Share

22. Calon Istri

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dan kemudian, keputusan untuk menikah itu tersampaikan pada kedua pihak keluarga. Meski sempat khawatir, Damar akhirnya legowo dan setuju menikahkan Sasa dengan Badai karena penggagas perjodohan itu adalah dirinya sendiri. Lagipula, di mata Damar, tidak akan ada lagi menantu yang lebih baik dari Badai dalam hal menjaga dan melindungi anak gadis kesayangannya.

"Pernah mikir nggak kalau pada akhirnya calon suami kamu itu ternyata aku?" tanya Badai saat ia memiliki kesempatan untuk menjemput Sasa berangkat ke kampus dengan mobilnya.

"Enggak sama sekali," jawab Sasa jujur. "Gimana mau mikir sampe ke situ kalau penampilan kamu aja nggak kayak tentara Mas," sebutnya tertawa kecil.

Badai ikut tertawa, "Keluarganya Arleta sejauh ini taunya aku dinas di tingkat Koramil, kayak Babinsa dan semacamnya. Mereka nggak tau aku ada di pasukan elite dan apa pangkatku sebenernya," ungkapnya.

"Kenapa mereka bisa nggak tau?"

"Untuk kepentingan klandestin, semua harus dijaga, Som. Termasuk identitas gu
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Malaikat Pelindung   23. Tugas Pacar Baru

    "Kejam banget ya perjodohan kita," desis Sasa. "Egoisnya aku," tambahnya berganti sendu. "Ada di posisiku dan ngejalanin hubungan monoton tanpa restu itu nggak gampang, Som. Setiap kali aku dateng ke rumahnya, selalu yang ditanyain soal kerjaan dan tabungan. Mau jujur itu nggak sesuai SOP, nggak jujur aku makan ati terus. Makanya selama setahun terakhir kami selalu ketemu di luar. Dan lima bulan belakangan, kami bahkan jarang ketemu, saling ngirim kabar aja nggak pernah. Kamu tau alasannya apa? Dia ngejar karir demi kehidupan yang lebih baik kalau besok kami jadi nikah," urai Badai panjang lebar, begitu jujurnya. "Sebagai cowok dan prajurit, rada ngelukain harga diriku kan yang begitu?" tambahnya tersenyum getir. "Mungkin dia ngerasa butuh jaminan, Mas," kata Sasa berusaha ada di posisi netral."Jaminan?" dahi Badai mengerut. "Iya. Semua perempuan pengin hidupnya bahagia sama pasangannya, nggak ada lah yang pengin sengsara. Dengan pemahaman dia soal profesi kamu yang menurut dia ng

  • Jodoh Malaikat Pelindung   24. Bertahan Pada Status Sekarang

    Rapat HIMA yang diadakan di ruang kelas untuk kuliah itu tampak ramai oleh para pengurus baru, termasuk Badai dan Sasa yang baru pertama kali ini ikut dalam kegiatan HIMA. Rapat berlangsung cukup cepat dengan pembagian tugas di masing-masing bidang, juga bagaimana skema penyambutan untuk para mahasiswa tamu nantinya."Jadi, kita mulai dari dekanat kan?" tanya Sasa saat beberapa orang sudah mulai membubarkan diri, termasuk anggota bidang Humas lainnya kecuali ia dan Badai. Keduanya ada di departemen yang sama, Badai bertindak sebagai Ketua Departemen Humas."Emang ini cuma lingkup dekanat aja. Kita perlu tembusan dari Humas dekanat buat pinjaman ruang Ki Hajar Dewantoro yang nanti dipake buat acara penyambutan sama ijin pelaksanaan kegiatan," jawab Badai nampak serius. "Oke, nanti kamu bagi-bagi aja siapa yang ke mana, biar efisien waktunya," balas Sasa. "Udah nggak ada kuliah abis ini, kamu mau acara ke mana lagi Mas? Ke kost?" tanyanya. "Iya, kamu perlu kenal sama seluruh timku," b

