Temen2nya Chinta, kira-kira mereka bakal ngapain ya?! hehehe... lanjut lagi ya. maaf lamaaa banget updatenya! Terima kaish untuk teman-teman yang masih bersedia menunggu update cerita ini. Ceritanya sedikit berat, ya... tapi nikmati dulu yaaaa .... heheheh
Wajah Laura berubah tegang, bibirnya tertarik kaku, dan matanya memancarkan kemarahan yang terpendam. Tangan kirinya mengepal kuat hingga kuku-kukunya menancap di telapak tangan. Sebuah kegelisahan yang tak ia sembunyikan terpancar jelas di wajahnya.“Hei, Kayla! Kamu jangan sembarangan bicara!” Maria memotong, suaranya tajam dan menusuk. Namun, Kayla hanya menatapnya dengan pandangan datar, tanpa sedikit pun rasa gentar.Kayla menarik napas dalam sebelum berkata, “Tuan John, saya meminta maaf jika kehadiran saya mengganggu acara ini. Saya tahu ini bukan tempat untuk masalah pribadi keluarga Drake. Namun, apa yang terjadi di sini tentu tidak akan terjadi jika seseorang tidak memulainya terlebih dahulu.” Tatapannya kini mengarah tajam ke Maria.John, yang berdiri di dekatnya mulai tampak ragu untuk mengambil sikap, sorot matanya menyiratkan kebingungan, namun ia belum mengucapkan sepatah kata pun. Sementara itu, Maria meledak dengan suara penuh kemarahan.“Papa! Dia sedang berbohong!” s
“Jadi, benar Nona Kayla ini adalah istri dari Tuan William?” tanya John sekali lagi dengan nada rendah dan nyaris tak terdengar dengan wajah yang terlihat memucat.Sandra mengangguk, sementara Laura makin terpojok dan terdiam mendengar pernyataan itu.“Dan Tuan William benar-benar memperlakukan istrinya dengan sangat istimewa. Seandainya dia tahu istrinya diperlakukan seperti ini, bukankah akan memberikan dampak yang kurang baik. Lagipula, keluarga Drake juga bukan keluarga sembarangan, apalagi membuat gosip yang tidak benar.” Sandra berkata dengan nada pelan dan terdengar cukup bijak.John menatap anaknya dengan tatapan kemarahan yang tertahan. Sementara Maria, dia nampak gelisah dan melihat ke arah Laura meminta pembelaan.“Maria, cepat minta maaf dengan Nona Kayla sekarang!” perintah John pada anaknya.“Tapi, Pa~!”“Nona, aku benar-benar tidak tahu dan aku sangat minta maaf karena membuat Anda menjadi tidak nyaman sekali.”John berkata dengan suara penuh penyesalan.Kayla hanya menga
Satu hari sebelumnya. Di salah satu kafetaria kalangan atas, Stella Brown duduk dengan sedikit gelisah menunggu seseorang yang mengajaknya bertemu. Kali ini dia gugup karena pasalnya dia tidak tahu orang yang akan dia temui siapa, tetapi dia yakin kalau yang dia hadapi bukan orang biasa dan tentunya tidak mudah. Beberapa kali dia melihat ponselnya. Lokasi dan jamnya benar di tempat ini, lagipula tempat ini sudah dipesan atas namanya. “Nona Stella Brown?” Suara itu terdengar dari arah belakang, membuat Stella yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya sedikit melonjak karena terkejut dan langsung melihat ke sumber suara. Berdiri di sana seorang wanita paruh baya dengan gayanya yang anggun dan elegan. Dia adalah Daisy Drake. Hal ini tentu membuat Stella bingung. Daisy Drake mengajaknya bertemu? Apa yang akan dia lakukan? Stella tahu kalau Daisy kurang suka dengan keluarganya, ditambah lagi neneknya tidak ada riwayat berhubungan baik dengan Daisy, keduanya seperti musuh yang saling bersai
