Apakah Arsha tidak boleh cemburu? Apakah Arsha tidak boleh membuktikan jika wanita yang berada di sekitar Kama sedang berusaha menjerat hatinya? Arsha pernah dikhianati sahabatnya sendiri, dicampakan kekasihnya setelah bertahun-tahun bersama. Itulah yang membuat Arsha menjadi seperti ini, tida
“Ca!” Suara seorang pria memanggil namanya membuat Arsha mengalihkan tatapan dari kanvas kemudian menoleh. “Fabian!!” Arsha berseru tampak bahagia. “Teropongnya udah ada, mau disimpen di mana?” Pria itu bertanya. “Di sini aja,” jawab Arsha cepat dengan raut wajah bahagia. Fabian mengangguk kemu
Fabian mengangguk, raut wajahnya berubah serius. Berarti cocok dengan praduga Kama kepada Vina yang mengatakan jika Vina ingin membuat dirinya berjasa bagi kesuksesan Arsha sehingga membuat Kama berhutang budi. Fabian tersenyum remeh. Kadang pikiran para wanita begitu rumit padahal ini adalah masal
Arsha duduk di sebuah cafe ditemani segelas teh dan pai. Pagi tadi ia mencoba menghubungi Vina. Arsha harus menemui Vina untuk memberikan lukisan kedua yang telah selesai ia buat untuk pameran nanti. Beberapa minggu keduanya tidak saling berhubungan, Vina mungkin saja marah padanya karena renggang
Arsha menganggukan kepala sambil tersenyum ironi, ia tau itu dan begitu menyesali semua yang sudah dilakukannya termasuk menunda kehamilan yang sampai saat ini hanya dirinya dan Tuhan yang tau. “Caca mau buat satu lukisan lagi ya, Kak!” cetus Arsha yang langsung mendapat anggukan antusias dari Vina
Suhu di dalam kamar mandi memanas saat Kama memacu tubuhnya di belakang Arsha, desahan demi desahan menggema dengan peluh yang menjadi bukti jika kegiatan bercinta mereka sudah beberapa lama berlangsung tapi Kama masih belum mengijinkan dirinya meledak di dalam Arsha. Umpatan karena nikmat berkali-
Arsha menyukai jawaban Kama, ia menoleh ke belakang sedikit mendongak untuk mengecup rahang suaminya. Arsha juga menarik kedua tangan Kama yang sudah melingkar di perutnya agar lebih erat memberikan pelukan. Kama tersenyum puas, tidak sia-sia gelar profesor ia sandang di usianya yang masih muda ji
Hari-hari Arsha kembali berwarna, dukungan penuh Kama membuat lukisan ketiga yang sedang ia buat ini menceritakan banyak kebahagiaan. Tidak seperti dua lukisan sebelumnya, banyak terdapat warna terang yang tercampur di atas kanvas itu. Arsha juga mengerjakannya dengan santai tanpa tekanan. Waktuny
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang