Share

Bab 83 : Butuh Waktu

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-19 17:34:54

Hero mencari ke setiap sudut sekolah, matanya menyapu lorong-lorong yang mulai lengang dan halaman belakang yang sepi. Langkahnya tak henti, tapi ia masih belum menemukan sosok Veline. Napasnya perlahan menjadi berat, bukan hanya karena lelah berjalan, tetapi juga rasa khawatir yang semakin menghimpit dadanya.

Namun, ketika ia sampai di sisi taman belakang sekolah, matanya menangkap sosok yang dikenalnya. Veline berdiri di bawah pohon besar, sedang berbicara dengan Leona. Melihat itu, Hero akhirnya menghentikan langkahnya, napas panjang terembus dari bibirnya.

Ia mengamati Veline dari kejauhan, memastikan gadis itu tampak baik-baik saja. Meski hatinya mendesak untuk segera menghampiri, ia sadar bahwa Veline mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri. Untuk saat ini, ia memilih menahan diri.

Hero kemudian berbalik, meninggalkan taman dan menuju kantin. Begitu masuk, aroma khas makanan langsung menyambutnya. Di salah satu meja sudut, ia melihat Adrian, Raka, dan Noval sudah dud
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 84 : Ngajak Jalan

    "Kalau bukan Leona, lalu siapa?" Leona bertanya, ia terus memperhatikan wajah Zahira yang tampak masih bingung. Namun, Zahira hanya diam, bibirnya bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Matanya kembali gelisah, pandangannya beralih ke arah pintu seakan sedang mencari seseorang. Ketegangan itu terhenti ketika pintu ruangan terbuka. Suster Ira masuk sambil membawa clipboard. "Maaf, ini saatnya Bu Zahira untuk beristirahat. Kunjungan bisa dilanjutkan lain waktu." Dimas mengangguk dengan sopan. "Baik, Suster. Terima kasih sudah mengingatkan." Hero mendekat ke ranjang ibunya. Ia menundukkan tubuhnya, mendekat hingga wajah mereka hampir sejajar. Dengan perlahan, ia menggenggam tangan Zahira. "Ma, Hero pulang dulu, ya. Mama baik-baik di sini, istirahat yang cukup. Hero janji bakal sering jenguk Mama." Zahira mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah putranya. Matanya menelusuri setiap sudut wajah Hero yang tampan. "Kamu hati-hati, Nak," ucap Zahira lirih.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 85 : Arcade

    Pikiran Hero melayang jauh entah ke mana, mencari kemungkinan ke mana Veline pergi. Matanya menyipit ketika ia teringat pada satu nama: Alyssa. Mungkin dia lagi bersama Alyssa, pikirnya dengan sedikit harapan. Tanpa ragu, ia segera menghubungi Raka. Setelah beberapa detik, suara Raka terdengar di seberang. "Iya, Ro? Ada apa?" "Lo lagi di mana sekarang?" tanya Hero cepat, suaranya terdengar mendesak. "Gue lagi di basecamp, bareng Adrian. Kenapa emangnya?" Hero menghela napas, mencoba meredakan kegelisahannya. "Lo gak lagi sama Alyssa?" "Nggak. Kayak yang gue bilang, gue cuma sama Adrian. Kenapa sih?" "Veline masih marah sama gue, dan dia gak ada di rumah. Gue kepikiran, mungkin dia lagi sama Alyssa. Lo bisa tanyain gak? Siapa tahu Veline lagi sama dia." "Oh, oke. Gue coba telpon Alyssa dulu." Namun, sebelum Raka menutup panggilan, Hero buru-buru berkata lagi. "Eh, tunggu dulu." "Kenapa?" "Lo jangan bilang kalau gue yang nanya." Raka terkekeh di seberang sana

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 86 : Permintaan Maaf

    Sepasang mata Veline membulat sempurna ketika menyadari lelaki itu kini ada di hadapannya. Napasnya memburu, bukan karena lelah dari permainan arcade yang baru selesai, melainkan karena kemarahan yang kembali membuncah. Hero tidak sendiri, Raka juga tampak berdiri di dekat sana. Keberadaan mereka membuat pikirannya langsung mengarah pada satu hal: Alyssa pasti memberitahu mereka bahwa dia ada di sini. Namun, Veline tak berniat mengkonfrontasi lebih jauh. Darahnya sudah cukup mendidih hanya dengan melihat wajah Hero. Dia berbalik, meletakan sebotol minumnya di meja, lalu meninggalkan mesin arcade, dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Akan tetapi, tiba-tiba tangan Hero meraih pergelangan tangannya. "Vel, tunggu." Suara berat lelaki itu terdengar tegas, tapi Veline tidak peduli. Dia langsung meronta. "Lepasin gue!" rintihnya, berusaha melepaskan diri dari genggaman Hero. Namun, Hero tidak mengendurkan pegangan, dan justru membawanya menjauh dari keramaian. Mereka melewati loron