Mendengar hal itu, Stella masih sempat kebingungan, apa maksudnya?“Kalau dari yang kamu ceritakan, setidaknya pasti Kayla sudah bercerita padamu tentang wanita bernama Laura dari keluarga Dyson padamu.” Daisy kembali bicara.Stella mengangguk, Kayla memang cerita masalah ini padanya beberapa waktu lalu melalui panggilan telepon. Dan saat akan bercerita secara langsung malah gagal karena pertemuan mereka selalu ada Daisy yang tiba-tiba muncul.“Aku mendapatkan informasi, saat ini dia sedang ke sana untuk menghadiri acara yang sama dengan Kayla. Menurutku dia sengaja melakukan hal itu untuk menjatuhkan Kayla. Kamu cukup awasi Kayla dan kalau memang benar-benar terdesak, maka majulah untuk membantunya.” Daisy berkata dengan tenang, matanya menyorot tajam pada Stella yang saat ini nampak sangat terkejut. Dia tidak menyangka kalau nenek William saat ini berada di pihak William dan juga Kayla. Apa dia salah menduga tentang Daisy yang sebenarnya?“Nona Brown, apa kamu keberatan?” tanya Dais
Kayla terkejut luar biasa. Sangat jarang Ghafa, kakaknya yang terkenal bawel, pergi tanpa memberitahunya. Biasanya, dia akan membuat acara keberangkatan seperti mengirimakn video rekaman yang di dalamnya akan pamer segala macam detail padanya, memperlihatkan tiket pesawatnya, pesanan hotel dan juga itenary selama dia dalam perjalanan. Tapi belakangan, komunikasi mereka memang tak seintens dulu. Kayla menyadari, mungkin karena dirinya sudah menikah. Mungkin juga Ghafa berpikir, dengan suaminya yang notabene sahabatnya sendiri, Kayla tak lagi butuh banyak perhatian darinya.“Kak Will, berhenti sebentar, dong! Itu beneran Kak Ghafa!” seru Kayla spontan, tubuhnya condong ke depan, matanya terpaku pada sosok yang baru saja lewat di trotoar.William melirik Kayla sebentar, lalu kembali fokus mengemudi. “Terus kenapa kalau itu Ghafa?” tanyanya santai, seolah tak ada yang istimewa.Nada acuh William membuat Kayla semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan. “Apa … Kak Will tahu kalau Kak Ghaf
Setelah tiba di kediaman Keluarga Drake, Kayla langsung mengganti pakaiannya menjadi lebih santai. Ia memilih gaun musim dingin berwarna pastel, sederhana namun tetap anggun. Sementara itu, William menunggunya di ruang tamu, mengenakan sweater rajut biru dongker yang dipadukan dengan celana panjang kasual berwarna senada.“Kak Will, bosen yang nunggunya?” Kayla bertanya sambil melangkah mendekat.William berdiri, menyapukan pandangan ke arah Kayla. Mata pria itu tampak berbinar sesaat sebelum senyumnya mengembang. “Tidak masalah, bukankah hal yang wajar kalau istriku berdandan biar terlihat lebih cantik.”Kayla memutar bola matanya, tapi senyum kecil muncul di wajahnya. “Jangan berlebihan, deh. Jadi, kita mau ke mana sekarang?”“Ikut saja,” jawab William, lalu menggenggam tangannya dengan santai.Kayla mengerutkan kening, tapi tidak menolak. Mereka berjalan keluar menuju mobil. Sepanjang perjalanan, Kayla terus berusaha menebak-nebak ke mana tujuan mereka.“Kak Will, beri bocoran sedik
“Itu Stella …?!” Mata Kayla terbuka lebar saat melihat wanita yang bersama kakaknya itu. Pantas saja dia merasa sangat familiar dengan wanita itu. “Tunggu sebentar Kak Will, aku mau–”“Jangan mengganggu urusan pribadi Kakakmu, nanti juga kita akan dengar cerita lengkapnya, sekarang … kita nikmati waktu kita saja sebelum kita kembali lagi lusa.” William merangkul paksa istrinya dengan cepat dan membawanya ke dalam mobil.Di dalam mobil Kayla tak hentinya bicara banyak hal tentang masalah ini pada William, baginya sangat tidak masuk akal kalau sampai kakaknya ternyata berkencan dengan Stella, sahabatnya sendiri. Kalau memang itu benar, sejak kapan mereka dekat?Celotehan Kayla sepanjang jalan ini membuat William menggeleng-gelengkan kepalanya. Tingkat penasaran Kayla ini memang sangat tinggi, dia sibuk bicara sendiri mengungkapkan semua yang ada di dalam kepalanya, sementara William hanya menjadi pendengar saja.“Kak Will! Kak Will tidak mendengarkanku ya?” Kayla akhirnya menyadari kala
Kayla masih mematung dan pikirannya penuh dengan berbagai macam spekulasi. Suara itu, sepertinya jelas sekali dia sangat kenal. Sepagi ini Ghafa dengan seorang wanita?“Kay, kamu kenapa?” suara Williams mengejutkan Kayla, membuyarkan pikirannya akan sang kakak.“Kak Will, katakan padaku, Kak Will tahu kan siapa wanita yang dekat dengan Kak Ghafa?” tanya Kayla langsung, karena dia memang sangat penasaran.William diam sejenak dan mengerutkan keningnya.“Kamu tanya tentang Ghafa lagi? itu–”“Tadi Kak Ghafa bilang ke aku kalau katanya Kak Will ada utang makan siang dengannya,” potong Kayla cepat.“Oh, itu sudah aku pesankan, tapi aku lupa mengirimkan lokasinya. Sebentar aku hubungi dia dulu.” William mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana, sementara Kayla menunggunya mengatakan sesuatu.“Nanti siang kita pergi makan bersama dengan Ghafa dan … calon kakak iparmu.” Ucapan William benar-benar membuat Kayla melebarkan bola matanya.“Calon kakak ipar? Jadi, benar kalo Kak Ghafa i
Ghafa duduk di bangku kayu di taman kota, tempat yang mereka sepakati sebelumnya. Pakaian santainya tampak sedikit kusut, menandakan bahwa ia sudah berada di sana cukup lama. Ia menatap lurus ke depan, namun kakinya bergerak-gerak tanpa sadar—sebuah kebiasaan yang muncul saat dirinya mulai gelisah.Sesekali, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari lima menit berlalu sejak waktu yang mereka sepakati. Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk lututnya, pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apakah Sandra benar-benar akan datang?Lagi-lagi ia melirik jam tangannya. Lima menit berubah menjadi sepuluh, lalu dua puluh. Hatinya mulai terasa aneh. Bukan marah, bukan kesal—lebih kepada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.Ia menggigit bibirnya, lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang. Satu tarikan napas panjang lagi. Saat ia mulai mengangkat ponselnya, ragu apakah harus menghubungi Sandra lebih dulu. Namun, dia matikan ponselnya dan memasu
Belum sempat berlama-lama sibuk dengan pikirannya sendiri, wanita itu menyapa Sandra."Hei, bukannya kamu wanita yang ada di pameran tadi?" Dia mendekati Sandra dengan tersenyum ringan.Rambut pirangnya dan wajah bulenya itu membuat Sandra mengernyitkan keningnya."Kamu kenal dengannya, Stella?" Ghafa berkata ramah. Stella, ternyata wanita itu bernama Stella, dan cara Ghafa bicara dengannya sangat berbeda ketika dia bicara dengan Sandra, kesannya terasa sangat hangat dan cukup akrab."Tentu saja! Dia adalah penyelamat Kayla saat di acara itu saat si wanita jahat itu ingin menjatuhkan Kayla!" Stella berkata dengan antusias pada Ghafa. "Kau harus berterima kasih padanya, Kak Ghafa!" Stella lalu menepuk lengan Ghafa dengan lembut, menunjukkan keakraban mereka."Memangnya Kayla kenapa?" tanya Ghafa melihat ke arah Sandra dengan tatapan tajam menuntut jawab.Sandra tersenyum penuh misteri, sengaja dia lakukan dengan sedkit menggoda. "Itu ... ceritanya panjang. Aku akan cerita kalau kamu ma
