Nico terus berkutat dengan laptopnya, mencari informasi mengenai Bily Rahendra melalui media online namun hasilnya nihil. Bily Rahendra, seorang pria muda nan rupawan yang konon katanya selalu menorehkan prestasi di tempat ia bekerja, sepertinya adalah orang yang amat misterius. Tak banyak infomasi yang Nico temukan mengenainya kecuali informasi bahwa ia menjadi lulusan terbaik di salah satu universitas terbaik dan di mana saja pria itu pernah bekerja. Sangat disayangkan pria itu tak memiliki sosial media satu pun.
Nico jadi teringat oleh Raihan dan keluarga Adhinata. Raihan dan semua anggota keluarga Adhinata juga demikian, sama sekali tidak memiliki sosial media. Jauh sebelum menikah, Nico pernah mencari tahu tentang keluarga Adhinata apalagi semasa kecil ia pernah menyukai adik Barack yang kini ia tahu sekarang telah menjadi istrinya, namun hasilnya nihil. Yah, sekedar kepo saja tentang cinta pertamanya.
Tiba-tiba Nico menbungkam bibir Raihan dengan bibirnya. Melumatnya dan mengajak lidah Raihan bercengkrama dengan lidahnya yang liar hingga Raihan kewalahan membalasnya. Raihan kebingungan saat Nico mengisap liur Raihan dengan amat rakus. Nico melepaskan ciumannya dan liur mereka terlihat saling bertautan di luar bibir mereka. Nico menjilat sekali bibir Raihan, mata mereka saling menatap lekat. Wajah Raihan memerah. “Nico… apa kita harus melakukannya di sini?” Nico mengangkat tubuh ramping Raihan dan mendudukkannya di meja bar. “Aku tidak bisa menahannya…” Kembali Nico melahap bibir Raihan dengan liar. Raihan melingkarkan lengannya ke leher Nico dan berusaha mengimbangi ciuman Nico, lidah mereka bermain-main di antara rongga mulut mereka, sesekali Nico menghisap liur Raihan bagai menyesap nectar madu.
Raihan melihat-lihat koleksi parfum Nico terlebih dahulu sebelum bersiap-siap pergi lalu dengan mobilnya ia melaju ke mall yang dekat dari apartemennya. Sesampainya di mall, Raihan langsung mencari toko yang menjual parfum mewah. “Silahkan masuk!” kata pegawai toko yang menyambut Raihan dengan ramahnya. Begitu Raihan masuk, semerbak aroma kemewahan langsung menyambar indera penciumannya, benar-benar wangi. Raihan melihat-lihat sebentar beberapa parfum yang sekiranya tidak dimiliki Nico. “Yang best seller untuk pria yang mana, ya?” tanya Raihan tanpa basa basi. “Yang best seller di sini…” kata pegawai toko sembari mengambilkan Raihan beberapa botol prafum untuk pria dan juga parfum unisex. Raihan masih mengingat merk parfum yang Nico miliki, ia memilih salah satu parfum unisex dan menh
Raihan merenung sembari menatap ke arah jendela kaca, tatapan matanya terlihat sendu. Di luar sedang gerimis dan suara titik air hujan yang menyentuh bumi menambah pilu hatinya. Kenangan menyakitkan itu kini menarik-nari di pikirannya, masih jelas di ingatannya bagaimana Bily dan Wulan mengkhianati dirinya. Raihan merasa betapa bodohnya ia mempercayai kedua orang itu hingga dia lebih memilih hidup bersama mereka dibanding dengan keluarga angkatnya yang telah menyekolahkannya hingga lulus kuliah. Raihan mengutuk dirinya sendiri, bisa-bisanya dia melakukan itu pada keluarganya untuk orang-orang yang menikamnya dari belakang. Kedua pengkhiatan itu tak lebih dari komplotan serigala berbulu domba yang sudah menipunya selama bertahun-tahun. Namun, yang paling menyakitkan bagi Raihan, ia masih belum bisa percaya bahwa mengapa sahabatnya bisa setega itu padanya dan juga pria itu, pria yang palin
