Arsha yakin bila Kakek dan Nenek dari Kama itu terlambat tiba di apartemen karena harus mengurus apa yang tadi telah ia perbuat, meminta maaf mungkin. Arsha menjadi merasa bersalah. Akan tetapi semua itu tidak akan berlalu begitu saja, kini mereka berada di ruang keluarga untuk melakukan sidang ter
Arsha beserta Kakek dan Neneknya masih sempat sarapan bersama Kama dan Kalila pagi itu sebelum kepulangan mereka ke Indonesia. “Jadi kapan kamu akan melamar Arsha?” Andra bertanya di sela sarapan paginya. Arsha mendongak. “Enggak jadi Kek, Abang enggak akan ngelamar Caca ... Caca enggak mau nikah
*** Meski kesal dan tidak terima dengan umpatan Arsha tadi, tak urung Kama mengantar Kakek dan Neneknya juga Arsha ke bandara. Perbincangan mengenai pernikahan tidak lagi menjadi pembahasan mereka berganti dengan beberapa masalah perusahaan yang perlu Kama tanyakan bagaimana penyelesainnya pada s
Seorang gadis melambai dari kejauhan, senyumnya selalu membuat hati Aarash bergetar, semakin bergetar seiring langkahnya yang kian mendekat. “Udah lama?” Rachel bertanya sambil menarik kursi di depan Aarash. “Baru aja,” jawab Aarash berdusta, padahal hampir satu jam ia menunggu dan sudah pergi jik
Tatapan Aarash yang lurus ke depan jalan tampak berbeda, rahangnya mengetat, tunangannya itu sedang geram. “Tapi aku khawatir karena Arsha terkadang memiliki pemikiran lain, aku tau bagaimana Abang Kama ... dia akan bertanggung jawab tapi aku takut justru Arsha akan mengacaukannya.” Aarash masih
“Memangnya Aarash ada masalah keluarga apa sih?” Kenzi bertanya dengan tatapannya lurus ke arah televisi. Rachel mengembuskan napas, menyandar pada sofa sambil merebahkan kepalanya di pundak sang Mama yang sedang sibuk membalas chat di grup arisan sosialitanya. “Kalau Rachel cerita, janji ya Mama
Percuma berbohong karena Aarash tampaknya sudah mengetahui semua yang terjadi antara dirinya dengan Kama dan itu pasti dari Rachel. Ada alasan kuat sahabatnya itu menceritakan rahasia mereka pada Aarash, Arsha tidak akan berprasangka buruk terlebih dahulu. “Waktu Caca ke Singapura itu sebetulnya n
Kama menatap layar ponselnya setelah sang Ayah tidak bersuara lagi, pria paruh baya itu tampak berang entah karena apa. Hanya memintanya pulang sekarang tanpa mengatakan alasan dibalik perintah anehnya itu. Di sini sudah menunjukan jam sembilan malam, tidak mungkin ia pulang saat ini juga. Meski
“Kok malah dipelototin?” Pertanyaan Kejora itu membuat Zhafira berhenti berpikir. “Heu?” Zhafira menoleh. “Pake ini.” Zara memberikan sarung tangan plastik kepada Zhafira. “Pake ini makannya?” Dengan polosnya Zhafira bertanya. “Iya sayang, kamu pesen Fufu ... makanan khas Afrika, jadi makan kuah
“Kok kita baru bisa liburan bareng sekarang ya?” celetuk Arsha sambil memilih pakaian yang terpajang di butik di mana mereka berada saat ini. “Kak Caca ‘kan sibuk produksi anak terus.” Kejora yang menyahut terlebih dahulu. “Kak Zara sibuk jadi dokter.” Kejora menambahkan. “Zhafira sibuk kerja,” t
“Ca ... itu perut kamu kemana-mana!” tegur Kama, melirik perut istrinya. “Emang kenapa? Perut Caca enak diliat, kan? Walau udah punya anak empat tapi rata ... kenceng.” Sang istri berkilah, keras kepala. Kama mengembuskan napas, tidak baik berdebat di depan anak-anak mereka yang saat ini sedang d
“Mau kemana?” Kama yang duduk di kursi meja makan bertanya sambil memindai istrinya dari atas ke bawah. Sport-braa dipadankan legging panjang dengan motif senada kemudian hanya memakai cardigan hoodie tanpa sleting atau kancing di bagian depannya. “Perut kamu enggak akan masuk angin itu, sayang?”
“Biasanya kalau gue curhat sama cewek, pasti berakhir di atas ranjang ... dan gue paling pantang bawa cewek dari Nightclub ke atas ranjang gue ... enggak bersih.” Satu detik setelah Arkana berkata demikian, ia mendapat siraman minuman dari Lovely yang kemudian pergi meninggalkan meja para pria tampa
Kelima pria tampan melangkah beriringan memasuki sebuah Nightclub. Wajah rupawan, tubuh atletis dengan tinggi menjulang dan outfit dari brand terkenal dunia menjadikan mereka incaran para gadis. “Lo pada pernah nyesel enggak sih, kerena memutuskan menikah?” celetuk Arkana bertanya. Kini mereka su
“Bang ... keringetan ih, bau ... Caca udah mandi ... turunin.” Arsha meronta berharap Kama menurunkannya. “Kan bisa mandi lagi,” balas Kama santai. Jika Arsha tidak salah liat, pria itu sedang menyeringai pertanda tidak baik untuk kesehatan jantungnya. “Bang turunin dulu ... Caca mau kasih Asi bua
Setelah drama baby blues beberapa bulan lalu, kini Arsha bisa menikmati perannya sebagai Ibu dengan bantuan baby sitter. Tidak ada tangis maupun uring-uringan berganti dengan kebahagiaan yang membanjirinya setiap hari. Arsha memang harus dibimbing dan Kama adalah orang yang tepat untuk itu. Mungk
Mungkin saat ini pun Arsha menangis karena itu, perlahan Kama mendorong benda bercat putih dan menemukan istrinya sedang duduk di lantai memeluk kedua lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Dari jauh Kama sudah bisa melihat jika ketiga anaknya sedang terlelap di box bayi masing-masing. “Sayang