidak mengubah posisi berdirinya yang membelakangi keberadaan Mita.Lelaki dengan usia yang sudah tidak muda lagi itu menghela napasnya sebelum berujar, "Biarkan saja dia pergi, tempatnya memang bukan di sini." Lukman kemudian meninggalkan ruang perawatan Arya dan berusaha menghubungi Bram. Mita menghela napasnya, setengah mati menahan air mata yang berdesakan ingin melesak bercucuran dari bening netranya yang dihiasi kacamata framelessnya yang elegan.Dia menggigit keras-keras bibir bawahnya dan hanya bisa menerbitkan senyum getir.Netranya menatap nanar ke sembarang arah perlambang luka tak berdarah mewakili perasaannya yang hancur lebur karena merasa tertolak."Mas, aku pamit ya! Aku harus pulang dulu membereskan pakaian dan lainnya.Mama, maafkan Mita
Rosana tak kuasa menahan luapan emosi yang telah ia tahan selama dua pekan terakhir ini. Mendapati kenyataan sang suami pernah menduakannya telah benar-benar menguji kewarasan wanita yang sebagian rambutnya telah memutih itu.Kenyataan yang membuatnya merasakan kesakitan yang teramat sangat tentu saja dikarenakan ia mengenal dengan sangat baik sosok wanita yang pernah menjadi orang ketiga di dalam rumah tangganya. Jangan dikira karena wanita itu telah tiada, lantas dapat dengan mudah menghapus segala rasa yang hadir pasca tersibaknya tabir kelam pers3l1ngkuh4n sang suami yang pernah teramat ia cintai. Tidak segampang itu dan Lukman Bagaskara menyadari pula hal tersebut. "Haruskah aku bersimpuh di kakimu, Rosana?" Lukman mengiba. Rosana membuang tatapannya ke luar jendela. Hatinya masih sangat panas, luka tak berdarah itu masih terasa begitu perih, Ia bahkan tak tahu lagi bagaimana cara meneduhkan luka bathin yang kerap kembali menganga setiap kali ia mengingat sosok Melati dan juga
Anjas tak menyangka akan menuai penolakan dari sang ayah mertua.Padahal sebelum memutuskan akan membawa Anye ikut tinggal bersamanya di rumah dinas petani, Anjas telah mempertimbangkan matang-matang segala sesuatunya dari segala sisi.Dari sisi keamanan dan kenyamanan jelas rumah dinasnya lebih unggul, karena selain berada di tengah hamparan kebun sayur yang indah, pengamanan jelas sangat diutamakan mengingat mereka berada di tengah-tengah komoditi utama yang tentu saja sangat ketat dilindungi oleh sistem yang dirancang sedemikian rupa oleh Anjas dibantu semua staff yang ada di instalasi perkebunan hidroponik miliknya. Jangan ragukan kenyamanan yang telah Anjas persiapkan. Meski terlihat sederhana dari luar, sesungguhnya Anjas telah meng-upgrade banyak hal di rumah dinasnya menyesuaikan dengan kebutuhan pemulihan Anye. Semua itu ia persiapkan selama Anye berada dalam keadaan koma selama empat belas hari terakhir. "Papi apa pernah berkunjung ke rumah dinasku yang berada di pinggir k
Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah basah oleh air mata yang menggenang berselimut haru."T t tapi ... a a aku ... k k ka ki a a a ku ... kaki aku ...." Anye menggelengkan kepalanya sembari sebelah tangan menyentuh permukaan bibir menahan isakan yang pecah diwarnai kekalutan dan rasa hancur."Its okay, its no a big deal ... di mataku kamu sempurna, Sayangku ... ada atau tidak adanya pergelangan kakimu tidak mengubah sedikitpun rasa yang aku miliki padamu, bahkan menambah rasa sayang dan kekagumanku padamu karena telah memberanikan diri mengambil langkah demi mewujudkan hubungan kita yang semestinya, walau berakhir begini ... aku mohon, bersabarlah. Semua insyaa Allah akan baik-baik saja ke depannya. Trust me, kita hadapi semua sama-sama ya, Sayang." Anjas meraih telapak tangan Anye, dan menciumnya dengan lembut penuh kasih."Aku tidak mau lama-lama berada di sini, Mas," rengek Anye. Anjas tersenyum lembut sembari kembali menciumi tangan Anye yang masih berada di dalam genggam
Anjas tak bosan-bosannya berada di dekat sang istri terkasih. Berdoa tanpa jeda mengharap sang kekasih membuka mata dan kembali seperti sedia kala. Meski kini pergelangan kaki sebelah kiri Anye telah diamputasi, Anjas tak pernah mempermasalahkan itu. Kaki artificial untuk Anye bahkan telah dipesan oleh Arya Bagaskara untuk sang putri sematawayang kesayangan. Anjas tak mempermasalahkan ketidakhadiran Lukman Bagaskara, yang penting saat ini Anye telah berhasil ia halalkan, dinikahi secara sah dengan menggenggam tangan ayah kandung sang kekasih kala ijab kabul dilafadzkan. Anjas begitu bersyukur kini telah menjadi sosok suami bagi wanita yang paling ia inginkan dalam hidupnya. Wanita yang ia jaga sejak terlahir ke dunia, dibersamai dengan penuh kasih sayang hingga putik cinta bermekaran di hati keduanya. Anjas rutin membacakan ayat-ayat suci Al Qur'an saat berada di sisi Anye. Sesekali ia akan membisikkan kata-kata cinta dan pengharapan ke telinga sang dayita. "Baby, buka matanya
