“Aarash enggak setuju Dad ... belum tentu Caca mau, Daddy sendiri dulu waktu dijodohin sama Mommy nolak mentah-mentah,” ujar Aarash tidak setuju tatkala mendengar sang adik akan dijodohkan.
“Tapi Mommy sama Daddy lama-lama saling mencintai,” tukas Mommy, tangannya memijat lembut kepala Aarav di atas pangkuan. “Tapi ‘kan belum tentu Caca seperti kisah Mommy sama Daddy, apa lagi Bang Kama tuh dingin banget sama cewek, Mom ...,” timpal Aarav. “Daddy khawatir, beberapa hari kemarin Caca ngurung diri di kamarnya setelah pulang dari Singapura ... kalau tau Caca ke Singapura untuk ngelabrak Liam, enggak akan pernah Daddy ijinin dia pergi.” Akbi tampak menyesal, seharusnya ia menentang habis-habisan hubungan Caca dengan Liam. Di masa lampau ia dan klien bisnisnya pernah mengucap janji untuk menjodohkan anak-anak mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, tampaknya Rendra yang merupakan klien bisnisnya dan anak dari salah satu pengusaha terkaya di Indonesia sudah lupa dengan janji tersebut. Maka dari itu Akbi akhirnya membiarkan hubungan Caca dan Liam juga menyetujui jika memang Liam serius dengan si bungsu. Demi kebahagiaan Caca—Akbi rela merendahkan diri meminta maaf kepada Rendra bila suatu hari pria itu menagih janji untuk mewujudkan harapan mereka di masa lampau. Dan ternyata beberapa hari lalu ketika mereka bertemu dalam sebuah meeting, Rendra sedikit membahas mengenai hal itu. Beruntung Caca dan Liam sudah berpisah, itu juga alasan kenapa Akbi tidak menghajar habis-habisan pria yang telah menyakiti anaknya. Rendra memang tidak membahas banyak hanya mengingatkan janji dua puluh lima tahun tahun lalu, dan Akbi menanggapi hal tersebut dengan santai. Ia bilang akan membicarakannya terlebih dahulu dengan yang bersangkutan tapi kenyataannya malah mendiskusikan dengan kedua putra kembarnya. “Aarash juga enggak tau kalau dia pergi ke Singapura untuk itu, bilangnya ada yang harus dia urus di kampus.” “Kalau di pikir-pikir, dia udah lulus jadi mau ngurusin apa lagi ya? Kok kita enggak ada yang nyadar kalau dia bohong?” celetuk Aarav menoleh kepada sang Kakak. Aarash mengendikan pundaknya, ia sendiri merasa bodoh bisa dengan mudah dibohongi sang adik. “Caca pergi sama Rachel ... ya Mommy percaya kalau memang mau ke kampus,” kata Mommy yang juga menyesal telah mengijinkan Arsha pergi. “Siapa tau nanti kalau Daddy jodohin, Caca bisa lupa sama Liam ... .” sang Daddy berharap demikian. “Kalau kata Aarash ya, Dad ... mending mereka diketemuin dulu misalnya kaya makan malam bareng ... atau family gathering di mana gitu, biar saling mengenal ... selanjutnya ya terserah mereka.” “Klan Gunadhya mana pernah libur? Kecuali generasi tertuanya,” celoteh Aarav kemudian menegakan tubuh. “Makasih ya Mom, kepala Aarav udah enggak pusing lagi,” imbuhnya seraya memeluk kemudian mengecup pipi sang Mommy. Mommy Bee tersenyum menanggapi, memejamkan mata kuat-kuat hingga menghasilkan kerutan di sudut mata ketika Aarav mengecup pipinya lama. “Itulah, Rendra bilang kalau Kama sibuk banget ... jadi paling di saat tertentu ketika Kama pulang, Rendra akan meminta kita untuk makan malam di rumahnya.” Tanpa keempatnya ketahui, di