Share

Bab 76 : Booking

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-16 17:54:25
"Ya ampun, Sa, lo ngapain sih ngajak gue ke perpus," keluh Veline sambil melipat tangan di depan dada.

Alyssa hanya tersenyum kecil mendengar protes sahabatnya itu. Setelah selesai makan di kantin, ia memang tiba-tiba menyeret Veline ke perpustakaan, padahal Veline sudah berencana tidur di kelas. Maklum, semalaman ia tak bisa tidur dengan nyenyak.

"Ya buat belajar lah, Vel. Kita kan udah kelas 12. Bentar lagi ujian, lo nggak boleh leha-leha terus. Harus rajin biar bisa lulus," jawab Alyssa sambil menatap Veline dengan serius.

"Hm, males banget, gue, kalo soal belajar."

"Ya, makanya lo harus hilangin dulu tuh rasa malasnya."

"Iya, iya, deh, Bu Alyssa yang bawel."

Mereka berdua pun berjalan menuju perpustakaan, melewati lorong-lorong sekolah yang mulai sepi karena jam istirahat hampir usai.

Sesampainya di depan perpustakaan, Alyssa melirik ke arah Veline yang terlihat sedang memegang sebatang coklat. Ia pun langsung menegur sahabatnya. "Vel, kalau ke perpus itu nggak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 77 : Cuma Teman

    Hero menghentikan motornya di depan toko percetakan, tepat di dekat Veline yang masih mengenakan seragam sekolahnya. Motor sport hitam mengkilap yang ditungganginya terlihat gagah, begitu juga dengan helm full-face hitam yang Hero kenakan membuatnya tampak semakin keren. Sementara itu, Veline berdiri dengan ekspresi sedikit terkejut saat melihat Hero. "Ojek, Mbak?" tawar Hero. "Saya lagi nunggu suami saya, Mas." "Suaminya ke mana, Mbak?" "Gak tahu." "Ya udah, ikut sama saya aja, Mbak." "Boleh deh, kalau gitu." "Emang Mbaknya mau ke mana?" "Ke KUA aja deh, Mas." "KUA? Ngapain ke KUA?" Hero bertanya sambil mengernyitkan dahi, sampai kedua alis tebalnya bertautan. "Mau daftar nikah." "Mau nikah lagi, Mbak?" "Iya." "Sama siapa?" "Sama Mas aja, mau gak?" Sebuah senyuman terukir jelas di wajah Hero. "Ayo, gas!" Veline memukul bahu Hero, mereka berdua pun tertawa bersama sebelum akhirnya Veline memutuskan untuk naik ke motor. Namun, karena motor sport

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 78 : Menolong Seseorang

    "Veline, remnya gak berfungsi!" seru Hero panik sambil mencoba menarik tuas rem yang jelas-jelas sudah tidak berfungsi. "Apa?! Lo serius?!" "Iya!" Hero terus mencoba mengayuh mundur untuk memperlambat laju sepeda, tapi turunan yang curam membuat usaha itu sia-sia. Sepeda tua itu meluncur semakin cepat. "AAARRRGGGHHHH!" teriak Veline dan Hero histeris. Di tengah kepanikannya, Veline tanpa sadar mulai menarik celana Hero, sambil mencoba mencari sesuatu untuk berpegangan. "Veline! Jangan tarik celana gue!" seru Hero, wajahnya sudah memerah karena kesakitan. "Burung gue kejepit, Veline!" "Apa?! Gue gak denger!" teriak Veline sambil terus menarik celana Hero, sampai membuat Hero terus mengerang kesakitan. "Vel, gue serius! Lepasin tangan lo, please! Ini sakit banget!" Hero sudah tak bisa lagi menjaga keseimbangan. Sepeda tua itu pun akhirnya oleng dan tergelincir ke dalam selokan kecil di tepi jalan. Bruukk! Tubuh Hero dan Veline pun terlempar ke arah yang berlawana

