sayang2nya Chinta, ntar boleh minta tolong dong buat Vote cerita Jodoh Salah Tarik (Elvan dan Diva) di medsos resmi Goodnovel Indonesia ya! follow akun 1G Nychintaa ya, buat info selanjutnya... hehehe,, terima kasih sebelumnya...
Ruangan itu telah lama kosong, meninggalkan hanya jejak langkah dan hawa dingin yang mengendap. Laura berdiri di tengah ruangan, tangannya terkepal di sisi tubuh, sementara matanya menatap pintu yang baru saja tertutup. Hatinya berkecamuk. Rasa marah dan frustrasi bercampur menjadi satu. Dia telah membawa proposal kerja sama yang seharusnya menjadi langkah besar bagi kedua keluarga, tetapi semua sia-sia. Tidak ada apresiasi, tidak ada penerimaan. Malah, mereka meninggalkannya sendirian di sini seperti orang yang tak berarti.Laura menghela napas kasar, lalu berjalan menuju pintu. Tumit sepatunya beradu dengan lantai, menghasilkan bunyi yang menggema, seolah mencerminkan isi hatinya yang mendidih. Kepalanya dipenuhi dengan bayangan keluarga Drake, terutama William. Kaisar William Drake. Pria yang seharusnya menjadi miliknya.Begitu sampai di mobil, dia duduk dengan gerakan kasar, membuat sopir yang menunggu di kursi depan meliriknya dengan bingung. Laura tidak peduli. Dia meraih tasnya
Di Ruang Kerja Pribadi WalterWilliam berdiri tegap di depan kakeknya, Walter, yang duduk santai di kursi kulit hitam kebanggaannya. Ekspresi Walter tampak acuh tak acuh, seolah-olah tak ada yang terjadi sebelumnya. Sementara itu, tangan William mengepal erat di samping tubuhnya, urat-urat di lengannya terlihat menegang.“Apa maksud Kakek mengatakan hal itu di depan Kayla?” Suara William bergetar, bukan karena takut, melainkan karena kemarahan yang ditahan dengan susah payah sejak tadi.Walter mendongak sedikit, senyuman tipis menghiasi bibirnya. “Apa yang salah? Aku hanya mengatakan yang seharusnya aku katakan, bukan?” Nada bicaranya ringan, hampir seperti bercanda, tapi penuh dengan provokasi yang disengaja."Fakta apa? Kayla bukanlah asistenku melainkan istriku!" Suara William tajam. Matanya tetap memandang Walter, yang hanya mengangkat alis tipisnya dengan ekspresi tak terpengaruh. Walter mencondongkan tubuh sedikit ke depan, seolah mengamati reaksi William seperti seorang pemain
“Ini untukmu,” ucap Daisy sesaat setelah Kayla melewati serangkaian pelajarannya hari ini.Sebuah file yang cukup tebal diserahkan oleh Daisy padanya. Kayla mengambilnya tanpa bertanya. Baginya seharian otaknya sudah benar-benar penuh dengan hal-hal yang cukup rumit, apalagi mempelajari tentang karya seni secara umum hanya dalam waktu beberapa jam saja dan tentu saja dirinya dituntut untuk bisa menguasainya.“Baca itu juga, karena itu sangat penting saat kamu berada di sana.” Daisy menambahkan lagi,membuat hawa di sekeliling mereka terasa lebih berat.“Baik, Nek,” jawab Kayla singkat.“Kamu harus ingat Kayla, semua itu harus kamu pelajari dan jangan sampai ada kesalahan sekecil apa pun, karena saat kamu punya kesalahan sedikit saja, maka akibatnya akan fatal dan keluarga Drake akan menjadi buah bibir semua orang. Ingat Kayla, tugasmu jelas untuk membuat keluarga Drake tetap pada posisinya.” Daisy berkata dengan penuh penekanan.Mendengar hal itu, rasanya beban di pundak Kayla makin m