“Wow, seperti sebelumnya kau selalu terlihat sangat cantik,” seorang desainer fashion bertubuh kurus melambai terpukau memuji Raihan ketika gaun pesta berwarna lavender tua yang sangat cantik membalut tubuh wanita itu.Raihan melihat dirinya di cermin, make up natural di wajahnya sudah siap dan ia terlihat sangat elegan dengan gaun dress itu.“Tapi… sepertinya aku gemukan, ya?”“Hah? Gemukan? Gemuk apanya?” desainer itu tampak heran menatap Raihan, “cowok-cowok itu tergila-gila dengan bentuk tubuh seperti ini, Nyonya!”Desainer itu lalu mengambilkan beberapa perhiasan dan membantu Raihan mengenakannya. “Ih, kalau sudah cucok sih, pakai apa saja pasti cucok, ya?” katanya sambil mengenakan anting di telinga Raihan, “andai saja nih ya, kamu belum nikah t
Nico langsung menoleh dan alangkah takjubnya dia memandang Raihan yang kini berjalan memasuki ruangan. Istrinya yang mengenakan gaun indah selutut dengan potongan tak simetris berwarna lavender, memperlihatkan kaki jenjang indahnya, rambut yang disanggul indah serta make up yang tampak natural namun membuatnya terlihat elegan, membuatnya tampak sangat cantik.Bukan hanya Nico, semua tamu yang berada di sana juga ikut memandang takjub atas keindahan wujud wanita itu, mendadak istrinya menjadi pusat perhatian di pesta itu.“Wah… cantiknya…”“Siapa wanita cantik itu?”“Apakah dia artis?”Para tamu memuji Raihan yang kini berjalan menghampiri Nico. Beberapa dari mereka bertanya-tanya, ada hubungan apa wanita itu dengan Nico? Ya, memang sebagian
“Apa maumu, Bily? Kenapa kau menggangguku lagi?” sergah Raihan ketika pria itu melepaskan tangannya.“Sssstttt!” Bily meminta agar Raihan memelankan suaranya. “Aku cuma ingin memberi tahumu bahwa aku merindukanmu, Raihan.”Raihan terlihat tak percaya. “Omong kosong! Untuk apa kau ke sini? Kau membuntutiku? Hingga mencari tahu ulang tahun suamiku?”Bily menatap serius Raihan. “Aku akan melakukan apa saja untukmu! Termasuk membuntutimu!”“Termasuk mencari tahu hari ulang tahun suamiku?”“Jangan katakan kalau dia suamimu!” sergah Bily tak terima, “bagiku, kau masih belum miliknya…”Raihan tertawa sembari menatap aneh Bily. “Apa itu penting bagiku? Aku
“Hah… hah…”Nafas mereka saling memburu di antara kecupan. Lipstick di bibir Raihan tampak berantakan di sekitar bibirnya. Nico melepaskan jas dan dasinya lalu kembali mencengkram pinggang Raihan dan mengajaknya kembali berciuman. Raihan melingkarkan lengannya ke leher Nico sedangkan tangan Nico satunya masuk melalui ujung bawah dress Raihan dan meraba paha hingga meremas bongkahan di sana.Cukup lama mereka melakukannya di depan pintu hingga Nico berinisiatif mengangkat Raihan hingga kedua kakinya mengapit ke pinggang Nico. Sambil terus saling bercumbu, Nico membaringkan tubuh Raihan. Selanjutnya, yang terdengar hanyalah desahan-desahan kenikmatan yang berbaur dnegan hentakan-hentakan yang membuat suasana kamar itu semakin memanas.***“Nanti aku mau ke rumahnya kak Barack, ada barang yang
Bily mengernyit heran, bukannya di telpon tadi wanita itu berbicara baik-baik memintanya bertemu. Tapi, kenapa sikapnya kembali kasar?“Kenapa?”“Kenapa? Ya, karena aku ini istri orang!” sahut Raihan menekankan jawabannya, “apa alasan itu tidak cukup?”“Lalu, untuk apa yang mencariku?”“Aku mau tahu untuk apa kau bekerja di tempat suamiku?”Bily mendecih, dipikirnya wanita itu memintanya bertemu karena sedang merindukannya dan mereka akan kembali seperti dulu. Ternyata…“Aku ingin melihat langsung, pria macam apa yang sudah kau nikahi,” jawab Bily.“Ho… sepenting itukah sampai kau bekerja di sana juga?”
