Share

Bab 5 Mantan

Author: HIZA MJ
last update Last Updated: 2023-08-28 21:15:38

Sekian bulan dia menyandang status janda, nyatanya tak berpengaruh apapun pada Maryam.

Kehidupannya dengan atau tanpa suami nyatanya sama saja. Dulu, dia memiliki suami tapi seperti tak bersuami.

Enggar namanya. Jarang sekali pulang ke rumah dengan alasan sedang menangani proyek di luar kota. Dinas yang awalnya hanya butuh 2 sampai 3 minggu di luar kota, menjadi bertahun-tahun saat Fatih; anak kedua mereka akan segera lahir.

Alhasil, Fatih si anak bungsu tak pernah tau bagaimana rupa papanya. Padahal sosoknya ada. Hanya berbeda tempat entah di mana.

Maryam sedang menikmati kebebasannya menjadi 'janda'. Dan dalam waktu bersamaan sedang berjuang keras menghidupi anak-anaknya.

Ponselnya berdering. Seperti biasa, suaranya menyentak mengagetkan. Segera ia menyambar ponsel itu. Lagi-lagi nomor tanpa nama.

Seperti yang lalu-lalu, Maryam selalu mengabaikan panggilan tanpa nama itu. Lalu nomor itu terus mengirim pesan padanya.

Maryam meringis. Terakhir kalinya Enggar menghubunginya, ada suara perempuan di belakangnya yang marah-marah dan menyuruhnya menceraikan Enggar.

Wanita itu pun tak jelas mengatakan dia siapa.

Nomor itu kembali menghubungi.

"Nggak diangkat aja, Mbak? Siapa tau memang penting. Daripada ngerecoki terus." Kata Nur; rekan kerjanya mengingatkan.

Maryam tersenyum tipis. "Aku tau ini siapa. Bukan orang penting." Jawabnya.

"Tapi bisa jadi urusannya yang penting. Kita nggak pernah tau sampai mendengar maksud telepon itu, kan?" Kata Nur lagi.

Maryam manggut-manggut. "Aku terima telepon dulu kalau begitu."

"Hallo.. Ini siapa?" Kata Mar, padahal sudah jelas si penelepon itu siapa.

[Halo, Mar. Kamu apa kabar? Maaf aku sulit menghubungimu. Aku juga nggak bisa lama. Aku cuma mau minta tolong jemput aku di bandara besok siang. Bisa ya. Tolong banget!]

Maryam tercengang. Banyak kata-kata umpatan di kepalanya berjejalan ingin dikeluarkan, tapi bibir Maryam seperti di lem.

Apa tak ada basa basi lain? Kenapa nggak nanyain dulu kabar anaknya? Kenapa laki-laki itu egois banget hanya memikirkan dirinya sendiri?

Maryam mendesis samar mengungkapkan kekesalannya. Dikhianati bak tanpa arti selama 8 tahun pernikahannya ternyata mengubah dengan cepat rasa cintanya dulu menjadi abu.

Tapi Maryam tak mudah melupakan begitu saja ayah dari anak-anaknya itu. Maryam kesal tapi ia tak mampu membenci.

"Besok aku kerja. Maaf aku nggak bisa." Kata Maryam.

[Tolong, Mar. Aku nggak tau lagi mau hubungi siapa. Tolong. Sekali ini aja.]

Maryam semakin geram. Bukankah seharusnya Enggar berpikir bagaimana cara Maryam menjemputnya? Bukankah seharusnya dia berpikir tentang nasib anak-anaknya?

Lalu, apakah Enggar membawa wanita yang ada di telepon dulu?

Maryam ingin menolak tapi ia penasaran bagaimana rupa Enggar sekarang. Setelah sekian tahun tak bertemu.

Ia juga merasa butuh penjelasan dari laki-laki itu. Ia juga butuh melampiaskan kekesalan dan kekecewaannya yang bertahun-tahun ia pendam.

"Yang saya tau kita tidak punya urusan apapun lagi. Maaf, saya harus kerja." Kata Maryam akhirnya. Ia memejamkan matanya setelah itu. Menekan rasa ingin tahunya soal sosok lelaki yang telah memberikan dua anak padanya.

Maryam menutup telepon itu dengan kasar.