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 79 : Stalking

    "Astaga kalian berdua, apa-apaan ini? Kenapa seragam kalian kotor seperti itu? Kalian habis main lumpur? Ya ampun … kalian berdua itu bukan anak kecil lagi! Mau sampai kapan tingkah kalian kayak anak kecil begini?" omel Dimas, lelaki paruh baya itu terlihat kesal saat melihat seragam mereka kotor. "Aduh, Papa … Papa jangan ngomel dulu kalau belum tahu kejadian yang sebenarnya," ujar Veline, mencoba menenangkan mertuanya yang sudah terlihat kesal. "Kenapa memangnya sama kalian?" "Tadi Hero nyervis motornya di bengkel. Terus Veline kan haus, jadi kami pinjem sepeda sama Mang Asep. Tapi pas di turunan, remnya blong, dan kami jatuh ke lumpur. Makanya jadi kotor begini," jelas Veline. Dimas hanya menggelengkan kepalanya, lalu menghela napas panjang. "Ya sudah, tapi kalian gak apa-apa, kan?" "Gak apa-apa, Pa. Buktinya kami masih selamat sekarang," jawab Veline sambil tersenyum kecil, berusaha mencairkan suasana. "Ya sudah, kalian bersihkan diri kalian dulu. Hero, nanti papa tun

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 80 : Belajar

    "Lo lupa, ya? Sebentar lagi kita ujian. Kalau lo males terus, gimana nanti lo bisa lulus?" "Ck, iya, ya, deh. Gue belajar." Veline akhirnya menyerah meski wajahnya jelas menunjukkan rasa enggan. Dengan malas, ia bersandar di kursi sambil melipat tangan di dada. Perhatian Veline segera tertuju pada tumpukan buku yang begitu banyak dan tebal, matanya membulat sempurna ketika melihat Hero terus saja mengambil buku-buku itu, dan menumpuknya di atas meja. "Astaga, itu apaan? Banyak banget!" "Buku-buku yang harus lo pelajari." "What?!" Veline mundur setapak, sambil menatap tumpukan itu dengan horor. "Lo becanda, kan? Nggak mungkin gue bisa belajar semua itu!" "Nggak ada yang bercanda di sini." Dengan ragu, Veline mendekati meja, menyentuh salah satu buku, lalu langsung menarik tangannya kembali seolah buku itu panas. "Hero, ini bahkan lebih tebal dari novel gue! Otak gue nggak akan mampu menampung semua informasi di sini!" "Masalah lo adalah kebanyakan ngeluh," balas Her

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 81 : Kebenaran yang Menyakitkan

    Veline sama sekali tidak tahu apa yang ingin disampaikan Freya. Namun, rasa penasaran membuatnya terpaksa mengikuti langkah gadis itu. Langkah mereka membawa Veline ke belakang sekolah yang sunyi, hanya ada suara dedaunan bergesekan dihembus angin. Freya berhenti, mematung di tempat seolah sengaja membuat Veline menunggu. Dengan napas sedikit memburu, Veline berdiri di belakang Freya. "Sebenarnya, apa sih yang mau lo omongin? Kenapa lo ngajak gue ke sini?" tanya Veline, suaranya terdengar tajam bercampur rasa kesal. Freya berbalik perlahan, menatap Veline dengan senyum sinis yang membuat darah Veline mendidih. "Gue cuma mau kasih tahu kalau gue dan Arnold udah jadian," beber Freya, seolah kalimat itu adalah prestasi yang layak dirayakan. Veline mengangkat sebelah alis, lalu mendengkus kecil. "Ya elah, jadi lo cuma mau pamer? Terus lo pikir gue bakal ngereog denger lo sama Arnold udah jadian? Sorry, yee. Nggak penting buat gue." Freya tidak terpengaruh. Sebaliknya, senyumnya s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 82 : Sekecewa Itu

    Hero terdiam. Untuk beberapa detik, tatapannya tetap tertuju pada Veline, tapi ia tidak memberikan jawaban. Ekspresinya sulit dibaca, seperti sedang memproses pertanyaan itu. "Jawab, Hero!" desak Veline, pikirannya pun sudah kalut sedari tadi ketika melihat Hero yang hanya terdiam. Hero menarik napas panjang, lalu menatap Veline dalam-dalam. "Iya." Jawaban itu menghantam Veline seperti pukulan keras di dadanya. Mata Veline membesar, mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang keluar. Dadanya terasa semakin sesak, dan tiba-tiba dunia di sekitarnya menjadi sunyi. "Kenapa …?" Veline mencoba menggigit bibir bawahnya yang sudah bergetar, hatinya pun sudah teramat sakit. Sementara Hero hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Karena lo butuh dikasih pelajaran. Lo nggak pernah dengerin gue waktu gue bilang soal sikap lo. Gue cuma pengen lo sadar, itu aja." Penjelasan itu hanya membuat luka di hati Veline semakin dalam. Ia tidak tahu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 83 : Butuh Waktu