Di kantor William.“Bagaimana, apa kamu sudah mendapatkan informasi terkait siapa orang yang berada di balik Frank? Apa itu benar Kakekku?” tanya William saat Gabriel masuk ke ruangannya dengan membawa beberapa file untuk ditinjau oleh William.Gabriel duduk di kursi yang ada di depan meja William. “Sudah,” jawabnya singkat.“Lalu?” “Dia memberikan laporan kepada Tuan Besar Drake untuk menyelidikimu dan juga ….” Gabriel menjeda kalimatnya, wajahnya terlihat sedikit tegang untuk menyampaikan informasi yang dia terima.“Katakan saja dan jangan ada yang ditutupi.” William berkata dengan tegas, menyingkirkan file di hadapannya dan memasang wajah serius.“Frank mengatakan dia disuruh Tuan Besar Drake untuk mengikutimu dan memberikan laporan padanya tentang apa yang kamu kerjakan, tetapi sesaat sebelum kita kembali ke Amerika, dia mendapatkan perintah untuk mengikuti istrimu dan membuatnya … celaka.” Gabriel berkata dengan pelan pada saat mengatakan kata terakhirnya itu.“Apa?!” William tid
William menunggu di ruangan itu sudah lima menit dari waktu kesepakatan. Tempat ini membuatnya menjadi sedikit tidak nyaman, hingga akhirnya suara pintu dibuka.Seorang pelayan mengantarkan wanita muda di hadapannya."Tuan, tamu Anda sudah datang." Suara pria itu, membuat William berbalik ke arah pintu setelah sebelumnya dia melihat pemandangan kota dari kaca besar ini. Dan ... hal ini membuat William sangat terkejut, terlebih lagi orang itu sangat dia kenal.“Kayla, itu kamu …?” William berkata ditengah keterkejutannya“Kak Will?” Suaranya tak kalah terkejutnya. Matanya membelalak, berusaha memastikan bahwa ini bukan ilusi atau sekadar mimpi.“Kayla? Kenapa kamu ada di sini?” tanyanya, masih belum bisa menyembunyikan rasa bingungnya.Kayla heran. “Nenek yang menyuruhku datang ke sini. Katanya ini acara penting,” jawabnya, berusaha mengatur napas yang masih tersengal karena kaget.William mengerutkan kening. “Nenek? Dia juga memintaku datang ke sini. Tapi dia tidak bilang apa-apa tenta
Kayla memasukkan beberapa barang terakhir ke dalam kopernya. Siang nanti Kayla akan bertolak ke LA untuk menghadiri acara tersebut. Dari NY ke LA perlu kurang lebih 6 jam perjalanan udara. Memikirkan hal ini saja rasanya sudah membuatnya lelah, ditambah lagi William yang tidak ada bersamanya. Daisy memang mengatakan padanya ada orang kepercayaannya yang akan menemaninya selama di sana, tetapi tetap saja rasanya tidak lebih nyaman kalau tidak pergi dengan suaminya sendiri. Belum sempat dirinya menutup koper itu, tubuhnya merasakan dekapan hangat dari arah belakang. “Sepertinya aku akan merindukanmu nantinya.” William berkata dengan suara pelan di balik telinga Kayla. Kayla hanya menghela napas berat mendengar hal itu. Dia lalu membalikkan tubuhnya dan menatap dalam mata William. “Apa suamiku nanti akan menyusulku ke sana?” goda Kayla lalu menangkupkan kedua tangannya di wajah William. “Menurutmu?” William bertanya balik. “Entahlah, tapi … aku merasa sangat gugup saat ini.” Kayla m
Hari menegangkan pun tiba, pagi ini di salah satu apartemen mewah milik keluarga Drake Kayla sedang didandani layaknya putri raja. Dia benar-benar hanya duduk manis dan menerima semuanya.Setelah riasan di wajahnya selesai, Kayla duduk di sofa sambil mengirim pesan pada William. Kemudian, Olivia, wanita yang dipercaya oleh Daisy untuk mendampingi Kayla selama ada di tempat ini mendatanginya, membaca daftar agenda dengan suara tenang. “Nona, nanti di acara itu yang pertama kali harus dilakukan adalah berbincang dengan pelukis itu dan juga seorang kolektor yang membiayai acara ini. Pastikan untuk mengingat poin-poin penting yang telah kita bahas kemarin.”Kayla mengangguk, mencoba memusatkan perhatian pada suara Olivia. Namun, pikirannya terus melayang pada saat dirinya akan melakukan “Show Time” sebentar lagi. Dia terlihat jauh lebih anggun dan elegan dari sebelumnya, mulai dari gayanya berjalan, bicara bahkan tingkahnya yang jauh lebih tenang dalam menghadapi beberapa situasi. Transfor
