Share

Bab 97 : Lingerie

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-12-30 11:26:03

Sesesekali pandangan Hero beralih, ia melirik ke arah Veline yang duduk di sebelahnya. Wajah wanita itu tampak kesal, pandangannya lalu melihat ke kaca spion, di mana ia melihat wajah Leona yang duduk di belakang, wajah Leona tak kalah kesalnya seperti Veline.

Biasanya setiap kali Veline bersama Leona, suasana akan ramai dengan obrolan kedua gadis itu. Namun, kali ini berbeda—seolah ada tembok tak terlihat yang memisahkan mereka.

Hero menggeser pegangan setir dengan pikiran tak menentu. Pikirannya terus terusik membayangkan apakah Veline merasa terganggu dengan kehadiran Leona? Mungkin sebenarnya Veline tak suka Leona pulang bersama mereka, tapi ia juga tak tega menolak Leona, mengingat Leona adalah sahabatnya sendiri.

Suasana yang hening itu akhirnya berakhir ketika Veline berkata, "Hero, gue haus. Mau beli minum."

"Ya udah, kita beli di sana," tunjuk Hero ke arah penjual minuman.

Mobil berhenti tepat di depan stand minuman tersebut. Veline menurunkan kaca jendela dan berb
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 98 : Berlayar

    "Gimana? Baju ini bagus nggak?" Veline bertanya lagi ketika melihat Hero yang masih terpaku menatapnya tanpa berkata apa-apa. Hero menelan ludah, mencoba mengendalikan pikirannya yang mulai tidak karuan. Ia sama sekali tidak menyangka Veline akan mengenakan pakaian seperti itu di depannya. Lingerie putih itu membalut tubuh Veline dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuhnya, sampai kedua buntalan daging yang menggantung indah terlihat begitu memikat, membuat Hero merasakan panas dingin yang sulit ia jelaskan. Malam ini, Veline terlihat begitu cantik dan memukau—begitu sangat anggun hingga Hero tidak bisa memalingkan pandangannya. Kedua mata Hero bahkan tak bisa berbohong, ia terus menatap Veline tanpa berkedip, bahkan untuk berpaling pun tak mampu. "Hero, lo kok diem aja?" Lagi, Veline kembali bertanya tatkala Hero masih terdiam. Diamnya Hero membuat Veline semakin ragu. Ia mencoba menebak apa yang ada di pikiran Hero. "Lo nggak suka, ya?" lanjut Veline kecewa. "Ya uda

    Last Updated : 2024-12-30
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 99 : Pasangan Hits

    Napas Veline memburu hebat saat tangan Hero terus bergerak perlahan di pinggangnya. Sentuhan itu begitu lembut, sampai membuat bulu kuduk Veline meremang. Jari-jari kekar Hero dengan mahir menjelajahi sisi tubuhnya, terus bergerak hingga menyentuh ujung kain lingerie yang Veline kenakan. Kain tipis itu sedikit terangkat ketika Hero terus menggesernya ke atas, sampai memperlihatkan paha mulus Veline yang begitu indah di pandang. Bibir Hero tidak tinggal diam. Ia membiarkan bibirnya menelusuri leher Veline. Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi lebih intens, sampai meninggalkan bekas kemerahan—jejak kepemilikan yang sengaja ia tinggalkan di sana. Napas Veline tercekat, dadanya naik turun seiring sensasi yang mengalir dari sentuhan Hero. Veline menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan desahan yang hampir lolos. Tangannya melingkar di leher kokoh Hero, sampai tubuh Hero tertarik lebih dekat ke arahnya. Rambut hitam Veline berantakan di atas bantal, dan wajahnya memerah

    Last Updated : 2024-12-31
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 100 : Tahun Baru

    Hero yang sedari tadi duduk diam sambil menatap buku di tangannya, akhirnya berkata, "Kita mau mulai belajar kapan?" "Ah, sekarang aja, Ro. Ngapain nunggu tahun depan, kelamaan," sahut Raka. Tentu saja, hal itu mendapatkan cibiran dari Noval. "Anjir, tahun depan tinggal beberapa jam lagi, pea! Lagian, ngapain sih kita harus belajar di tahun baru? Yang ada, tuh, ya, yang lain pada asyik tahun baruan. Lah, kita? Masa belajar." Adrian yang mendengar ocehan Noval langsung meremas sebuah tisu dan memasukannya ke mulut lelaki itu. "Anjir!" Noval gegas membuang tisu yang ada di mulutnya. "Somplak, lo!" hardiknya kesal, menatap ke arah Adrian dengan tajam. Helaan napas Hero terdengar berat ketika melihat temannya selalu saja bertengkar. "Ya udah, mau mulai dari pelajaran apa dulu?" Raka yang duduk santai dengan tangan disandarkan di belakang kepala, menyahut tanpa terburu-buru. "Yang gampang-gampang dulu aja, Ro. Jangan yang bikin pusing kepala." "Yang gampang gimana maksudnya?"

