Nantikan kejutan selanjutnya ....
Kayla dan William pulang dari tempat itu saat pagi hari. Rose menyambut Kayla dengan wajah yang cukup cerah. Semalam dia juga menghubungi William dan mengatakan kalau Kayla belum pulang, nadanya terdengar khawatir, tetapi saat William mengatakan kalau Kayla bersamanya dia cukup terdengar lega.Setelah William pergi ke kantor, Kayla duduk di depan televisi yang dinyalakan dengan lumayan keras, pikirannya melayang ke acara yang akan dia hadiri nanti, lalu acara yang akan dia tinggalkan. Ternyata benar, menjadi orang yang sangat penting itu memang selalu dihadapkan dengan dilema.“Nyonya, silakan diminum tehnya,” ucap Rose memecah pikiran Kayla.“Ah, Iya, Bi, terima kasih.” Kayla berkata dengan sopan. Setelah Rose meninggalkan tempat itu, dia memandang punggung pelayannya itu dari kejauhan dan teringat akan beberapa percakapan singkatnya dengan William semalam.“Apa mungkin yang memberi tahu nenek adalah Bibi Rose?” gumama Kayla singkat.Memikirkan hal ini, rasanya kepala Kayla mau pecah
Kayla berdiri mematung di depan villa megah itu, matanya tertuju pada dinding putih yang tampak pucat di bawah sinar matahari pagi musim dingin. Angin menusuk kulitnya, membawa aroma tanah basah yang menyelinap ke dalam napasnya, tetapi tak mampu menenangkan gejolak di dadanya. Ranting-ranting gundul pepohonan di sekitar villa berayun pelan, seperti mencerminkan pikirannya yang kusut. Beban berat seolah menekan pundaknya, menciptakan sensasi tidak nyaman yang tak kunjung hilang. Ia merapatkan mantel lebih erat, mencoba menghalau hawa dingin, tapi kekhawatiran dan rasa tak percaya diri justru membuatnya semakin kaku. "Kamu harus bisa, Kayla," gumamnya dalam hati, namun suaranya tenggelam di antara desir angin yang dingin.“Ayo masuk.” Suara Daisy memotong lamunannya. Wanita tua itu melangkah lebih dulu, tak menunggu respon dari Kayla. Kayla menelan ludah, mencoba menghapus keraguan yang menggantung di dadanya, lalu mengikuti langkah tegas Daisy ke dalam villa.Di ruang tamu yang luas d
Daisy tidak langsung menjawab. Wanita tua itu menatap Kayla dengan ekspresi datar, seolah-olah pertanyaan itu tidak membutuhkan penjelasan panjang. "Tenangkan dirimu, Kayla. Kau tahu posisi ini bukan sesuatu yang mudah. Keluarga Drake butuh seseorang yang bisa diandalkan, dan itu termasuk kamu.""Diandalkan?" Kayla hampir tertawa, tetapi suaranya terdengar getir. "Nenek menyeretku ke sini, memberikan gelar adik William? Apa ini tidak salah? Apa aku hanya pion dalam permainan keluarga ini?" Suaranya meninggi, mencerminkan gejolak emosi yang ia tahan selama ini. Ketenangan yang biasanya ia tunjukkan runtuh dalam sekejap.“Nona, rendahkan suara Anda saat bicara dengan Nyonya besar,” ucap seorang wanita berpostur langsing yang berdiri di samping Daisy, suaranya dingin dan penuh otoritas."Kamu yang diam dan tutup mulut!" Kayla menunjuk wanita itu dengan tatapan tajam.Wanita itu terperangah, tetapi sebelum ia bisa membalas, seorang wanita lain yang bertubuh gempal ikut menyahut, suaranya t