Maryam berdecih sendirian. Ternyata bertahun-tahun itu tak juga mengubah sifat Enggar yang sangat egois.

Benar-benar sangat egois. Buktinya, beberapa detik kemudian nomor itu kembali menghubungi.

"Apa lagi?" Decak Maryam. Ia tak sanggup lagi menyembunyikan kekesalannya.

[Tolong, Mar. Aku nggak mungkin telepon Bapak atau Ibu aku. Kamu juga tau aku anak semata wayang. Aku nggak punya saudara. Kita masih punya urusan. Apa kamu lupa kalau aku Bapaknya Salma?]

"Banyak taksi disana. Kamu nggak perlu minta jemput."

[Aku udah pisah sama dia. Aku mau kembali sama kamu. Please, Mar! Jemput aku!]

Maryam terdiam cukup lama.

[Mar..]

[Mau, ya? Jemput aku.]

"Liat besok. Mustahil aku dapat ijin dari bosku."

Maryam menyudahi pembicaraan itu dengan paksa. Lalu mematikan ponselnya.

"Dia bahkan lupa kalau anaknya nggak cuma Salma." Rahang Maryam mengetat beberapa detik.

Di dalam keheningan toko tempatnya bekerja, Maryam tercenung. Ada rasa penasaran yang timbul dan bercokol di hatinya. Ada rasa kesal tapi juga tak ingin menyiakan kesempatan.

Maryam tak sadar bahwa Nur sudah pulang mendahuluinya.

"Kamu butuh penjelesan apa lagi, Maryam? Sebaiknya memang nggak perlu dipikirin. Semua yang sudah berlalu biar jadi masa lalu. Cukup sekali-sekali aja kau tengok tapi jangan pernah kamu memutar arah kembali." Ucapnya sendiri.

Maryam mengepalkan tangannya. Lalu tersadar bahwa sang surya di luar sana semakin condong ke barat.

Maryam celingukan mencari Nur. Tapi tak ada tanda-tanda di sana. Tasnya juga sudah tidak ada.

Anaknya belum dijemput. Padahal jam kerjanya sudah habis sejak tadi.

"Gara-gara Enggar. Aku jadi telat jemput anak-anak." Desis Maryam.

Maryam membereskan sisa pekerjaannya. Lalu menutup rolling door berwarna hijau lumut toko itu. Sambil terus menggerutu karena Enggar Maryam menarik gasnya sampai ia tersentak sendiri.

"Mama kenapa lama banget?" Rengek Salma. Sedangkan Fatih langsung menyambut mamanya dengan uraian air mata.

"Maaf, sayang. Hari ini kerjaan mama banyak. Lain kali mama nggak terlambat lagi. Mama janji." Maryam mengulurkan kelingkingnya untuk Salma. Satu tangannya mendekap Fatih di pelukan.

"Saya sudah berusaha menenangkan Salma dan Fatih, tapi sepertinya hari ini mereka benar-benar merindukan mamanya." Kata Rama di hadapan Maryam.

"Maaf merepotkan Mister Rama." Sahut Maryam. "Kita pulang, yuk. Bisa berhenti dulu nangisnya?" Maryam mengalihkan pandangan pada Salma dan Fatih bergantian.

"Biar saya antar aja. Ini sudah terlalu sore. Sampai keb--. Maksudnya sampai daerah itu pasti sudah gelap. Kasian Salma dan Fatih." Kata Rama menawarkan.

"Boleh, ya, Ma. Salma boleh diantar Om Rama lagi, ya, Ma.." Rengek Salma.

"Mau Mama.." Rengek Fatih tak mau kalah.

"Pulangnya sama Mama aja, ya, Salma. Mister Rama udah nemenin sampai sore begini. Pasti capek. Katanya kangen Mama banget." Bujuk Maryam pada Salma.

Ia tak enak hati pada Rama selalu merepotkan laki-laki itu. Juga, takut orang-orang di tempat tinggalnya berpikir yang tidak-tidak tentang dirinya dan Rama.

Petang itu Maryam berhasil membujuk Salma untuk pulang hanya bersamanya.

Rama tau benar bahwa tawarannya pasti ditolak. Maryam bukan seorang yang mudah dibujuk.

Rama mengikuti dari belakang tanpa sepengetahuan Maryam. Meski begitu, Rama tetap ketahuan ketika mereka sampai di kebun bambu legendaris itu.

Jalanan sepi dan petang itu hanya ada motor Maryam dan mobil Rama melintas.

Mustahil kalau Maryam tak mengenali mobil Rama.

"Padahal udah dibilang nggak usah. Tapi tetep ngikutin." Kata Maryam setelah melirik spion kanannya. Setelah mengucapkan itu bibirnya justru melengkung tersenyum.

Meski tak enak hati, tapi Maryam senang ada yang menemani jalan di belakangnya. Rimbunnya pohon bambu itu jadi tak terasa begitu mencekam petang itu.

***

Enggar menghela napas berat sembari mengusak rambutnya. Kepalanya terasa pecah memikirkan kehidupannya yang tak pernah berjalan mulus.

Setelahnya cepat-cepat ia menghapus semua riwayat panggilan dan pesan yang ia kirimkan pada Maryam.

"Sedikit lagi. Sedikit lagi aku bisa keluar dari sini." Gumamnya.

Enggar menumpang di rumah warga di dekat bandara, sebelum besok pagi-pagi sekali ia bertolak menuju bandara Banten.

Ia melarikan diri dari rumah istrinya untuk kembali ke Pulau Jawa setelah lebih dari 5 tahun melangkahkan kaki dari sana.

Ia sudah muak. Benar-benar muak dengan kehidupan yang menjeratnya bertahun-tahun. Kehidupan bersama istri barunya itu jauh lebih menyesakkan jika dibanding dengan saat ia bersama Maryam dulu.

"Besok pesawat jam berapa, Mas?" Tanya sang pemilik rumah.

"Jam 07.00, Pak." Jawab Enggar.

"Lebih cepat lebih baik. Orang-orang di kampung itu terkenal mengerikan kalau marah. Nggak cuma pake parang sama golok, tapi udah main ilmu hitam. Efeknya lebih cepat dan mematikan. Kok Mas bisa masuk kampung itu?" Tanya Bapak itu menyodorkan teh pada Enggar.

"Saya dulu ditugaskan mengurusi proyek yang kebetulan berada di kawasan daerah itu, Pak. Sampai saya bertemu istri saya itu. Tapi setelahnya malah saya nggak bisa keluar sama sekali dari sana. Apes, Pak." Sahut Enggar meringis.

Yang dimaksud istrinya itu adalah dia yang Enggar katakan pada Maryam bahwa mereka sudah berpisah.

"Banyak cerita laki-laki yang masuk kampung itu dijerat dan dibuat nggak bisa kembali ke asalnya, Mas. Penduduknya juga banyak yang menguasai ilmu hitam. Ngeri." Ujar Bapak itu.

"Saya dulu nggak tau, Pak. Saya juga setengah percaya dengan ilmu yang begitu-begitu. Sekarang malah saya mengalami sendiri." Jawab Enggar.

Enggar setengah menerawang mengingat kejadian dulu. Lalu kembali tersenyum saat menyadari sebentar lagi bahwa ia bisa kembali. Dan bertemu Maryam lagi.

Entah darimana keyakinan yang ia pegang sekarang, ia yakin bahwa Maryam sebenarnya masih menunggu dan mencintainya.

Related chapters

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 6 Penasaran dan Benci

    "Mr. Rama anterin, lho Ma. Itu di belakang." Salma melambaikan tangan ke arah mobil di belakangnya."Mr. Rama baik banget, Ma. Tadi Mr. Rama bilang harus tanya Mama dulu kalau mau jadi Papa Salma. Boleh, ya, Ma? Boleh, ya?" Rengek Salma setengah berteriak di keheningan kebun bambu itu."Salma jangan teriak-teriak. Kita ngomong di rumah nanti, ya." Kata Maryam.Salma menoleh lagi ke belakang saat sorot lampu di belakang semakin jauh. Mereka sudah berhasil melewati kebun bambu itu. Dan Rama merasa cukup mengikuti Maryam dan anak-anaknya sampai melewati kebun bambu saja.Cemoohan orang terkadang lebih menyakitkan dari segala kesulitan yang telah dilalui seseorang.Rama memundurkan laju kendaraannya dan memutar balik ketika menemui tanah yang lapang.Ia cukup puas bahwa Salma mengenali mobilnya. Rasanya berbeda. Hanya sebuah lambaian anak kecil yang tak lain muridnya sendiri, tapi Rama merasa seluruh hidupnya ada pada Salma saat itu.Motor Maryam sudah berbelok ke halaman rumahnya. Cukup