    Last Updated : 2024-12-31
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 101 : Berhenti Berharap

    Langit malam ini begitu gelap. Namun, gelapnya malam ini terlihat begitu indah saat berbagai bintang menghiasi langit. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, dikelilingi lampu-lampu yang berkelip seperti berlian. Udara malam ini memang begitu dingin, tapi dinginnya tak mampu membuat dua insan yang berdiri di atas jembatan tak urung pergi. Hanya sebuah pagar jembatan yang kini mampu menopang tubuh Leona, ia bersandar di sana, seakan hanya itu yang ia miliki untuk bersandar saat ini. Pemandangan dari atas jembatan terlihat begitu cantik, ia dapat melihat kendaraan yang berlalu lalang di bawah. Sesekali ia menyesap soda dari kaleng yang ada di tangannya. Sementara itu, seorang lelaki tengah berdiri di sampingnya. Ia juga tengah termenung memikirkan sesuatu yang ada dalam benaknya. Adrian menyanggah tubuh, menggenggam pembatas jembatan dengan erat sambil memcoba menghela napas dalam sebelum berkata, "Gue lihat malam ini, lo nggak baik-baik saja." Mendengar perkataan itu, Leon

    Last Updated : 2025-01-01
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 102 : Cinta Tak Terbalas

    Dua pria itu kini sudah berdara di balkon yang ada di basecamp, Hero berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket, pandangannya terpaku pada langit malam yang gelap. Sementara itu, Adrian bersandar pada pagar balkon, matanya menatap kendaraan yang masih ramai berlalu lalang di jalanan yang ada di bawah mereka. "Jadi ... Leona udah tahu dari dulu tentang pernikahan gue sama Veline?" Hero menghela napas panjang, matanya tetap terpaku pada gedung-gedung tinggi di kejauhan. Ketika Adrian memberitahu Hero bahwa Leona sebenarnya sudah mengetahui tentang pernikahannya dengan Veline sudah lama, Hero pun merasa kaget. Pasalnya, selama ini sikap Leona seakan biasa-biasa saja. Adrian juga menjelaskan bahwa waktu itu, Leona mengetahui pernikahan mereka tepat ketika mendengar pertengkaran Hero dan Veline di dalam kelas. Dari pertengkaran itu, Leona mendengar semua hal yang diucapkan oleh mereka. Meskipun Leona sudah mengetahui segalanya, ia berpura-pura tidak tahu dan be

    Last Updated : 2025-01-02
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 103 : Bekas Gudang

    "Anjir! Mata gue ternodai," seru Noval kaget. Sontak Veline dan Hero saling menjauh karena kaget juga. Veline langsung terduduk di sofa, wajahnya merah padam karena malu. Sementara Hero masih terlihat santai, kini ia pun duduk di samping Veline dengan wajah masam. "Lo semua gak bisa ketuk pintu dulu apa?" ujar Hero kesal. "Lah, buat apa, anjir? Biasanya juga kita langsung masuk," kilah Noval. Sementara Raka hanya menaruh kantong kresek ke atas meja. "Itu apa?" tanya Veline, sambil menunjuk ke kantong kresek tersebut. "Nasi Padang," jawab Raka, yang langsung membongkar isi di dalam kresek itu. "Cuma beli dua doang?" "Enggak kok, beli banyak." Tangan Raka masih sibuk mengeluarkan bungkus makanan itu satu per satu. "Oh." Raka meluruskan tubuhnya dulu sebelum berkata, "Gue ambil piring dulu." Ia lalu berjalan ke arah dapur. "Ikut, deh." Noval buru-buru mengekor di belakang Raka. "Gue gak mau jadi obat nyamuk di sini." Sebelum pergi, ia menepuk pelan bahu The

    Last Updated : 2025-01-03
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 104 : Ujian Akhir

    Beberapa bulan telah berlalu, dan seluruh siswa kelas 12 akhirnya menyelesaikan ujian nasional mereka. Hari-hari panjang yang penuh tekanan, belajar hingga larut malam, dan berlatih soal demi soal kini telah usai. Namun, meskipun perjuangan mereka di ruang ujian sudah selesai, perjalanan mereka masih belum berakhir di sini. Bagi sebagian siswa, ini adalah awal dari babak baru untuk mengejar mimpi mereka, baik itu melanjutkan pendidikan ke universitas impian, mengikuti pelatihan kejuruan, atau bahkan memulai karier lebih awal. Sementara itu, ada juga yang masih bimbang dengan arah yang akan mereka ambil setelah ini. Sekolah yang biasanya dipenuhi suara riuh kini terasa lebih sunyi. Ruang-ruang kelas tampak lengang, meja dan kursi tertata rapi seperti menanti penghuninya kembali. Sementara seorang lelaki tengah berjalan sendirian menuju kantin, langkahnya terus diiringi dengan berbagai hal dalam benaknya. Ujian yang baru saja selesai terasa seperti beban berat yang terangkat. N

    Last Updated : 2025-01-04
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 105 : Tempat Peristirahatan

    Langit berwarna kelabu menggantung di atas sana. Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan, sampai membuat daun-daun berguguran, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Di bawah sebuah pohon rindang, Veline berdiri di depan makam ayahnya, dengan seikat bunga mawar putih. Perlahan, Veline berlutut, meletakkan bunga di atas gundukan tanah yang telah lama menjadi tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Tangannya gemetar saat ia merapikan bunga-bunga itu agar terlihat rapi. Di sisi lain, Hero sedang membersihkan makam ibunda Veline. Tangannya cekatan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar batu nisan, lalu ia menaburkan bunga-bunga di atasnya. Setelah semuanya selesai, Veline menyeka peluh di dahinya. Ia memandang batu nisan ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan—ada kerinduan, kesedihan, dan harapan yang bercampur menjadi satu. Tangannya terulur, menyentuh permukaan dingin batu nisan itu. Jari-jarinya menelusuri nama ayahnya yang terukir di

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 141 : Kelahiran dan Harapan Baru (Tamat)

    Malam ini hujan turun dengan deras, menyelimuti kota dengan dingin. Di sebuah ruang bersalin di rumah sakit, Veline terbaring di ranjang, wajahnya basah oleh keringat. Rasa sakit melandanya seperti gelombang yang tak kunjung usai, tetapi genggaman tangan Hero yang erat memberinya kekuatan. "Sayang, aku di sini. Tarik napas dalam-dalam, oke? Kamu pasti bisa," ujar Hero dengan suara yang tenang meskipun matanya memancarkan kegelisahan. Veline menggigit bibirnya, berusaha menahan jeritan. "Hero … sakit banget …," suaranya bergetar. Hero mengusap rambut istrinya yang basah oleh keringat. "Kamu kuat, Sayang. Kamu selalu kuat. Nggak lama lagi kita bakal ketemu sama anak kita." Dokter dan perawat sibuk mempersiapkan semuanya. "Baik, Bu Veline, saat kontraksi berikutnya, tolong dorong sekuat tenaga, ya," kata dokter. Veline mengangguk lemah, matanya menatap Hero dengan penuh harap. Hero hanya membalas dengan senyuman yang berusaha menenangkan, meski di dalam dirinya ia merasa

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 140 : Saling Memaafkan

    Pagi ini, Zahira melangkah pelan menyusuri lorong rumah sakit. Aroma antiseptik menusuk hidung, dan langkah sepatunya yang berderap di lantai mengkilap terdengar jelas di antara kesunyian. Matanya menatap nomor ruangan di depannya. Di balik pintu itu, Amanda, wanita yang selama ini ia anggap sebagai duri dalam rumah tangganya, kini terbaring lemah. Ada perasaan aneh yang menyelinap di hatinya. Setelah menghela napas panjang, Zahira mengetuk pintu dan masuk. Di dalam ruangan, Amanda terbaring dengan wajah pucat. Namun, ada senyum tipis di bibirnya saat melihat Zahira masuk. Dimas yang duduk di kursi di samping ranjang segera bangkit, memberikan ruang untuk mereka. "Zahira …," suara Amanda terdengar lemah. Zahira mendekat, menatap Amanda yang terbaring dengan infus terpasang di tangan kirinya. "Aku datang untuk menjengukmu," katanya dengan nada datar, tapi matanya menunjukkan keraguan yang dalam. Amanda tersenyum lemah. "Terima kasih … aku tahu ini pasti tidak mudah untukmu."