  • Jodoh Malaikat Pelindung   25. Semanis Cinta Pertama

    "Gimana rasanya nyolong start dan bisa ngedapetin hatinya Sasa duluan?" tegur Diaz yang muncul dari arah gedung UKM dan langsung duduk menghadapi Badai. "Sejak awal gue nggak pernah ngerasa saingan atau bertanding sama lo buat dapetin hatinya Sasa," jawab Badai santai tapi tatapannya tak berubah ke arah Diaz, tetap tajam dan menusuk. "Dengan gaya sok melindungi dan menjaga, sampe berapa lama lo bakalan maenin perasaannya?""Wah," Badai tertawa meremehkan, "lo emang udah niat gitu ke Sasa makanya lo nuduh gue juga? Bisa nggak lo berhenti ngurusin hubungan gue sama Sasa dan fokus aja sama HIMA? Ngebet amat sama cewek gue. Apa karena dia anak Panglima makanya lo merasa perlu ngedeketin dia? Biar apa?" tantangnya hampir kelepasan bicara. "Nggak tau gue, apa yang diliat Sasa dari lo," gumam Diaz geleng-geleng kepala. "Hati-hati lo di sini!" katanya setengah mengancam. "Lo juga!" balas Badai memilih untuk beranjak dan menunggu Sasa di dekat ruang tamu Humas dekanat. Menghadapi orang se

  • Jodoh Malaikat Pelindung   26. Menurutmu Begitu?

    "Letda Anung, Angkatan Darat, kode nama Romeo," ujar Badai memperkenalkan rekan kerja termudanya pada Sasa. "Siap!" Anung spontan memberi hormat, "selamat datang Kakak Ipar Cherry Blossom!" sambutnya. "Ni anak!!" Lion cekikikan, "panik dia kayak biasa," kekehnya lalu mendekat pada Sasa dan Badai. "Halo Cherry Blossom, udah pernah ketemu ya kan? Lion, Letnan Satu, Angkatan Darat, kode nama King!" sebutnya. "Halo Lettu Lion," sapa Sasa balik, "sama kayak Mas Badai ya kalau Mas Lion? Mas Anung satu korps sama Ayah di AU," katanya. "Itu Letda Fadil, Angkatan Laut," ucap Badai menunjuk Fadil yang memberi hormat pada Sasa dari tempatnya berdiri."Hah," Sasa mendesah kasar, "nggak nyangka kalau ternyata ini pos rahasia kalian. Postur kalian sama sekali nggak keliatan kayak tentara," ujarnya. "Bagus, berarti kami berhasil mengelabuhi semua orang. Sekelas anak Panglima pun nggak sadar," ujar Lion bangga. "Maaf, ijin menjawab tidak sopan!" ujarnya tersadar setelah mendapat lirikan maut dar

  • Jodoh Malaikat Pelindung   27. I Wanna Be With You

    Sasa terdiam. Ia tatap Badai lekat seolah tak ingin melepaskan sang calon suami dari pengakuan dusta yang sempat diungkapkannya. Namun, Badai membalas tatapan itu tak kalah dalam dan teduh, membuat Sasa menyerah dan berpaling lebih dulu. Kabur adalah satu-satunya jalan yang bisa Sasa lakukan saat ini, jadi ia berbalik untuk melangkah keluar ruangan tapi Badai sigap menahan pergelangan tangannya. "Apa menurut kamu perasaan semacam itu bisa kurekayasa cuma biar bisa nahan kamu nggak deket-deket sama Diaz? Aku bisa ngelindungin kamu dengan caraku tanpa perlu ngaku omong kosong begitu, Som!" tegas Badai dengan raut seriusnya yang sedikit menyeramkan. Sasa tertegun kali ini. Posisi tubuhnya yang tadinya sudah menghadap ke arah pintu ia putar lagi menjadi saling tatap dengan Badai."Aku tipe orang yang nggak pernah basa-basi soal perasaan. Jadi, aku serius soal bilang suka waktu itu. Oke, kamu bisa nganggep aku emosional atau lagi galau karena hubunganku sama Arleta makanya aku asal bilan

  • Jodoh Malaikat Pelindung   28. Cinta Pertama Sakura

    Sasa mengitarkan pandangannya ke sekeliling sementara Badai nampak sibuk memberesi beberapa barang dan memasukkannya secara paksa ke dalam almari. Suasa sederhana dan lengang benar-benar terasa di kamar besar milik Badai itu. Karena Riana belum selesai dengan masakan untuk makan malamnya, ia minta sang putra tampan untuk membiarkan Sasa baring-baring di kamar. Sambil menunggu, Riana ingin Sasa beristirahat sejenak. "Kenangan sama Arleta?" tebak Sasa sangat peka. "Sorry, aku lebih sering tidur di kost ketimbang di rumah, jadi beberapa barang yang ada sangkut-pautnya sama dia belom sempet kuberesin," ungkap Badai jujur. Sasa menggeleng santai, "Nggak masalah, kamu pasti butuh waktu," ujarnya mendekat dan meneliti satu potret cantik yang ia taksir itulah sosok Arleta. "Cantik banget, dewasa dan anggun keliatannya," gumamnya lirih. "Keliatannya kan?" gumam Badai sengaja menghentikan aktivitasnya sebentar. "Anggun, cantik, santun, semua itu cuma cover. Ini bukan aku mau ngejelek-jeleki

  • Jodoh Malaikat Pelindung   29. Ikrar Setia

    "Mas!" panggil Sasa lirih, antara berniat memanggil atau sekadar mengetes daya tangkap telinga sang calon suami."Ya?" jawab Badai langsung menoleh, reaksi yang tidak diperkirakan oleh Sasa. "Cepet amat responnya. Padahal aku nggak niat manggil juga sih," desis Sasa heran. "Kamu lupa calon suami kamu ini tugas di mana? Apa kemampuannya? Gimana cara kerjanya?" tanya Badai di ambang pintu. "Makasih ya udah jadiin aku cinta pertama lo," kekehnya geli kemudian berlalu pergi. "Sialan!" sengal Sasa merasa senang dan malu di saat yang bersamaan. "Salah siapa ganteng dan seksi gitu, kan aku gampang jatoh cintanya," tambahnya seraya berbaring ke ranjang Badai nan rapi. "Wangi pemiliknya khas banget. Jadi pengin meluk yang punya tiap hari."Dan saking menikmatinya aroma Badai yang tertinggal di ranjang putih bersih itu, Sasa terlena hingga ketiduran. Bahkan, setengah jam setelahnya saat Badai masuk untuk memberitahunya makan malam siap, Sasa tak merasa sama sekali. Seolah mendapat kesempatan

  • Jodoh Malaikat Pelindung   30. Si Lugu Menggemaskan

    "Ayah kenapa nggak bertato?" tanya Sasa suatu ketika saat ia dan Damar duduk santai sambil menonton televisi. "Hem? Kenapa tiba-tiba tanya gitu?" gumam Damar heran, matanya tetap melihat ke layar televisi, tapi seperti biasa, fokus Damar yang kini masih aktif sebagai salah satu penembak runduk terbaik negara, bisa dibagi-bagi. "Mas Badai bertato, Mas Ernest bertato. Kenapa Ayah bolehin Mas Ernest bertato?" desis Sasa lugu. "Masmu kan orang reserse.""Kalau Mas Badai?" Sasa masih mengejar jawaban. "Pacarmu kan orang intelejen," jawab Damar sabar. Mendengar Damar menyebut Badai sebagai pacarnya, Sasa tersenyum-senyum, tersipu. Ia mainkan ujung piyamanya malu-malu, hatinya membuncah senang. "Emang boleh ya Yah begitu? Maksudku, sama kesatuannya diperbolehkan bertato?" tanya Sasa semakin tertarik dengan profesi Badai. "Selama itu untuk mendukung penyelidikan dan pekerjaan ya boleh. Yang nggak boleh itu kalau

