Beranda / Romansa / Jodoh Malaikat Pelindung / 15. Membuat Batas Yang Jelas

Share

15. Membuat Batas Yang Jelas

Penulis: Sayap Ikarus
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu jadian sama Badai, Sa?" tegur Diaz saat memiliki kesempatan untuk menegur Sasa.

Kebetulan, acara resmi upgrading malam baru saja selesai dan Sasa memilih kembali ke kamarnya mendahului yang lain. Ia tidak ikut bersama Nana untuk nongkrong di pinggir pantai karena merasa badannya tidak enak. Melihat kesempatan ini, Diaz tak mau membuangnya sia-sia dan menyusul Sasa untuk mengajaknya mengobrol.

"Kabar dari mana itu Mas?" tanya Sasa menahan tawa.

"Aku nyimpulin sendiri sih. Dari gerak-gerik kalian yang tadi ngobrol intim pas Badai bawa jetski, aku rasanya udah nggak punya kesempatan buat punya perasaan yang lebih dalam ke kamu," ucap Diaz lemas.

"Ehm," Sasa menggeleng, "kami emang keliatan deket, tapi kami nggak pacaran. Nggak tau juga mau disebut apa kami ini. Dia cuma ngajak aku ikut main jetski tapi aku nggak mau. Kami juga ada di satu kelompok KKL yang sama, makanya jadi lebih sering interaksi," urainya sedikit menutupi kenyataan soal identitas Badai.

"Kebiasaan bisa numbuh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Malaikat Pelindung   16. Melindungi dan Menjaga Sakura

    Seusai acara upgrading selesai dua hari setelahnya, Sasa dan Badai sama sekali tak berinteraksi selama obrolan mengenai laporan Kuliah Kerja Lapangan berlangsung. Badai pun memilih untuk menghormati Sasa dengan membiarkannya melakukan apa yang ia mau. "Aku temenin Gio ke Perpus dulu ambil contoh laporan kakak angkatan," pamit Nana yang paham situasi kaku antara Badai dan Sasa sejak mereka datang tadi. Ingin melarang Nana, Sasa takut justru masalah antara dirinya dan Badai semakin terlihat kentara. Jadi, ia tak memiliki pilihan lain selain mengangguk lemah dan membiarkan Nana bergegas masuk ke dalam ruang perpustakaan fakultas. Kini, hanya tinggal dirinya dan Badai yang seperti orang asing, tak saling bicara dan sibuk dengan ponsel masing-masing. "Bapak minta aku buat nganter kamu pulang," celetuk Badai sambil menunjukkan layar ponselnya ke arah Sasa. Sasa tersenyum miring, "Jadi sekarang kamu nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi?" tanyanya sedik

  • Jodoh Malaikat Pelindung   17. Kesepakatan Berdua

    "Permisi, pesenanku udah jadi," ujar Sasa sengaja meninggalkan medan pertempuran yang menjadikannya sebagai piala ini. "Lo bukan siapa-siapanya Sasa, kenapa nggak tau diri banget nyari kesempatan buat sok ngelindungin dia?" ujar Diaz sepeninggal Sasa mengambil pesanannya. "Kenapa jadi lo yang ngurusin peran gue?" sambar Badai siap tempur."Soalnya lo udah keterlaluan nyampurin urusan gue!" gemas Diaz terpaksa menahan diri untuk tidak emosi karena suasana kantin yang cukup ramai. "Dai!" Sasa menahan Badai yang sudah siap mendebat Diaz, "pesenan kamu udah jadi," ujarnya lalu menarik pergelangan tangan Badai menuju kasir. "Kami nggak bakalan baku hantam juga di dalam kantin begini," ucap Badai sambil membayar pesanannya. "Aku cuma nggak mau kamu terlalu menekan dia," jawab Sasa sekenanya. "Ini kali pertama aku ngerasa disukain sama orang, bisa kamu jangan ngerusak momen itu?" "Siapa orang yang kamu maksud? Diaz?"