    Hero mencari ke setiap sudut sekolah, matanya menyapu lorong-lorong yang mulai lengang dan halaman belakang yang sepi. Langkahnya tak henti, tapi ia masih belum menemukan sosok Veline. Napasnya perlahan menjadi berat, bukan hanya karena lelah berjalan, tetapi juga rasa khawatir yang semakin menghimpit dadanya. Namun, ketika ia sampai di sisi taman belakang sekolah, matanya menangkap sosok yang dikenalnya. Veline berdiri di bawah pohon besar, sedang berbicara dengan Leona. Melihat itu, Hero akhirnya menghentikan langkahnya, napas panjang terembus dari bibirnya. Ia mengamati Veline dari kejauhan, memastikan gadis itu tampak baik-baik saja. Meski hatinya mendesak untuk segera menghampiri, ia sadar bahwa Veline mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri. Untuk saat ini, ia memilih menahan diri. Hero kemudian berbalik, meninggalkan taman dan menuju kantin. Begitu masuk, aroma khas makanan langsung menyambutnya. Di salah satu meja sudut, ia melihat Adrian, Raka, dan Noval sudah dud

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 84 : Ngajak Jalan

    "Kalau bukan Leona, lalu siapa?" Leona bertanya, ia terus memperhatikan wajah Zahira yang tampak masih bingung. Namun, Zahira hanya diam, bibirnya bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Matanya kembali gelisah, pandangannya beralih ke arah pintu seakan sedang mencari seseorang. Ketegangan itu terhenti ketika pintu ruangan terbuka. Suster Ira masuk sambil membawa clipboard. "Maaf, ini saatnya Bu Zahira untuk beristirahat. Kunjungan bisa dilanjutkan lain waktu." Dimas mengangguk dengan sopan. "Baik, Suster. Terima kasih sudah mengingatkan." Hero mendekat ke ranjang ibunya. Ia menundukkan tubuhnya, mendekat hingga wajah mereka hampir sejajar. Dengan perlahan, ia menggenggam tangan Zahira. "Ma, Hero pulang dulu, ya. Mama baik-baik di sini, istirahat yang cukup. Hero janji bakal sering jenguk Mama." Zahira mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah putranya. Matanya menelusuri setiap sudut wajah Hero yang tampan. "Kamu hati-hati, Nak," ucap Zahira lirih.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 107 : Keputusan Veline

    "Apa? Lo bilang apa barusan?!" Serpihan beling yang ada di tangannya semakin erat Leona genggam, hingga darah mengalir lebih deras dari pergelangan tangannya. "Ngebesar-besarin masalah, gue?" Leona menatap Veline nanar. "Lo pikir gue ngebesar-besarin masalah? Vel, lo bahkan gak tahu apa yang gue rasain selama ini! Lo tahu berapa lama gue bertahan nunggu Hero? Sepuluh tahun, Vel! Sepuluh tahun gue pendam perasaan gue ke dia!" Veline menelan ludah, hatinya mencelos mendengar pernyataan itu, tapi ia segera menegarkan diri. "Gue ngerti, Leona. Tapi rasa suka lo itu gak pernah jadi alasan buat lo ngerebut Hero dari gue! Hero sekarang suami gue, dan gue gak akan pernah melepaskan dia, apa pun yang lo lakuin!" "Lo gak ngerti, Vel! Kalau lo ngerti, lo gak akan ngomong kayak gitu!" Napas Leona tersengal, matanya menatap lurus ke arah Veline dengan pandangan yang sulit diartikan. "Hero itu segalanya buat gue!" lanjut Leona. "Dia adalah alasan gue terus bertahan selama ini. Lo gak tah

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 106 : Keteguhan Veline

    Tepat saat pintu terbuka, mata Leona membulat sempurna. Tubuhnya menegang ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Alih-alih Hero yang sedang ia tunggu sedari tadi, tapi nyatanya bukan. Leona menggenggam ujung bajunya erat-erat, tanpa sadar kuku-kukunya yang panjang menancap ke kulit tangannya sendiri hingga buku-buku jarinya memutih. Tatapan matanya yang semula teduh kini berubah menjadi dingin, bahkan ada rasa kecewa dan juga benci. "Ngapain lo ke sini?" Ia bertanya dengan dingin, suaranya sedikit bergetar menahan emosi. Bukannya menjawab, orang yang ada di depannya hanya tersenyum smirk. Sebuah senyum yang membuat darah Leona berdesir. "Gue cuma ingin mengunjungi rumah sahabat gue," ujar Veline dengan santai, tapi tatapan matanya begitu tajam seperti seekor serigala yang hendak memangsa mangsanya. Saat melihat notifikasi di ponsel Hero beberapa waktu lalu, Veline sempat tertegun ketika melihat pesan itu dari Leona. Karena penasaran, ia pun langsung melihat p

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 105 : Tempat Peristirahatan

    Langit berwarna kelabu menggantung di atas sana. Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan, sampai membuat daun-daun berguguran, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan wangi bunga tabur. Di bawah sebuah pohon rindang, Veline berdiri di depan makam ayahnya, dengan seikat bunga mawar putih. Perlahan, Veline berlutut, meletakkan bunga di atas gundukan tanah yang telah lama menjadi tempat peristirahatan terakhir ayahnya. Tangannya gemetar saat ia merapikan bunga-bunga itu agar terlihat rapi. Di sisi lain, Hero sedang membersihkan makam ibunda Veline. Tangannya cekatan mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar batu nisan, lalu ia menaburkan bunga-bunga di atasnya. Setelah semuanya selesai, Veline menyeka peluh di dahinya. Ia memandang batu nisan ayahnya dengan tatapan yang sulit dijelaskan—ada kerinduan, kesedihan, dan harapan yang bercampur menjadi satu. Tangannya terulur, menyentuh permukaan dingin batu nisan itu. Jari-jarinya menelusuri nama ayahnya yang terukir di

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 104 : Ujian Akhir

    Beberapa bulan telah berlalu, dan seluruh siswa kelas 12 akhirnya menyelesaikan ujian nasional mereka. Hari-hari panjang yang penuh tekanan, belajar hingga larut malam, dan berlatih soal demi soal kini telah usai. Namun, meskipun perjuangan mereka di ruang ujian sudah selesai, perjalanan mereka masih belum berakhir di sini. Bagi sebagian siswa, ini adalah awal dari babak baru untuk mengejar mimpi mereka, baik itu melanjutkan pendidikan ke universitas impian, mengikuti pelatihan kejuruan, atau bahkan memulai karier lebih awal. Sementara itu, ada juga yang masih bimbang dengan arah yang akan mereka ambil setelah ini. Sekolah yang biasanya dipenuhi suara riuh kini terasa lebih sunyi. Ruang-ruang kelas tampak lengang, meja dan kursi tertata rapi seperti menanti penghuninya kembali. Sementara seorang lelaki tengah berjalan sendirian menuju kantin, langkahnya terus diiringi dengan berbagai hal dalam benaknya. Ujian yang baru saja selesai terasa seperti beban berat yang terangkat. N

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 103 : Bekas Gudang

    "Anjir! Mata gue ternodai," seru Noval kaget. Sontak Veline dan Hero saling menjauh karena kaget juga. Veline langsung terduduk di sofa, wajahnya merah padam karena malu. Sementara Hero masih terlihat santai, kini ia pun duduk di samping Veline dengan wajah masam. "Lo semua gak bisa ketuk pintu dulu apa?" ujar Hero kesal. "Lah, buat apa, anjir? Biasanya juga kita langsung masuk," kilah Noval. Sementara Raka hanya menaruh kantong kresek ke atas meja. "Itu apa?" tanya Veline, sambil menunjuk ke kantong kresek tersebut. "Nasi Padang," jawab Raka, yang langsung membongkar isi di dalam kresek itu. "Cuma beli dua doang?" "Enggak kok, beli banyak." Tangan Raka masih sibuk mengeluarkan bungkus makanan itu satu per satu. "Oh." Raka meluruskan tubuhnya dulu sebelum berkata, "Gue ambil piring dulu." Ia lalu berjalan ke arah dapur. "Ikut, deh." Noval buru-buru mengekor di belakang Raka. "Gue gak mau jadi obat nyamuk di sini." Sebelum pergi, ia menepuk pelan bahu The

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 102 : Cinta Tak Terbalas

    Dua pria itu kini sudah berdara di balkon yang ada di basecamp, Hero berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku jaket, pandangannya terpaku pada langit malam yang gelap. Sementara itu, Adrian bersandar pada pagar balkon, matanya menatap kendaraan yang masih ramai berlalu lalang di jalanan yang ada di bawah mereka. "Jadi ... Leona udah tahu dari dulu tentang pernikahan gue sama Veline?" Hero menghela napas panjang, matanya tetap terpaku pada gedung-gedung tinggi di kejauhan. Ketika Adrian memberitahu Hero bahwa Leona sebenarnya sudah mengetahui tentang pernikahannya dengan Veline sudah lama, Hero pun merasa kaget. Pasalnya, selama ini sikap Leona seakan biasa-biasa saja. Adrian juga menjelaskan bahwa waktu itu, Leona mengetahui pernikahan mereka tepat ketika mendengar pertengkaran Hero dan Veline di dalam kelas. Dari pertengkaran itu, Leona mendengar semua hal yang diucapkan oleh mereka. Meskipun Leona sudah mengetahui segalanya, ia berpura-pura tidak tahu dan be

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 101 : Berhenti Berharap

    Langit malam ini begitu gelap. Namun, gelapnya malam ini terlihat begitu indah saat berbagai bintang menghiasi langit. Gedung-gedung tinggi berdiri megah, dikelilingi lampu-lampu yang berkelip seperti berlian. Udara malam ini memang begitu dingin, tapi dinginnya tak mampu membuat dua insan yang berdiri di atas jembatan tak urung pergi. Hanya sebuah pagar jembatan yang kini mampu menopang tubuh Leona, ia bersandar di sana, seakan hanya itu yang ia miliki untuk bersandar saat ini. Pemandangan dari atas jembatan terlihat begitu cantik, ia dapat melihat kendaraan yang berlalu lalang di bawah. Sesekali ia menyesap soda dari kaleng yang ada di tangannya. Sementara itu, seorang lelaki tengah berdiri di sampingnya. Ia juga tengah termenung memikirkan sesuatu yang ada dalam benaknya. Adrian menyanggah tubuh, menggenggam pembatas jembatan dengan erat sambil memcoba menghela napas dalam sebelum berkata, "Gue lihat malam ini, lo nggak baik-baik saja." Mendengar perkataan itu, Leon

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 100 : Tahun Baru

    Hero yang sedari tadi duduk diam sambil menatap buku di tangannya, akhirnya berkata, "Kita mau mulai belajar kapan?" "Ah, sekarang aja, Ro. Ngapain nunggu tahun depan, kelamaan," sahut Raka. Tentu saja, hal itu mendapatkan cibiran dari Noval. "Anjir, tahun depan tinggal beberapa jam lagi, pea! Lagian, ngapain sih kita harus belajar di tahun baru? Yang ada, tuh, ya, yang lain pada asyik tahun baruan. Lah, kita? Masa belajar." Adrian yang mendengar ocehan Noval langsung meremas sebuah tisu dan memasukannya ke mulut lelaki itu. "Anjir!" Noval gegas membuang tisu yang ada di mulutnya. "Somplak, lo!" hardiknya kesal, menatap ke arah Adrian dengan tajam. Helaan napas Hero terdengar berat ketika melihat temannya selalu saja bertengkar. "Ya udah, mau mulai dari pelajaran apa dulu?" Raka yang duduk santai dengan tangan disandarkan di belakang kepala, menyahut tanpa terburu-buru. "Yang gampang-gampang dulu aja, Ro. Jangan yang bikin pusing kepala." "Yang gampang gimana maksudnya?"

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 99 : Pasangan Hits

    Napas Veline memburu hebat saat tangan Hero terus bergerak perlahan di pinggangnya. Sentuhan itu begitu lembut, sampai membuat bulu kuduk Veline meremang. Jari-jari kekar Hero dengan mahir menjelajahi sisi tubuhnya, terus bergerak hingga menyentuh ujung kain lingerie yang Veline kenakan. Kain tipis itu sedikit terangkat ketika Hero terus menggesernya ke atas, sampai memperlihatkan paha mulus Veline yang begitu indah di pandang. Bibir Hero tidak tinggal diam. Ia membiarkan bibirnya menelusuri leher Veline. Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi lebih intens, sampai meninggalkan bekas kemerahan—jejak kepemilikan yang sengaja ia tinggalkan di sana. Napas Veline tercekat, dadanya naik turun seiring sensasi yang mengalir dari sentuhan Hero. Veline menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan desahan yang hampir lolos. Tangannya melingkar di leher kokoh Hero, sampai tubuh Hero tertarik lebih dekat ke arahnya. Rambut hitam Veline berantakan di atas bantal, dan wajahnya memerah

DMCA.com Protection Status