Arleta hanya menatap tajam tanpa suara, menampilkan aura permusuhan yang diciptakannya sendiri. "Mbak masih cinta sama Mas Badai?" gumam Sasa melanjutkan, "kalau masih cinta, kenapa nggak dipertahanin?" "Gimana dipertahanin kalau ngerebutnya pake cara curang kayak lo!" sambar Arleta. "Curang? Mbak berapa tahun sih Mbak pacaran sama Mas Badai? Tau nggak Mas Badai tugas di mana? Unit apa?" pancing Sasa sengaja. "Jangan ngalihin topik ya lo!" tegur Arleta, "pokoknya gue cuma mau bilang, silakan nikmati aja kebersamaan lo sama Badai. Kalau aja lo nggak pake kekuasaan bokap lo, gue yakin dia nggak bakalan mau sama lo. Apalagi kalau dia pangkatnya tinggi dan kerjaannya ada di posisi yang bagus!" "Mbak!" Sasa mengeraskan suaranya. Beruntung hanya ada ia dan Arleta di dalam toilet. "Sadar nggak kenapa Mas Badai lebih milih buat nerima perjodohan ketimbang bertahan sama Mbak? Pertama, karena dia tau dia nggak bisa bertahan sama orang yang nggak menghargai dia sama sekali. Kedua, Mbak ngga
Sasa dan Badai tak sempat mengobrol berdua setelah kejadian bertemu dengan Arleta kemarin, karena seluruh tim Raider tiba-tiba mendapat panggilan mendadak dari Danjen langsung. Jadi, mau tak mau, Sasa menunggu Waskito mengirim sopir untuk menjemputnya. Dan, di dua hari berikutnya, Badai datang ke kediaman Damar untuk menemui calon istrinya. Alangkah beruntungnya Badai karena Ernest yang menemuinya di beranda."Sasa lagi mandi," kata Ernest sambil berbasa-basi menawarkan rokok untuk sang calon adik ipar."Siap! Makasih Mas," kata Badai sopan."Kita pernah ketemu kan ya beberapa bulan yang lalu? Pas aku keluar sama Sasa makan?" gumam Ernest mengingat-ingat."Siap! Iya Mas, waktu ini maaf saya nggak tau kalau Mas ini adalah kakaknya Sasa," ujar Badai malu sekali."Ernest, panggil nama aja. Kita kayaknya seumuran kan? Aku 26 bulan Februari kemaren.""Siap! 26 tahun bulan Juli nanti," sahut Badai."Lemes aja Men, kayak temen nongkrong. Geli dengernya kamu bilang siap, siap mulu," kekeh Ern
"Mau langsung berangkat?" tawar Sasa menyadarkan Badai dari lamunan."Masih ada waktu buat ngobrol nggak? Pengin ngobrol sebentar," ucap Badai lalu melirik jam di tangannya."Soal Arleta yang kemaren itu ya? Kan aku udah bilang, bisa aja kita ngobrol soal dia lewat WA kan?""Bahasa WA sama bahasa ngobrol langsung itu beda Nduk, aku lebih nyaman kita ngobrol begini."Sasa membasahi bibirnya, " Ya udah, masih ada sih waktu buat ngobrol. Di sini aja?" putusnya."Iya, boleh," kata Badai setuju. "Maaf ya," ujarnya memulai."Maaf buat apa Mas?" pancing Sasa tenang, tidak terlihat emosi atau bahkan merasa disakiti."Arleta hafal tempat di mana aku sama anak-anak sering nongkrong abis latihan, makanya dia sengaja ngajak tim dari bank-nya buat ke sana juga," ungkap Badai berusaha jujur."Kan malah bagus, dia jadi bisa liat kamu dateng sama aku. Keuntungan bukan sih? Kok aku malah seneng bisa ketemu dia di sana kemaren itu dan ngobrol walau sebentar.""Nduk, aku serius lho," kata Badai selalu
"Kenapa serius banget gitu sih Mas mukanya? Seminarnya yang dibahas perasaan nggak berat-berat banget," gumam Sasa heran karena Badai terdiam sejak seminar dimulai dan tak mengajaknya bicara sekalipun."Hem?" Badai menoleh, "iya, ya," ujarnya misterius."Udah? Gitu doang tanggapannya?" desis Sasa gemas. "Ada yang lagi kamu pikirin? Selalu deh kamu kalau lagi fokus ke hal laen ekspresi wajahnya begitu," gumam Sasa sedikit kesal juga karena Badai tak mengindahkannya."Nggak ada apa-apa Nduk," dusta Badai. "Pembicaranya dari universitas sebelah kan ya?" tanyanya mengubah topik, sengaja mengalihkan perhatian Sasa agar tidak fokus pada ekspresi dan sikapnya."Iya," Sasa mengangguk. "Dari tadi kamu nggak nyimak sih, makanya nggak tau," sindirnya."Nduk, kamu tau siapa aku," bisik Badai lirih, "umurku udah sebegini tuanya, udah bosen sama yang beginian.""Terus dari tadi mikir apa kamu Mas?""Ehm, ada tersirat di bayanganku soal acara nikahan kita sih," ucap Badai."Nggak mungkin. Bukan soal