  • Jodoh Malaikat Pelindung   18. Kulepas Yang Lama

    "Udah lama Dai?" tanya Arleta seraya duduk menghadapi Badai, senyumnya terkembang. Badai mematikan bara rokoknya di asbak. Ia tatap Arleta dengan ekspresi seriusnya yang tak biasa. Melihat wajah tanpa senyum Badai padanya kali ini, Arleta langsung cepat tanggap."Maaf ya, kamu pasti kesel karena hampir 3 minggu kita nggak ketemu dan aku pun jarang bales chat kamu," ungkap Arleta. "Kamu kan tau sendiri aku tipe yang suka ngobrol langsung, minimal telepon gitu," katanya. "Udah berapa kali aku coba telepon kamu tapi nggak diangkat? Terakhir malah ditolak panggilanku," gumam Badai tersenyum miring, ingin marah tapi masih berusaha ia tahan. "Kamu kan tau jabatanku yang sekarang itu udah susah banget buat gerak. Aku harus pegang banyak nasabah VVIP dan kamu tau juga sistem kerjaku kayak gimana," cerita Arleta. "Ta," Badai tak mau mengulur waktu. "Hubungan kita udah nggak sehat, sesibuk apapun kamu ataupun aku, paling nggak kita harus saling kirim kabar. Bukan hubungan searah gini!"Arle

  • Jodoh Malaikat Pelindung   19. Siap, Ijin Laksanakan!

    "Dai! Jangan sembarangan ngomong! Aku minta maaf kalau aku salah menilai soal pendapatan kamu, tapi kita masih bisa ngobrol baik-baik kan? Nggak harus pisah. Ini kamu putusin karena kamu emosi, jangan sampe kamu nyesel nantinya!""Nggak akan nyesel karena sejak awal kita pacaran, masalah ini terus yang nggak nemu penyelesaian."Arleta memejamkan matanya sekejap untuk menahan keterkejutan, ini terlalu tiba-tiba. Jika mereka harus putus, seharusnya ia yang memutuskan bukan?"Oke," desis Arleta setelah berpikir beberapa saat. "Kita udahan. Jangan salahin aku karena ini keputusan kamu. Aku terima keputusan ini dan kita jalan masing-masing, aku sadar dengan kondisi kita dan latar belakang kerjaan yang nggak satu bidang pasti bakalan jadi masalah ke depannya," sebutnya. Hening. "Tapi kalau aku sampe tau ini bukan karena itu, jangan salahin aku kalau aku bakalan ngejar kamu!" tegas Arleta bernada ancaman. "Maksud kamu kalau ada orang laen yang mempengaruhi keputusanku? Cewek laen?""Ada?

  • Jodoh Malaikat Pelindung   20. Panggilan Sayang

    "Kamu udah yakin sama keputusan ini?" gumam Sasa tanpa menatap Badai. Keduanya akhirnya duduk berdua di ruang tamu samping yang langsung berhadapan dengan taman bunga milik Ran. Damar sengaja membiarkan mereka saling mengobrol dan membicarakan mengenai rencana pernikahan yang tiba-tiba itu. "Apa aku bisa nolak?" tanya Badai balik. Secepat kilat Sasa menoleh Badai yang sudah tentu sedang menatapnya, "Brengsek ya kamu, Dai! Kenapa nggak nolak? Menurutmu, aku maen-maen?" gemasnya."Sa," Badai menghela napas panjang, "aku nggak akan nolak, nggak peduli itu perintah atau bukan," tegasnya. "Kenapa?" "Kamu punya semua material yang diinginkan cowok sebagai pendamping hidup, di luar umur kamu yang masih muda banget. Jangan ngecap aku pedofil ya!" pinta Badai, "kamu cantik, kamu baik, kamu ceria dan dari keluarga yang luar biasa. Mana mungkin aku nolak?""Jangan bersikap seolah kamu emang nggak punya pilihan Dai!""Awalnya aku sempet nolak kok," sahut Badai. "Sebelom aku berinteraksi seca

  • Jodoh Malaikat Pelindung   21. Cara Egois Sasa

    "Sekarang aku tanya ke kamu, apa ketika kamu bilang pengin segera nikah, itu beneran keegoisan kamu semata?" tanya Badai serius. "Kalau kita nikah, kamu jadi milikku yang sah secara hukum dan agama. Jadi, kamu nggak akan bisa bikin aku ngejauh lagi, bahkan sejengkalpun!""Bukan karena kamu berusaha nyelametin nama baik keluargaku di depan orang-orang kesatuan yang tau soal perjodohan kita?" tebak Badai sangat peka. Sasa tertegun. Bagaimana ini? Dari mana Badai tahu maksud terselebungnya setelah dengan rapatnya ia jaga pikiran itu untuk dirinya sendiri?"Apaan? Aku nggak paham maksud kamu, ih!" elak Sasa berpaling. "Kamu tau banget maksudku apa, Som. Aku tau kalau perjodohan antara kita dibatalin, yang bahagia mungkin kita, tapi kedua orang tua kita belom tentu. Apalagi orang tuaku, bakalan banyak obrolan sumbang soal keluarga kami nantinya. Apa kami ada kesalahan? Atau aku kurang kompeten sebagai suami kamu, itu kan yang melandasi keputusan kamu? Kamu ngejaga keluarga kita dari omo

  • Jodoh Malaikat Pelindung   22. Calon Istri

    Dan kemudian, keputusan untuk menikah itu tersampaikan pada kedua pihak keluarga. Meski sempat khawatir, Damar akhirnya legowo dan setuju menikahkan Sasa dengan Badai karena penggagas perjodohan itu adalah dirinya sendiri. Lagipula, di mata Damar, tidak akan ada lagi menantu yang lebih baik dari Badai dalam hal menjaga dan melindungi anak gadis kesayangannya. "Pernah mikir nggak kalau pada akhirnya calon suami kamu itu ternyata aku?" tanya Badai saat ia memiliki kesempatan untuk menjemput Sasa berangkat ke kampus dengan mobilnya. "Enggak sama sekali," jawab Sasa jujur. "Gimana mau mikir sampe ke situ kalau penampilan kamu aja nggak kayak tentara Mas," sebutnya tertawa kecil. Badai ikut tertawa, "Keluarganya Arleta sejauh ini taunya aku dinas di tingkat Koramil, kayak Babinsa dan semacamnya. Mereka nggak tau aku ada di pasukan elite dan apa pangkatku sebenernya," ungkapnya. "Kenapa mereka bisa nggak tau?""Untuk kepentingan klandestin, semua harus dijaga, Som. Termasuk identitas gu

  • Jodoh Malaikat Pelindung   23. Tugas Pacar Baru

    "Kejam banget ya perjodohan kita," desis Sasa. "Egoisnya aku," tambahnya berganti sendu. "Ada di posisiku dan ngejalanin hubungan monoton tanpa restu itu nggak gampang, Som. Setiap kali aku dateng ke rumahnya, selalu yang ditanyain soal kerjaan dan tabungan. Mau jujur itu nggak sesuai SOP, nggak jujur aku makan ati terus. Makanya selama setahun terakhir kami selalu ketemu di luar. Dan lima bulan belakangan, kami bahkan jarang ketemu, saling ngirim kabar aja nggak pernah. Kamu tau alasannya apa? Dia ngejar karir demi kehidupan yang lebih baik kalau besok kami jadi nikah," urai Badai panjang lebar, begitu jujurnya. "Sebagai cowok dan prajurit, rada ngelukain harga diriku kan yang begitu?" tambahnya tersenyum getir. "Mungkin dia ngerasa butuh jaminan, Mas," kata Sasa berusaha ada di posisi netral."Jaminan?" dahi Badai mengerut. "Iya. Semua perempuan pengin hidupnya bahagia sama pasangannya, nggak ada lah yang pengin sengsara. Dengan pemahaman dia soal profesi kamu yang menurut dia ng

