Di dalam ruangannya, sang GM sedang bergelut dengan pikirannya sendiri. Terlebih lagi Tita yang terang-terangan memberitahu bahwa hubungannya terancam kandas. Apalagi kalau bukan stigma negatif yang ditujukan tentang kedekatan Tora dan Rena. Sebenarnya seorang Bara tak perlu ambil pusing dengan aduan Tita. Tetapi saat mendengar nama Rena entah mengapa hatinya berkecamuk. Seolah ingin membuat sang mantan benar-benar hancur. Hingga suara ketukan membuyarkan lamunan dirinya. “Pagi, Pak. Dua hari lagi acara di panti asuhan akan dilangsungkan. Ada yang perlu saya benahi atau hal lain?” tanya Rena tanpa membalas tatapan sinis sang atasan. “No,” jawab Bara yang kini sudah memalingkan wajahnya. Rena menghela napas pelan lalu mengambil kembali berkas yang sudah ditandatangani oleh sang GM. Bahkan hingga sekarang gadis itu tak tahu tugas mana sebenarnya yang merupakan pure dari seorang sekretaris. Dia selalu ditugaskan hal yang aneh hingga tak masuk akal sama sekal
"Hah. Apa-apaan ini?" Rena yang baru tiba di depan mejanya sudah dikagetkan dengan hadiah yang jelas tak diharapkan. Sesosok wanita sudah menatap nyalang dirinya. Siapa lagi kalau bukan Tita.BYUR!! Benar kata Bara kalau calon kakak iparnya itu sangat menyeramkan. Pagi-pagi sekali Rena sudah dihadiahi dengan siraman rohani oleh Tita. Lebih tepatnya siraman air mineral yang ada di mejanya sendiri. “Puas kamu ngebuat anak aku enggak ada papanya?? Berapa kamu dibayar tidur sama dia??” tuduh Tita berapi-api. Rena menghela napas pelan. Berusaha mengumpulkan keberaniannya setelah mendapatkan perlakuan yang mengejutkan barusan. Di waktu yang bersamaan sang GM yang menyadari kekacauan di luar kantornya segera menghubungi sang kakak. Lelaki yang menjadi alasan mengapa Tita datang menghardik sekretaris luarannya itu. Semenjak munculnya Ami menggantikan Rena, Bara memanggilnya dengan seketaris luaran. “Lepas, Bar. Aku mau ngasih pelajaran sama jalang ini,” decak Tita saat Bara menghentik
“Sorry,” ucap Rena dengan maksud menolak ajakan pria di sampingnya. “Jalang. Jangan jual mahal kau,” hardik si pria. Dia menarik rambut Rena sembari merengkuh erat pinggangnya. Menghirup aroma parfum orange blossom gadis itu. Lalu mengenduskan wajahnya ke ceruk leher Rena. Menjijikkan. Itulah yang sedang dirasakan oleh seorang Rena. “Lepas atau kau akan mati di tanganku,” ancam Rena sembari menendang sepatu pantofel si pria dengan ujung high heels miliknya. “Kurang ajar.” Helaan napas berat kini sudah berembus dari indera pernapasan Rena. Sebelumnya dia tak pernah mendapatkan perlakuan gila semacam ini. Tampaknya ada yang mengamati gerak-gerik gadis itu sejak menemani banyak pria di club malam. Tentunya sang GM jugalah menjadi penyebab dari akar masalahnya sekarang. “Jangan main-main denganku,” bisik pria tadi yang masih tak mau kalah dengan ambisinya. “Lepas kataku,” ketus Rena sembari menjauhkannya dari wajah
Tangan Bara segera mengepal lalu meninju setir yang ada di hadapannya. “Di mana kamu, Ren? Jangan buat aku gila, shit,” umpat Bara seketika. Antara benci dan cinta memang begitu tipis bedanya. Pikiran Bara saat ini benar-benar kacau. Sementara di waktu yang bersamaan Rena sedang sibuk mencari tumpangan untuk membawa dirinya menuju panti asuhan. Dia sudah tahu kabar banjir bandang yang letaknya tak jauh dari tempat ini. Namun rasa takutnya akan kehilangan pekerjaaan mirisnya jauh lebih tinggi lagi. “Duh, ini gimana sih malah jadinya kacau gini,” keluh Rena usai meraup wajahnya dengan kesal. Gadis itu hampir menangis karena takut tak bisa datang ke sana tepat waktu. Segala perlengkapan dan kebutuhan lain terkait acara sudah berada di sana satu hari yang lalu. Beruntung sekalia dia karena tinggal membawa diri sendiri saja. Namun sayangnya kejadian ini sama sekali tak terbayangkan oleh Rena si gadis malang.