Di dalam mobil yang melaju pelan Kayla hanya terdiam. Wajahnya menghadap ke jendela, memandangi bayangan gedung-gedung yang berkelebat dalam senja. Tangannya bermain di pangkuan, menggenggam ujung mantel yang ia kenakan. Ada segumpal rasa ragu dan penasaran yang terus berputar di kepalanya sejak insiden tadi. Namun, ia memilih bungkam.Hening yang menyelimuti kabin mobil akhirnya pecah ketika suara Daisy terdengar. Suaranya tenang, tapi ada nada otoritas yang tidak bisa diabaikan. “Frank, antarkan Kayla pulang lebih dulu ke rumahnya. Setelah itu, baru kau antar aku pulang.”Frank, sopir yang duduk tegap di depan, melirik melalui kaca spion dengan ekspresi yang tampak ragu. Dia mengernyitkan dahi sejenak sebelum akhirnya berkata, “Tapi Nyonya ...?”Daisy menoleh sedikit, menatap Frank dengan sorot tajam yang membuat udara di dalam mobil seolah menegang. “Apa kau keberatan?”Frank langsung menundukkan kepalanya sedikit, menyesali pertanyaannya. “Ma-maaf, Nyonya Besar. Saya akan mengantar
Seperti yang dikatakan oleh William semalam, dia yang akan mengantar Kayla sendiri ke kediaman Drake untuk menemui neneknya dan pagi ini juga Kayla tidak melihat Frank ada di rumah mereka.William, dengan tangan kokohnya di setir, tampak begitu santai. Dia menoleh sesekali, memastikan Kayla baik-baik saja, sementara jarinya secara naluriah menyesuaikan posisi dasi.Kayla memainkan ujung jaketnya, terlihat sedikit cemas. Dia menggigit bibir bawahnya, sebuah kebiasaan yang muncul saat dia merasa gugup. "Apa ini tidak berlebihan dan membuat Kak Will menjadi repot?" tanyanya pelan, suaranya hampir tenggelam oleh alunan lembut musik klasik dari pemutar musik di dalam mobil.William menoleh sekilas, pandangannya tetap tenang tanpa ekspresi berlebihan. Dia mengulurkan tangannya, mengusap puncak kepala Kayla dengan gerakan mantap, seolah ingin meyakinkannya. "Mengantar istri sendiri bukanlah sebuah kerepotan."Kayla merasakan wajahnya memanas. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya, mencoba me
Daisy lalu melihat ke arah Laura dan Walter yang masih duduk di sofa ruangan ini. "Laura, kakek William, aku harus pamit sebentar untuk mengurus sesuatu di kamar dan bersiap-siap untuk pergi," katanya dengan suara lembut namun tegas. Tatapannya sejenak beralih ke Kayla, memberikan anggukan kecil yang penuh makna sebelum berbalik dan meninggalkan ruangan. Langkahnya tenang, tapi kehadirannya masih terasa kuat bahkan setelah menghilang di balik pintu. Kini, hanya William, Kayla, Laura, dan Walter yang tersisa di ruangan. Suasana semakin hening, hanya terdengar suara detik jam di sudut ruangan. Keheningan itu pecah oleh suara Laura, yang kembali bersuara hingga suasana menjadi tidak menyenangkan. "William, kamu mau ke kantor, kan? Kebetulan sekali aku ingin ikut juga ke sana. Kita bisa pergi bersama," ucapnya sekali lagi sambil melirik ke arah William dengan tatapan penuh arti. Nada suaranya sengaja dibuat lebih keras, memastikan semua orang di ruangan mendengar. Kayla menelan ludah, h
Ruangan itu telah lama kosong, meninggalkan hanya jejak langkah dan hawa dingin yang mengendap. Laura berdiri di tengah ruangan, tangannya terkepal di sisi tubuh, sementara matanya menatap pintu yang baru saja tertutup. Hatinya berkecamuk. Rasa marah dan frustrasi bercampur menjadi satu. Dia telah membawa proposal kerja sama yang seharusnya menjadi langkah besar bagi kedua keluarga, tetapi semua sia-sia. Tidak ada apresiasi, tidak ada penerimaan. Malah, mereka meninggalkannya sendirian di sini seperti orang yang tak berarti.Laura menghela napas kasar, lalu berjalan menuju pintu. Tumit sepatunya beradu dengan lantai, menghasilkan bunyi yang menggema, seolah mencerminkan isi hatinya yang mendidih. Kepalanya dipenuhi dengan bayangan keluarga Drake, terutama William. Kaisar William Drake. Pria yang seharusnya menjadi miliknya.Begitu sampai di mobil, dia duduk dengan gerakan kasar, membuat sopir yang menunggu di kursi depan meliriknya dengan bingung. Laura tidak peduli. Dia meraih tasnya