Bab terbaru

  • Jodoh Malaikat Pelindung   96. Yakin Berhasil

    "Jadi, selama Badai di Papua, Sasa di rumah sini aja," kata Ran setelah ia dan Damar saling melempar pandangan lama, syok tentu saja. "Mau gimana lagi, Bunda mengakui kalau Sasa pasti pinter ngegoda kan Mas Badai," ujarnya senyum dikulum. "Nda," Damar berdehem sebentar, "Sasa dan Badai udah tau resikonya setelah menikah itu seperti apa. Dan kamu Nduk," ditatapnya Sasa penuh keteduhan, "kamu tau suamimu itu adalah prajurit dari kesatuan khusus, menjadi istrinya adalah sama dengan merelakan separuh jiwanya untuk negara. Dengan kondisi kamu yang hamil di tengah misinya yang belum selesai, kamu nggak bisa nuntut suamimu untuk selalu ada dan siaga di sisimu," nasihatnya. "Iya Yah," Sasa menghela napas panjang. "Dari kemarin, saat kami tau kalau aku positif, kami udah diskusi panjang dan ketemu pada satu kesepakatan kalau selama hamil dan Mas Badai masih di Papua, aku tinggal di sini," katanya. "Sa," senyum Ran melebar, "Sasa tau kan Mas Badai itu posisi di tim seperti apa?" tanyanya. "

  • Jodoh Malaikat Pelindung   95. Sisa Hari

    "Kamu bener, dulu kalau dia lagi ada di masa subur, dia selalu minta aku pake pengaman," desis Badai mengaku. Tangis Sasa semakin menggugu, hatinya tersayat. Bukan itu yang ingin Sasa dengar dari mulutmu, Lettu Badai. Perempuanmu yang tengah rapuh ini hanya perlu kau sentuh, kau peluk pundaknya penuh rasa aman. Membawa lagi nama Arleta ke dalam biduk rumah tangga dan bercerita tentang hal yang sangat intim di masa lalu hanya menambah sakit di hati sang bunga. "Aku bahkan nggak tau kapan masa suburku dan berapa lama periode menstruasiku," ucap Sasa setelah ia merasa cukup tenang. "Salahku karena ngerasa udah cukup bisa berumah tangga padahal aku baru dapet menstruasi pertamaku di umur 14 tahun," sebutnya. "Maaf," sesal Badai lirih. "Aku seneng kamu hamil, Nduk, seneng banget malah. Ekspresi yang kamu baca pas aku denger tentang kehamilan kamu itu bukan ekspresi nggak bahagia, tapi ekspresi takut ninggalin kamu di sini dalam keadaan hamil. Kamu tau tugas ini harus berhasil. Kalau sam

  • Jodoh Malaikat Pelindung   94. Andai Tahu

    Badai dan Sasa sama-sama terdiam. Mobil masih terparkir di halaman, Badai tidak langsung memasukkannya ke dalam garasi. Sasa melamun dengan menatap kolam ikan kecil di sebelah kanan pintu utama. Sedangkan Badai akhirnya memilih untuk turun dari mobil, menyulut rokoknya sambil menengadah menatap ke langit."Kita musti bersyukur kan?" gumam Sasa sambil menyusul Badai turun dari mobil. "Anak itu rejeki, pasti kusyukuri," jawab Badai mengembus asap rokoknya ke udara. "Terus, kenapa kita jadi saling ngediemin kayak gini?""Aku kaget pastinya kan? Kita sama-sama tau kalau nggak boleh bobol, bener?" kali ini Badai menyempatkan menatap istrinya yang duduk lesehan di teras depan rumah. "Jadi Mas nyesel karena aku hamil?" tanya Sasa lebih spesifik."Aku nggak bilang gitu Nduk," Badai terdengar menekan suaranya. "Kita ngobrol di dalem, di sini nggak enak didenger sama tetangga," ajaknya. "Nanti, kepalaku pusing, sempoyongan kalau buat jalan," tolak Sasa dingin. Badai segera mematikan bara r