"Kakak!" seorang gadis cantik dengan rambut pendek model wolf cut-nya berlari-lari sambil menarik kopernya untuk menghampiri Barack, matanya bulat dengan softlens berwarna kelabu. Tubuh langsingnya yang tinggi langsung memeluk Barack dengan hebohnya. Barack pun tersenyum dan membalas pelukan gadis itu."Kangennya sama Kak Barack," kata gadis itu, "kenapa Kak Barack tidak mengabariku kalau Kakak sakit?" protesnya dengan bibir yang dimanyunin, "aku bahkan tahu dari salah satu asisten rumah tangga." "Siapa itu?" tanya Barack. "Secret," jawab sang gadis sambil menempelkan jari telunjuknya di bibirnya, "ia lalu mengedarkan pandangannya seperti mencari-cari seseorang. "Dimana ya dia?" "Kau mencari siapa, Shiena?" tanya Barack pada adiknya yang bernama Shiena."Raihan," sahut Shiena, "kudengar dia sempat pulang dan tidak lama itu dia menikah." Barack terdiam sejenak, agak kaget darimana Shiena tahu bahwa Raihan sudah menikah. "Siapa yang memberitahumu?" tanya Barack. "Kak Ginanjar," j
Nico berjalan mengitari ruang keluarga mansion keluarga Adhinata. Setapak demi setapak kakinya melangkah, pandangannya menatap tiap foto-foto yang menghiasi dinding ruangan itu. Pertama, ia melihat foto Barack remaja yang merangkul seorang gadis kecil yang Nico tahu persis bahwa gadis itu adalah adik Barack, dia cinta masa kecil Nico.Nico menatap raut wajah gadis itu, tak ada sedikit pun kesamaan dengan wajah Raihan. Tapi, bukankah banyak orang yang mengalami perubahan yang signifikan ketika ia beranjak dewasa? Nico terus mengamati foto-foto di dinding itu. Ada foto Barack semasa ia kuliah bersama gadis cantik yang juga beranjak remaja dan juga orang tua Barack Adhinata. Tapi, jika diperhatikan dengan seksama, gadis itu bukanlah Raihan. Nico mengalihkan pandangannya ke foto keluarga yang paling besar terpampang di sana, foto Barack Adinata bersama istrinya, Raihan dan ada gadis cantik yang Nico tak kenal siapa gadis itu. Tapi, gadis itu berdiri di samping Barack sementara Raihan dan
"Nic ... ada apa?" tanya Jeremy yang tampak begitu penasaran. "Aku ....." Nico masih tampak tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar dari Adrian. "Nic?" "Aku harus pergi dulu." Nico mematikan panggilan telepon Adrian lalu bergegas cepat keluar dari ruangannya, meninggalkan Jeremy yang tampak terheran-heran melihat tingkah sahabatnya yang tak biasa itu. "Kau mau kemana?" seru Jeremy"Memastikan sesuatu yang penting!" balas Nico.*** Nico berlari menuju mobilnya dan segera meluncur ke arah apartemennya dengan kecepatan tinggi. Ia bahkan tak peduli lagi dengan keselamatannya hingga ia mengabaikan untung memasang sabuk pengamannya, mobil yang melaju di depannya ia klakson tanpa ampun. Ia bahkan hampir dua kali menambrak mobil yang melaju di depannya hingga ia akhirnya menepi dan berusaha menenangkan pikirannya terlebih dahulu namun ucapan dari Adrian tidak dapat lenyap di otaknya bahwa adik ipar Barack Adhinata ternyata adalah istrinya. Nico merasa ditipu oleh keluarga Adhinata.