Di Ruang Kerja Pribadi WalterWilliam berdiri tegap di depan kakeknya, Walter, yang duduk santai di kursi kulit hitam kebanggaannya. Ekspresi Walter tampak acuh tak acuh, seolah-olah tak ada yang terjadi sebelumnya. Sementara itu, tangan William mengepal erat di samping tubuhnya, urat-urat di lengannya terlihat menegang.“Apa maksud Kakek mengatakan hal itu di depan Kayla?” Suara William bergetar, bukan karena takut, melainkan karena kemarahan yang ditahan dengan susah payah sejak tadi.Walter mendongak sedikit, senyuman tipis menghiasi bibirnya. “Apa yang salah? Aku hanya mengatakan yang seharusnya aku katakan, bukan?” Nada bicaranya ringan, hampir seperti bercanda, tapi penuh dengan provokasi yang disengaja."Fakta apa? Kayla bukanlah asistenku melainkan istriku!" Suara William tajam. Matanya tetap memandang Walter, yang hanya mengangkat alis tipisnya dengan ekspresi tak terpengaruh. Walter mencondongkan tubuh sedikit ke depan, seolah mengamati reaksi William seperti seorang pemain
Extra Chapter. Ghafa Sandra 1. Pertemuan Kembali.Sandra melangkah masuk ke dalam kafe dengan wajah kusut. Rambutnya yang biasanya rapi terlihat berantakan, menandakan betapa kacau harinya. Ia baru saja berdebat sengit dengan ayahnya, seorang pebisnis sukses yang selalu memandang dunia seni sebagai hal remeh. Sang ayah menginginkan Sandra fokus pada perusahaan keluarga, namun hatinya menolak keras. Dunia seni adalah rumah bagi Sandra, tempat ia menemukan kebebasan dan ekspresi sejati dan itu sejak dulu tidak disukai oleh ayahnya.Dan ayahnya makin marah karena dia gagal membawa proposal kerjasama dengan Ellysium Luminar Indonesia. Sandra melewati kursi seseorang yang saat itu posisinya berada sedikit menghalangi jalan. Dia duduk di bangku pojok yang bisa melihat ke arah jalan. Beberapa kali Sandra menghela napasnya. Mencoba mengingat kejadian beberapa hari lalu. Pria yang bernama William itu ternyata juga sudah beristri dan istirnya mungkin memiliki hubungan yang rumit dan tidak baik
Setelah beberapa bulan penuh suka dan duka, bayi Kayla dan William kini telah berusia 6 bulan. Hari itu, mereka membawa bayi mereka untuk imunisasi di klinik langganan keluarga. Perjalanan mereka merawat bayi prematur ini tidaklah mudah. Kayla sempat hampir terkena baby blues syndrome karena kurangnya tidur dan kekhawatiran berlebih terhadap kondisi bayinya. Namun, berkat dukungan William yang selalu hadir, membantu bangun tengah malam, dan memberikan semangat, Kayla mampu melewati masa-masa sulit tersebut dengan cepat. Saat ini, Kayla merasa campur aduk antara lega dan sedikit gugup, tetapi kehadiran William di sisinya memberikan ketenangan yang ia butuhkan.Sore itu, sebuah mobil keluarga berhenti di depan rumah besar keluarga Drake. Di depan pintu, Hana, Andre, Risda, Anthony, Daisy, dan Walter sudah menunggu dengan antusias. Bahkan Ghafa, Kakak Kayla sudah datang bersama dengan kekasih hatinya.William memeluk tubuh sang istrinya dengan lembut. Di tangannya yang lain, ia menggendon