balik dinding—di ruang tamu sana Arsha mendengar semua percakapan mereka. Hatinya semakin resah ketika mengetahui bila dirinya dijodohkan dengan anak orang paling berpengaruh di Negri ini. Beban pikirannya bertambah sekarang, perpisahannya dengan Liam dan dirinya yang sudah kehilangan kesucian saja sudah mampu membuat kecerian menghilang dari wajahnya bahkan untuk berpura-pura bahagia pun ia sulit, kini ditambah lagi dengan perjodohan. Jaman sekarang masih saja ada hal seperti itu, lalu Arsha harus jawab apa? Ia tidak ingin di jodohkan, bukan karena sudah tidak perawan lagi tapi juga menikah itu membutuhkan rasa yang dinamakan cinta. Benar kata Kakak pertamanya yang mengatakan bila ia dan calonnya harus bertemu terlebih dahulu tapi menikah dengan salah satu dari klan Gunadhya mungkin hal terakhir yang akan dilakukannya. Pasalnya ia pernah mendengar bila para pria Gunadhya terkenal dingin, hanya Kai yang menuruni sifat Ibunya yang ramah. Sementara yang lainnya, bahkan Arsha tidak tau orangnya yang mana. Membuang nafas pelan, Arsha kemudian memutuskan keluar dari persembunyiannya. “Selamat Malam semua!!” Arsha berseru, berusaha tampak bahagia. Memeluk sang Daddy kemudian bersandar di dada beliau yang bidang. Aarav sudah memeluk Mommy Bee, takut-takut Arsha mengklaimnya. “Pulangnya kok malem banget anak perawan Mommy,” tegur sang Mommy dengan nada selembut sutra. Mendengar kata perawan membuat hati Arsha tergerus ngilu. “Nemenin Rachel sampe tutup toko, Mom ... toko kuenya Rame banget, tadi Caca bantuin.” “Caca mau buka toko juga?” tawar sang Daddy, tangannya mengusap lembut rambut Caca di dadanya. “Toko apa ya kira-kira?” Caca tampak berpikir. Tidak ada yang bisa menjawab karena apapun yang Arsha lakukan selalu berakhir dengan bencana. Keterdiaman mereka membuat Arsha yakin jika keluarganya memang tidak percaya dengan kemampuan yang ia miliki. Ya sudahlah, mereka yang seumur hidup bersamanya jadi mereka pun sudah bisa menilai. Arsha pasrah, ia akan mulai melukis kembali melanjutkan hobbynya yang sempat ia tinggalkan karena kesibukan kuliah. Mestinya ia santai saja semasa kuliah dulu, dapat menyelesaikan jenjang S2 dengan mudah ketika umurnya menginjak dua puluh empat tahun di Universitas terbaik Singapura dengan nilai yang sangat memuaskan merupakan sebuah prestasi tapi setelah itu semua ia bingung akan bekerja di mana. “Kok malah ngelamun?” sang Daddy menjauhkan sedikit kepala Arsha agar bisa melihat ekspresi sang anak. “Daddy punya klien ganteng enggak? Jodohin aja deh Caca sama dia, Caca jadi Ibu rumah tangga aja ... kalau kerja kantoran atau bikin toko takutnya Caca mengacaukannya jadi kalau nikah, Caca ‘kan tinggal duduk manis kaya Ratu, cariin yang kaya ya Dad ... jadi di rumah nanti ada koki soalnya takut kebakaran juga dapurnya kalau Caca masak sendiri,” celoteh Caca sambil tertawa kering. Entah apa yang ada di pikiran Arsha yang justru seakan menyetujui perjodohan yang belum sempat sang Daddy utarakan langsung padanya. Arsha hanya sedang bingung, ia putus asa. Setidaknya banyak orang sering memujinya cantik jadi mungkin ia akan mengandalkan kecantikannya fisiknya untuk menjadi seorang istri