  • Jodoh Malaikat Pelindung   93. Kejutan Luar Biasa

    "Nanti pulangan beli nasi kebuli yang di deket perempatan terakhir tadi boleh Mas?" tanya Sasa saat Badai membantunya membuka pintu mobil."Nggak jadi masak berdua?" tanya Badai mengingatkan."Ah iya," Sasa menepuk keningnya sendiri."Tapi kalau kamu emang pengin nasi kebuli, kita beli aja," putus Badai tak ingin terlalu memperpanjang bahasan mengenai makan malam mereka. "Aku daftarin kamu dulu ya," ujarnya seraya meminta Sasa menunggu di deretan kursi panjang.Sasa mengangguk lemah. Penampilan sederhana Sasa yang sangat flawless itu membuatnya tak dikenali sebagai putri Damar ataupun mantan artis yang vakum cukup lama dari dunia hiburan. Tanpa akses khusus, ia menunggu dengan sabar antrean untuk berkonsultasi dengan dokter umum itu. Beruntung, Badai selalu standby mendampinginya."Yok, giliran kamu," ajak Badai membimbing lengan istrinya menuju pintu poli umum.Saat pintu dikuak oleh seorang perawat yang sangat ramah, tampaklah wajah Dokter Puspa, salah satu Dokter yang menjadi kenal

  • Jodoh Malaikat Pelindung   92. Waktu Berdua

    "Gimana?" Sasa mengulum bibirnya dengan tatapan yang tak lepas dari sang suami, ia bahkan menahan napas."Enak," ucap Badai sambil manggut-manggut. "Rada asin," tambahnya membuat ekspresi Sasa berubah."Maaf, Mas tau aku nggak bisa masak," cengir Sasa merasa bersalah. Ia tarik mangkok sop ayam yang tengah dinikmati suaminya. "Jajan di luar aja yok Mas, ini nggak layak makan," katanya."Siapa bilang? Enak kok," kata Badai tulus. "Apapun itu kalau dari tangan kamu, pasti kumakan," ujarnya begitu manis, ia ambil lagi mangkok sopnya dari sang istri, ia lahap isinya rakus."Jangan gitu," hidung Sasa kembang kempis, pertanda ia tengah berusaha untuk tidak bersedih. "Harusnya aku masak yang enak biar Mas seneng, kan tiga hari lagi Mas berangkat," katanya.Surat perintah agar Badai dan timnya segera berangkat ke Papua terbit kemarin sore. Setelah dua minggu melakukan peran sebenar-benarnya sebagai suami-istri di rumah mereka sendiri, kabar yang paling tidak ingin didengar Sasa itu akhirnya da

  • Jodoh Malaikat Pelindung   91. Berat Menjalani Misi

    "Ganteng kan kalau udah pake baju, gemes, pengin di atas," bisik Sasa penuh godaan."Yok, ke sebelah," ajak Badai langsung sigap."Kok jadi serius," Sasa menutup mulutnya spontan. "Mas nggak capek? Abis maen bola juga ih," desisnya."Sekalian capeknya. Lagian kalau kamu yang di atas, aku nggak capek, Nduk.""Kok vulgar gini jadinya kita ngobrolnya ya Mas?"Lalu, tawa mereka berderai ceria. Badai melakukan kebiasaan wajibnya, mengacak rambut Sasa, membuat beberapa mahasiswi lain dari universitas tuan rumah yang ikut dikarantina memekik iri, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Sasa sengaja pamer kemesraan di depan mereka, juga di depan Dira yang sudah pasti sedang tak aman posisinya."Ayok sarapan!" ajak Badai menunjuk gedung induk di paling depan, semua aktivitas dari makan termasuk hiburan diadakan di ruangan itu."Emang yang laen udah?""Tuh, Ramdan udah ngusap sekitar bibirnya. Udah selesai dia," jawab Badai."Mas udah laper? Aku kok belom. Pengin sarapan yang lain," pancing Sasa imut."