William segera pergi ke rumah sakit dimana tempat Kayla berada, dalam perjalan tersebut dia juga sudah menghubungi Hana dan juga Risda, yang kebetulan keduanya masih ada di sini saat ini. Mereka bergerak ke rumah sakit tersebut dengan cepat. Sesampainya di sana, dia bertemu dengan dokter yang langsung menanganinya.“Nyonya Kayla harus segera dilakukan tindakan operasi agar tidak membahayakan dirinya dan juga anak yang ada dalam kandungannya.” Itu yang dikatakan dokter saat itu.Hal ini tentu membuat Kepala William berputar dan terasa sangat sakit sekali, rasanya penyesalan sangat kuat menjalar dalam tubuhnya sekarang ini.“Bagaimana Kayla, Will?” tanya Hana saat bertemu dengan William yang terlihat cukup gugup di depan ruang operasi.“Kayla harus dilakukan tindakan segera, Ma.” William berkata dengan suara lemah.“Bagaimana bisa Kayla mengalami kecelakaan? Apa sopir kamu tidak membawa kendaraan dengan hati-hati?” Risda kali ini bicara dengan nada cemas.“Tadi ada kendaraan yang remnya
Kayla berdiri di depan cermin, mengamati bayangan dirinya sendiri dengan raut wajah penuh rasa ingin tahu. Perutnya yang kini membuncit lima bulan tampak menonjol di balik kaus longgar yang ia kenakan. Ia memutar tubuhnya perlahan, memandangi bentuk tubuhnya dari berbagai sisi, lalu tersenyum kecil.“Kak Will, ini bakalan besar banget, pasti ya?” katanya sambil menoleh ke arah William, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dan handuk melilit lehernya.William mendekat tanpa berkata apa-apa, menyelinap di belakang Kayla. Ia melingkarkan lengannya di pinggang istrinya, lalu menempelkan dagunya ke bahu Kayla. Tangan besarnya dengan lembut mengusap perut Kayla yang membuncit, seolah-olah mencoba menyapa bayi mereka.“Dia tentu akan membesar,” gumam William sambil tersenyum tipis, matanya memandangi bayangan mereka berdua di cermin. Ada kebahagiaan yang samar di matanya, meski bibirnya hanya melengkungkan senyum sederhana.Kayla berbalik dengan cepat, menyandarkan tanga
Saat kaki Kayla melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dia benar-benar sangat merasa senang, semua nampak nyata, dia dan William akan diperkenalkan secara resmi sebagai pasangan suami istri dari Keluarga Drake yang tersohor dan terhormat.Acara satu per satu berjalan sesuai agenda, saat Walter Drake memperkenalkan keduanya sebagai pasangan resmi, para tamu undangan sangat terkesan dan kagum. Lalu, Walter juga mengumumkan tentang pengunduran dirinya dari kepemimpinan raksasa usaha Ellysium Luminar Group milik Keluarga Drake, dan menyatakan dengan tegas kalau saat ini, semuanya dipegang penuh oleh Kaisar William Drake, satu-satunya pewaris Keluarga Drake.Suasana makin meriah, walau begitu, sesekali William bertanya pada Kayla, apakah dia sudah lelah? Namun, Kayla tentu saja tidak lelah, dia malah senang dengan apa yang terjadi saat ini. William yang terkenal dingin sebelumnya terlihat cukup banyak tersenyum saat acaranya berlangsung. Kemudian satu momen dimana akhirnya William memutar s
Di kamar, setelah semuanya selesai, William duduk di tepi ranjang sambil memeriksa dokumen di laptopnya. Kayla duduk di sebelahnya, memandangi wajah William yang serius. Tanpa sadar, ia tersenyum kecil.“Kak Will,” panggil Kayla lembut.“Hm?” William menoleh.Kayla memeluk lengan suaminya, menyandarkan kepalanya di bahunya. “Aku benar-benar bahagia.”William tersenyum kecil, lalu menutup laptopnya. “Aku juga, Kay.” Tangannya membelai rambut Kayla dengan lembut, sebelum berbisik, “Terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk menjadi ayah. Aku akan memastikan kamu dan anak kita selalu bahagia.”Kayla terdiam, tetapi hatinya berbunga-bunga. Saat William mengecup keningnya dengan penuh kasih, ia tahu bahwa kebahagiaan ini adalah awal dari perjalanan indah mereka bersama.*** Keesokan harinya, Kayla dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya dan juga Ghafa di kediaman Keluarga Drake saat dia selesai konsultasi dengan dokter kandungannya.“Papa, mama?!” Kayla tidak percaya mereka sudah ada