pengusaha kaya. Menjadi boneka pengusaha tersebut untuk dipamerkan pada setiap kesempatan, tugasnya hanya duduk manis dan berhubungan badan dengan suaminya. Ah, bahkan untuk hanya menjadi seperti itupun Arsha tidak mungkin bisa lagi karena kesuciannya telah terenggut. Ingatkan Arsha setelah masuk ke kamar nanti untuk mencari tau mengenai operasi selaput dara. Kedua orang tua dan kedua Kakak kembarnya bukannya ikut tertawa malah prihatin juga sedih mendengar ucapan Arsha. Arsha memang pintar dalam segi akademik namun ia memiliki sikap tengil, ceroboh dan sikap memalukan lainnya yang bisa jadi tidak di sukai oleh pria-pria executive muda yang mungkin menginginkan wanita manis, lembut, anggun juga elegan. Jadi yang ada di benak mereka berempat saat ini adalah, apakah Kama juga mau menikahi Arsha? “Nanti Daddy carikan ya, sayang ...,” janji Akbi kepada sang Anak kemudian memeluknya lagi dan melabuhkan banyak kecupan. Akbi merasa saat ini sepertinya bukan waktu yang tepat untuk membicarakan perjodohan, ia khawatir jika Arsha akan menyetujuinya tanpa memikirkannya terlebih dahulu. “Beeeuuuh, sekalinya Kakak share ya kalau Kakak lagi butuh adik ipar ... pasti temen-teman atau klien Kakak langsung mengajukan diri, adiknya Kakak ‘kan cantik banget bak Dewi Yunani,” celoteh Aarsha menghasilkan derai tawa di ruangan tersebut. “Nanti Mas Aarav pasang iklan di billboard setiap jalan utama di Jakarta, kalau cucu tercantik Marthadidjaya sedang mencari calon suami yang ganteng, kaya, sabar, perhatian, sayang, trus apalagi Ca?” “Yang mau menerima semua kekurangan Caca,” imbuh Caca membuat yang lain tersenyum penuh prihatin. “Ayo kita serang Caca dengan pelukaaaan!” Mommy Bee berseru mengalihkan pembicaraan kemudian beranjak untuk memeluk Caca yang berada dalam pelukan Daddy Akbi. Disusul Aarash dan Aarav, kelimanya saling memeluk kemudian tertawa bersama. Arsha tidak membutuhkan orang lain, keluarganya saja sudah cukup karena hanya mereka yang menerima segala kekurangannya. Biarpun Arsha tau sang Mommy sering menangis akibat perbuatannya akan tetapi Mommy selalu lembut setiap kali memberikan teguran. Apalagi Daddynya yang tidak pernah marah, kedua Kakak kembarnya pun selalu pasang badan untuknya dan Rachel yang selalu menyayanginya meskipun sering kali ia mempermalukan gadis itu. Bagi Caca semua itu sudah lebih dari cukup.“Pake baju ini, Ca ... potongannya bagus ... lo jadi keliatan tinggi trus punggung lo yang mulus juga jadi ke ekspose,” kata Rachel tangannya mengangkat sebuah gaun model mini dress atasan brukat dengan bagian rok mengembang karena terdapat tile yang banyak di bagian dalam rok.Rancangan sang Mommy memang selalu yang terbaik akan tetapi pakaian tersebut kurang nyaman dan bukan mencerminkan dirinya sama sekali.“Cariin yang gue banget donk, itu ‘kan buat ke pesta ...,” tolak Arsha secara halus.Rachel tampak berpikir, menopang dagunya dengan tangan seraya memindai banyak pakaian di weardrobe sang sahabat.“Cowok yang mau di jodohin sama lo tuh orangnya kaya gimana sih?” Rachel penasaran.“Gue enggak tau sama sekali ... gue enggak tau yang mana orangnya, gue juga enggak tau tipenya kaya gimana ... ini baru mau ketemu, by the way ... kalau enggak salah denger di Singapura bisa operasi selaput dara ya? Kalau di rumah sakit Kakek lo, bisa enggak ya?” Arsha ingat bila Edward-Kakeknya Rache
Menyesal adalah satu kata yang bercokol di dalam hati Kama beberapa bulan terakhir.Niat untuk melepaskan rindu dengan sang adik tercinta yang sedang menuntut ilmu di Jerman sekaligus bertemu dengan kedua orang tuanya yang ketika itu berkunjung ke sana malah membuat Kama berakhir dengan sebuah kata mengerikan yaitu perjodohan.Demi apapun Kama bisa mencari sendiri pasangan hidupnya hanya saja saat ini ia belum bisa melakukan itu.Pasalnya ia masih harus membawa perusahaan yang dirintis para pendahulunya menjadi semakin maju dan berkembang.Kama menyukai hubungan dengan klien yang menguntungkan dan menghasilkan banyak uang untuk kesejahteraan para karyawan, keluarga juga dirinya sendiri daripada hubungan rumit dengan seorang wanita meski dalam suatu ikatan pernikahan.Kama sudah dewasa untuk tau bagaimana repotnya berhubungan dengan makhluk bernama wanita apalagi harus hidup bersama hingga maut memisahkan.Selain itu Kama hanya tidak ingin pernikahan mereka diwarnai pertengkaran karena
Belum selesai Kama memikirkan gadis mungil galak yang telah ia renggut kesuciannya, seorang gadis mungil lainnya berjalan mendekat sambil berbincang dengan Kana-adiknya yang ketiga.Gadis yang belum jelas terlihat wajahnya itu karena minimnya pencahayaan di taman, tampak akrab dengan Kana seperti sudah pernah beberapa kali bertemu tapi Kama yakin bila Kana baru kali ini bertemu dengan gadis yang ia yakini adalah calon istri pilihan sang Ayah.Pasalnya kemarin malam ketika Kana menjemputnya di bandara, ia bertanya apakah Kana mengenali anak dari klien sang Ayah yang akan di jodohkan dengannya?Kana menjawab tidak penuh keyakinan, meski sesekali bertemu dengan Ayah dari gadis itu namun Kana tidak mengetahui kehidupan pribadi Akbi, hanya anak kembarnya yang juga sesama pengusaha yang Kana kenal.Lalu apa yang membuat Kana tampak akrab dengan gadis itu?Bukan hanya kedekatan dengan Kana yang membuat hatinya bertanya-tanya tapi outfit yang dikenakan gadis itu juga mengambil alih perhatian
“Mau kemana?” Aarash bertanya saat Arsha beranjak berdiri.“Ambil minum Kak, Kakak mau juga?” “Boleh deh.” “Kakak juga mau ya, Ca!” kata Aarav menambahkan.“Bang Kana anter, yo ...,” cetus Kana yang sudah berdiri hendak mengantar Arsha.Bahkan Kana membantu Arsha yang kesulitan keluar dari sofa dengan memegang tangannya karena rok tutu itu sering tersangkut.“Lembut ya tangan Caca, macem tangan bidadari gitu ...,” sebuah gombalan untuk yang kesekian kali terlontar dari mulut Kana.Yang lain tertawa kering sebagai tanggapan, kedua Kakak kembar merasa bingung dengan sikap Kana termasuk Kai yang mengerutkan keningnya.Seharusnya Kama yang bersikap seperti itu karena dia yang dijodohkan dengan Arsha.Arsha tertawa pelan sedikit tersipu, entah kenapa gombalan pria yang tidak kalah tampan dengan Kama itu tidak mampu menggentarkan hatinya.Sejujurnya mengambil minum hanya lah sebuah alasan, Arsha ingin menghirup udara segar karena dadanya sesak mendapat tekanan tidak kasat mata dari Kama.