Setelah acara selesai, Ghafa mengajak Sandra untuk pergi menemaninya ke acara pesta pernikahan temannya. Kebetulan sekali acara Sandra bersamaan dengan acara pernikahan temannya ini, hingga dia yang gengsi untuk hanya sekadar mendatangi pameran Sandra pun, ada alasan lainnya yang dia ucapkan pada wanita itu.Ghafa paham sekali dari bahasa tubuh Sandra bahwa wanita itu sepertinya menyukainya, hanya saja dirinya yang masih belum mau memikirkan masalah percintaan ini karena terlanjut banyak kecewa dengan para mantannya membuatnya membentengi dirinya dengan sangat tinggi."Ke acara pernikahan temanmu?" tanya Sandra dengan wajah sumringah saat itu.Ghafa mengangguk pasti. "Ya Kebetulan sekali acaramu ini bertepatan dengan acara pernikahan temanku, kebetulan aku sudah membeli tiket dari jauh hari, dan acaranya tidak bersamaan, jadi aku bisa datang ke semua acara."Mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Ghafa sekilas Sandra tampak murung. Mungkin dia sudah merasa sangat spesia
Sandra menatap layar ponselnya dengan perasaan yang semakin tak menentu. Pesan yang ia kirimkan ke Ghafa sudah berstatus "terbaca", tetapi seolah hanya berbisik ke dalam kehampaan tanpa balasan yang diperolehnya. Apa pria itu benar-benar berpikir kalau hubungan mereka hanya putus sampai malam itu saja?Wanita itu terlihat mendesah panjang, jari-jarinya menggenggam erat ponsel, menahan desakan perasaan yang semakin kuat mencengkeram dadanya. Ia menggigit bibir, mencoba menghalau gelombang kekecewaan yang mulai menghantamnya. Hatinya berdegup tak menentu, seperti menanti sesuatu yang mungkin takkan pernah datang. "Kenapa aku masih berharap?" bisiknya, nyaris tanpa suara."Apa aku terlalu berharap?" gumamnya pelan, menatap langit-langit kamar hotelnya di Los Angeles. Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir semua keraguan yang berkecamuk di dalam pikirannya. Besok adalah hari penting itu, tapi sampai detik ini, Ghafa tidak ada memberi kabar sedikit pun.Sejak bertemu dengan Ghafa saat
Sandra menatap Ghafa dengan mata yang masih sembab, mengerucutkan bibirnya.Hal ini tentu saja membuat Ghafa melihat ada ekspresi manja yang mirip dengan Kayla.Sementara Sandra yang melihat Ghafa tidak memiliki respons padanya, membuatnya menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara dengan suara yang sedikit bergetar."Aku baru saja ribut besar dengan orang tuaku," ucapnya pelan. "Ayahku ingin aku mengurus bisnis keluarga, tapi aku nggak bisa ... aku nggak mau."Ghafa menatapnya dengan sedikit rasa ingin tahu, tetapi tetap diam."Bahkan waktu itu, dia mencoba mengenalkanku dengan seseorang yang katanya cocok jadi pasangan hidupku." Kembali Sandra berkata dengan nada berat.Sandra menarik napas panjang, lalu melanjutkan, "Aku sebenarnya kagum dengan pria itu, tapi aku harus tau diri juga."Mata Ghafa sedikit menyipit, tetapi ia tetap mendengarkan."Aku nggak tahu apa-apa waktu itu," lanjut Sandra dengan suara lebih pelan. "Saat aku bertengkar dengan Kayla di kantor William, aku ba
Ghafa menarik Sandra keluar dari kafe dengan langkah cepat, meninggalkan pegawai dan pelanggan yang sibuk berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Begitu mereka sampai di luar, Sandra mencoba melepaskan tangannya, tetapi Ghafa menggenggamnya lebih erat."Heh, sakit! Lepasin tanganku!" protes Sandra sambil mencoba menarik tangannya.Ghafa berhenti dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan di dalam? Kamu bikin aku terlihat seperti—""Seorang ayah yang kabur dari tanggung jawab?" potong Sandra dengan nada datar. Wajah Ghafa langsung berubah tegang."Hei Nona," katanya dengan suara rendah, nyaris seperti sebuah ancaman, "kalau kamu sedang bosan dan ingin bermain-main, ayo, jangan tanggung. Aku tahu bagaimana caranya bisa membuat anak dengan--""Maaf-maaf, aku tidak ada bermaksud seperti itu aku hanya ...." Sandra memperlihatkan wajah frustrasinya. "Tuan, bisa bawa aku ke tempat yang lebih tenang?" pintanya dengan suara rendah
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya