Belum selesai Kama memikirkan gadis mungil galak yang telah ia renggut kesuciannya, seorang gadis mungil lainnya berjalan mendekat sambil berbincang dengan Kana-adiknya yang ketiga.Gadis yang belum jelas terlihat wajahnya itu karena minimnya pencahayaan di taman, tampak akrab dengan Kana seperti sudah pernah beberapa kali bertemu tapi Kama yakin bila Kana baru kali ini bertemu dengan gadis yang ia yakini adalah calon istri pilihan sang Ayah.Pasalnya kemarin malam ketika Kana menjemputnya di bandara, ia bertanya apakah Kana mengenali anak dari klien sang Ayah yang akan di jodohkan dengannya?Kana menjawab tidak penuh keyakinan, meski sesekali bertemu dengan Ayah dari gadis itu namun Kana tidak mengetahui kehidupan pribadi Akbi, hanya anak kembarnya yang juga sesama pengusaha yang Kana kenal.Lalu apa yang membuat Kana tampak akrab dengan gadis itu?Bukan hanya kedekatan dengan Kana yang membuat hatinya bertanya-tanya tapi outfit yang dikenakan gadis itu juga mengambil alih perhatian
“Mau kemana?” Aarash bertanya saat Arsha beranjak berdiri.“Ambil minum Kak, Kakak mau juga?” “Boleh deh.” “Kakak juga mau ya, Ca!” kata Aarav menambahkan.“Bang Kana anter, yo ...,” cetus Kana yang sudah berdiri hendak mengantar Arsha.Bahkan Kana membantu Arsha yang kesulitan keluar dari sofa dengan memegang tangannya karena rok tutu itu sering tersangkut.“Lembut ya tangan Caca, macem tangan bidadari gitu ...,” sebuah gombalan untuk yang kesekian kali terlontar dari mulut Kana.Yang lain tertawa kering sebagai tanggapan, kedua Kakak kembar merasa bingung dengan sikap Kana termasuk Kai yang mengerutkan keningnya.Seharusnya Kama yang bersikap seperti itu karena dia yang dijodohkan dengan Arsha.Arsha tertawa pelan sedikit tersipu, entah kenapa gombalan pria yang tidak kalah tampan dengan Kama itu tidak mampu menggentarkan hatinya.Sejujurnya mengambil minum hanya lah sebuah alasan, Arsha ingin menghirup udara segar karena dadanya sesak mendapat tekanan tidak kasat mata dari Kama.
Peralatan mandi di dalam kamar mandi tersebut sudah jelas diperuntukan bagi pria membuat Arsha semakin yakin bila ia telah salah memasuki kamar.Arsha mengesah, perlahan melepas pakaiannya kemudian memutar kran shower, air mulai mengguyur seluruh tubuhnya.Matanya menyisir sekeliling, hanya ada handuk putih bersih di atas rak yang terdapat di dekat bathub.Mau tidak mau dirinya harus memakai handuk tersebut, lalu apa?Masa sampai pulang nanti ia hanya memakai sehelai anduk, itu berarti ia harus mencari kamar Kejora untuk meminjam pakaian dengan menggunakan anduk tersebut untuk. Mudah-mudahan ia tidak bertemu Kama, Kana, Kai ataupun Om Rendra ketika berkeliling mencari kamar Kejora.Rumah ini sangat luas seperti labirin membuat Arsha tadi saja sempat tersasar.Selesai membasuh seluruh tubuh, Arsha meraih handuk kemudian memakainya tidak lupa anduk kecil ia balutkan di kepala untuk mengeringkan rambut.Dengan santai Arsha membuka pintu kamar mandi, melangkah ringan menyebrangi kamar.“
“Gimana? Ganteng enggak?” Rachel bertanya, mengelap tangan setelah ia cuci bersih kemudian meminta sang asisten untuk melanjutkan pekerjaannya memasukan adonan ke dalam oven.Rachel memang pintar membuat kue mungkin menurun dari Oma buyutnya, itu kenapa ia berkecimpung di dunia kuliner seperti sang Papa, mungkin bakat itu ia dapatkan secara turun temurun.Arsha mengangkat bahunya sebagai jawaban, ia tampak kurang bersemangat.“Yuk, ke ruangan gue!” ajak Rachel seraya merangkul lengan Arsha.Di ruangan Rachel yang berada di lantai dua, Arsha menjatuhkan tubuh di sofa, berkali-kali mengembuskan nafas seolah dengan begitu beban yang saat ini ia rasakan akan menghilang seiring hembusan nafas tersebut.Bagaimana tidak menjadi beban, bila calon suaminya adalah si bumblebee yang ternyata pria perenggut kesuciannya juga begitu kentara membencinya.Rachel terkekeh. “Cerita donk, ganteng enggak cowok yang di jodohin sama lo tuh?” “Cowok itu ternyata yang merawanin gue, Rachel ... dan gue kenal