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 87 : Setangkai Mawar

    "Aw, Veline!" Hero meringis kesakitan, dengan refleks ia melepaskan pelukannya pada Veline, lalu menyentuh lengannya yang kini memerah karena gigitan gadis itu. Melihat kesempatan itu, Veline langsung melesat pergi tanpa melihat ke belakang. Sementara Hero masih sibuk mengibaskan tangannya, mencoba meredakan rasa sakit pada lengannya. "Veline! Tunggu!" seru Hero sambil mulai mengejar gadis itu yang sudah pergi. Dari kejauhan, Alyssa dan Raka yang sedari tadi menyaksikan semua pertengkaran itu hanya bisa menatap bingung. Alyssa mengguncang lengan Raka pelan. "Beb, gimana dong? Kayaknya Veline masih marah banget sama Hero." Raka menghela napas, menatap Hero dan Veline yang kini mulai menjauh dari pandangan mereka. "Udah, biarin aja mereka. Itu urusan mereka, kita jangan ikut campur." "Tapi ...." Alyssa tampak ragu, lalu mendesah panjang. "Ya udah, kita ikutin mereka aja dari jauh." Raka mengerutkan kening, tapi akhirnya setuju dengan usulan kekasihnya. "Iya deh, tersera

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 88 : Kesabaran Hero

    "Lo bisa tenang sebentar nggak?" Hero menarik napas panjang, mencoba mengendalikan amarahnya. Sepasang lengannya mencengkeram tangan Veline yang masih ia tahan di atas kepala. Matanya menatap tajam, ia berharap agar gadis itu mau mendengar, agar dia berhenti meronta, dan mau sedikit bekerja sama. Namun Veline seperti tidak peduli. Tubuhnya terus bergerak, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Hero. Gadis itu memaki dan meminta dilepaskan, tetapi Hero tak mendengar perkataannya. Hero memejamkan mata sejenak, mencoba bersabar. Namun semakin lama gadis itu semakin liar, dan tangannya semakin sulit ditahan. Hero menunduk sedikit, berusaha mendekatkan wajahnya. Ia mencoba menggapai sudut bibir Veline dengan lembut, mencoba membuatnya berhenti melawan, tapi gadis itu selalu menghindar, memalingkan wajah ke kiri dan kanan, seolah berusaha menjauh sejauh mungkin darinya. Kesabaran Hero akhirnya habis. Dengan sisa kendali yang ia miliki, ia mendekatkan wajahnya ke leher Veline, lal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 89 : Perubahan Veline

    Tok! Tok! Tok! "Vel, buka pintunya dong," panggil Hero sembari mengetuk pintu kamar Veline untuk kesekian kalinya. Namun, tak ada sahutan dari dalam. Hero mendengkus pelan, menatap pintu kayu itu dengan frustrasi. Jam di dinding menunjukkan pukul 6:40 pagi, dan Hero sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Seragamnya rapi, tas sudah disandang. Namun, ia belum melihat tanda-tanda Veline keluar dari kamar. Semalam pun situasinya sama. Hero sudah mengetuk pintu kamar Veline berulang kali, tapi gadis itu tetap tak keluar dari kamar. "Vel, udah jam tujuh, lo nggak mau sekolah?" panggil Hero lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Masih tidak ada balasan. Hero menghela napas panjang, merasa putus asa. Ia menempelkan dahinya ke pintu, mencoba mencari cara untuk membuat Veline keluar, tapi akhirnya menyerah. "Vel, gue berangkat duluan, ya. Kalau lo nggak mau sekolah, terserah lo," ujar Hero, nada suaranya terdengar pasrah. Ia melangkah pergi dengan lesu, meski pikir