Nico menatap tajam ke arah Bily saat pria itu menghampirinya bersama Raihan. Nico lalu berdiri, menyambut istrinya. Raihan lalu melangkah ke samping Nico. "Kau sudah lama menunggu?" tanya Raihan pada suaminya. "Tidak, kok," jawab Nico, "aku langsung meneleponmu saat sampai di sini. Raihan mengangguk paham. "Bily, kami pulang dulu, ya," ucap Raihan pada pria itu, "tolong jaga Wulan, besok aku ke sini lagi, pungkasnya." Bily hanya mengangguk sekali. Nico lalu menggenggam erat tangan Raihan lalu pergi meninggalkan Bily sendirian di sana. *** "Kau tidak bilang kalau Bily ada di sana juga," kata Nico saat mereka berada di dalam mobil. Pria itu tampak serius, ia menatap ke arah Raihan dengan kening mengerut."Ya, kau tidak tanya, kan?" balas Raihan, "lagi pula kau pasti bisa menebaknya kalau dia pasti ada untuk menjaga Wulan. Bagaimana pun mereka sudah seperti saudara," terang Raihan. "Aku hanya ingin kau memberitahuku biar aku tidak salah paham ...," ujar Nico. "Kau cemburu?" tuduh
Nico duduk terdiam di ranjang sambil memandang istrinya yang kini memejamkan matanya di sampingnya. Ia terus memikirkan pertemuan terakhir ia dan Olive, ada rasa kecewa karena Raihan mengijinkan Olive untuk membujuknya bercerai dengannya. "Apa segitu tak inginnya kau membuka hatimu padaku, Raihan?" ucap Nico dalam hati. Tiba-tiba Raihan membuka matanya, ia mengernyit karena mendapati suaminya tengah memandangnya dalam hening. "Kau belum tidur?" tanya Raihan sambil membangunkan tubuhnya. "Um ... iya," jawab Nico. "Kau lagi banyak pikiran?" tanya Raihan, wajahnya agak khawatir memandang Nico. Nico terdiam sejenak sebelum ia bersuara. "Raihan, apa kau ingin meninggalkanku?" tanya Nico tiba-tiba. Raihan terhenyak mendengar pertanyaan Nico. "Kenapa kau bisa bilang seperti itu?" "Aku takut kehilanganmu," ucap Nico jujur. Raihan terdiam sejenak lalu ia berusaha tersenyum. "Jangan berpikir terlalu banyak, aku akan selalu bersamamu selama kau menginginkannya," kata Raihan. "Raihan ap
Nico terdiam membaca begitu banyak berkas di mejanya hingga keningnya mengerut tajam. Agak lama ia berkutat dengan berkas-berkas itu, ia lantas mengambil pena dan mulai menandatangi berkas di hadapannya. "Wah, kau rajin sekali," ujar Jeremi. Nico menoleh ke arah sahabatnya itu, ia bahkan tak menyadari ketika pria itu masuk ke ruangannya. Jeremi berjalan menuju sofa dan duduk santai di sana. Bagaimana sekarang hubungan kau dan istrimu itu?" tanya Jeremi. "Sangat baik," jawab Nico santai, "kami bahkan makin mesra." "Syukurlah kalau begitu," gumam Jeremi. Tiba-tiba handphone Nico berdering, tanda ada panggilan masuk. Mata Nico mendelik saat melihat nama Olive terpampang di layar handphone-nya. Nico terdiam sejenak, ia ragu antara ingin menerima panggilan itu atau membiarkannya. Tapi Nico tak tega pada gadis itu, ia pun memutuskan untuk menerima panggilan telepon itu. "Ya, halo?" sapa Nico. "Nico," suara lembut Olive di seberang, "bisakah kita bertemu hari ini?" Nico terdiam, ia
"Ngg ... Nico ... Ahh!" desah Raihan saat lidah Nico menyapu milik Raihan yang mulai basah. Tangan wanita itu mencengkran bantal, sesekali ia menengok untuk memandang suaminya yang tengah menyantap nikmat miliknya. "Ahh! Nic ..." desahnya saat Nico mengisap miliknya, seakan menyesap nektar madu di sana. Kini tangan Nico tak tinggal diam, ia memasukkan jari tengah dan manisnya ke dalam rongga nikmat itu. "Nico! Ngg ... ahh ... sshhh ...." Raihan mulai meracau saat gerakan kedua jari semakin cepat, belum lagi permainan lidah dan isapannya di bawah sana. "Nico ... aku ... aku tidak ta ... ahh!" Akhirnya Raihan mengalami klimaksnya, tubuhnya mengejang dan napasnya terdengar memburu. Nico tersenyum puas saat menyaksikan istrinya mengalami orgasme. Ia lalu memeluk tubuh Raihan dan mengajaknya berciuman. "Bisakah kau memegangnya?" bisik Nico penuh gairah. Raihan lalu memegang milik Nico dan memerasnya dengan lembut. "Ah ... nikmat sekali," desah Nico. Ia lalu mengajak Raihan berciuma
"Nyonya, sudah sampai ...." Raihan tersadar dari lamungannya begitu mendengar suara supir. Ia langsung melemparkan pandangannya ke jendela, ternyata ia susah berada di depan restoran mewah. Ia lalu mengambil tas kecil dengan hiasan manik permata yang indah lalu segera membuka pintu mobil dan turun dari mobil. Semua orang terpana begitu memandang Raihan yang begitu cantik dan anggunnya masuk ke dalam gedung restoran. Ia pun acuh tak acuh dengan pandangan pria-pria yang terpesona pada dirinya, melenggang begitu anggun tanpa menoleh. "Aku sudah ada janji dengan Pak Nicolas Kuiper," ucap Raihan pada seorang resepsionis wanita. "Sebentar, saya cek dulu." Resepsionis itu pun membuka mengecek di monitor. "Baik, Nyonya. Pak Nicalas sedang menunggu anda di ruang VIP, sebentar saya panggilkan pelayan untuk mengantar anda ke sana." Resepsionis itu pun menelepon seseorang dan tidak lama kemudian seorang pria menghampiri Raihan. "Mari, saya antar, Nyonya!" kata pria itu. Raihan mengangguk se
Raihan terdiam saat mendengar suara lembut gadis itu. Tiba-tiba kekhawatiran melandanya. Ia belum lupa bahwa Nico pernah begitu mencintainya hingga berebut gadis itu dengan pria lain di apartemen mereka. Raihan khawatir, apakah cinta yang diucapkan Nico akan sirna oleh kehadiran Olive? "Ya, Olive?" tanya Raihan. "Raihan, bisakah kita bertemu hari ini?" Raihan diam, menimbang-nimbang permintaan bertemu dengannya. Apalagi kalau bukan menyangkut Nico? "Baiklah. Kau mau bertemu di mana?" *** Brak! Nico tersentak dan langsung memandang ke arah pintu. Tampak Hasya berdiri dan memandangnya dengan tatapan geram. Sambil mendengus, gadis itu melangkah mendatangi Nico yang masih terkejut memandangnya. Hasya langsung memukul meja di hadapan Nico. "Kau kenapa, sih?" sergah Nico. "Kakak yang kenapa?" balas Hasya tak kalah sengitnya, "kenapa Kakak memecat Bily?" Nico memutar kesal bola matanya. "Oh, pria itu ... ku kira apa sampai kau terlihat marah begitu tapi baguslah dia sudah tidak ke