Bab terbaru

  • Jodoh Malaikat Pelindung   89. The Paradise (21+)

    "Aku minta maaf, nggak akan keulang yang begini lagi, janji!" ikrar Badai serius sekali. "Janji, janji, kebanyakan janji nanti nggak bisa nepatin, sekalinya mau nepatin malah nyakitin," sindir Sasa telak. "Salah lagi akunya." "Lha Mas ngerasa salah nggak?" suara Sasa meninggi lagi. "Iya ngerasa, aku tau aku salah makanya aku minta maaf." "Kalau ngerasa gitu, cancel semua bantuan yang udah Mas atur buat Arleta. Berani?" dagu Sasa terangkat, menantang. "Nduk, kamu boleh marah tapi jangan sampe hilang empatimu buat sesama perempuan," pinta Badai kalut. "Aku ngetes Mas tau nggak!" sengal Sasa tak tahan. "Aku nyoba liat reaksi Mas kayak gimana, ternyata Mas masih belom bisa misahin antara peduli sama Arleta dan ngejaga perasaanku!" sergahnya siap menangis lagi. "Mas harusnya kenal siapa istri Mas! Nggak mungkin aku serius nyuruh Mas ngebatalin itu semua!" Hening. Badai meraup wajahnya frustasi. Ia berdiri dari ranjang tanpa bicara lagi, serasa yang ia ucapkan pada sang istri

  • Jodoh Malaikat Pelindung   88. Tuntutan Sasa

    Kediaman panjang pasangan baru ini masih berlangsung hingga lewat tengah malam. Badai takut untuk memulai pembicaraan lagi, pun dengan Sasa yang enggan bertanya atau tangisnya akan pecah lagi-lagi. "Nduk," Badai memberanikan diri memanggil Sasa. "Kamu udah tidur?" tanyanya. "Belom, masih sedih dan pengin nangis," jawab Sasa terdengar sangat imut. Badai tersenyum simpul, semarah apapun Sasa, celetukannya benar-benar membuat Badai selalu merasa dimabuk cinta. Namun Badai harus serius jika itu mengenai Arleta dan perasaan istrinya. "Aku bodoh ya Nduk?" gumam Badai. "Sebenernya aku males kita berdebat kayak gini Mas. Ngabisin energi, saling nyakitin," ujar Sasa. Tampak bahunya sedikit bergetar, tanda ia masih sedikit emosi. "Aku nggak pengin mendebat kamu Nduk," sangkal Badai polos sekali. "Iya Mas bilang gitu, tapi nggak sadar kalau sikap Mas udah nyakitin aku. Sadar nggak kalau kita lagi dalam kondisi begini itu pertahanan kita sama-sama aktif? Kita sama-sama merasa b

  • Jodoh Malaikat Pelindung   87. Menyakitiku

    Sementara, Sasa yang akhirnya merubah posisi berbaringnya menjadi setengah duduk dengan bersandar di leher ranjang, menatap suaminya penasaran. Seandainya Badai tahu bahwa Sasa ingin Badai menyalakan pengeras suaranya jadi Sasa bisa ikut mendengar isi percakapan itu. Begitu mematikan sambungan, Badai beranjak dari ranjang. Ia meletakkan ponselnya di atas nakas lagi, tapi ia berjalan menuju gantungan baju, memakai kemeja dan jaketnya. "Aku keluar bentar ya Nduk, ada urusan dikit, nggak lama kok," pamit Badai seraya menyambar ponselnya dan berjalan keluar kamar tanpa memberi penjelasan apapun pada sang istri. Hanya anggukan lemah yang Sasa berikan. Sasa sendiri tak tahu harus bersikap seperti apa menanggapi tingkah laku absurd Badai kali ini. Tidakkah Sasa baru saja diabaikan karena sebuah telepon dari sang mantan? Padahal, sebelum ada panggilan dari Arleta, keduanya tengah mengobrol mesra."Mungkin emang penting Sa, jangan emosi, dengerin penjelasannya dulu ya," kata Sasa berusaha m