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 139 : Perkelahian

    Veline dan Yudha berjalan perlahan menuju parkiran rumah sakit. Udara malam terasa menusuk. Namun, langkah mereka tetap tenang di tengah suasana sunyi. Lampu-lampu jalan memancarkan cahaya temaram, menambah kesan hening di sekitar. Namun, langkah Veline tiba-tiba terhenti. Ia menoleh ke arah Yudha dan berkata, "Yud, gue mau beli minum dulu sebentar." Yudha menatapnya sejenak, lalu mengangguk tanpa banyak bicara. "Ya udah, kita ke minimarket aja. Itu ada di dekat sini," jawabnya sambil menunjuk ke arah sebuah minimarket kecil tak jauh dari parkiran. Mereka kemudian melangkah menuju minimarket tersebut. Saat sampai, Veline masuk ke dalam tanpa ragu, sementara Yudha memilih menunggu di luar. Ia bersandar pada salah satu tiang dekat pintu masuk, pandangannya mengawasi sekitar dengan santai, meski raut wajahnya masih terlihat tegang setelah kejadian di rumah sakit tadi. Namun, suasana hening itu tiba-tiba berubah ketika Yudha melihat sebuah mobil berhenti di depan rumah sakit. S

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 138 : Keadaan Amanda

    Amanda tergeletak di atas aspal, tubuhnya berlumuran darah yang terus mengalir, membasahi pakaian dan jalanan di sekitarnya. Matanya perlahan membuka, lemah, seolah mencoba menahan rasa sakit yang luar biasa. Di sisi lain, Dimas berdiri terpaku sebelum akhirnya teriakannya menggema. "Amanda!" Dimas berteriak dengan suara yang serak dan penuh kegelisahan. Kakinya melangkah cepat, lututnya hampir jatuh saat ia berlutut di samping tubuh Amanda. Dengan kedua tangannya yang bergetar, ia mengangkat kepala Amanda, memeluknya dengan erat meskipun darah terus mengalir di tangannya. "Amanda, kenapa kamu melakukan ini?" Amanda hanya tersenyum samar, bibirnya bergetar mencoba mengeluarkan kata-kata. Namun, tidak ada suara yang terdengar. Di dekat mereka, Veline berdiri terpaku, tubuhnya gemetar. Matanya tidak bisa lepas dari genangan darah di sekitar tubuh Amanda. Wajahnya pucat, sementara pikirannya penuh dengan kebingungan dan rasa syok. "Ma ... Mama ...." Hero yang tadinya diam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 137 : Mengejar Zahira

    Dimas berdiri mematung di tempatnya, tubuhnya terkulai lemas. Wajahnya yang biasanya tampak tegas kini terlihat kusut. Napasnya terdengar berat, dan matanya seakan kehilangan semangat. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana ia bisa memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya. "Mas, kenapa kamu diam saja? Ayo, cepat kejar Zahira! Kamu mau dia pergi begitu saja?" Amanda mengguncang bahu Dimas, mencoba menyadarkannya. Namun, Dimas hanya berdiri diam, tidak bergerak sedikit pun. Ia tahu semuanya sudah terlambat. Amanda menghela napas frustrasi. "Aku yang harus mengejarnya?" gerutunya, lalu tanpa menunggu jawaban, ia berlari keluar dari rumah, berusaha mengejar Zahira yang sudah meninggalkan rumah itu dengan langkah cepat. Di dalam rumah, suasana menjadi semakin canggung. Veline dan Hero yang baru saja turun dari tangga, heran melihat Amanda berlari keluar dengan terburu-buru, seolah sedang mengejar seseorang. "Mama, kenapa itu?" tanya Veline dengan suara penasaran, ma