Di ruang tunggu yang cukup ramai ini, William duduk dengan gelisah, jarinya mengetuk-ngetuk paha tanpa sadar. Pria yang biasanya memancarkan ketenangan seperti batu kini terlihat tidak sabar. Matanya terus melirik ke arah pintu ruangan dokter, lalu kembali ke Kayla yang tampak sibuk mengunyah camilannya.“Ini, minum dulu. Sebentar lagi giliran kita,” ujar William dengan nada pelan, hampir seperti bisikan. Tangannya menyodorkan botol air mineral ke arah Kayla, dia berkata dengan sangat hati-hati.Kayla menerima botol itu, menatap William sejenak sebelum tersenyum tipis. “Santai saja, Kak Will. Aku baik-baik saja.” Nada santainya membuat William sedikit lega, meski pikirannya tetap penuh dengan kekhawatiran, takut kalau-kalau nanti Kayla kembali meraung seperti di dalam mobil tadi.Bukan tanpa alasan dia khawatir, karena barusan saja, saat berjalan menuju ruang tunggu ini, Kayla hampir menangis hanya karena William berjalan mendahuluinya. Dia tidak mengira istrinya bisa sesensitif itu. B
Wajah Daisy dan Risda terlihat senang, dari cara William dan Kayla menatap ini seperti menunjukkan hal-hal bahagia yang sebentar lagi akan datang ke keluarga ini.“Bagaimana? Apa itu sudah cukup lama?” desak Daisy, sementara Risda, Ibu William lebih kalem dengan tidak banyak bicara.“Itu ….” Kayla diam dan menatap William.“Apa itu terakhir saat awal pernikahan kita?” tanya William cepat.Pernyataan yang dilontarkan William barusan membuat Kayla mengangguk malu-malu.“Ah! Sepertinya kita akan kedatangan tamu besar di keluarga kita.” Daisy berkata dengan penuh semangat lalu melihat ke arah Risda dengan senyum merekah.“Sebaiknya Will, coba kamu bawa Kayla ke dokter sekarang.” Giliran Risda yang penuh semangat kali ini menyuruh anaknya untuk segera mencari kepastian yang tentunya lebih akurat.“Nah, benar, cepatlah Will, nenek yakin kita pasti akan ada anggota baru di keluarga kita.”Lalu, kedua orang ini menyuruh William dan mendesak keduanya untuk segera pergi ke dokter.Sebelum Willi
Suasana sore di kediaman keluarga Drake dipenuhi canda tawa yang hangat. Walter, yang baru saja pulang dari rumah sakit, duduk di sofa ruang tengah dengan senyum lembut di wajahnya. Anthony, Risda, Daisy dan Kayla duduk di sekitarnya, berbagi cerita ringan yang menghangatkan hati. Ruangan itu dipenuhi aura nostalgia dan kebahagiaan.Kayla, yang biasanya lebih pendiam di hadapan anggota keluarga Drake lainnya, hari itu terlihat lebih santai. Senyumnya tak pernah lepas saat mendengarkan cerita-cerita Walter tentang masa mudanya. Ia sesekali melontarkan komentar yang membuat semuanya tertawa.“Jadi, Kakek benar-benar sempat mencoba drifting dengan mobil antik hanya untuk menghindari nenek yang sedang marah?” Kayla tertawa, membayangkan adegan yang diceritakan Walter.“Tentu saja,” Walter menjawab dengan nada bercanda. “Saat itu nenekmu benar-benar mengerikan jika sudah marah. Tapi lihat, aku masih hidup sampai sekarang, bukan?”Anthony dan Risda ikut tertawa. Rasanya sudah lama sekali mer