Anjas dan Arya saling menatap sarat kepedihan."Apakah memang tidak dapat dipertahankan saja? Aku khawatir Anyelir shock saat ia siuman nanti." Arya mencoba untuk bernegosiasi."Terlalu beresiko, Pak. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk keselamatan putri anda." Seorang dokter mencoba memberikan penjelasan pada Arya terkait sebelah kaki Anye yang memang tak dapat diselamatkan. "Segera nikahkan kami, Om, agar aku dapat turut merawat Anyelir," pinta Anjas. "Bagaimana kalau bertunangan saja dulu, Jas?" tawar Arya. Cepat Anjas menggeleng dengan tegas."Sebagai tunangan Anye aku belum halal untuk menyentuhnya, sementara ia sedang sakit, ia pasti membutuhkanku sebagai kakinya, tangannya, matanya dan segala yang ada pada dirinya.Tolong, OmKumohon mengertilah, Anye akan lebih cepat pulih dibawah perawatanku. Aku akan selalu ada untuknya.Aku akan membawanya tinggal bersamaku. Siang malam akan kami lewati bersama, aku yakin ia akan lebih bahagia kala mendapatiku saat membuka
Anye segera dilarikan ke IGD rumah sakit terdekat. Anjas selalu setia mendampingi calon istrinya dan tak lupa menghubungi Arya untuk mengabarkan kondisi Anye. Arya tiba secepatnya ke tempat yang diberitahukan oleh Anjas. Kini keduanya sama-sama bergeming menanti kelanjutan kabar nasib orang yang mereka cintai."Pasien akan kita pindahkan ke ruang ICU, siapa di sini yang akan bertanggungjawab terkait administrasi dan lainnya?""Saya!""Saya!""Anye itu putri Om, Jas ... biar Om yang menanggung semua, lagi pula pengendara g1l4 yang melanggar putri Om sudah diringkus, Om tidak akan dengan mudah melepaskannya. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anye putri Om satu-satunya, jantung hati Om!" Arya menegaskan posisinya pada sang calon menantu. Anjas mengangguk patuh."Kau berhutang penjelasan pada Om, apa yang kalian lakukan di apartemen itu? Kenapa Anye bisa mengalami kecelakaan yang membuat dia tak sadarkan diri di ICU saat ini?"Anjas menjelaskan dengan detail awal mula ke
Andre kesal bukan main mendengar pertanyaan asal bunyi dari mulut sohibnya mempertanyakan kenapa ia masih berada di kantor pada malam hari."Kamvreeddt, ini kan karena elu yang tetiba resign, jobdesc gue jadi di luar nurul begini, seabreg-abreg kek cucian kotor yang belom sempat gue antar ke laundry," omel Andre.Keduanya langsung cabut menuju apartemen Denis yang terletak tidak begitu jauh dari Bagaskara Group Building."Yakin masih hapal passcodenya, Nye?" tanya Anjas."Iya, Mas ... semoga belum diganti deh, kalau sudah berubah ya ntar Nye telpon minta bukain ajalah." Anye kembali melakukan touch up sebelum turun dari mobil. "Jangan terlalu cantik, Nye. Mas cemburu!" titah Anjas yang wajahnya sudah ditekuk tanda tak rela.Keduanya lalu memasuki lobi dan menuju lift.Anye menekan angka lima dan berdiri tegang di sisi Anjas yang menyadari betapa gugupnya sang calon istri."Doakan semuanya lancar ya, Mas ... jujur aku merasa agak kurang nyaman, tapi ya mau bagaimana lagi. Aku in
"Mas, bantu pilihin juga ya, ntar aku salah pilih, yang ada bukannya hijab syar'i malah semakin meluber-luber seksinya berkedok hijab syar'i." Anjas mengangguk mengiyakan, ia memang bertekad memberikan panduan dalam memilih fashion yang sesuai dengan ketentuan yang semestinya. "Mas, kalau yang ini gimana? Bahannya adem, potongannya juga longgar, aplikasi renda dan brokatnya aku suka, manis minimalis, hijabnya juga panjang menutupi bokong." Anye menunjukkan satu stel gamis set berwarna lilac yang anggun seharga du4 jut4 tu7uh r4tus r18u rup14h. Anjas mengangguk setuju. "Kalau ini suka nggak?" Anjas menunjuk gamis berwarna navy. Anya mengerjap senang karena gamis yang ditunjukkan Anjas senada dengan outfit yang dikenakan calon suaminya itu."Suka banget, Mas. Bahannya juga adem, aku langsung pake aja kali ya, boleh kan?" Anye berputar-putar sembari melekatkan set gamis navy seharga l1m4 jut4 rup14h itu ke tubuhnya. "Good idea, beli lagi Nye ... ambil lagi setidaknya tujuh stel, ja
Herman sangat takjub kala matanya memindai sosok Anjas yang berdiri tegak di sisi Anyelir."Dia begitu mirip Adinagara di masa mudanya dulu. Lihatlah foto-foto itu. Lihat foto Adinagara saat ia berusia dua puluh lima tahun." Anjas dan Anyelir tak kalah takjub kala melihat foto-foto Adinagara muda yang tertata rapi di antara foto keluarga.Amira yang ikut bergabung spontan melafadzkan tasbih dan menahan diri sekuat tenaga agar tidak menangis haru di depan dua anak muda yang sedang tekun memperhatikan foto yang terpajang satu demi satu."Anyelir, jadi ini kah anak muda bernama Anjas yang kamu ceritakan kepada Oma dan Opa?" Amira mengonfirmasi. Anye mengangguk mantap sembari membawa Anjas mendekati wanita tua yang masih terlihat cantik di usianya yang telah memasuki kepala enam."Oma, saya Anjasmara calon suaminya Anyelir. Kami kemari karena hendak berpamitan. Saya akan membawa Anye untuk mengurusi beberapa urusan. Insyaa Allah kami akan datang kembali untuk mengunjungi Ibu Marisa--mami