"Nggak duduk bareng Ayang?" tegur Nana yang kaget karena Sasa tiba-tiba duduk di sebelahnya."Ayang lagi sibuk sendiri. Badannya ikut seminar tapi nggak tau pikirannya. Na," Sasa memberi jeda pada ucapannya, antara perlu atau tidak bercerita pada Nana. "Ehm, menurut kamu, aku wajar nggak sih nanya sama dia selama sama mantan dia ngapain aja?" tanyanya.Nana melirik Sasa sekejap, "Ngapain yang gimana maksudmu?" tanyanya balik."Ya you know what-lah. Secara, mantan pacarnya itu cantik banget Na, dewasa dan kayak tangguh gitu. Untung nggak keder aku ngehadepinnya," cerita Sasa menggebu."Kalau Badai udah sama kamu dan mantep sama hubungan kalian, menurutku, kamu nggak perlu deh menggali kubur kamu sendiri. Maksudku adalah, tau kenyataan bahwa dia udah ngapain aja sama mantannya yang menurut kamu perfect itu sama aja mancing rasa sakit hati. Kamu bakalan menuntut diri kamu buat bisa menerima kalau itu nggak sesuai bayanganmu, dan itu berat lho Beb," ungkap Nana sangat bijak."Bener juga s
"Mas Badai," Sasa mendesis lirih, tatapannya meredup setelah tahu bahwa orang yang menodongnya dengan senjata api adalah lelaki yang sangat dicintainya.Hening. Badai masih menempelkan ujung senjata apinya di kening Sasa, bibirnya terkatup rapat. Mata teduh Badai itu tetap ada, menatap lekat pada Sasa, memberi kebesaran cinta."Kamu tau kan sekarang, kenapa kupilih Sasa ketimbang kamu? Apa bedanya kamu sama Sasa?" gumam Badai tegas, penuh penekanan. Sorot matanya tak lepas dari manik indah Sasa, tapi sepertinya ia sedang tidak berbicara dengan calon istrinya ini. "Dia tau aku bisa menyakitinya kapan aja," desisnya lantas menurunkan arah todongan senjatanya di dada Sasa. "Tapi dia nggak pernah hilang percaya sekalipun ke aku," lantas, ia toleh ke samping kirinya.Sasa ikut menoleh, di sanalah Arleta duduk di kursi kayu, dijaga oleh Lion dan juga Anung. Sorot mata penuh amarah yang meluap juga kekecewaan yang mendalam muncul dari ekspresi wajah berantakan itu."Buat apa sih ini Dai?" de
"Kamu nggak akan berani!" tantang Arleta melotot."Nung, coba kasih tau sama kakak cantik ini SOP kita," desis Badai penuh kebekuan.Anung mengangguk, "Jika terjadi sesuatu dalam misi dan itu mengancam kerahasiaan seluruh anggota tim termasuk kelancaran operasi, tim berhak melenyapkan segala bentuk tindakan perlawanan, termasuk ijin penghilangan nyawa!" ungkapnya."Kamu nggak akan tega, Dai," ucap Arleta meremehkan."Kalaupun Badai nggak tega," Lion angkat bicara, "gue yang bakalan eksekusi," ujarnya tanpa tawanya yang biasa."Cuma dua orang yang tau identitas kami sebagai prajurit yang kuliah di kampus ini, kamu dan Sasa," kata Badai belum menurunkan senjatanya. "Kalau sampe kami mengalami kegagalan misi karena bocornya informasi, pelakunya nggak laen adalah Arleta," tuduhnya menohok."Nggak bisa gitu! Apa salahku sih Dai? Aku penasaran sama hubungan kalian, aku pikir kalian cuma pura-pura saling cinta, makanya aku cari tau ke sini dan aku ketemu fakta soal kamu yang jadi mahasiswa j
"Please, masuk dulu ke mobil ya," kata Badai akhirnya, setelah terdiam cukup lama.Merasa bersalah karena tindakan spontannya, Sasa akhirnya menurut. Ia masuk ke dalam mobil, menunggu Badai yang juga masuk ke kursi kemudinya dengan sabar. Saat Badai melajukan mobil dengan mode mengebut malaikat maut, Sasa tak berkomentar. Ya, meski jantungnya berdebar sangat kencang karena sepanjang mereka berhubungan, Badai tidak pernah menyetir seliar ini."Kita ke kost?" gumam Sasa saat tiba di tempat tujuan mereka."Aku nggak mau kamu salah paham terus Nduk, kita nikah tinggal 2 minggu lagi.""Kamu tau kita nikah 2 minggu lagi tapi apa tadi Mas? Nggak ngerti aku tu," protes Sasa memunculkan sikap ABG labilnya.Siapa yang tidak cemburu dan marah ketika melihat calon suaminya bertemu sang mantan dan Sasa justru ditodong senjata tanpa persiapan seperti tadi? Bukan hanya Sasa, perempuan manapun pasti akan syok jika mengalaminya sendiri.Badai tak buru-buru menanggapi Sasa. Ia memilih turun dari mobil
Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak
Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas
"Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala
Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik
Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi
Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi
Sasa cembetut, matanya tak lepas dari layar ponsel di tangannya. Saat Badai keluar dari kamar mandi seusai mandi pagi, ekspresi yang sama masih ia temui."Something's wrong, Love?" tegur Badai yang langsung menyadari bahwa ada yang aneh di layar ponsel istrinya."Mantan Mas Badai nyebelin deh," sungut Sasa jujur."Kenapa lagi dia?" tanya Badai langsung nyambung."Dia komentar di postingan foto yang aku pasang di Instagram. @arletanyumnyum kan nama akunnya? Childish banget gitu," gerutu Sasa jengah."Kamu emang posting foto apa?""Posting foto Mas Badai. Cuma nggak ngeliatin muka aja sih. Pas kemaren dari rumah sakit itu, aku kan foto punggungnya Mas, lha aku posting pake caption so called him BOJO pake huruf gede semua tulisan bojonya. Lha kok dia tiba-tiba masuk komentar ngatain aku!" lapor Sasa bersungut-sungut."Ngatain apa sih?" tanya Badai sabar."Aku dibilang pelakor! Kan aku kesel, ya emang sih aku pelakor," Sasa tertawa penuh kemenangan, "tapi dia kan war-nya cuma sepihak, aku
Badai menggeleng lemah, "Mereka yang ngarahin senjatanya ke tim langsung kulumpuhin, kubidik tangan dan kakinya. Langsung diamanin sama Raider 2, diobatin, biar tetep selamat. Umur mereka masih muda, ideologi yang tercetak di kepalanya masih bisa diperbaiki. Tapi kalau yang sekiranya bawa bom atau basoka, terpaksa dilumpuhkan selamanya," jawabnya dengan suara bergetar, tersirat penyesalan di sana."Aku paham," kedua tangan Sasa menangkup rahang Badai. "Bukan salah Mas Badai, jangan jadi beban pikiran ya Mas," hiburnya lembut.Senyum Badai terkembang, ia peluk seketika tubuh mungil sang istri dengan sebelah tangannya yang tidak terluka. Ia tenggelamkan wajahnya di ceruk leher Sasa, mencari kenyamanan dan kehangatan di sana."Aku pengin banget melepas rindu, tapi tangan Mas Badai kayaknya lagi nggak bisa diajak enak-enak," bisik Sasa nakal."Hem?" Badai menegakkan kepalanya, melirik wajah cantik istrinya sebentar, "siapa bilang nggak bisa enak-enak? Yang sakit kan tangannya, bukan nagan
"Ehem,"Badai berdehem seraya memejamkan matanya untuk menahan sakit. Setelah Badai pulang dan mendapat banyak hari cuti, Sasa memutuskan untuk kembali ke rumah pribadi mereka dan tidak lagi menginap di rumah sang ayah. Lagipula, dengan tinggal di rumah sendiri, Badai dan Sasa akan lebih bebas melepas rindu."Ada ya orang jago nembak kepala sama dada tapi diobatin lukanya meringis-meringis kesakitan gini," desis Sasa manyun."Gimanapun aku tetep manusia Nduk. Aku punya sisi manjaku sendiri dan itu cuma kutunjukin ke istriku. Lagian, boleh kan manja sama istri yang udah nggak kutemui berbulan-bulan lamanya?" gumam Badai sambil meniup-niup luka robek lebar di lengannya itu."Untung nggak kena tulang ini tu, kalau sampe kena tulang kan bisa berpengaruh ke kemampuan menembak Mas kan?""Iya," Badai membenarkan. "Udah kepalang basah. Aku kudu milih ngorbanin timku atau pasang badan, kupilih pasang badan biar timku bisa keluar dari barak dulu baru aku yang paling terakhir," ceritanya."Mas l