Rena memalingkan wajahnya seolah tak peduli dengan kehadiran Bara yang serasa muncul tiba-tiba. Dalam hati sebenarnya gadis itu bisa sedikit tenang karena ada teman di tempat yang asing seperti ini. “Hah, tambah satu lagi masalah. Sudahlah tak ada uang malah kedatangan tamu tak diundang. Enyah saja kalian,” hardik sang tuan rumah. “Hei, jaga ucapanmu!!” kecam Bara penuh amarah. “Ma-maaf, kami akan segera pergi. Maaf merepotkan kalian,” sergah Rena sembari menarik lengan sang GM. “Non, maaf ya. Saya nggak bisa bantu,” sesal istri pria asing tadi. Satu hal yang membuat Rena menggerutu sekarang. Perahu yang ditumpanginya tadi tak bisa membawanya ke panti. Jadilah sang lelaki itu berdalih dengan menepikan perahu tadi ke rumahnya. Alih-alih mendapatkan pertolongan, Rena malah menyaksikan pertengkaran sengit antar suami istri di hadapannya. Setelah menjauh dari kediaman sepasang suami istri itu, barulah Rena melepaskan tan
Sejak Dokter mengatakan bahwa luka Rena mengalami infeksi, Bara semakin gelisah karena jelas-jelas malam ini takkan bisa kembali pulang. Tak ada yang dapat dilakukan selain menunggu fajar terbit. Ada rasa khawatir yang tak pernah lekang saat melihat tubuh Rena sedang meringis kesakitan. BUGH!! Sontak indera pendengaran pria itu langsung mengenali dari mana sumber suara barusan. “Ren, Rena!! Kamu nggak pa-pa?” “Hei, katakan sesuatu. Buka pintunya atau aku dobrak nih!!” desak Bara sedikit khawatir. Tak ada suara yang menyahuti seruannya. Tanpa berpikir panjang pria berumur 30 tahun itu sukses membuka paksa pintu kamar yang ditempati Rena. Hah, pemandangan di dalamnya membuat Bara benar-benar terkejut. Sang mantan pingsan masih dengan tubuh yang masih berbalut handuk. “Ren, bangun!! Kamu nggak pa-pa??” ucap Bara dengan nada sedikit meninggi. Infeksi luka Rena tampaknya parah. Gadis itu mulai gemetar. Apalagi belum ada obat yang masuk ke dalam
Sontak Rena membeku di tempatnya. Napasnya mulai terasa berat usai mendengar penjelasan dari sang mantan. “Papimu ...Sudah di bawa ke rumah duka,” terang Bara saat melihat Rena mulai bergerak. Kedua mata Rena mulai berkaca-kaca. Dia ingin segera menemui cinta pertama dalam hidupnya itu. Bahkan untuk berjalan saja dirinya sudah tak sanggup. Hingga sebuah lengan kekar memapahnya untuk berjalan. Tak peduli bagaimana tingkah Rena yang sudah merusak kepercayaannya, yang terpenting bagi Bara sekarang adalah sang mantan cantik itu segera pulih dari luka hati dan fisiknya. Rasanya tak adil jika melawan musuh yang sedang tak berdaya. Begitulah alibi seorang GM sekaligus mantan Rena itu. Mobil mewah berwarna hitam milik Bara segera menyambut kedatangan mereka di depan lobi rumah sakit. Sepanjang perjalanan Rena tak menangis. Gadis itu hanya terdiam seolah sedang berkutat dengan pikirannya sendiri. Sang GM
Dua minggu sejak peristiwa memilukan itu kehidupan Rena kembali seperti semula. Tak ada lagi wajah sendu yang begitu dirindukan oleh sang GM. Seolah gadis itu sudah siap menerjang badai yang akan hadir di kehidupan berikutnya. Rena tak lagi dititahkan untuk menemani rekan bisnis sang GM di klub malam. Mungkin ada rasa penyesalan di hati sang atasannya itu saat mendengar penyebab kematian salah satu orang tua sang mantan. Lalu apa yang akan diperintahkannya pada Rena lagi?“Ada lagi yang harus saya lakukan, Pak?” tanya Rena usai menyuguhkan segelas kopi di atas meja sang atasan.“Rapikan file yang ada di sudut sana. Tanyakan pada Ami apa agenda selanjutnya!” Gadis itu mendesah pelan. Semakin hari sikap sang mantan semakin membuat hatinya berdetak tak karuan. Bukankah itu menyenangkan? Mungkin ya kalau dia dalam kondisi normal sekarang. Jauh di lubuk hatinya Rena menolak perasaan cinta lagi.“Kenapa kamu menggeleng? Kamu tidak mau menuruti