    Last Updated : 2023-09-02
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 7 Berhenti Berharap

    Rama memang benar ada urusan pagi itu. Tapi siang menuju sore ia pasti bertandang ke rumah kakaknya. Lagipula sore nanti adalah jadwal privatnya Icha. Yang mana ia bisa bertemu dengan dua malaikat kecil kesayangannya.Terlalu berlebihan sepertinya. Tapi memang begitulah perasaan Rama terhadap Salma dan Fatih."Kalau sudah selesai semuanya, hubungi saya. Kerjakan cepat." Kata Rama. Ia memberikan satu bendel kertas yang dimasukkan dalam map.Entah berisi apa."Baik, Pak." Jawab orang itu. Lalu pamit permisi meninggalkan ruangan Rama. Seorang Bapak tua berpapasan dengannya di depan pintu.Bapak tua itu acuh tak acuh. Siapa lagi yang sedang Rama selidiki kali ini?Orang suruhan Rama itu mengangguk sekilas lalu berlalu pergi."Ram! Bapak mau bicara." Kata Pak Lukman; Bapak Rama."Iya, Pak. Ada apa? Serius, ya? Kalau soal harus urusin perusahaan, Rama nggak bisa, Pak. Rama udah sering bilang. Mending kasih ke Mbak Ines aja." Rama masih bergeming di tempatnya.Yayasan kecil yang berkecimpung

    Last Updated : 2023-09-02
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 8 Maryam dan Enggar

    Maryam dinikahi Enggar ketika ia masih duduk di bangku kuliah. Kira-kira semester 4. Berarti umurnya masih 20an saat itu. Ia jatuh cinta pada pandangan pertama pada Enggar yang saat itu tengah menjabat sebagai ketua BEM di kampus mereka.Maryam tak pernah menyangka bahwa cinta sepihak yang dipendamnya ternyata bersambut. Enggar tiba-tiba menghubunginya dan mengajaknya menikah. Tentu saja Maryam sangat bahagia. Saking bahagianya ia tak berpikir panjang bahwa ia harus menyelesaikan dulu tanggung jawab studinya.Saking bahagianya, ia tak mengindahkan nasihat sang ayah bahwa kuliah itu adalah jalan Maryam menggapai cita-cita yang diimpikannya sejak lama. Saking bahagianya, ia tak mencari tahu bagaimana sosok Enggar sebenarnya.Jujur saja, ia mengenal Enggar hanya dari apa yang dilihatnya di depan podium ketika Enggar berbicara dengan mahasiswa atau ketika sedang mengutarakan aspirasi mahasiswa. Ia dibuat kagum karena kepandaian berkata-kata itu.Maryam berhasil meyakinkan sang ayah bahwa

    Last Updated : 2023-09-03
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 9 Maryam dan Enggar (2)

    "Mas cuma kasih 500 ribu buat satu bulan. Untuk makan aja nggak cukup, Mas. Mas tiap hari protes pengen makan enak-enak tapi uang yang Mas kasih cuma segitu. Boro-boro jajan. Mau beli telur aja aku mikir-mikir. Makanya jangan protes kalau tiap hari cuma ada tahu sama tempe!" Maryam berteriak di akhir kalimatnya.Maryam tak tahan untuk tidak terpancing. Pagi itu mood-nya sedang tidak baik. Harapannya lagi-lagi pupus soal hamil dan ia akan menjalani dua bulan yang sangat menyesakkan. Sendirian tanpa kegiatan apapun dan tak diijinkan keluar oleh suami.Maryam sedang kesal dengan keadaan."Beraninya kamu!!"PRANGGGMaryam tersentak tapi tak mampu bergerak. Pecahan piring itu mengarah padanya. Beberapa pecahan halus kaca memercik di kakinya. Berdarah. Ia berdarah di beberapa tempat. Tapi Maryam tak mampu bergerak.Piring yang dipecahkan bukan hanya satu. Enggar menyapu seluruh isi meja itu dengan satu tarikan tangan. Semua piring itu pecah berikut dengan isinya yang telah susah payah Marya

    Last Updated : 2023-09-04
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 10 Maryam dan Enggar (3)

    Tahun-tahun berikutnya tak ada yang spesial di hidup Maryam kecuali malaikat kecil yang kini menjadikan hari-harinya lebih seperti manusia pada umumnya.Enggar sudah mendapat pekerjaan di sebuah perusahaan konstruksi. Kariernya dengan cepat melejit beberapa tahun kemudian. Tapi, Maryam masih mendapat perlakuan yang sama. Uang belanja yang sama dengan beberapa tahun yang lalu. Padahal sekarang ada Salma.Lalu, tahun berikutnya ketika ia positif hamil Fatih. Enggar ditugaskan keluar kota menangani proyek baru. Enggar tak mengatakan detail tempatnya. Ia hanya mengatakan keluar kota untuk beberapa minggu. Entah dimana kota yang dimaksud Maryam tak pernah tau.Beberapa minggu itu kemudian dengan cepat berubah menjadi ulangan bulan. Enggar hilang kabar. Ponselnya entah kenapa sulit sekali dihubungi. Sampai Maryam mencoba menghubungi melalui e-mail. Namun tetap nihil.Selama itu pula Maryam tak mendapatkan uang bulanan. Ia kelimpungan kesana kemari mencari pinjaman, sampai pada akhirnya ia j

    Last Updated : 2023-09-05
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 11 Rujuk

    Rama menyenggol bahu kakaknya. "Ada apa? Kayaknya serius banget.""Bukan urusanmu. Ngapain, sih, kesini lagi?" Sahut Ines ketus."Jangan ketus-ketus banget sama adikmu. Nanti kalau aku udah nikah Mbak pasti kesepian karena nggak ada yang ngajak main Icha.""Ck.." Ines memandang sinis Rama lalu pergi meninggalkan Rama. Maryam sudah terlalu lama bicara di luar. Ia takut Maryam kenapa-kenapa atau tengah bimbang.Ines menyusul keluar.Seperti dugaannya, Maryam sudah selesai bicara. Wanita itu sedang termangu menatapi ponsel. Maryam memang tengah bimbang. Ia mengambil keputusan untuk tidak bertemu laki-laki yang telah banyak menggoreskan luka di hatinya itu. Juga luka pada anak-anaknya.Maryam bertanya soal keputusannya apa sudah benar pada Ines. Ines menggeleng lalu memeluk Maryam. "Kamu perlu waras untuk tetap hidup dan mencari kebahagiaan bersama anak-anak kamu. Dan dia hanya akan merusak kebahagiaanmu. Biarin aja dia cari cara pulangnya sendiri." Kata Ines. Ia melepas pelukannya. "Mati

    Last Updated : 2023-09-06
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 12 Membuka Cerita Lama

    "Ceritanya panjang. Alasan saya tidak bisa pulang setelah pergi dinas itu karena saya di guna-guna oleh salah satu warga di tempat dimana saya dinas. Saya di guna-guna dan dinikahkan paksa dengan gadis disana. Maafkan saya, Yah. Saya mau lepas darinya, saya masih ingin sama-sama sama Mar."Ujar Enggar tanpa mempedulikan perubahan raut kedua lawan bicaranya.Pak Ahsin dan istrinya terlihat sangat enggan mendengar cerita dari mulut Enggar. Mereka tak peduli. Enggar mau dipaksa menikah atau sukarela menikah dengan gadis lain, tanpa itu semua mereka sudah kecewa dengan laki-laki itu karena telah menyusahkan anaknya."Saya selalu diancam agar tidak keluar dari desa itu. Mereka selalu bilang mau celakain Maryam kalau saya nggak menuruti kemauan mereka. Mereka punya ilmu hitam yang kuat, Yah." Terang Enggar."Kalau begitu apa yang kamu lakukan disini sekarang? Kamu harus menuruti mereka agar anak saya tidak celaka. Lagipula, anak saya pasti lebih kesusahan kalau kamu disisinya." Tukas Bu Ahsi

    Last Updated : 2023-09-08
  • Jodoh Dari Anakku   Bab 13 Awal Mula Petaka

    Tiga tahun yang lalu, Enggar datang bersama beberapa rekannya menangani proyek yang akan berjalan di pedalaman Kalimantan. Sebuah pembangunan jembatan yang melibatkan perusahaan tempatnya bekerja.Itu adalah proyek pertama Enggar yang berada di luar provinsi, luar pulau bahkan. Dan juga, kali pertama ia harus berjauhan dalam kurun waktu yang lama dengan keluarganya.Dalam kunjungan itu Enggar dan rekannya harus menginap di rumah-rumah warga karena terbatasnya fasilitas penginapan dan akses jalan yang buruk jika harus bolak balik ke kota. Dan juga demi efisiensi waktu dan biaya operasional.“Proyek ini merupakan hasil lelang dari pemerintah setempat, kalau biasanya lelang akan dimenangkan oleh yang bertaruh paling mahal, namun, untuk jenis lelang proyek dari pemerintah seperti ini kita main di harga paling murah. Yang bisa memberikan RAB dan biaya operasional termurah dia lah pemenangnya. Dan perusahaan kita yang menang. Jangan harap dapat tidur nyenyak di hotel ber-ac. Bisa dapat kasu

    Last Updated : 2023-09-09

Latest chapter

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 94

    Malam itu, semua orang kembali ke kamar dengan dada mengembang bahagia. Setelah Khalid memutuskan undur diri. Termasuk Khalid yang juga memasang senyum sepanjang perjalanan pulangnya.Tak apa menunggu dua sampai empat minggu lagi. Ia yakin jawaban Ines adalah 'iya' untuknya.Tetapi, masih ada satu hal lagi yang mengganjal bagi keduanya. Icha.Seharusnya, Icha ikut dilibatkan tadi. Seharusnya ia mengajak Icha diskusi terlebih dulu sebelum memutuskan pulang.Khalid sedikit menyesal. Sebab entah kapan lagi memiliki kesempatan seperti tadi, saat Icha dengan gamblang bertanya soal niatannya.Senyum Khalid semakin mengembang memingat hal itu.Ines mengetuk pelan kamar anaknya yang berada di rumah Pak Ali itu. Ines sempat melirik jam tangannya, masih jam 20.20. Biasanya Icha masih memainkan gawai untuk sekedar nonton youcup atau game online.Ines mengetuk lama. Lama tidak ada sahutan lalu Ines sedikit berseru."Icha.. Buka pintunya, Dek. Udah tidur, ya"Panggilan Adek yang selalu Ines sematka

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 93

    "Gimana, Pi, Mi? Mbak Ines mana?" Tanya Rama tak sabar.Mahesa sudah lelap setelah ditimang gendong oleh papanya. Salma dan Fatih juga susah berhasil terlelap setelah sedikit drama pencarian sang mama yang sedang menggali informasi dari Icha.Maryam berjalan dari arah kamar Icha, menuju ruang tamu bergabung dengan suami dan mertuanya.Belum juga Pak Ali maupun Bu Andini menjawab, Rama kembali berkata,"Itu ketawa-ketawa kenapa? Padahal tadi kayaknya sengit banget kaya mau nerkam mangsa. Kok bisa?""Kamu cerewet banget kaya perempuan!" Sergah Bu Andini. "Tunggu aja di sini. Biarin mereka ngomong. Semoga itu pertanda baik. Kita berhutang banyak pada Nak Khalid.""Ha? Hutang apa? Perusahaan? Emang iya, Sayang?" Rama mencecar lagi, memvalidasi pada MaryammTadi sewaktu ada tamu gayanya berwibawa sekali, tak mau banyak omong tak mau ikut campur. Begitu tidak ada orang sifat aslinya langsung keluar. Jiwa kepo dan cerewetnya seringkali bikin Bu Andini pusing tujuh keliling.Maryam mendelik k