“Mana kopernya?” Suara seorang pria menyentak telinga Arsha.Bukan suara sang Kakak kembar melainkan suara seorang pria dingin, miskin ekspresi yang sialnya selalu tampan di setiap kesempatan.Seperti saat ini, pria itu tengah berjalan santai menyebrangi kamar Arsha dengan memasukan kedua tangan ke dalam saku celana.Kemeja lengan panjangnya di masukan ke dalam celana, belt dari merk rumah mode ternama dunia melingkar di pinggang Kama.Sepatu fantovel dan rambut di tata rapi membuat Kama tampak lebih dewasa.“Mau kemana dia pake baju rapih gitu?” Alih-alih menjawab, Arsha malah memindai Kama dari atas hingga bawah kemudian bertanya di dalam hati.“Arsha!” Kama berseru membuat Arsha terkejut bukan main, mengerjapkan mata ia mengalihkan pandangannya dari Kama.“Be ... lom, sedikit lagi!” balas Arsha yang sedang duduk bersimpuh di lantai sambil memasukan pakaian ke dalam koper.“Tinggalin aja ... aku ada meeting setelah jam makan siang ... kita pergi sekarang!” Bagaikan sebuah perintah,
Kama tersentak, mengalihkan tatapan dari layar canggih yang ia genggam, menatap tajam Arsha yang baru saja menendang kakinya.“Sorry ... gue enggak sengaja,” ucapnya santai kemudian memejamkan mata kembali.Luar biasa, baru tiga puluh menit saja privat jet milik keluarga Kama lepas landas, Arsha sudah terlelap dan terjaga ketika turbulance terjadi kemudian kembali terlelap dengan mudahnya.Ketika menaiki pesawat tadi, seperti ada yang ingin Arsha bicarakan dengan Kama, itu sebabnya Arsha mengambil duduk di depan pria itu.Akan tetapi Kama begitu sibuk dengan Macbooknya membuat Arsha enggan dan malah tertidur di kursi yang berada tepat di depan sang pria.Kama mengembuskan nafas, kembali mematuti layar pipih yang menampilkan banyak angka kemudian hatinya tergelitik untuk mengetahui wajah Arsha saat sedang tidur.Menahan tawa, ia menduga bila wajah tidur Arsha pasti akan sangat kocak dengan mulut yang terbuka lebar.Untuk memenuhi rasa penasarannya, Kama pun akhirnya mengintip dengan se
“Tuan Kama meminta saya membelikan makan siang untuk anda,” ujar Nufaira seraya memberikan satu kotak berisi makan siang. “cảm ơn bạn,” balas Arsha, menerima kotak makan siang tersebut dari tangan Nufaira.Ucapan terimakasih dengan bahasa Vietnam yang diungkapkan Arsha mampu membuat Nufaira menaikan satu alisnya, pasalnya Arsha melafalkannya begitu fasih dengan nada bicara yang tinggi terlebih dahulu, lalu menurun secara bertahap.“Anda bisa bahasa kami?” Nufaira yang masih berdiri di samping Arsha bertanya demikian menggunakan bahasa Inggris, seperti pertama kali ia berbicara dengan Arsha ketika tadi memberikan makan siang.“Tentu, untuk menjadi pendamping Tuan Kama sudah seharusnya saya pandai Tiếng Việt,” balas Arsha tanpa tersenyum bahkan terkesan ketus.Tidak ada yang tau jika sehari semapam Arsha belajar bahasa Vietnam hingga tidak sempat mengepack pakaiannya.“Apaan sih lo, Ca ... sok-sokan ngomong pendamping Bang Kama, kege’eran banget, mewek entar lo,” batin Arsha mengingatk
Kama menelan saliva kelat, matanya melirik ke arah Arsha yang berjalan mendekat kemudian beralih pada nasi goreng yang sedang ia masak lalu kembali lagi pada Arsha dan detik berikutnya kembali memusatkan perhatian pada nasi goreng, terus saja begitu. Ia gugup.Mengumpat berkali-kali karena tadi malah mengijinkan Arsha memilih sendiri pakaian dari dalam lemarinya.Kamar Kalila terkunci, Kama tidak mengerti kenapa adiknya harus mengunci kamar padahal hanya dirinya dan pelayan yang masuk ke apartemen ini, itu pun sang pelayan tidak tinggal di sini, para pelayan hanya akan datang siang hari untuk membersihkan rumah dan mencuci pakaian.Kama jadi tidak bisa meminjam pakaian Kalila untuk Arsha, akhirnya Arsha memilih sendiri pakaian Kama yang nyaman untuk ia kenakan dan pilihan jatuh pada kemeja putih yang tampak kebesaran di tubuh mungilnya.Pasalnya baju dalam Arsha yang berwarna hitam tampak jelas menerawang menembus kemejanya.Dengan santai Arsha duduk di kursi tinggi meja bar, menopang