  • Jodoh Malaikat Pelindung   90. Pesona Angin Ribut

    "Aku juga baru tau kalau tim penyelamat kita itu semua hobi pamer," desis Sasa geleng-geleng kepala. Bagaimana Nyonya Badai ini tidak merasa heran dan kesal saat mendapati sang suami bersama anggota timnya bertelanjang dada. Benar, Badai hanya mengenakan celana pendek olahraga dengan running shoes bermotif hitam putih saat bermain sepakbola. Sebagai istri sah, Sasa tentu measa tidak rela Badai mengumbar daya tarik seperti itu."Dari semua sesi karantina buat penyembuhan trauma, ini sih sesi healing yang paling manjur menurutku," cengir Nana puas sekali."Kebanyakan dari mereka emang bertato ya Dek," kata Wulan ikut menatap takjub. "Tadi gue liat ada juga yang telinganya bertindik," tambah Karin tak kalah terpesonanya. "Sasa beruntung dapet yang paling ganteng, damage-nya nggak ada obat pula," katanya kagum."Kalau dia begitu keselku muncul lagi," gumam Sasa lagi-lagi keceplosan. "Kesel kenapa? Bukannya kalian bulan madu?" bisik Nana yang akhirnya benar-benar diberi pengertian ke ma

  • Jodoh Malaikat Pelindung   89. The Paradise (21+)

    "Aku minta maaf, nggak akan keulang yang begini lagi, janji!" ikrar Badai serius sekali. "Janji, janji, kebanyakan janji nanti nggak bisa nepatin, sekalinya mau nepatin malah nyakitin," sindir Sasa telak. "Salah lagi akunya." "Lha Mas ngerasa salah nggak?" suara Sasa meninggi lagi. "Iya ngerasa, aku tau aku salah makanya aku minta maaf." "Kalau ngerasa gitu, cancel semua bantuan yang udah Mas atur buat Arleta. Berani?" dagu Sasa terangkat, menantang. "Nduk, kamu boleh marah tapi jangan sampe hilang empatimu buat sesama perempuan," pinta Badai kalut. "Aku ngetes Mas tau nggak!" sengal Sasa tak tahan. "Aku nyoba liat reaksi Mas kayak gimana, ternyata Mas masih belom bisa misahin antara peduli sama Arleta dan ngejaga perasaanku!" sergahnya siap menangis lagi. "Mas harusnya kenal siapa istri Mas! Nggak mungkin aku serius nyuruh Mas ngebatalin itu semua!" Hening. Badai meraup wajahnya frustasi. Ia berdiri dari ranjang tanpa bicara lagi, serasa yang ia ucapkan pada sang istri

  • Jodoh Malaikat Pelindung   88. Tuntutan Sasa

    Kediaman panjang pasangan baru ini masih berlangsung hingga lewat tengah malam. Badai takut untuk memulai pembicaraan lagi, pun dengan Sasa yang enggan bertanya atau tangisnya akan pecah lagi-lagi. "Nduk," Badai memberanikan diri memanggil Sasa. "Kamu udah tidur?" tanyanya. "Belom, masih sedih dan pengin nangis," jawab Sasa terdengar sangat imut. Badai tersenyum simpul, semarah apapun Sasa, celetukannya benar-benar membuat Badai selalu merasa dimabuk cinta. Namun Badai harus serius jika itu mengenai Arleta dan perasaan istrinya. "Aku bodoh ya Nduk?" gumam Badai. "Sebenernya aku males kita berdebat kayak gini Mas. Ngabisin energi, saling nyakitin," ujar Sasa. Tampak bahunya sedikit bergetar, tanda ia masih sedikit emosi. "Aku nggak pengin mendebat kamu Nduk," sangkal Badai polos sekali. "Iya Mas bilang gitu, tapi nggak sadar kalau sikap Mas udah nyakitin aku. Sadar nggak kalau kita lagi dalam kondisi begini itu pertahanan kita sama-sama aktif? Kita sama-sama merasa b

DMCA.com Protection Status