  • Jodoh Malaikat Pelindung   86. Kutukan Cinta

    "Aku diminta sama tim buat ikut nanyain Dira and the gang," lapor Badai pada sang istri tepat saat Sasa menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ijin untuk menginap di hotel di sebelah gedung karantina sudah didapat, Damar memperbolehkan selama aktivitas di siang hari, Sasa dan Badai tetap mengikuti jadwal. Oleh karena itu, Badai baru bisa mengajak sang istri beristirahat di hotel yang sudah dipesannya di atas pukul 8 malam. "Terus Mas jawab mau?" gumam Sasa langsung meminta bantal pada lengan Badai dan menyusup nyaman di celah ketiak sang suami. Mereka berbaring berdampingan kini. "Aku harus mau. Karena kita kan pernah satu kelas sama Dira dan tim menganggap kalau seenggaknya aku cukup paham karakternya. Di samping itu, kalau aku yang coba nanyain, kecil kemungkinan Dira bakal berkilah," sebut Badai. "Aku sih ngedukung kalau Mas yang nanyain Dira, biar dia tau siapa Mas dan kayak apa pengaruh Mas. Kadang kesel juga kalau ngeliat cara dia mandang Mas, ngeremehin gitu. Mungkin dia mas

  • Jodoh Malaikat Pelindung   85. Yang Badai Nggak Bisa

    "Idih," Sasa berjenggit, "makanya aku minta banget buat nyelidikan dia, bisa aja dia dimanfaatin sama Diaz buat gimana-gimana kan?" "Iya, masuk akal kalau itu sih," Badai manggut-manggut setuju."Mas, kalau boleh tau, jenazah Diaz sama teroris yang laen dibawa ke mana?" tanya Sasa mengubah topik. Meski yang ia tanyakan nampak serius, pandangannya tak lepas dari permainan bola voli receh para mahasiswa yang tengah berlangsung. "Untuk saat ini masih ditahan pihak intelejen buat kepentingan laporan. Nanti bakalan dikirim ke keluarga masing-masing, yang jelas meskipun nama asli mereka dirilis, kita udah minta ke pihak warga sekitar buat tetep menerima jenazahnya dan memperlakukan keluarga mereka sama kayak yang laennya," sebut Badai rinci. "Keluarganya nggak salah sih, menurutku mereka gampang terpengaruh sama ideologi yang menuntut makar begitu karena mereka jauh dari keluarga. Kebanyakan kan mereka anak-anak rantau semuanya," kata Sasa terdengar miris. "Ironis ya Nduk," Badai tersen

  • Jodoh Malaikat Pelindung   84. Istri Sah Badai

    Sasa menggaruk bagian belakang kepalanya untuk menghindar dari Dira. Namun, seakan tak terima dengan pengakuan Sasa, Dira menarik lengan Sasa kasar."Kalian baru pacaran, nggak usah ngaku-ngaku sok jadi istrinya, belom tentu nikah juga!" kata Dira geram. "Dia emang istri gue," sambar Badai yang entah sejak kapan mendatangi tempat istrinya diserang oleh Dira dan geng. Lokasi yang seharusnya dijadikan tempat untuk senam pagi justru diubah Dira menjadi spot menggosip ria. Mendengar ucapan Badai, tentu saja Dira and the geng tidak langsung percaya. Apalagi ekspresi kesal Dira makin menjadi saat Badai memeluk pundak Sasa protektif. "Mas, jangan ladenin mereka," pinta Sasa pada suaminya."Harus diladenin yang begini. Sampe kamu todong senjata aja dia nggak kapok. Hatinya udah penuh iri sama dengki," ujar Badai. "Kami udah nikah, sah secara agama dan negara, kalau lo perlu bukti, nanti gue buktiin. Berhenti menekan istri gue dan berusaha mem-bully-nya. Lo nggak akan pernah tau akibat apa