Peralatan mandi di dalam kamar mandi tersebut sudah jelas diperuntukan bagi pria membuat Arsha semakin yakin bila ia telah salah memasuki kamar.Arsha mengesah, perlahan melepas pakaiannya kemudian memutar kran shower, air mulai mengguyur seluruh tubuhnya.Matanya menyisir sekeliling, hanya ada handuk putih bersih di atas rak yang terdapat di dekat bathub.Mau tidak mau dirinya harus memakai handuk tersebut, lalu apa?Masa sampai pulang nanti ia hanya memakai sehelai anduk, itu berarti ia harus mencari kamar Kejora untuk meminjam pakaian dengan menggunakan anduk tersebut untuk. Mudah-mudahan ia tidak bertemu Kama, Kana, Kai ataupun Om Rendra ketika berkeliling mencari kamar Kejora.Rumah ini sangat luas seperti labirin membuat Arsha tadi saja sempat tersasar.Selesai membasuh seluruh tubuh, Arsha meraih handuk kemudian memakainya tidak lupa anduk kecil ia balutkan di kepala untuk mengeringkan rambut.Dengan santai Arsha membuka pintu kamar mandi, melangkah ringan menyebrangi kamar.“
“Gimana? Ganteng enggak?” Rachel bertanya, mengelap tangan setelah ia cuci bersih kemudian meminta sang asisten untuk melanjutkan pekerjaannya memasukan adonan ke dalam oven.Rachel memang pintar membuat kue mungkin menurun dari Oma buyutnya, itu kenapa ia berkecimpung di dunia kuliner seperti sang Papa, mungkin bakat itu ia dapatkan secara turun temurun.Arsha mengangkat bahunya sebagai jawaban, ia tampak kurang bersemangat.“Yuk, ke ruangan gue!” ajak Rachel seraya merangkul lengan Arsha.Di ruangan Rachel yang berada di lantai dua, Arsha menjatuhkan tubuh di sofa, berkali-kali mengembuskan nafas seolah dengan begitu beban yang saat ini ia rasakan akan menghilang seiring hembusan nafas tersebut.Bagaimana tidak menjadi beban, bila calon suaminya adalah si bumblebee yang ternyata pria perenggut kesuciannya juga begitu kentara membencinya.Rachel terkekeh. “Cerita donk, ganteng enggak cowok yang di jodohin sama lo tuh?” “Cowok itu ternyata yang merawanin gue, Rachel ... dan gue kenal
“Mana kopernya?” Suara seorang pria menyentak telinga Arsha.Bukan suara sang Kakak kembar melainkan suara seorang pria dingin, miskin ekspresi yang sialnya selalu tampan di setiap kesempatan.Seperti saat ini, pria itu tengah berjalan santai menyebrangi kamar Arsha dengan memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.Kemeja lengan panjangnya di masukan ke dalam celana, belt dari merk rumah mode ternama dunia melingkar di pinggang Kama.Sepatu fantovel dan rambut di tata rapi membuat Kama tampak lebih dewasa.“Mau kemana dia pake baju rapih gitu?” Alih-alih menjawab, Arsha malah memindai Kama dari atas hingga bawah kemudian bertanya di dalam hati.“Arsha!” Kama berseru membuat Arsha terkejut bukan main, mengerjapkan mata ia mengalihkan pandangannya dari Kama.“Be ... lom, sedikit lagi!” balas Arsha yang sedang duduk bersimpuh di lantai sambil memasukan pakaian ke dalam koper.“Tinggalin aja ... aku ada meeting setelah jam makan siang ... kita pergi sekarang!” Bagaikan sebuah perintah,
Kama tersentak, mengalihkan tatapan dari layar canggih yang ia genggam, menatap tajam Arsha yang baru saja menendang kakinya.“Sorry ... gue enggak sengaja,” ucapnya santai kemudian memejamkan mata kembali.Luar biasa, baru tiga puluh menit saja privat jet milik keluarga Kama lepas landas, Arsha sudah terlelap dan terjaga ketika turbulance terjadi kemudian kembali terlelap dengan mudahnya.Ketika menaiki pesawat tadi, seperti ada yang ingin Arsha bicarakan dengan Kama, itu sebabnya Arsha mengambil duduk di depan pria itu.Akan tetapi Kama begitu sibuk dengan Macbooknya membuat Arsha enggan dan malah tertidur di kursi yang berada tepat di depan sang pria.Kama mengembuskan nafas, kembali mematuti layar pipih yang menampilkan banyak angka kemudian hatinya tergelitik untuk mengetahui wajah Arsha saat sedang tidur.Menahan tawa, ia menduga bila wajah tidur Arsha pasti akan sangat kocak dengan mulut yang terbuka lebar.Untuk memenuhi rasa penasarannya, Kama pun akhirnya mengintip dengan se