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 92

    Hujan malam itu tak lagi deras. Menyisakan rintik lembut terbawa angin sepoi menimpa punggung Ines yang kini sempurna menghadap Khalid.Matanya memicing, mengkerut lalu membeliak karena sebuah hantaman memori masa lalu.Memori itu masih berserak, tapi ia bisa mengingatnya.Seorang laki-laki berdarah campuran arab dengan cambang dimana-mana, bola mata cokelat yang perlahan memejam itu berada di bawahnya, menopang bobot tubuhnya. Saat Ines bangkit dari atas tubuh itu, ia melihat belakang kepala laki-laki itu mengalir darah segar.Saat itu, yang dilakukan Ines adalah berteriak kencang histeris. Ia sama sekali belum pernah melihat darah sebanyak itu.Dan laki-laki itu terluka kepalanya karena kecerobohannya.Ines tengah bercanda dengan temannya waktu itu di halaman fakultas entah berebut apa, berlarian mundur tanpa tahu bahwa ada batu besar yang siap menyambutnya tanpa dosa.Ines mundur dan tersandung batu itu, tubuhnya terpelanting mundur menabrak seseorang di belakangnya dan menindih or

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 91

    Tok tok tok. Maryam mengetuk pintu kamar Icha beberapa kali, tetapi tidak ada sahutan. Mustahil Icha sudah tertidur. Maryam meraih handle pintu itu, terkunci. "Mbak Icha cantik.. Ini Tante. Boleh Tante masuk? Mbak Icha belum tidur 'kan?" Bibir Maryam hampir menempel dengan pintu karena suara rendahnya. Ia tak ingin membuat keirbutan di malam itu sekaligus agar suaranya tetap terdengar oleh Icha. "Mbak Icha.. Tante pengen curhat, nih.." Bujuk Maryam lagi. Ia menggunakan panggilan 'Mbak' pada Icha agar Icha dianggap sebagai yang paling tua dan dihargai. Nyatanya, Icha bukan anak kecil lagi. Panggilan yang awalnya diciptakannya untuk melatih Salma dan Fatih itu justru amat sangat disukai oleh Icha. Tak lama terdengar bunyi anak kunci diputar. Kemudian handle pintu bergerak dan membuat pintu itu terbuka."Kalau Tante mau membujukku karena Mama, mending Tante pergi aja. Maaf. Icha lagi pengen sendiri." Icha hendak menutup pintunya kembali tapi ditahan oleh tangan Maryam. "Tunggu du

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 90

    Khalid adalah mahasiswa luar negeri dari program 'Student Exchange' di kampus tempat Ines menimba ilmu. Fakultas yang sama, tetapi sayangnya mereka berbeda jurusan. Hanya sekitar satu tahun, dua semester penuh Khalid memintal ilmu di nusantara kendati ia masih memiliki darah nusantara dari ibunya. Ibunya berasal dari sini. Mereka tinggal berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain termasuk Indonesia karena bisnis keluarganya. Tetapi sejak ibunya meninggal 18 tahun lalu, keluarga mereka seolah ikut berhenti melupakan nusantara. Mereka mulai menetap di Dubai dan selama 18 tahun itu tak ada yang kembali ke Indonesia. Baru sekarang Khalid kembali karena mengingat seorang gadis yang dulu dikenalnya. Dengan alasan ingin mengembangkan bisnis, Khalid membujuk sang ayah agar mengijinkannya ke Indonesia. Lalu tepat sebulan yang lalu, ia tak sengaja bertemu dengan Ines di sebuah bank yang ternyata ia adalah manager di sana. Bagaimana Khalid masih mengingat wajah Ines padahal sudah lewa

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 89

    Setelah acara reuni malam itu, Khalid bergegas terbang menuju Dubai untuk menemui kedua ayahnya. Dini hari pesawatnya mulai meninggalkan zona udara Indonesia menuju negara yang memiliki teknologi super canggih itu.Di sanalah tempat tinggalnya selama 20 tahun terakhir.Ah, lebih tepatnya, di sanalah ayahnya sekarang tinggal. Seorang diri. Hanya ditemani seorang asisten rumah tangga yang membantu beliau mencukupi kebutuhan sehari-hari. Usianya sudah menjelang 85 tahun. Istrinya sudah lama meninggal meninggalkannya sendirian di dunia ini.Anak-anaknya?Anaknya melanglang buana mengikuti rezekinya masing-masing bersama keluarga masing-masing. Tinggalah si bungsu yang tak kunjung menikah dan membuatnya resah.Hidupnya dilanda gelisah karena memikirkan si bungsu yang katanya enggan menikah.Maka malam itu, merasa waktunya telah dekat. Beliau meminta anak bungsunya agar lekas kembali ke tanah air."Hidup tak melulu soal bisnis dan uang. Ada ruang kosong di jiwa yang harus segera diisi agar

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 88

    "Belum ada kabar lagi dari Pak Khalid, Teh?" Tanya Maryam yang sengaja berhenti di meja Teh Arum pagi itu."Belum, Bu. Nomor Pak Khalid tidak aktif sejak seminggu yang lalu."Sudah lewat dua minggu sejak pertemuan mereka membahas kerja sama itu. Tapi Khalid seolah raib begitu saja.Tak ada kabar. Arum pun tak bisa menghubungi siapapun entah sekretarisnya atau kantor Khalid. Sebab Khalid lah yang menghubungi mereka secara langsung menggunakan nomor pribadinya pertama kali.Sesuatu terasa janggal. Apa sebenarnya Khalid memiliki maksud lain?Tapi obrolan mereka dua minggu yang lalu biasa saja. Obrolan layaknya bisnis lainnya. Tidak ada yang mencurigakan.Kecuali satu. Sebutan unik yang dilontarkan Khalid untuk Mbak Ines.Astaga."Aneh.." Gumamnya.Pikiran Maryam terbang ke beberapa hari yang lalu saat ia berkunjung ke rumah oma dan opa anak-anaknya.Bu Andini sempat menyinggung bahwa Ines uring-uringan sejak pulang dari acara reuni kampusnya itu.Tidak jelas apa yang ia kesalkan tapi kat

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 87

    Malam di kediaman keluarga Rama. Icha berada di sana, dititipkan oleh mamanya karena ia akan memenuhi undangan reuni itu.Icha memilih berada di rumah om dan tantenya karena lebih rame. Juga bisa bermain dengan Mahesa. Dari pada di rumah oma-nya. Bisa-bisa ia mati kutu. Kata Icha.Jadilah malam itu ia menginao di sana. Rama tak tinggal diam. Ejekan demi ejekan ia lontarkan pada kakaknya itu.Seumur-umur ia tak pernah melihat kakaknya keluar rumah untuk acara-acara semacam itu. Kecuali benar-benar resmi.Rama mengernyit. "Nggak biasanya ikut-ikutan acara begituan. Famgat (family gathering) kantor aja dia sering mangkir." Ejek Rama yang ia utarakan pada Maryam.Ia sedang duduk berdua di kursi ruang makan hanya bersama istrinya, sambil mengawasi anak-anak bermain di depan televisi ruang keluarga."Sewaktu ke butik itu dia juga terus uring-uringan. Katanya Mbak Ines dapet undangan khusus untuk acara itu. Jadi ngerasa nggak enak kalau nggak dateng." Sahut Maryam."Memangnya siapa ngundang?

  • Jodoh Dari Anakku   Bab 86

    Ines bergidik karena sapaan yang kedengarannya sangat biasa itu.Tapi karena ekspresi si laki-laki itulah Ines merasa jijik. Ganteng, sih. Tapi...Tampang si laki-laki itu sudah di usia sangat matang. Ines berani menebak kalau usianya pasti di atas empat puluhan. Mustahil kalau laki-laki itu belum menikah.Atau, dia memang tipe laki-laki genit yang suka tebar pesona dengan caranya yang sok cuek seperti tadi?Ines menegakkan duduknya lantas menggeleng menyapu pikirannya soal si laki-laki itu. Ngapain pula dia memikirkan orang asing?"Kasihan yang jadi istrinya. Suaminya genit begitu." Gumamnya lirih seraya melirik singkat punggung laki-laki yang sekarang sudah menghilang di balik elevator."Mbak Ines.. Ngelihatin apa?" Sapa Maryam dari belakang Ines.Ines terperanjat. Seperti seseorang yang ketahuan diam-diam memata-matai, Ines salah tingkah."Eh? Udah selesai?" Lontarnya."Nunggu lama, ya? Maaf, Mbak. Jadi, kan? Udah makan?" "Jadi.. jadi. Mm, Mar?""Ya?""Tamu tadi, aku dengar mau ke

DMCA.com Protection Status