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 1 : Kehilangan

    Maysha Jemma Eveline adalah sosok gadis yang pembangkang, keras kepala, dan tidak mudah diatur. Ia selalu ingin terlihat mencolok di setiap penampilannya. Bahkan, teman-temannya sering menjulukinya 'ratu onar.' Tidak hanya dikenal sebagai gadis barbar, Veline—begitu ia biasa disapa—juga kerap melanggar aturan yang ada.Namun saat ini, bukan perilaku negatifnya yang ia sedang tunjukkan, melainkan perasaan sedih yang menggerogoti hatinya.Hati anak mana yang tak sakit saat kehilangan ayahnya? Ayah yang telah menjaga dan merawatnya selama ini.Begitu juga dengan Veline. Di balik sikap keras kepalanya selama ini yang sering membuat orang lain kesal, sebenarnya hatinya begitu rapuh. Dua tahun yang lalu saat ia berusia 16 tahun, ia harus menerima kenyataan pahit atas kehilangan ibunya. Namun kali ini, ia juga harus kehilangan sosok ayah yang luar biasa dalam hidupnya."Maafin, Veline, Yah. Selama ini Veline selalu berbuat nakal. Selalu tak mendengar nasihat Ayah, jadi anak pembangkang, dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02
  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 2 : Salah Sangka

    Veline memperhatikan pemandangan dari kaca jendela mobil, angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya melalui jendela kaca yang terbuka. Gadis itu memegang sebatang dedaunan berwarna merah, yang ia bawa dari pemakaman sang ayah. Wanita yang mengenakan jam tangan berwarna coklat dengan bingkai persegi itu memandang ke arah langit. Langit di atas terlihat mendung, awan kelabu menggantung seakan turut mengerti perasaannya yang masih berduka. Setelah mempertimbangkan dengan cukup matang, Veline akhirnya memutuskan untuk tinggal bersama Dimas, sahabat dari almarhum ayahnya. Ini memang keputusan yang sulit, terutama setelah melihat pertengkaran yang kerap muncul di antara om dan tantenya saat mereka membahas siapa yang akan merawatnya. Gadis itu tak ingin menjadi beban yang memicu keributan dalam keluarga. Jadi, ia pun terpaksa menerima tawaran Dimas."Kita sudah sampai." Dimas berkata setelah beberapa saat hening. Sepanjang perjalanan, Dimas sesekali mencoba mengajak Veline berbicara, berusaha me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-02

Bab terbaru

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 89 : Perubahan Veline

    Tok! Tok! Tok! "Vel, buka pintunya dong," panggil Hero sembari mengetuk pintu kamar Veline untuk kesekian kalinya. Namun, tak ada sahutan dari dalam. Hero mendengkus pelan, menatap pintu kayu itu dengan frustrasi. Jam di dinding menunjukkan pukul 6:40 pagi, dan Hero sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Seragamnya rapi, tas sudah disandang. Namun, ia belum melihat tanda-tanda Veline keluar dari kamar. Semalam pun situasinya sama. Hero sudah mengetuk pintu kamar Veline berulang kali, tapi gadis itu tetap tak keluar dari kamar. "Vel, udah jam tujuh, lo nggak mau sekolah?" panggil Hero lagi, kali ini dengan nada yang lebih tegas. Masih tidak ada balasan. Hero menghela napas panjang, merasa putus asa. Ia menempelkan dahinya ke pintu, mencoba mencari cara untuk membuat Veline keluar, tapi akhirnya menyerah. "Vel, gue berangkat duluan, ya. Kalau lo nggak mau sekolah, terserah lo," ujar Hero, nada suaranya terdengar pasrah. Ia melangkah pergi dengan lesu, meski pikir

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 88 : Kesabaran Hero

    "Lo bisa tenang sebentar nggak?" Hero menarik napas panjang, mencoba mengendalikan amarahnya. Sepasang lengannya mencengkeram tangan Veline yang masih ia tahan di atas kepala. Matanya menatap tajam, ia berharap agar gadis itu mau mendengar, agar dia berhenti meronta, dan mau sedikit bekerja sama. Namun Veline seperti tidak peduli. Tubuhnya terus bergerak, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Hero. Gadis itu memaki dan meminta dilepaskan, tetapi Hero tak mendengar perkataannya. Hero memejamkan mata sejenak, mencoba bersabar. Namun semakin lama gadis itu semakin liar, dan tangannya semakin sulit ditahan. Hero menunduk sedikit, berusaha mendekatkan wajahnya. Ia mencoba menggapai sudut bibir Veline dengan lembut, mencoba membuatnya berhenti melawan, tapi gadis itu selalu menghindar, memalingkan wajah ke kiri dan kanan, seolah berusaha menjauh sejauh mungkin darinya. Kesabaran Hero akhirnya habis. Dengan sisa kendali yang ia miliki, ia mendekatkan wajahnya ke leher Veline, lal