“Maaf, Nona, apa Anda tidak salah?” tanya Kayla dengan nada tenang.“Kamu siapa? Sepertinya kami tidak mengenalmu!” ucapnya dengan sangat lantang, hal ini makin membuat orang-orang makin tertarik dengan keributan yang tercipta barusan.“Saya Kayla Drake, cucu dari keluarga Drake” ucap Kayla mencoba tenang.“Keluarga Drake? Kamu pasti mengada-ada, kan!? Keluarga Drake tidak ada cucu wanita! Kamu pasti menyusup masuk ke sini diam-diam, kan?!”Terdengar beberapa ucapan tidak mengenakkan yang ditangkap oleh telinga Kayla saat wanita itu menyebutkan identitasnya.‘Bukannya keluarga Drake hanya punya satu orang cucu saja?’‘Benar! Apa mungkin dia istri dari si William itu?’‘Mana mungkin, William belum menikah!’‘Benar, William itu akan menikah dengan anak dari keluarga Dyson.’ Kayla diam dan mencoba tetap menjaga emosinya, sembari melihat ke sekitarnya, suara-suara sumbang itu benar-benar terdengar menjengkelkan.“Kamu dari keluarga Drake?” Suara dari balik kerumunan orang-orang itu, terde
Ghafa duduk di bangku kayu di taman kota, tempat yang mereka sepakati sebelumnya. Pakaian santainya tampak sedikit kusut, menandakan bahwa ia sudah berada di sana cukup lama. Ia menatap lurus ke depan, namun kakinya bergerak-gerak tanpa sadar—sebuah kebiasaan yang muncul saat dirinya mulai gelisah.Sesekali, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lebih dari lima menit berlalu sejak waktu yang mereka sepakati. Ia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk lututnya, pikirannya mulai dipenuhi keraguan. Apakah Sandra benar-benar akan datang?Lagi-lagi ia melirik jam tangannya. Lima menit berubah menjadi sepuluh, lalu dua puluh. Hatinya mulai terasa aneh. Bukan marah, bukan kesal—lebih kepada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.Ia menggigit bibirnya, lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang. Satu tarikan napas panjang lagi. Saat ia mulai mengangkat ponselnya, ragu apakah harus menghubungi Sandra lebih dulu. Namun, dia matikan ponselnya dan memasu
Belum sempat berlama-lama sibuk dengan pikirannya sendiri, wanita itu menyapa Sandra."Hei, bukannya kamu wanita yang ada di pameran tadi?" Dia mendekati Sandra dengan tersenyum ringan.Rambut pirangnya dan wajah bulenya itu membuat Sandra mengernyitkan keningnya."Kamu kenal dengannya, Stella?" Ghafa berkata ramah. Stella, ternyata wanita itu bernama Stella, dan cara Ghafa bicara dengannya sangat berbeda ketika dia bicara dengan Sandra, kesannya terasa sangat hangat dan cukup akrab."Tentu saja! Dia adalah penyelamat Kayla saat di acara itu saat si wanita jahat itu ingin menjatuhkan Kayla!" Stella berkata dengan antusias pada Ghafa. "Kau harus berterima kasih padanya, Kak Ghafa!" Stella lalu menepuk lengan Ghafa dengan lembut, menunjukkan keakraban mereka."Memangnya Kayla kenapa?" tanya Ghafa melihat ke arah Sandra dengan tatapan tajam menuntut jawab.Sandra tersenyum penuh misteri, sengaja dia lakukan dengan sedkit menggoda. "Itu ... ceritanya panjang. Aku akan cerita kalau kamu ma