  • Jodoh Malaikat Pelindung   83. Rilis Status

    "Kayak Alpha yang dipake Badai sama si Mas Scorpion ya," gumam Nana terlihat benar-benar jatuh cinta pada sosok Ramdan."Penyanderaan berujung kisah asmara," kekeh Karin geleng-geleng kepala. "Ayok, kita juga disuruh ikut senam tuh. Katanya pembina perempuan tadi, kita hari ini full olahraga, biar pikiran kita fresh lagi dan nggak kepikiran soal kemaren," tambahnya. Sasa berdiri malas-malas, ia menggeliat untuk merenggangkan tubuhnya. Saat itulah Badai juga muncul dari dalam barak, langsung mendatanginya. "Udah tau jadwal kegiatan hari ini?" tanya Badai mengembangkan senyumnya. "Olahraga?" gumam Sasa tak berminat."Ketemu sama keluarga juga. Kemaren kan belom puas tuh baru ketemu bentar sama keluarga sandera, makanya sekarang ada sesi pertemuan khusus. Ngasih pengertian ke keluarganya juga soal karantina ini. Apalagi keluarga yang dari universitas kita kan baru pada dateng hari ini," jelas Badai. "Kalian memutuskan buat rilis muka kalian semuanya?" gumam Sasa sudah tak fokus saat

  • Jodoh Malaikat Pelindung   82. Membicarakan Cinta

    Menunggu ijin dari Damar untuk membawa Sasa ke hotel selama karantina berlangsung, Badai kembali mengajak Sasa ke barak menjelang pagi, setelah ia dan sang istri puas menikmati suasana sibuk perempatan Gondomanan. Beberapa mahasiswa yang ada di barak laki-laki sudah banyak yang bangun, sepertinya tidur mereka sangatlah nyenyak. Sedangkan dari barak perempuan, ada Nana yang duduk-duduk di depan barak bersama Karin dan Wulan. "Dari mana?" tanya Nana saat Sasa mendekat, Badai harus berganti baju olahraga, jadi, mereka berpisah arah."Nongkrong di angkringan depan, nggak bisa tidur aku," jawab Sasa ikut duduk di sebelah Nana. "Nggak nyangka kalau pacar Sasa itu tentara ya," gumam Karin menimbrung. "Gimana emangnya Mbak? Nggak keliatan kalau Badai itu punya postur tentara ya?" kata Sasa berjenggit. "Kalau postur sih dapet banget Dek, cuma kan potongan rambutnya gondrong gitu, ya meskipun tinggi menjulang juga sih dia. Cuma kaget aja. Pas di kolam renang kan kami semua sempat liat tato

  • Jodoh Malaikat Pelindung   81. Istri Abdi Negara

    Senyum Badai terkembang mendengar pertanyaan Sasa. Ia tahu bahwa dalam hati kecilnya, Sasa pasti khawatir terhadap keselamatannya. Namun, sebagai seorang prajurit yang sudah menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada negara, misi apapun yang dibebankan padanya, wajib bagi Badai untuk menjalaninya."Malah senyum begitu, kan aku jadi penasaran!!" sungut Sasa gemas."Jadi, dengan terbunuhnya semua anggota teroris termasuk Diaz yang tuntutannya adalah memisahkan diri dari Indonesia, para anggota gerakan separatis yang ada di Papua sana pasti juga bakalan bergejolak. Taktik mereka menyusup ke kampus-kampus udah terendus tim intelejen, satu-satunya cara buat lepas dari kejaran negara adalah melakukan serangan balasan. Ayah minta aku sama yang laen buat antisipasi hal ini, makanya Ayah bilang belom selesai," jelas Badai tanpa ada yang ditutup-tutupi."Bentar Mas, biar kucerna pelan-pelan," desis Sasa terlihat cukup syok, "kalau Mas tugas ke Papua, terus aku gimana?" tanyanya mulai panik. Bad

DMCA.com Protection Status