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 87 : Setangkai Mawar

    "Aw, Veline!" Hero meringis kesakitan, dengan refleks ia melepaskan pelukannya pada Veline, lalu menyentuh lengannya yang kini memerah karena gigitan gadis itu. Melihat kesempatan itu, Veline langsung melesat pergi tanpa melihat ke belakang. Sementara Hero masih sibuk mengibaskan tangannya, mencoba meredakan rasa sakit pada lengannya. "Veline! Tunggu!" seru Hero sambil mulai mengejar gadis itu yang sudah pergi. Dari kejauhan, Alyssa dan Raka yang sedari tadi menyaksikan semua pertengkaran itu hanya bisa menatap bingung. Alyssa mengguncang lengan Raka pelan. "Beb, gimana dong? Kayaknya Veline masih marah banget sama Hero." Raka menghela napas, menatap Hero dan Veline yang kini mulai menjauh dari pandangan mereka. "Udah, biarin aja mereka. Itu urusan mereka, kita jangan ikut campur." "Tapi ...." Alyssa tampak ragu, lalu mendesah panjang. "Ya udah, kita ikutin mereka aja dari jauh." Raka mengerutkan kening, tapi akhirnya setuju dengan usulan kekasihnya. "Iya deh, tersera

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 86 : Permintaan Maaf

    Sepasang mata Veline membulat sempurna ketika menyadari lelaki itu kini ada di hadapannya. Napasnya memburu, bukan karena lelah dari permainan arcade yang baru selesai, melainkan karena kemarahan yang kembali membuncah. Hero tidak sendiri, Raka juga tampak berdiri di dekat sana. Keberadaan mereka membuat pikirannya langsung mengarah pada satu hal: Alyssa pasti memberitahu mereka bahwa dia ada di sini. Namun, Veline tak berniat mengkonfrontasi lebih jauh. Darahnya sudah cukup mendidih hanya dengan melihat wajah Hero. Dia berbalik, meletakan sebotol minumnya di meja, lalu meninggalkan mesin arcade, dan berjalan cepat menuju pintu keluar. Akan tetapi, tiba-tiba tangan Hero meraih pergelangan tangannya. "Vel, tunggu." Suara berat lelaki itu terdengar tegas, tapi Veline tidak peduli. Dia langsung meronta. "Lepasin gue!" rintihnya, berusaha melepaskan diri dari genggaman Hero. Namun, Hero tidak mengendurkan pegangan, dan justru membawanya menjauh dari keramaian. Mereka melewati loron

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 85 : Arcade

    Pikiran Hero melayang jauh entah ke mana, mencari kemungkinan ke mana Veline pergi. Matanya menyipit ketika ia teringat pada satu nama: Alyssa. Mungkin dia lagi bersama Alyssa, pikirnya dengan sedikit harapan. Tanpa ragu, ia segera menghubungi Raka. Setelah beberapa detik, suara Raka terdengar di seberang. "Iya, Ro? Ada apa?" "Lo lagi di mana sekarang?" tanya Hero cepat, suaranya terdengar mendesak. "Gue lagi di basecamp, bareng Adrian. Kenapa emangnya?" Hero menghela napas, mencoba meredakan kegelisahannya. "Lo gak lagi sama Alyssa?" "Nggak. Kayak yang gue bilang, gue cuma sama Adrian. Kenapa sih?" "Veline masih marah sama gue, dan dia gak ada di rumah. Gue kepikiran, mungkin dia lagi sama Alyssa. Lo bisa tanyain gak? Siapa tahu Veline lagi sama dia." "Oh, oke. Gue coba telpon Alyssa dulu." Namun, sebelum Raka menutup panggilan, Hero buru-buru berkata lagi. "Eh, tunggu dulu." "Kenapa?" "Lo jangan bilang kalau gue yang nanya." Raka terkekeh di seberang sana

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 84 : Ngajak Jalan

    "Kalau bukan Leona, lalu siapa?" Leona bertanya, ia terus memperhatikan wajah Zahira yang tampak masih bingung. Namun, Zahira hanya diam, bibirnya bergerak-gerak seolah ingin mengatakan sesuatu. Matanya kembali gelisah, pandangannya beralih ke arah pintu seakan sedang mencari seseorang. Ketegangan itu terhenti ketika pintu ruangan terbuka. Suster Ira masuk sambil membawa clipboard. "Maaf, ini saatnya Bu Zahira untuk beristirahat. Kunjungan bisa dilanjutkan lain waktu." Dimas mengangguk dengan sopan. "Baik, Suster. Terima kasih sudah mengingatkan." Hero mendekat ke ranjang ibunya. Ia menundukkan tubuhnya, mendekat hingga wajah mereka hampir sejajar. Dengan perlahan, ia menggenggam tangan Zahira. "Ma, Hero pulang dulu, ya. Mama baik-baik di sini, istirahat yang cukup. Hero janji bakal sering jenguk Mama." Zahira mengangkat tangannya yang lemah, menyentuh wajah putranya. Matanya menelusuri setiap sudut wajah Hero yang tampan. "Kamu hati-hati, Nak," ucap Zahira lirih.

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 83 : Butuh Waktu

    Hero mencari ke setiap sudut sekolah, matanya menyapu lorong-lorong yang mulai lengang dan halaman belakang yang sepi. Langkahnya tak henti, tapi ia masih belum menemukan sosok Veline. Napasnya perlahan menjadi berat, bukan hanya karena lelah berjalan, tetapi juga rasa khawatir yang semakin menghimpit dadanya. Namun, ketika ia sampai di sisi taman belakang sekolah, matanya menangkap sosok yang dikenalnya. Veline berdiri di bawah pohon besar, sedang berbicara dengan Leona. Melihat itu, Hero akhirnya menghentikan langkahnya, napas panjang terembus dari bibirnya. Ia mengamati Veline dari kejauhan, memastikan gadis itu tampak baik-baik saja. Meski hatinya mendesak untuk segera menghampiri, ia sadar bahwa Veline mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri. Untuk saat ini, ia memilih menahan diri. Hero kemudian berbalik, meninggalkan taman dan menuju kantin. Begitu masuk, aroma khas makanan langsung menyambutnya. Di salah satu meja sudut, ia melihat Adrian, Raka, dan Noval sudah dud

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 82 : Sekecewa Itu

    Hero terdiam. Untuk beberapa detik, tatapannya tetap tertuju pada Veline, tapi ia tidak memberikan jawaban. Ekspresinya sulit dibaca, seperti sedang memproses pertanyaan itu. "Jawab, Hero!" desak Veline, pikirannya pun sudah kalut sedari tadi ketika melihat Hero yang hanya terdiam. Hero menarik napas panjang, lalu menatap Veline dalam-dalam. "Iya." Jawaban itu menghantam Veline seperti pukulan keras di dadanya. Mata Veline membesar, mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak ada kata yang keluar. Dadanya terasa semakin sesak, dan tiba-tiba dunia di sekitarnya menjadi sunyi. "Kenapa …?" Veline mencoba menggigit bibir bawahnya yang sudah bergetar, hatinya pun sudah teramat sakit. Sementara Hero hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Karena lo butuh dikasih pelajaran. Lo nggak pernah dengerin gue waktu gue bilang soal sikap lo. Gue cuma pengen lo sadar, itu aja." Penjelasan itu hanya membuat luka di hati Veline semakin dalam. Ia tidak tahu

  • Jodoh Dadakan Wasiat dari Ayah   Bab 81 : Kebenaran yang Menyakitkan

    Veline sama sekali tidak tahu apa yang ingin disampaikan Freya. Namun, rasa penasaran membuatnya terpaksa mengikuti langkah gadis itu. Langkah mereka membawa Veline ke belakang sekolah yang sunyi, hanya ada suara dedaunan bergesekan dihembus angin. Freya berhenti, mematung di tempat seolah sengaja membuat Veline menunggu. Dengan napas sedikit memburu, Veline berdiri di belakang Freya. "Sebenarnya, apa sih yang mau lo omongin? Kenapa lo ngajak gue ke sini?" tanya Veline, suaranya terdengar tajam bercampur rasa kesal. Freya berbalik perlahan, menatap Veline dengan senyum sinis yang membuat darah Veline mendidih. "Gue cuma mau kasih tahu kalau gue dan Arnold udah jadian," beber Freya, seolah kalimat itu adalah prestasi yang layak dirayakan. Veline mengangkat sebelah alis, lalu mendengkus kecil. "Ya elah, jadi lo cuma mau pamer? Terus lo pikir gue bakal ngereog denger lo sama Arnold udah jadian? Sorry, yee. Nggak penting buat gue." Freya tidak terpengaruh. Sebaliknya, senyumnya s

DMCA.com Protection Status