Setelah acara selesai, Ghafa mengajak Sandra untuk pergi menemaninya ke acara pesta pernikahan temannya. Kebetulan sekali acara Sandra bersamaan dengan acara pernikahan temannya ini, hingga dia yang gengsi untuk hanya sekadar mendatangi pameran Sandra pun, ada alasan lainnya yang dia ucapkan pada wanita itu.Ghafa paham sekali dari bahasa tubuh Sandra bahwa wanita itu sepertinya menyukainya, hanya saja dirinya yang masih belum mau memikirkan masalah percintaan ini karena terlanjut banyak kecewa dengan para mantannya membuatnya membentengi dirinya dengan sangat tinggi."Ke acara pernikahan temanmu?" tanya Sandra dengan wajah sumringah saat itu.Ghafa mengangguk pasti. "Ya Kebetulan sekali acaramu ini bertepatan dengan acara pernikahan temanku, kebetulan aku sudah membeli tiket dari jauh hari, dan acaranya tidak bersamaan, jadi aku bisa datang ke semua acara."Mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut Ghafa sekilas Sandra tampak murung. Mungkin dia sudah merasa sangat spesia
Sandra menatap layar ponselnya dengan perasaan yang semakin tak menentu. Pesan yang ia kirimkan ke Ghafa sudah berstatus "terbaca", tetapi seolah hanya berbisik ke dalam kehampaan tanpa balasan yang diperolehnya. Apa pria itu benar-benar berpikir kalau hubungan mereka hanya putus sampai malam itu saja?Wanita itu terlihat mendesah panjang, jari-jarinya menggenggam erat ponsel, menahan desakan perasaan yang semakin kuat mencengkeram dadanya. Ia menggigit bibir, mencoba menghalau gelombang kekecewaan yang mulai menghantamnya. Hatinya berdegup tak menentu, seperti menanti sesuatu yang mungkin takkan pernah datang. "Kenapa aku masih berharap?" bisiknya, nyaris tanpa suara."Apa aku terlalu berharap?" gumamnya pelan, menatap langit-langit kamar hotelnya di Los Angeles. Ia menarik napas panjang, mencoba mengusir semua keraguan yang berkecamuk di dalam pikirannya. Besok adalah hari penting itu, tapi sampai detik ini, Ghafa tidak ada memberi kabar sedikit pun.Sejak bertemu dengan Ghafa saat
Sandra menatap Ghafa dengan mata yang masih sembab, mengerucutkan bibirnya.Hal ini tentu saja membuat Ghafa melihat ada ekspresi manja yang mirip dengan Kayla.Sementara Sandra yang melihat Ghafa tidak memiliki respons padanya, membuatnya menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara dengan suara yang sedikit bergetar."Aku baru saja ribut besar dengan orang tuaku," ucapnya pelan. "Ayahku ingin aku mengurus bisnis keluarga, tapi aku nggak bisa ... aku nggak mau."Ghafa menatapnya dengan sedikit rasa ingin tahu, tetapi tetap diam."Bahkan waktu itu, dia mencoba mengenalkanku dengan seseorang yang katanya cocok jadi pasangan hidupku." Kembali Sandra berkata dengan nada berat.Sandra menarik napas panjang, lalu melanjutkan, "Aku sebenarnya kagum dengan pria itu, tapi aku harus tau diri juga."Mata Ghafa sedikit menyipit, tetapi ia tetap mendengarkan."Aku nggak tahu apa-apa waktu itu," lanjut Sandra dengan suara lebih pelan. "Saat aku bertengkar dengan Kayla di kantor William, aku ba
Ghafa menarik Sandra keluar dari kafe dengan langkah cepat, meninggalkan pegawai dan pelanggan yang sibuk berbisik-bisik, mencoba menebak apa yang sebenarnya terjadi. Begitu mereka sampai di luar, Sandra mencoba melepaskan tangannya, tetapi Ghafa menggenggamnya lebih erat."Heh, sakit! Lepasin tanganku!" protes Sandra sambil mencoba menarik tangannya.Ghafa berhenti dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu sadar nggak apa yang baru saja kamu lakukan di dalam? Kamu bikin aku terlihat seperti—""Seorang ayah yang kabur dari tanggung jawab?" potong Sandra dengan nada datar. Wajah Ghafa langsung berubah tegang."Hei Nona," katanya dengan suara rendah, nyaris seperti sebuah ancaman, "kalau kamu sedang bosan dan ingin bermain-main, ayo, jangan tanggung. Aku tahu bagaimana caranya bisa membuat anak dengan--""Maaf-maaf, aku tidak ada bermaksud seperti itu aku hanya ...." Sandra memperlihatkan wajah frustrasinya. "Tuan, bisa bawa aku ke tempat yang lebih tenang?" pintanya dengan suara rendah
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya