"Mbak Sasa, mohon ijin ada tamu di depan!" ujar Waskito mendatangi Sasa yang tengah duduk bersama para Budhe-Budhe di taman belakang.
"Hem? Siapa Mas?" dahi Sasa mengerut, perasaan ia tidak ada janji dengan siapapun."Siap, namanya Arleta. Kenal nggak? Kalau nggak kenal, biar ditolak sama orang gerbang," kata Waskito lagi."Jangan! Kenal kok Mas, suruh masuk aja, biar kutemuin di ruang tamu," cegah Sasa cepat, merasa aneh tapi juga penasaran dengan keberanian Arleta.Waskito mengangguk kemudian beranjak menuju pintu depan. Sementara, Sasa bergegas masuk ke kamarnya, mengganti baju dan berdandan. Ia harus tampil maksimal dan gahar saat harus bertemu rival. Mengingat betapa beraninya Arleta mendatangi kandang lawan, Sasa harus bersiap untuk segala kemungkinan.Saat Sasa keluar kamar, Arleta sudah duduk di sofa ruang tamu. Pandangan mantan pacar Badai itu tampak mengitar, mengamati semua foto yang terpajang di atas televisi besar, juga yangArleta bungkam, otaknya mencerna semua kalimat yang Sasa ucapkan. Meski hatinya membenarkan, ia sudah mempertaruhkan harga dirinya untuk menggagalkan pernikahan Badai dan Sasa. Bukankah ia tidak boleh mundur?"Gimana caranya ya bikin lo ngerti kalau Badai itu nggak tulus sama lo," desis Arleta hampir kehabisan cara untuk mempengaruhi Sasa."Jangan cari cara, gue nggak peduli dia tulus atau enggak. Cukup nggak perlu meduliin lo lagi aja gue udah bahagia tiada tara. Mbak, lo nggak kapok dibawa ke Mako dan tau gimana Badai bertugas sebenernya? Nggak malu udah ngerendahin dia dan keluarganya?""Gue nggak pernah malu buat memperjuangkan perasaan cinta gue!" tegas Arleta menggelikan."Wah, telat Mbak. Udah gue rebut si Badai, harusnya lo lakuin ini sejak dulu," sambar Sasa jumawa. "By the way, hari ini jadwal gue padat banget lho Mbak, besok kan kami akad. Kalau lo udah nggak ada yang mau diobrolin dan yang mau dibahas cuma hal nggak bermutu gini, gue tinggal ya?""Gue diusir?""Menurut lo?
"Aku udah bilang ke Bunda kalau aku lagi nggak pengin ketemu Mas. Lagian kita kan lagi sama-sama dipingit, kenapa kamu ke sini?" dumal Sasa terpaksa menemui Badai juga karena sang calon suami langsung diminta oleh Ran masuk ke kamarnya."Katanya takut kangen, makanya tadi aku video call. Karena nggak dijawab-jawab aku yakin pasti ada apa-apa. Firasatku bener kan? Aku salah apa?" tanya Badai sangat peka."Nggak ada," desis Sasa singkat."Kamu ragu buat akad sama aku besok?""Iya!" sambar Sasa mengejutkan.Badai terdiam setelah Sasa berucap demikian. Ia tertegun di ambang pintu, tak menyangka dengan jawaban spontan yang Sasa berikan. Ada apa? Kenapa sangat tiba-tiba dan tanpa peringatan seperti ini?"Boleh kutanya kenapa?" tanya Badai lembut."Aku nggak mau jawab," ujar Sasa muncul sifat kekanak-kanakannya."Kalau nggak dijawab gimana aku bisa nyari cara buat ngeyakinin kamu lagi, Nduk?""Nggak usah cari cara. Ngapain juga.""Serius aku bingung lho ini. Kamu nggak ada angin nggak ada uj
Lalu sepi lagi. Hanya isak Sasa yang sesekali terdengar, juga helaan napas panjang Badai di dalam ruangan. Tidak ada yang bisa Badai lakukan untuk mengobati rasa sakit yang Sasa alami, semua sudah terjadi di masa lalu dan mustahil menjelajah waktu untuk memperbaikinya atau bahkan meniadakannya. Semua yang menjadi keputusan Sasa nanti pada akhirnya akan Badai terima, sekalipun jika Sasa membuang rasa cintanya."Aku nggak akan ngebatalin pernikahan kita Mas, aku nggak mau mantan pacar kamu itu bertepuk kaki. Sebaliknya, aku bakalan nyiksa dia dengan terus menjaga kamu di sisiku tanpa ngasih dia harapan buat bisa balik lagi sama kamu kayak dulu," desis Sasa. "Jangan minta aku buat bersikap biasa aja setelah ini Mas. Ngebayangin gimana kamu dulu sama dia ngebikin perih di dada," tukasnya.Badai mengangguk-angguk, "Aku nggak akan maksa kamu buat bisa nerima itu, Sa. Kamu tau banget kalau aku punya kesempatan buat ngebaikin masa lalu, aku bakalan milih nggak mengenal Arleta. Cuma kuminta po
Badai akhirnya benar-benar menerjang sakura milik Damar dan menguasai anak cantik kesayangan itu seutuhnya. Di depan sang panglima tentara dan dua orang saksi, Badai mengucap ikrar pada Tuhan untuk melindungi dan mencintai Sasa sampai ajal menjemput. Tak terkira bahagia dan lega memenuhi hati masing-masing orang tua kedua mempelai. Termasuk Sasa yang mendengar Badai mengucap namanya dengan fasih dalam akadnya."Saya terima nikah dan kawinnya Sakura Kadita Rumi Binti Damar Elang Satria Wiwasata dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar sembilan puluh empat juta, dua ratus dua puluh dua rupiah dibayar tunai!" sebut Badai lantang."SAHHH!"Para saksi dan tamu undangan berseru hampir bersamaan saat penghulu meminta pendapat. Doa dan pujian dipanjatkan kepada Tuhan, air mata Sasa dan Ran jatuh bersamaan. Kini, Sasa akan menyandang status baru, yakni sebagai Nyonya Lettu Akai Badai Bagaspati. Kendati masalah yang sempat terjadi kemarin belum terselesaikan secara baik-ba
"Aku bahagia kok!" sambar Sasa termakan pancingan Badai yang sangat lihai itu, "sialan!" sungutnya begitu tersadar."Makan ya," bujuk Badai menahan senyum tampannya. "Mau disuapin?" tawarnya."Aku bisa makan sendiri," ujar Sasa langsung merebut piring di tangan Badai cepat."Iya," kata Badai sabar. Meluluhkan hati Sasa atas kesalahannya yang fatal tentu saja tidak akan mudah, tapi ia tidak akan menyerah atas rasa cinta istrinya. "Aku nanti ambil baju ganti dulu ke rumah, baru jemput kamu dan kita jalan ke kampus. Berangkat jam 5 sore kan?""Iya," balas Sasa. "Kamu ikut kunjungan ke Jogja ini?" tanyanya tertarik."Aku ada janjian sama Ernest di sana. Lagian ada Diaz dan banyak orang BEM fakultas yang dilibatin, kami nggak boleh lengah," tutur Badai."Oh," Sasa manggut-manggut, berusaha tampak tak terlalu peduli."Kamu jadi mesen kamar hotel yang satu ruangan buat sendiri?""Jadi, tapi kayaknya Nana mau jadi satu sama aku, dia males sekamar bareng Dira," jawab Sasa.Badai berdecak kece
"Kerasa pengin muntah enggak?" tegur Badai perhatian saat Sasa terlihat menggeliat dan bangun dari tidur panjangnya.Sasa menggeleng, "Sampe mana?" tanyanya."Sebentar lagi sampe penginapan," balas Badai. "Tidur lagi aja, nanti kalau udah sampe kubangunin," ucapnya."Masih subuh," gumam Sasa meneliti kondisi di sekitar, "Jogja kalau subuh pasti syahdu.""Cocok," celetuk Badai iseng."Cocok apanya?""Nggak ada," bantah Badai, ia tersenyum penuh arti. "Hari ini hari bebas, kunjungan baru mulai besok, mau jalan-jalan nggak?" tawarnya."Liat ntar aja," desis Sasa masih sesekali ketus. "Itupun kalau nggak males," tambahnya.Badai mengangguk ringan. Ia tahu bahwa Sasa masih terluka karena Arleta yang berbuat seenaknya. Sebenarnya, waktu bebas seharian nanti yang ia rencanakan ingin mengajak sang istri keluar sekadar jalan-jalan juga ingin ia pakai untuk sedikit memberi Sasa penjelasan. Namun, belum apa-apa, Sasa sudah menolaknya mentah-mentah."Aku pengin ngobrol lebih banyak soal masalah k
Meninggalkan Nana, Badai bergegas menuju kamar pesanannya. Seperti Sasa, meski ia dijatah satu kamar dengan Gilang dan Arman dari publikasi dan kemahasiswaan, ia harus memberi ruang untuk tim Raider. Benar, di dalam kamar dengan view langsung menghadap ke seluruh pintu kamar penginapan, Badai dan anggota tim lain lebih mudah melakukan pengawasan. Posisi pengawasan di dalam kampus diambil alih oleh tim Raider 2 dan 5 sementara tim Raider 1 mengawal rombongan. Ada setidaknya 6 target operasi yang ada di daftar rombongan kunjungan ke Jogja ini."Kamar 204," ujar Badai begitu masuk ke dalam kamar dan Fadil menolehnya."Aman. Abang bisa langsung ambil rute lewat balkon Bang," kata Fadil fasih. "Lokasi keliling persegi panjang, 204 di seberang kanan, 8 kamar dari kita, dua lantai di bawah," sebutnya."Sorry," Badai menyeringai, "aku pengamanan pribadi dulu ya," cengirnya kemudian keluar ke balkon dengan tatapan kesal dari Lion dan Anung.Sementara di kamarnya, Sasa langsung merebahkan diri.
"Mas ...," Sasa mendorong pelan dada telanjang Badai, ciuman mereka terlepas. Ia berpaling cepat, berbalik membelakangi Badai, menguatkan hatinya."Nduk," panggil Badai lirih. "Kalau kamu nggak mau aku di sini, aku pergi. Tapi ijinin aku cek kondisi, aku amanin dulu posisimu," katanya pilu.Sasa mengangguk lemah, "Maaf, aku masih nggak bisa ngilangin bayangan gila itu. Tiap kamu nyentuh aku, aku ngeliat bayangan Arleta di matamu," desisnya tertahan.Badai meraup wajahnya frustasi. Bagaimana lagi caranya agar ia bisa meluluhkan hati sang istri, meyakinkan Sasa agar tak lagi menolaknya."Apa aku perlu ngomong sama Arleta soal ini?" tanya Badai gegabah."Biar kalian bisa ketemu lagi dan ngulang kisah cinta kalian?" tuduh Sasa menohok."I love you, Sakura Kadita Rumi!" sengal Badai benar-benar habis kata.Tak ada yang bicara setelahnya. Sasa memilih untuk berjalan menuju jendela, melihat kondisi sekitar penginapan yang sudah mulai terang oleh cahaya matahari, menyusup di sela-sela tirainy
Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak
Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas
"Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala
Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik
Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi
Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi
Sasa cembetut, matanya tak lepas dari layar ponsel di tangannya. Saat Badai keluar dari kamar mandi seusai mandi pagi, ekspresi yang sama masih ia temui."Something's wrong, Love?" tegur Badai yang langsung menyadari bahwa ada yang aneh di layar ponsel istrinya."Mantan Mas Badai nyebelin deh," sungut Sasa jujur."Kenapa lagi dia?" tanya Badai langsung nyambung."Dia komentar di postingan foto yang aku pasang di Instagram. @arletanyumnyum kan nama akunnya? Childish banget gitu," gerutu Sasa jengah."Kamu emang posting foto apa?""Posting foto Mas Badai. Cuma nggak ngeliatin muka aja sih. Pas kemaren dari rumah sakit itu, aku kan foto punggungnya Mas, lha aku posting pake caption so called him BOJO pake huruf gede semua tulisan bojonya. Lha kok dia tiba-tiba masuk komentar ngatain aku!" lapor Sasa bersungut-sungut."Ngatain apa sih?" tanya Badai sabar."Aku dibilang pelakor! Kan aku kesel, ya emang sih aku pelakor," Sasa tertawa penuh kemenangan, "tapi dia kan war-nya cuma sepihak, aku
Badai menggeleng lemah, "Mereka yang ngarahin senjatanya ke tim langsung kulumpuhin, kubidik tangan dan kakinya. Langsung diamanin sama Raider 2, diobatin, biar tetep selamat. Umur mereka masih muda, ideologi yang tercetak di kepalanya masih bisa diperbaiki. Tapi kalau yang sekiranya bawa bom atau basoka, terpaksa dilumpuhkan selamanya," jawabnya dengan suara bergetar, tersirat penyesalan di sana."Aku paham," kedua tangan Sasa menangkup rahang Badai. "Bukan salah Mas Badai, jangan jadi beban pikiran ya Mas," hiburnya lembut.Senyum Badai terkembang, ia peluk seketika tubuh mungil sang istri dengan sebelah tangannya yang tidak terluka. Ia tenggelamkan wajahnya di ceruk leher Sasa, mencari kenyamanan dan kehangatan di sana."Aku pengin banget melepas rindu, tapi tangan Mas Badai kayaknya lagi nggak bisa diajak enak-enak," bisik Sasa nakal."Hem?" Badai menegakkan kepalanya, melirik wajah cantik istrinya sebentar, "siapa bilang nggak bisa enak-enak? Yang sakit kan tangannya, bukan nagan
"Ehem,"Badai berdehem seraya memejamkan matanya untuk menahan sakit. Setelah Badai pulang dan mendapat banyak hari cuti, Sasa memutuskan untuk kembali ke rumah pribadi mereka dan tidak lagi menginap di rumah sang ayah. Lagipula, dengan tinggal di rumah sendiri, Badai dan Sasa akan lebih bebas melepas rindu."Ada ya orang jago nembak kepala sama dada tapi diobatin lukanya meringis-meringis kesakitan gini," desis Sasa manyun."Gimanapun aku tetep manusia Nduk. Aku punya sisi manjaku sendiri dan itu cuma kutunjukin ke istriku. Lagian, boleh kan manja sama istri yang udah nggak kutemui berbulan-bulan lamanya?" gumam Badai sambil meniup-niup luka robek lebar di lengannya itu."Untung nggak kena tulang ini tu, kalau sampe kena tulang kan bisa berpengaruh ke kemampuan menembak Mas kan?""Iya," Badai membenarkan. "Udah kepalang basah. Aku kudu milih ngorbanin timku atau pasang badan, kupilih pasang badan biar timku bisa keluar dari barak dulu baru aku yang paling terakhir," ceritanya."Mas l