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 136 : Istri Kedua

    Hero tiba di rumah dengan langkah berat, tangan kanannya memegang mangga muda yang sudah ia perjuangkan dari tengah malam hingga pagi. Ia memasukkan motor ke halaman depan rumah dengan pelan, berusaha tidak membuat suara berisik. Sesampainya di kamar, Hero membuka pintu dengan hati-hati, melihat Veline yang tampak sudah terlelap dengan nyenyak di tempat tidur. Ia memandangnya sejenak, senyumnya merekah meski ada rasa lelah yang menggelayuti tubuhnya. Namun, sesaat setelah melihat wajah Veline yang begitu tenang, semua rasa lelah itu terasa sedikit lebih ringan. Dengan hati-hati, Hero duduk di tepi ranjang, menggoyangkan bahu Veline dengan lembut. "Sayang, bangun ... nih, mangga mudanya." Veline yang masih terlelap hanya menggerakkan bibirnya sedikit. Namun, tidak membuka mata. "Apa sih, ganggu aja ...," jawabnya dengan suara serak, tapi suaranya jelas menunjukkan bahwa ia tidak tertarik untuk bangun. "Sayang, bangun ... ini mangga mudanya." Hero mengulangi, kali ini sedikit

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 135 : Mengambil Mangga

    Hero mengenakan jaket hitam tebalnya dengan tergesa-gesa. Malam ini udara terasa lebih dingin dari biasanya, dan hembusan angin yang menyapu wajahnya saat keluar dari rumah membuatnya merasa semakin terjaga. Ia menurunkan helm dari motor dan meletakkannya di atas jok, berencana untuk menelepon beberapa temannya sebelum melanjutkan perjalanan. Pikirannya terfokus pada satu hal saja—mendapatkan mangga muda yang diminta oleh Veline. Dengan tangan yang sedikit gemetar karena suhu udara yang dingin, Hero meraih ponselnya dan membuka kontak. Nama Raka muncul di layar, dan tanpa ragu ia menekan tombol telepon. "Raka, lo lagi di mana?" Tak lama kemudian, suara Raka terdengar dari ujung telepon. "Gue lagi di basecamp, sama Noval sama Adrian. Kenapa, Ro?" "Ke sekolah sekarang!" "Ngapain ke sekolah? Ini udah malam." "Pokoknya ke sekolah aja dulu, nanti gue jelasin. Ajak Noval sama Adrian juga." "Ya udah deh." Hero menutup telepon itu dengan cepat, menghela napas, dan mengam

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 134 : Ngidam Mangga Muda

    Di ruang tamu yang diterangi lampu hangat, Veline duduk di sofa dengan Hero. Mereka baru saja selesai makan malam, dan suasana rumah terasa tenang, hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak pelan. Veline menggigit bibir bawahnya, ragu untuk memulai pembicaraan. Ia menatap secangkir teh hangat di tangannya, mengaduknya perlahan meski tidak ada gula yang perlu larut di sana. "Sayang," ujar Veline, memecah keheningan. Suaranya lembut, tapi terdengar jelas di antara ketenangan malam. Hero yang sedang memainkan ponselnya menoleh, menatap Veline dengan alis sedikit terangkat. "Kenapa? Kamu kelihatan serius banget," katanya sambil meletakkan ponselnya di meja. Perhatiannya kini sepenuhnya terarah pada istrinya. Veline menghela napas panjang, menaruh cangkirnya di meja, lalu bersandar ke sofa. Matanya menatap ke arah jendela, meski yang terlihat hanya bayangan gelap malam. "Aku tadi habis ke rumah Leona," ucapnya. Hero terkejut, tapi ia tidak langsung menyela. Ia hanya mengan

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 133 : Penyesalan Leona

    Sejak kejadian itu, Leona mengurung dirinya di dalam kamar. Pintu kamarnya yang biasanya terbuka lebar kini tertutup rapat, seakan mencerminkan dinding yang ia bangun untuk memisahkan dirinya dari dunia luar. Tirai jendela pun tertutup, membiarkan kegelapan menguasai ruangannya. Suara tangis terkadang terdengar lirih dari balik pintu, tetapi tak ada yang cukup berani untuk mengetuk dan mencoba bicara dengannya. Veline yang mengetahui keadaan sahabatnya merasa dilematis. Meski hatinya masih dipenuhi amarah karena ulah Leona yang terus mencoba memisahkannya dari Hero, rasa iba perlahan merayap ke dalam hatinya. Ia mengingat bagaimana video yang memperlihatkan tindakan tidak terpuji Leona tersebar luas di media sosial. Video itu menjadi bahan cibiran dan ejekan. Orang-orang terus mencela Leona tanpa ampun, menghakimi tanpa memberi ruang untuk pembelaan. Akun media sosial Leona dipenuhi komentar pedas, seolah seluruh dunia bersekongkol untuk menjatuhkannya. "Kenapa dia harus sebodoh

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status